Wisata Sejarah” (Studi Deskriptif Perkembangan Tjong A Fie Mansion Sebagai Objek Wisata Sejarah Kota Medan)

(1)

WISATA SEJARAH

(Studi Deskriptif Perkembangan Tjong A Fie Mansion Sebagai Objek Wisata Sejarah Kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi syarat mendapat gelar Sarjana Ilmu Sosial dalam bidang Antropologi Sosial

Disusun Oleh :

REBECCA HANNATRI SUASTIKA 030905033

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E DA N


(2)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali saya ucapkan kepada Dzat Yang Maha Segalanya ALLAH SWT karena rahmat, hidayah dan karunia yang diberikan saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “WISATA SEJARAH” (Studi Deskriptif Perkembangan Tjong A Fie Mansion Sebagai Objek Wisata Sejarah Kota Medan) dan tak lupa salawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Saw semoga kelak safaatnya hadir kepada saya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dari Departemen Antopologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Saya persembahkan gelar saya ini untuk kedua orang tua saya yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan berupa moril dan materil beserta doa, yaitu kepada Bapak Syamsurizal Hadi Sutanto (Papa) dan Ibu Ruth Windhasari (Mama). Juga kepada saudara kandung saya tercinta, yaitu Andry Maxura Ramadhona, AMD (Abang), Rizna Dwi Harmawani, AMD (Mbaq) dan Audrey Maghrifa Yudha (Anggi adek ku) atas kasih sayang kalian.

Muhammad Fiqri Munzir, S.Sos terima kasih untuk masukan dan dukungan serta doa mu. Juga waktu dan kesempatan untuk berbagi ilmu dan pengalaman. Makasii yaa El_nino.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang selama ini memberi pengaruh besar dan baik bagi kelangsungan perkuliahan dan skripsi ini diantaranya:


(3)

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin Rangkuti M. Si, selaku Dekan FISIP – USU.

2. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, M.A, selaku Ketua Departemen Antropologi FISIP – USU dan Bapak Drs. Irfan Simatupang M.Si, selaku Sekertaris Departemen Antropologi FISIP – USU

3. Drs. Agustrisno M.Sp, sebagai dosen wali. Terima kasih atas nasehat dan dukungannya selama saya menjadi mahasiswa Antropologi FISIP – USU

4. Dra. Sabariah Bangun M.Soc, Sc, selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas waktu, ilmu serta kesabaran yang diberikan dalam membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini

5. Kepada Bang Nurman Ahmad M.Soc, Sc dan Bang Yance serta seluruh Dosen dan Staf pengajar FISIP-USU, yang telah bersedia berbagai pengalaman dan pengetahuan akademis.

6. Seluruh Pegawai FISIP-USU, terima kasih atas bantuannnya.

7. Kepada seluruh informan penelitian yang bersedia memberikan informasi seakurat mungkin sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Khusus dalam paragraf ini saya ingin mengucapakan terima kasih kepada teman-teman tercinta. Ibnu Avena Matondang S.Sos, Syahputra, Iskandar Arif Putra S.Sos, Muhammad Liyansyah S.Sos, Luna Adisty S.Sos, Tesa Muhaira AMD, Anis Amalia S.Sos, Azvanescy urlin S.Sos, Siwa Kumar S.Sos, Rorisky S.Sos, Fauzy Akbar, Nadiva SH, Aloynina S.Sos, Muhammad Gifari, Desi, Ibnu Aulia SH, Darwin, Denny, Eny, Erika, Geby, Helena, Sidriani, Firman, Umar, Atika S.sos, Alvian Aziz, Sari S.Sos, Santa, Rully, Rikky, Sri Novika, Novrianto,


(4)

Hendra, Melda, Danur, Mardiana, Lisna S.Sos, Lasmi S.Sos, Ravika S.Sos, Wendy S.Sos, Inggrid, Ijal, Ican, Hemalea, dan Wilfrid.

Keluarga besar Antropologi Sosial USU. Kepada abang-abang dan kakak senior dan juga adik-adik junior, terima kasih dan semoga kita sukses selalu. Maaf untuk yang tidak disebutkan, karena keterbatasan pikiran saya dalam mengingat nama teman-teman dengan lengkap. Semoga kelak skripsi saya ini dapat dimanfaatkan oleh kalangan yang membutuhkan. Sebagai bahan evaluasi dan informasi.

Medan, 2010 Penulis

REBECCA HANNATRI SUASTIKA NIM: 06 0905 033


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... x

BAB I PENDAHULUAN ... xii

I. 1. Latar Belakang Masalah ... xii

I. 2. Perumusan Masalah ... xx

I. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... xxi

I.3.1. Tujuan Penelitian... xxi

I.3.2. Manfaat Penelitian ... xxii

I. 4. Lokasi Penelitian ... xxiii

I. 5. Tinjauan Pustaka ... xxiii

I. 6. Metode Penelitian ... xxxi

I. 6.1. Tipe dan Pendekatan Penelitian ... xxxi

I. 6. 2. Tehnik Pengumpulan Data ... xxxii

I. 6. 3. Analisis Data ... xxxv

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... xxxvi

II.1. Sejarah Kota Medan ... xxxvi

II.2. Geografis Lokasi Penelitian ... xxxix II.3. Visi dan Misi Kota Medan ... xlii

II.3.1. Visi Kota Medan ... xliii

II.3.2. Misi Kota Medan ... xliv II.4. Keadaan Penduduk ... xlv II.5. Organisasi Masyarakat... xlvi II.6. Sejarah Tjong A Fie... xlvii


(6)

II.7. Keberadaan Tjong A Fie Mansion ... li BAB III PERANAN DAN KEBERADAAN TJONG A FIE ...liii III.1. Faktor Pendukung Tjong A Fie...liii

III.1.1. Aspek Sosial Tjong A Fie ... lvii

III.1.2. Tjong A Fie Mansion ... lix III.2. Silsilah Keluarga Tjong A Fie ... lxiv III.3. Struktur The Tjong A Fie Memorial Institute ... lxvii

III.3.1. Fungsi The Tjong A Fie Memorial Institute ... lxviii

III.3.2. Peranan Tjong A Fie Memorial Institute ... lxix III.4. Peran Pemerintah ... lxx III.5. Dinas Pariwisata Kota Medan... lxx

III.5.1. Komentar Dinas Pariwisata ... lxxii

III.5.2. Pendapat Dinas Pariwisata Terhadap Keberadaan Tjong A Fie Mansion ... lxxiii III.6. Pendapat Masyarakat Terhadap Tjong A Fie ... lxxv

III.6.1. Wisatawan ... lxxv

III.6.2. Masyarakat Sekitar ... lxxviii BAB IV WISATA SEJARAH TJONG A FIE MANSION ... lxxxi IV.1. Pariwisata dan Antropologi ... lxxxii

IV.1.1. Konsepsi Antropologi Pariwisata ... lxxxiv

IV.1.2. Wisata Sejarah Dalam Antropologi Pariwisata ... lxxxvi IV.2. Nilai Tjong A Fie Dalam Antropologi Pariwisata ... lxxxix

IV.2.1. Objek Wisata Sejarah Tjong A Fie ... xci IV.3. Potensi Wisata Sejarah Tjong A Fie Mansion ... xciii

IV.3.1. Sarana dan Prasarana Pendukung ... xcv

IV.3.2. Tjong A Fie Mansion Sebagai Salah Satu Ikon Wisata Kota Medan ... xcviii IV.4. Eksistensi Tjong A Fie ... c


(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... ciii V.1. Kesimpulan ... ciii IV. 2. Saran ... cv DAFTAR PUSTAKA ... cvii


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Daftar Bangunan Bersejarah Kota Medan ... 3

Tabel 2 Batas-batas Wilayah Medan ... 29

Tabel 3 Pelayanan Umum Kecamatan Medan Barat ... 30

Tabel 4 Pendidikan Kecamatan Medan Barat ... 31

Tabel 5 Jumlah Penduduk Kota Medan ... 34


(9)

DAFTAR FOTO

Foto 1 Monumen Guru Pattimpus di persimpangan jalan Gatot Subroto, Medan 27

Foto 2 Tjong A Fie... 44

Foto 3 Pintu Gerbang Tjong A Fie Mansion ... 48

Foto 4 Tjong A Fie Mansion ... 49

Foto 5 Ruang Tamu/Sultan Deli Room... 50

Foto 6 Ruang tengah lantai dasar Tjong A Fie Mansion ... 50

Foto 7 Ball Room Tjong A Fie Mansion ... 51

Foto 8 Ornamen Cina ... 51

Foto 9 Beragam Alat Masak Tradisional ... 53


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Penunjukan Pembimbing Proposal dikeluarkan oleh Departemen Antropologi FISIP USU

2. Surat Ujian Proposal dikeluarkan oleh Departemen Antropologi FISIP USU 3. Surat Izin Penelitian dikeluarkan oleh Departemen Antropologi FISIP USU 4. Surat Izin penelitian dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan

Kota Medan


(11)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “WISATA SEJARAH” (Studi Deskriptif Perkembangan Tjong A Fie Mansion Sebagai Objek Wisata Sejarah Kota Medan). Disusun oleh Rebecca Hannatri Suastika, 06 0905 033, 2010. Skripsi ini terdiri dari 97 Halaman dan 5 lampiran, yaitu Surat Penunjukan Pembimbing Proposal dikeluarkan oleh Departemen Antropologi FISIP USU, Surat Ujian Proposal dikeluarkan oleh Departemen Antropologi FISIP USU, Surat Izin Penelitian dikeluarkan oleh Departemen Antropologi FISIP USU, Surat Izin penelitian dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan dan Dokumentasi Lapangan.

Sejarah adalah suatu titik tolak atau tolak ukur yang dapat mengkaji segala hal, baik yang sudah terjadi beberapa masa lampau maupun memprediksi masa yang akan dating. Oleh adanya suatu sejarah, maka bangunan atau peristiwa tertentu dapat diketahui asal-muasalnya. Sangatlah penting menjaga dan melestarikan sejarah. Adapun cara yang tepat untuk menyajikan sejarah agar tak terlupakan adalah dengan mengkaitkannya dengan pariwisata. Jenis pariwisata tersebut adalah wisata sejarah. Dimana objek sejarah dikemas menjadi objek wisata, yaitu objek wisata sejarah.

Penelitian ini bersifat kualitatif. Data yang didapat melalui hasil lapangan dengan cara observasi (partisipasi dan non partisipasi) dan wawancara. Observasi yang penulis lakukan adalah observasi partisipasi, maksudnya adalah penulis untuk beberapa hal menanyakan pertanyaan dengan informan serta ikut dalam kegiatan mereka. Selain itu juga dilakukan observasi non partisipasi, dimana dalam beberapa hal penulis tidak dapat mengikuti apa yang informan kerjakan. Adapun wawancara yaitu dengan cara menjumpai beberapa informan dan menanyakan beberapa pertanyaan yang dianggap berhubungan dengan apa yang penulis teliti. Data yang didapat di lapangan kemudian diolah secara literatur dengan menggunakan relevansi teori antropologi, pariwisata dan antropologi pariwisata.

Penelitian yang penulis lakukan pada akhirnya akan mengungkap sejarah Tjong A Fie yaitu berupa peran dan pengaruhnya terhadap Kota Medan hingga bangunan peninggalannya, yang dalam hal ini difokuskan pada Tjong A Fie Mansion. Hal ini dikarenakan akan dikaitkannya sejarah Tjong A Fie dan perkembangan Tjong A Fie Mansion sebagai objek wisata sejarah Kota Medan.


(12)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “WISATA SEJARAH” (Studi Deskriptif Perkembangan Tjong A Fie Mansion Sebagai Objek Wisata Sejarah Kota Medan). Disusun oleh Rebecca Hannatri Suastika, 06 0905 033, 2010. Skripsi ini terdiri dari 97 Halaman dan 5 lampiran, yaitu Surat Penunjukan Pembimbing Proposal dikeluarkan oleh Departemen Antropologi FISIP USU, Surat Ujian Proposal dikeluarkan oleh Departemen Antropologi FISIP USU, Surat Izin Penelitian dikeluarkan oleh Departemen Antropologi FISIP USU, Surat Izin penelitian dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan dan Dokumentasi Lapangan.

Sejarah adalah suatu titik tolak atau tolak ukur yang dapat mengkaji segala hal, baik yang sudah terjadi beberapa masa lampau maupun memprediksi masa yang akan dating. Oleh adanya suatu sejarah, maka bangunan atau peristiwa tertentu dapat diketahui asal-muasalnya. Sangatlah penting menjaga dan melestarikan sejarah. Adapun cara yang tepat untuk menyajikan sejarah agar tak terlupakan adalah dengan mengkaitkannya dengan pariwisata. Jenis pariwisata tersebut adalah wisata sejarah. Dimana objek sejarah dikemas menjadi objek wisata, yaitu objek wisata sejarah.

Penelitian ini bersifat kualitatif. Data yang didapat melalui hasil lapangan dengan cara observasi (partisipasi dan non partisipasi) dan wawancara. Observasi yang penulis lakukan adalah observasi partisipasi, maksudnya adalah penulis untuk beberapa hal menanyakan pertanyaan dengan informan serta ikut dalam kegiatan mereka. Selain itu juga dilakukan observasi non partisipasi, dimana dalam beberapa hal penulis tidak dapat mengikuti apa yang informan kerjakan. Adapun wawancara yaitu dengan cara menjumpai beberapa informan dan menanyakan beberapa pertanyaan yang dianggap berhubungan dengan apa yang penulis teliti. Data yang didapat di lapangan kemudian diolah secara literatur dengan menggunakan relevansi teori antropologi, pariwisata dan antropologi pariwisata.

Penelitian yang penulis lakukan pada akhirnya akan mengungkap sejarah Tjong A Fie yaitu berupa peran dan pengaruhnya terhadap Kota Medan hingga bangunan peninggalannya, yang dalam hal ini difokuskan pada Tjong A Fie Mansion. Hal ini dikarenakan akan dikaitkannya sejarah Tjong A Fie dan perkembangan Tjong A Fie Mansion sebagai objek wisata sejarah Kota Medan.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang Masalah

Daerah secara sederhana dapat dikatakan sebagai sebentuk wilayah yang memiliki bangunan tertentu yang memiliki nama, ciri dan khas tersendiri yang dijadikan tempat tinggal oleh suatu kelompok masyarakat atau komunitas secara terus-menerus dalam waktu yang lama, sehingga dapat dikatakan memiliki sejarah tertentu, baik itu berupa peristiwa, nama seseorang ataupun cerita-cerita lainnya. Sejarah tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia dan bahkan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih maju atau modern (http://www.wikipedia.com/sejarah_kota/).

Riwayat masa lampau sebagai obyek studi sejarah, berkenaan dengan peristiwa-peristiwa pada kehidupan manusia yang menyangkut segala aspeknya. Dalam penuturan sejarah, peristiwa-peristiwa tadi diurutkan kurun-kurun waktu secara kronologis. Dari analisis sejarah tentang suatu peristiwa atau suatu masalah, kita dapat mengadakan prediksi terhadap hal-hal tersebut pada masa yang akan datang. Penelaahan suatu gejala atau suatu masalah dengan menggunakan pendekatan sejarah, ini termasuk penelaahan yang dinamis, karena memperhatikan urutan prosesnya dari waktu kewaktu.

Sejarah, dala lampau yang benar-benar terjadi atau riwayat asal usul keturunan (terutama untuk raja-raja yang memerintah). Umumnya sejarah dikenal sebagai informasi mengenai kejadian yang sudah lampau. Sejarah juga sebagai riwayat tentang masa


(14)

lampau yang menyelidiki dan menuturkan riwayat masa lampau tersebut sesuai dengan apa yang terjadi tanpa dapat melepaskan diri dari kejadian dan serta kenyataan masa sekarang yang sedang kita alami bersama dan tidak pula kita lepaskan dari perspefktif masa depan.

Sebagai sebuah kisah, sejarah menyajikan sesuatu yang benar-benar terjadi. Cerita sejarah disusun berdasarkan sumber-sumber, fakta-fakta dan bukti-bukti berupa peninggalan-peninggalan sejarah. Setiap individu, masyarakat maupun setiap bangsa memiliki sejarah sendiri-sendiri. Proses sejarah dapat memberikan pengalaman, pelajaran dan pemantapan kepribadian bagi seorang individu, masyarakat dan bangsa.

Pada masa dimana cerita atau peristiwa sejarah tersebut sudah berlalu, peninggalan sejarahlah yang hanya tersisa. Peninggalan ini dapat berbentuk bangunan, dokumentasi dan cerita turun-temurun. Dimana peninggalan sejarah ini sangat berguna dan dapat dijadikan sumber utama dalam menelaah masalah atas peristiwa yang terjadi di saat itu.

Kota Medan merupakan salah satu kota yang mempunyai peninggalan sejarah. Salah satunya yang dapat terlihat dengan jelas adalah banguna-bangunan bersejarah yang masih tampak hingga saat ini. Bangunan-bangunan ini telah mengukir sejarahnya masing-masing sehingga dapat mendukung perkembangan Kota Medan sendiri. Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Sumatera Utara mengatakan, tanpa bangunan bersejarah, kota Medan tidak akan menjadi kotamadya. Artinya, atas keberadaan warisan budaya (cultural heritage), maka kota Medan dikenal di dunia luar (http://www.waspada.co.id/index.php/bangunan-sejarah-tentukan-kota-medan).


(15)

Berikut ini merupakan daftar bangunan-bangunan bersejarah yang ada di Kota Medan, yang tentunya membantu perkembangan dan kemajuan Kota Medan itu sendiri:

Tabel 1 Daftar Bangunan Bersejarah Kota Medan

No Bangunan Lokasi

1 Mesjid Raya Al’Mashun Jl. Sisingamangaraja

2 Mesjid Raya Labuhan Jl. Yos Sudarso

3 Gereja Roma Katholik Jl. Pemuda

4 Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP Jl. Sudirman 5 Gedung Palang Merah Indonesia Jl. Palang Merah

7 Tjong A Fie Mansion Jl. Ahmad Yani

8 RS Elizabeth, Jl. Sudirman

9 RS Pirngadi Jl. HM Yamin

10 RS Tembakau Deli Jl. Putri Hijau

11 Sekolah dan TK Roma Katholik Jl. Pemuda,

12 Sekolah Immanuel Jl. Sudirman

14 Kantor Walikota Medan Jl. Balai Kota

15 Kantor Pos Besar Jl. Balai Kota

16 Kantor Bank Mandiri Jl. Balai Kota

17 Kantor Hotel Natour Darma Deli Jl. Balai Kota 18 Bekas Kantor Dinas Tenaga Kerja Jl. Hindu

19 Kantor Bank Danamon Jl. Pemuda

20 Bekas Kantor Sospol Jl. Pemuda

21 Istana Maimun Jl. Sultan Makmun Al Rasyid

22 Kantor Dinas Pekerjaan Umum Jl. Kolonel Sugiono, 23 Rumah Dinas Walikota Medan Jl. Sudirman

24 Kantor Pengadilan Negeri Medan Jl. Pengadilan 25 Kantor Gubernur Sumatera Utara Jl. Diponegoro 26 Kantor Dinas Penerangan Kodam I Bukit Barisan Jl. Listrik

27 Bangunan lama di samping Hotel Danau Toba Jl. Imam Bonjol Medan 28 Gerja Kristen Indonesia Jl. Zainul Arifin,

30 Kantor Rispa Jl. Brigjen Katamso

31 Bank Bukopin Jl. Kolonel Sugiono

32 Bekas Kantor Polda Sumatera Utara Jl. Sudirman 33 Bekas Kantor Perkebunan HVA Jl. Sudirman

34 Bank Koperasi Jl. Kolonel Sugiono

35 Laboratorium USU Jl. HM Yamin sebelah kantor PT KAI


(16)

37 Kantor Telkom Jl. HM Yamin

38 Bangunan toko-toko di Pusat Pasar Tidak diperkenankan direhabilitasi tanpa izin tertulis Walikota

39 Museum Kodam I Bukit Barisan Jl. Zainul Arifin

40 Kantor Bupati Deli Serdang di Jl. Brigjen Katamso (sudah dihancurkan).

41 Gedung South East Asia Bank Jl. Ahmad Yani (sudah dihancurkan) 42 Kantor Dinas Pekerjaan Umum Jl. Listrik Medan (sudah dihancurkan).

Sumber

2010)

Diantara bangunan-bangunan bersejarah ini penulis akan melakukan penelitian pada salah satu bangunan yang berada di Kota Medan ini. Adapun bangunan yang dimaksud adalah Tjong A Fie Mansion yang berada di Jalan Ahmad Yani Medan. Penulis mengangkat judul penelitian tentang Tjong A Fie Mansion karena bangunan ini merupakan tempat bersejarah yang juga merupakan peninggalan budaya yang ada di Kota Medan yang dapat dijadikan salah satu objek wisata yang dalam hal ini wisata sejarah.

Menurut Fon Prawira (pengelola Tjong A Fie Mansion yang juga cucu Tjong A Fie), di Tjong A Fie Mansion selain bangunan arsitektur Cina, juga akan ditemui banyak barang-barang bersejarah. “Oleh karena itu, Tjong A Fie Mansion ini merupakan tempat pendidikan sejarah dan budaya. Melalui foto-foto yang dikoleksi dari Belanda, dapat kita saksikan kesan dan pesan tentang keberadaan sejarah Kota Medan pada masa lalu,” ujarnya. Tjong A Fie Mansion juga dilengkapi dengan budaya Cina-Melayu yang terkenal di zaman abad ke-16. “Budaya peranakan merupakan budaya asli yang tercipta pada masa itu. Orang Cina pendatang berasimilasi dengan penduduk asli,” paparnya (Dalam KOMPAS, 15 September 2009).


(17)

Sebelum berbicara mengenai rumahnya, hendaklah kita mengenali sosok pemilik rumah tersebut terlebih dahulu. Seorang yang bernama Tjong A Fie adalah pendiri bangunan ini. Hal ini terjadi akibat proses panjang atas perjalanan tokoh multikulturalisme yang bersejarah ini di Sumatera Utara itu juga memperlihatkan kepada masyarakat umum akan sumbangan dan kepedulian Tjong A Fie terhadap kepentingan religi, budaya dan ekonomi di Medan pada zamannya serta melesatarikan budaya Melayu-Cina

Tjong A Fie memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap Kota Medan, misalnya dia turut andil dalam pembangunan Masjid Raya Al-Mashum, Istana Maimoon, Kereta Api Deli (DSM), Masjid Gang Bengkok, Gereja di Jalan Uskup Agung Sugiopranoto, Balai Kota Lama, Kuil Budha China di Brayan, Kuil Hindu, dan Jembatan Kebajikan di Jalan Zainul Arifin. Ia juga tercatat sebagai pendiri Rumah Sakit Cina pertama di Medan (daerah Marelan), pendiri Batavia Bank dan Deli Bank. Perkebunan yang dipimpinnya memiliki lebih dari 10.000 tenaga kerja dan luas kebunnya mengalahkan luas perkebunan milik Deli Matschapaij yang dirintis oleh Jacobus Nienhuys yang dikenal dengan Peletak Dasar Budaya Perkebunan di Sumatra Utara (http:// wisatasumatera.com/index.php).

Menurut situs “Tjong A Fie Memorial Institute”, pria ini lahir di provinsi Guangdong di Tiongkok pada tahun 1860. Tjong A Fie datang ke Medan dari Meixian, bersama dengan saudaranya Tjong Yong Hian (1850-1911), dia berhasil membangun usaha dalam bidang perkebunan. Perusahaannya mempekerjakan lebih dari 10.000 karyawan. Keberhasilannya tersebut membuat dia mempunyai hubungan yang dekat dengan para petinggi Medan pada saat itu, di antaranya


(18)

Sultan Deli Makmun Al Rasjid dan pejabat-pejabat kolonial Belanda. Tjong A Fie pun lalu dilantik sebagai Kapitan China (”Majoor der Chineezen”), pemimpin komunitas Tionghoa di Medan, menggantikan Yong Hian yang wafat.

Salah satu peninggalannya yang masih terkenal hingga saat ini adalah istananya di kawasan Kesawan Ahmad Yani Medan. Diselesaikan pada tahun 1900, rumahnya yang menunjukkan pengaruh campuran Art Deco-Tionghoa-Barat kini menjadi salah satu ikon kota Medan. Tjong A Fie Mansion merupakan gedung bergaya Tiongkok kuno yang sangat fantastis. Dipintu gerbang dapat kita lihat dua patung singa yang menghadap ke jalan, setelah masuk kita bisa melihat taman yang ditata rapi menuju pintu masuk rumah.

Bahan bangunan terbuat dari batu bata dan kayu jati yang kokoh, didalam rumah masih tersimpan peralatan rumah tangga yang digunakan Tjong A Fie semasih hidup. Tjong A Fie Mansion ini merupakan salah satu cagar budaya yang mengandung nilai budaya, pengetahuan dan sejarah.

Berdasarkan UU No 5 tahun 1992 dan Perda Kota Medan No. 6 tentang pelestarian bangunan dan lingkungan yang bernilai sejarah arsitektur kepurbakalaan maka bangunan peninggalan Tjong A Fie tersebut wajib dilindungi dan dilestarikan. Bangunan Tjong A Fie Mansion ini diharapkan akan memancarkan sinar keindahan dalam budaya bangsa yang akan mengundang orang asing untuk menyaksikan daya tarik itu. Juga sebagai bukti peninggalan sejarah Kota Medan, sekaligus menunjukkan kota ini yang berkarakter khas dan sejak dulu terkenal dengan kerukunannya.

Sebagai penghubung agar dapat mengerti tentang masa lalu atau cerita asal usul juga awal mula suatu daerah atau bangunan, sejarah memiliki andil yang


(19)

cukup penting. Hal ini menjadikan sejarah tidak jarang bahkan selalu dijadikan bahan yang dapat dijual. Maksud dari kata dijual di sini adalah bahwa sejarah dapat dikemas menjadi lebih menarik. Memperkenalkan sejarah kepada tiap generasi itu sangat penting. Oleh karenanya, haruslah kita memberi suatu terobosan khusus agar hikmah sejarah atau pengetahuan sejarah bisa dipahami oleh semua orang. Sehingga dari sisa sejarah tersebut setiap orang ingin membuktikan atau mengunjungi daerah ataupun bangunan tersebut secara langsung. Hal ini akan meningkatkan pendapatan (income) daerah tersebut.

Salah satu upaya untuk menyajikan suatu sejarah agar lebih menarik adalah dengan mengemasnya sebagai salah satu unsur dari perilaku pariwisata. Pariwisata di sini adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusaha objek, dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata (Pendit, 2003: 14).

Sebut saja namanya wisata sejarah. Informasi dan makna sejarah, ini merupakan dua hal yang merupakan aspek penting yang dicari orang ketika mereka mengunjungi situs wisata sejarah. Wisata sejarah tidak hanya menarik dari segi ekonomi karena memacu pendapatan dari kedatangan wisatawan dan masuknya investasi. Wisata sejarah juga memiliki makna yang lebih luas: tentang sistem budaya, simbol dan pendidikan.

Adapun yang termasuk ke dalam kategori wisata sejarah adalah apabila seorang atau sekelompok individu yang melakukan perjalanan atau berkunjung ke suatu tempat yang berhubungan dengan berbagai macam tempat yang mendukung


(20)

untuk mendapatkan sejarah atau asal muasal suatu objek. Memang segala yang berhubungan dengan apapun yang ada pada masa sekarang, pasti memiliki asal muasal sebelum masa sekarang itu terjadi, yaitu masa lampau yang juga disebut sebagai sejarah. Namun, ada batasan-batasan suatu wisata dikatakan sebagai wisata sejarah.

Tujuan dari perjalanan atau kunjunganlah yang menjadi acuan dari batasan-batasan wisata sejarah tersebut. Seseorang dikatakan melakukan perjalanan wisata sejarah jika seseorang tersebut mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang berhubungan tidak jauh dengan prasasti, candi, istana, benteng, makam, tempat ibadah, museum, dan monument. Tujuan-tujuan tersebutlah yang di katakan sebagai wisata sejarah. Dimana dalam menentukan bangunan tersebut bersejarah atau tidak haruslah ada pengakuan, yang dalam hal ini pemerintah setempat

Bangunan atau situs kuno pada dasarnya adalah sebuah “buku sejarah yang hidup”. Dia bukan sekadar bangunan fisik, tapi sebuah “buku”, serangkaian informasi. Hal ini dapat berjalan lancar jika memelihara situs dan bangunan sejarah, serta menyajikan informasi secara lebih bermakna. Di tengah jebakan pada hal-hal yang serba fisik, saatnya kita mencari makna yang lebih mendalam dari yang kasat mata.

Minat mengenal lebih dekat bukti atau artefak peninggalan sejarah ini

dapat dikembangkan ke bentuk wisata sejarah. Setiap situs sejarah dapat dikembangkan menjadi potensi wisata dengan terlebih dahulu melengkapi

setiap lokasi dengan fasilitas standar sesuai dengan tujuan wisata sejarah. Apabila kebudayaan dan pariwisata diwadahi dalam satu departemen dan dinas, serta


(21)

masyarakat luas, wisata sejarah ini tampaknya potensial untuk dikembangkan lebih jauh. Semuanya itu bisa dikelola dan dikemas sebagai destinasi wisata sejarah dan budaya Kota Medan.

I. 2. Perumusan Masalah

Penelitian yang dilakukan dengan mengambil judul “Wisata Sejarah” bertujuan untuk melihat sejauh mana peranan wisata sejarah dalam dunia kepariwisataan Kota Medan. Hal yang dimaksud adalah keberadaan Tjong A Fie Mansion sebagai salah satu objek dari tujuan wisata sejarah yang berada di Kota Medan.

Perumusan masalah memerlukan adanya pembatasan masalah, agar penelitian ini tidak menjadi rancu ataupun menjadi meluas kepada hal-hal yang tidak terkait dengan masalah yang sedang diteliti. Adanya pembatasan masalah, diharapkan agar dalam penelitian ini akan menjadi lebih fokus yaitu Tjong A Fie Mansion. Pembahasan dilakukan dengan cara memasukkan suatu informasi maupun data yang didapat di lapangan maupun studi kepustakaan yang memiliki keterkaitan dengan masalah ini.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, permasalahan utama dari penelitian ini adalah peranan dan perkembangan Tjong A Fie Mansion sebagai salah satu objek wisata sejarah yang memiliki potensi untuk perkembangan dunia kepariwisataan di Kota Medan.

Permasalahan tersebut dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, antara lain :


(22)

- Bagaimana awal perkembangan Tjong A Fie Mansion sehingga sampai sebagai objek wisata Kota Medan.

- Bagaimana peranan pihak-pihak terkait : pemerintah, keluarga dan masyarakat dalam melestarikan bangunan bersejarah tersebut.

- Apa pandangan wisatawan yang telah berkunjung dalam menilai Tjong A Fie Mansion sebagai objek wisata sejarah Kota Medan.

- Mengapa Tjong A Fie menjadi ikon wisata sejarah Kota Medan

I. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan harus memiliki tujuan yang hendak dicapai dan manfaat dari penelitian tersebut, adapun yang menjadi tujuan dan manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

I.3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara keseluruhan perkembangan dan peranan Tjong A Fie Mansion sebagai salah satu bangunan bersejarah yang berpotensi sebagai objek wisata sejarah yang ada di Kota Medan. Hal ini ditujukan untuk melihat bagaimana pelestarian Tjong A Fie Mansion sebagai suatu objek wisata sejarah dan merupakan manifestasi kebudayaan yang ada di Kota Medan. Untuk mengetahui pendapat atau pandangan wisatawan dalam menilai Tjong A Fie Mansion sebagai objek wisata sejarah di Kota Medan.


(23)

Adapun tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

- Untuk mengetahui peranan pihak-pihak terkait, yaitu: pemerintah, keluarga, dan masyarakat dalam melestarikan bangunan bersejarah sebagai objek wisata sejarah, dalam hal ini Tjong A Fie Mansion

- Untuk menggambarkan perkembangan Tjong A Fie Mansion sebagai objek wisata Kota Medan saat sekarang ini

- Menjelaskan bahwa Tjong A Fie Mansion merupakan ikon wisata sejarah Kota Medan

- Untuk mengetahui tanggapan dan pandangan wisatawan yang telah berkunjung dalam menilai Tjong A Fie Mansion sebagai objek wisata sejarah Kota Medan

I.3.2. Manfaat Penelitian

Sebagai sebentuk penelitian, besar harapan penulis agar nantinya hasil dari penelitian dapat memberikan sumbangan nyata yang berarti bagi khalayak umum dan masyarakat Kota Medan pada khususnya. Secara sederhana manfaat yang diharapkan dari penelitian dan hasil penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut : agar masyarakat mengetahui peranan Tjong A Fie di Kota Medan serta untuk mendapatkan gambaran tentang alur pariwisata Tjong A Fie Mansion di Kota Medan secara utuh, penelitian ini melihat Tjong A Fie Mansion sebagai suatu bangunan bersejarah yang memiliki nilai-nilai sejarah yang merupakan salah satu identitas pengukir sejarah Kota Medan. Penelitian tentang Tjong A Fie Mansion ini juga bermanfaat sebagai suatu yang penting, menarik dan berguna untuk melestarikan sejarah dan budaya yang ada di Kota Medan.


(24)

Menariknya penelitian ini untuk semakin memperkokoh jatidiri masyarakat Kota Medan melalui Tjong A Fie Mansion dengan tujuan utama agar para generasi berikutnya mengenal sejarah dan budaya sebagai identitas.

Adapun manfaat penelitian ini nantinya adalah :

- Pada bidang akademis, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi penambah khasanah penelitian bidang antropologi pariwisata.

- Penelitian ini secara akademis diharapkan dapat memberikan sumbangan secara nyata mengenai bangunan bersejarah yang berpotensi sebagai objek wisata sejarah di Kota Medan.

- Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi suatu bahan evaluasi terhadap penelitian yang telah ada sebelumnya mengenai Tjong A Fie Mansion.

I. 4. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian adalah Tjong A Fie Mansion. Bangunan ini berada di jalan Ahmad Yani (Kesawan) No. 105 Kelurahan Kesawan Kecamatan Medan Barat.

I. 5. Tinjauan Pustaka

Pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda


(25)

yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat (http://id.wikipedia.org/wiki/Kebudayaan).

Pada dasarnya kebudayaan memiliki unsur-unsur yang terjalin dan saling berhubungan satu dengan yang lainya. Adapun mengenai unsur-unsur kebudayaan menurut Koenjtaraningrat, bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia yang kemudian disebut unsur-unsur kebudayaan universal, yaitu: 1. Bahasa, 2. Sistem Pengetahuan, 3. Organisasi Sosial, 4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi, 5. Sistem Mata Pencaharian, 6. Sistem Religi, dan 7. Kesenian (Koentjaraningrat, 1996: 80-8).

Kebudayaan fisik meliputi semua benda atau objek fisik hasil karya manusia, seperti rumah, gedung bersejarah, perkantoran, jalan, jembatan, jalan, mesin-mesin, dan sebagainya. Oleh karenanya, sifatnya pun paling konkrit, mudah diraba dan diobservasi. Kebudayaan fisik merupakan hasil dari aktivitas sosial manusia (Maran, 2007: 49).

Seperti yang diketahui, bahwa antropologi sangat erat hubungannya dengan kebudayaan. Dimana antropologi memiliki beberapa sub bidang ilmu di dalamnya. Salah satu sub bidang ilmu dalam antropologi adalah antropologi pariwisata. Hubungan antropologi dan pariwisata adalah membahas dua hal utama yaitu relevansi teori-teori antropologi dalam melihat berbagai masalah dalam pariwisata dan masalah kedudukan peneliti dalam proses representasi. Pokok pembahasan mencakup masalah-masalah pembentukan tradisi, identitas


(26)

dan hubungan antar suku bangsa, politik, pariwisata, stereotipe dan pengalaman, serta masalah penulisan dan otoritas etnografi.

Relevansi teori-teori antropologi dalam menjelaskan gejala pariwisata dan relevansi kajian pariwisata bagi perkembangan teori-teori antropologi akan diperlihatkan melalui pembahasan yang mencakup permasalahan permasalahan yang muncul di kalangan wisatawan, dalam industri pariwisata, maupun di masyarakat daerah tujuan wisata itu sendiri. Konsep-konsep dan teori-teori mengenai perjalanan (the journey), the Other, identitas, rekacipta budaya, dan asimilasi yang akan digunakan untuk mengkaji.

Hubungan antropologi dan dunia pariwisata adalah untuk membahas aspek-aspek budaya masyarakat sebagai asset dalam dunia pariwisata. Kajian teori dan konsep-konsep antropologi terutama dalam melestarikan aspek budaya masyarakat dan sekaligus mengkaji aspek budaya masyarakat sebagai asset pariwisata dalam upaya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak makna dan nilai dari aspek budayanya.

Antropologi pariwisata memiliki fokus pada masalah pariwisata dari segi sosial budaya. Adapun sosial budaya disini adalah sistem sosial, dan sistem budaya yang berkembang antara pariwisata. Pariwisata merupakan perjumpaan antara berbagai sistem sosial dan sistem budaya yang saling mempengaruhi. Dimana sistem sosial dan sistem budaya setempat sebagai variabel yang dipengaruhi (MH. Graburn, 1975).

Antropologi membandingkan cara hidup, budaya dari suatu kelompok manusia dengan manusia lainnya dan yang menyangkut segala sesuatu tentang manusia. Penelitian dasar antropologi pada pariwisata adalah bertujuan


(27)

untuk lebih memahami berbagai macam tindakan-tindakan wisatawan dalam konteks budaya yang berbeda . selain itu kajian antropologi pada pariwisata adalah untuk menyingkap cara yang digunakan wisatawan untuk memberikeuntungan kepada daerah tujuan wisata dalam upaya mengembangkan dunia wisata. Para antropolog juga ingin mengetahui pengaruh dari tindakan orang-orang yang ada di daerah tuan rumah terhadap wisatawan-wisatawan itu sendiri.

Pariwisata sendiri adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan wisatawan. Hal ini membukt ikan bahwa ini erat hubungannya dengan antropologi. Dimana kita dituntut untuk belajar mengetahui apa yang diinginkan orang-orang sebagai calon wisatawan sebagai dasar atau awal usaha pemenuhan kebutuhan yang benar-benar mereka inginkan. Hal ini diciptakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, yaitu mendatangkan banyak pengunjung atau wisatawan karena mereka berhasil “dipuaskan” kebutuhannya (Sukadijo, 1996: 2).

Ada berbagai pendapat dalam mendefinisikan kata pariwisata tersebut, namun hal yang paling penting adalah kita harus memandang pariwisata secara menyeluruh berdasarkan scope (cakupan) atau komponen yang terlibat dan mempengaruhi pariwisata antara lain:

1. Wisatawan

Setiap wisatawan ingin mencari dan menemukan pengalaman fisik dan psikologis yang berbeda – beda antara satu wisatawan dengan wisatawan lainnya. Hal inilah yang membedakan wisatawan dalam memilih tujuan dan jenis kegiatan di daerah yang dikunjungi.


(28)

Orang – orang bisnis atau investor melihat pariwisata sebagai suatu kesempatan untuk mendatangkan keuntungan dengan cara menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan wisatawan.

3. Pemerintah Lokal. 4. Masyarakat setempat,

Masyarakat lokal biasanya melihat pariwisata dari faktor budaya dan pekerjaan karena hal yang tidak kalah pentingnya bagi masyarakat lokal adalah bagaimana pengaruh interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal baik pengaruh yang menguntungkan maupun yang merugikan.

Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa pariwisata merupakan gabungan dari sejumlah fenomena yang muncul dari interaksi antara wisatawan, industri penyedia barang & jasa, pemerintah lokal, dan masyarakat setempat dalam sebuah proses untuk menarik perhatian dan melayani wisatawan (http://madebayu.blogspot.com/search/label/definisi pariwisata dan wisatawan).

Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek wisata dan daya tarik wisata. Objek wisata dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Sementara wisatawan sendiri adalah orang-orang yang melakukan perjalanan wisata (Pendit, 2003: 14)

Adapun jenis-jenis pariwisata itu sendiri adalah: Wisata Budaya, Wisata Kesehatan, Wisata Olahraga, Komersial, Wisata Industri, Wisata Politik, Wisata

konvensi, Wisata sosial, Wisata Pertanian, Wisata maritim (bahari), Wisata Cagar Alam, Wisata Buru, Wisata Pilgrim dan Wisata Sejarah. Dalam hal


(29)

Informasi dan makna sejarah. Dua hal itu merupakan aspek penting yang dicari orang ketika mereka mengunjungi situs wisata sejarah. Hal ini dapat dilakukan dengan mengunjungi prasasti, candi, istana, benteng, makam, mesjid, gereja, vihara, klenteng, pura, museum dan monument. Dimana dalam hal ini bangunan dianggap sebagai suatu bangunan yang berpotensi untuk dijadikan suatu sumber yang kuat untuk mencari dan mengetahui suatu sejarah dan asal muasal peristiwa maupun daerah terkait. Bangunan tujuan wisata sejarah ini juga merupakan tempat yang dijadikan pemerintah sebagai cagar budaya dan sejarah karena mamiliki sejarah yang tinggi dalam peristiwa yang terkait (Yoeti, 1985: 95).

Adapun contoh dari wisata sejarah ini adalah Vihara Phak Khak Liang. Tempat ini berada di Desa Kuto Panji, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka, Sekitar 2 km dari Kota Belinyu atau 53 km dari Kota Sungailiat. Pha Kak Liang adalah sebuah kawasan wisata sejarah bergaya China, yang dibangun di daerah bekas tambang timah, luasnya mencapai 2 ha. Wisatawan yang datang kesini seolah berada didaratan Hongkong atau Taiwan. Vihara ini dijadikan sebagai suatu objek wisata sejarah karena bangunan ini merupakan pendukung sejarah dari terbentuknya Kabupaten Bangka Belitung (http://www.visitbangkabelitung.com/jenis_objek_wisata/Wisata Sejarah).

Kota Semarang, Jawa Tengah, terdapat salah satu pilihan untuk berwisata sejarah, yaitu mengunjungi Kelenteng Sam Poo Kong. Kelenteng ini dibangun pertamakali pada tahun 1724 oleh masyarakat Tionghoa di Semarang, sebagai bentuk penghormatan kepada Laksamana Zheng He atau yang lebih dikenal dengan nama Laksamana Cheng Ho, yang dianggap sebagai leluhur


(30)

mereka. Pada perkembangannya, Kelenteng Sam Poo Kong mengalami perubahan bentuk setelah dibangun kembali pada tahun 2002 . Tak hanya sebagai tempat peribadatan, lokasi ini menjadi tempat kunjungan wisata tak hanya dari dalam negeri tapi juga wisatawan mancanegara. Nama Sam Poo Kong diambil sebagai kehormatan untuk Zheng He, yang berarti leluhur

Penulis sendiri mengangkat penelitian yang berdasarkan pada pengertian di atas, yakni wisata sejarah. Dimana tempat yang ingin penulis teliti adalah Tjong A Fie Mension adalah tempat yang bersejarah dan merupakan cagar budaya yang memiliki peran penting dalam perkembangan Kota Medan. Sehingga Tjong A Fie Mension ini dapat diteliti sebagai suatu objek wisata sejarah yang ada di Kota Medan.

Antara pariwisata dengan kebudayaan memiliki hubungan yang dapat dijelaskan berdasarkan dari cerita. Dimana hubungan antara pariwisata dan kebudayaan berawal dari rasa ingin tahu seseorang. Perasaan ini yang mendorong orang untuk melakukan perjalanan (berwisata). Lebih lanjut dilakukan penyimpulan bahwa makin banyak orang melakukan perjalanan, makin bertambah pula pengetahuan serta pengalamannya. Kemudian berlanjut pada bertambahnya ‘kekayaan’ intelegensia dan jiwanya. Hal inilah yang dinamakan emansipasi seseorang (Pendit, 2003: 195).

Emansipasi seseorang lazim pula disebut budaya pribadi (personal culture

atu subjective culture). Makin tinggi nilai watak dan sifat seseorang, makin tinggi pula emansipasi yang dicapai olehnya. Dalam hal ini ia disebut


(31)

oleh pengetahuan serta pengalamannya dalam melakukan perjalanan selama hidupnya.

Konferensi Pariwisata Internasional yang disponsori oleh Perserikatan Bnagsa Bangsa (PBB) (Roma, 22 Agustus-5 September 1963) telah memberikan tekanan akan pentingnya arti nilai sosial dan budaya kepariwisataan, dimana hubungan yang dihasilkan selalu merupakan faktor dan cara yang paling utama untuk menyebarkan ide-ide dan pengertian tentang kebudayaan satu dan yang lainnya.

Dokumen UNESCO (United nations educational, Scientific and Culture

Organizatio) Nomor E/ CONF. 47/8, mengandung gagasan-gagasan yang

menyatakan bahwa perhatian khusus harus diberikan dengan jalan serasi untuk mempelajari dan meneliti faktor-faktor kebudayaan dalam pariwisata. Pentingnya faktor kebudayaan ditinjau dengan segala daya upaya untuk memajukan pariwisata internasional maupun untuk memperluas penyebaran ide-ide dan pengertian tentang kebudayaan antar negara.

Kebudayaan nampak dalam tingkah laku dan hasil karya manusia (culture

in act and artifact). Manifestasi kebudayaan itulah yang diharapkan kepada

wisatawan untuk dinikmati sebagai atraksi wisata. Dengan kata lain, di belakang manifestasi kebudayaan terdapat nilai kebudayaan yang dapat dijual (Soekadijo, 1996: 288-289).

Pariwisata yang berhubungan dengan penelitian etnografi, sebagai antropolog tidak boleh mengabaikan wisatawan selama penelitian lapangan dan tidak juga boleh mengabaikan keseriusan pariwisata sebagai suatu akademisi penelitian yang berhubungan untuk mengambil peran aktif dalam perencanaan dan


(32)

pengembangan pariwisata sebagai disiplin ilmu penelitian antropologi. Pemahaman melalui pendekatan secara interpretatif adalah aspek penting dalam mempelajari pariwisata sebagai suatu karya etnografi.

I. 6. Metode Penelitian

I. 6.1. Tipe dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan bersifat deskripsi, yang bermaksud menggambarkan secara terperinci mengenai Tjong A Fie Mansion sebagai objek wisata Kota Medan. Pada dasarnya akan bersangkutan dengan pihak-pihak terkait lainnya dalam melirik Tjong A Fie Mansion ini sendiri.

Penulis tertarik dalam meneliti tentang Tjong A Fie Mansion sebagai suatu objek wisata sejarah yang memiliki andil dalam dunia kepariwisataan Kota Medan yang selama ini terus berkembang. Tanpa menganggap itu sebagai perbedaan dan suatu keistimewaan dari objek-objek wisata sejarah lainnya hingga dapat menjadi suatu konflik, melainkan sebagai suatu keragaman tentang bangunan bersejarah sebagai objek wisata sejarah yaitu Tjong A Fie Mansion itu sendiri yang ada di Kota Medan.

Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif. Dalam pendekatan kualitatif, pengetahuan tentang Tjong A Fie Mansion ataupun ungkapan yang ada pada pihak-pihak terkait yang diteliti mengenai segala suatu yang berkaitan dengan upaya dan peran serta perkembangan Tjong A Fie Mansion, justru digunakan sebagai data dalam penelitian ini.


(33)

I. 6. 2. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam hal mendeskripsikan tentang peran dan perkembangan saat sekarang ini Tjong A Fie Mension yang ada di Kota Medan, maka dilakukan penelitian lapangan sebagai suatu upaya untuk memperoleh data primer. Selain itu diperlukan juga penelitian dari berbagai sumber kepustakaan sebagai upaya untuk memperoleh data sekunder. Dalam penelitian kualitatif, untuk memperoleh data primer tersebut, metode yang digunakan adalah metode observasi atau pengamatan dan wawancara.

Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu:

Metode observasi dilakukan guna mengetahui situasi dalam konteks ruang dan waktu pada daerah penelitian. Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil wawancara saja tidaklah cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, oleh karena itu diperlukan suatu aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian dan melakukan pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap kegiatan atau peristiwa yang dianggap perlu atau berhubungan dengan tujuan penelitian.

Metode yang dipakai adalah observasi (partisipasi maupun non-partisipasi) observasi partisipasi membantu untuk memahami lingkungan dan menilai keadaan yang terlihat ataupun keadaan yang tersirat (tidak terlihat, hanya dapat dirasakan) dengan memperhatikan kenyataan atau realitas lapangan, yang mana dalam observasi jenis ini peneliti tidak hanya sebatas melakukan pengamatan, tetapi juga ikut serta dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dimana penelitian ini akan


(34)

sebagai pemandu wisata (guide) dalam beberapa kesempatan yang diberikan oleh pihak Tjong A Fie Memorial Institute, hal ini tidak terlalu sulit bagi peneliti dikarenakan peneliti merupakan penduduk Kota Medan sendiri. Observasi diharapkan dapat berjalan dengan baik oleh karena sebelumnya telah dilakukan pra-penelitian. Walaupun demikian peneliti akan berusaha berfikir secara objektif sehingga data yang diperoleh dilapangan adalah benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan.

Dalam hal perlengkapan pada saat melakukan kegiatan penelitian yang bersifat observasi non-partisipasi, digunakan kamera untuk mempublikasikan hal-hal penting yang dianggap mendukung penelitian. Dengan adanya kamera dapat memudahkan peneliti untuk menggambarkan keadaan dari masyarakat tempat penelitian berlangsung.

Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (depth interview) kepada beberapa informan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Informan disini adalah pihak-pihat terkait yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan Tjong A Fie Mension. Dimana yang berpotensi menjadi informan pangkal adalah orang yang pertama kali peneliti jumpai dalam melakukan penelitian awal, yang dalam hal ini adalah para pemandu (guide) yang akan mengantarkan kita berkeliling mengitari Tjong A Fie Mension dengan pengantar sedikit keterangan tentang bangunan tersebut. Informan kunci adalah orang yang dianggap memiliki keterkaitan langsung dan memiliki pengetahuan yang dalam tentang hal yang diteliti, dalam hal ini Tjong A Fie Mension. Dimana yang termasuk dalam informan kunci pada penelitian ini adalah keluarga atau keturunan langsung dari Tjong A Fie. Satu lagi yang dijadikan informan


(35)

adalah informan biasa, yaitu yang berpengalaman dan juga memiliki pengetahuan yang cukup tentang Tjong A Fie Mension, yaitu wisatawan dan pemerintah (Dinas Pariwisata Kota Medan dan Lurah setempat).

Wawancara mendalam ini dilakukan dengan mendatangi orang-orang dianggap mempunyai dan memiliki pengetahuan yang luas dan lengkap tentang sejarah dan asal-usul Tjong A Fie Mension. Hal ini perlu dilakukan karena pengetahuan akan sejarah dan asal-usul Tjong A Fie Mension tersebut memberikan sumbangan yang berarti dalam memahami makna dan merupakan tema pokok penelitian yang akan dilakukan.

Teknik wawancara juga dilakukan dengan cara komunikasi verbal atau langsung dengan para informan dengan berpedoman pada interview guide yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk mendapatkan data konkrit yang lebih rinci dan mendalam. Perlengkapan yang digunakan pada saat wawancara adalah catatan tertulis untuk mencatat bagian-bagian yang penting dari hasil wawancara dan tape recoder yang digunakan untuk merekam proses wawancara dalam rangka antisipasi terhadap keabsahan data yang diperoleh ketika melakukan .

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, akan tetapi memiliki keterkaitan fungsi dengan salah satu aspek pendukung bagi keabsahan suatu penelitian. Data sekunder berupa sumber-sumber atau referensi tertulis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, data sekunder dalam penelitian ini adalah : Studi kepustakaan sebagai teknik pengumpul data selanjutnya, dimaksudkan peneliti sebagai suatu sarana pendukung untuk mencari dan mengumpulkan data dari beberapa buku, jurnal, majalah, koran dan hasil


(36)

penelitian para ahli lain yang berhubungan dengan masalah penelitian guna lebih menambah pengertian dan wawasan peneliti demi kesempurnaan akhir penelitian ini.

I. 6. 3. Analisis Data

Dapat dikatakan bahwasanya dalam penelitian ini penulis berusaha untuk bersikap objektif terhadap data yang diperoleh di lapangan. Data ini diperlakukan sebagaimana adanya, tanpa dikurangi, ditambahi ataupun diubah, sehingga tidak akan mempengaruhi keaslian data-data tersebut. Keseluruhan data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan tersebut akan diteliti kembali, pada akhirnya kegiatan ini bertujuan untuk memeriksa kembali kelengkapan hasil wawancara.

Langkah selanjutnya, data-data yang telah tersedia dan telah diteliti kembali ini akan dianalisis secara kualitatif. Keseluruhan data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan sumber kepustakaan disusun berdasarkan pemahaman-pemahaman akan fokus penelitian atau berdasarkan kategori yang sesuai dengan tujuan penulis.


(37)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Pentingnya penjelasan mengenai gambaran umum lokasi penelitian dikarenakan lokasi penelitian memiliki aspek penting yang menentukan dimana fokus penelitian dilakukan, dimana lokasi penelitian ini terletak di wilayah administratif Kota Medan tepatnya dikawasan Kelurahan Kesawan Kecamatan Medan Barat.

Penjelasan akan dimulai dengan pendeskripsian Kota Medan dalam konteks perkembangannya dan kaitannya dengan keberadaan Tjong A Fie Mansion sebagai fokus penelitian.

II.1. Sejarah Kota Medan

Berdasarkan data Pemerintahan Kota Medan yang diakses melalui situs internet Kota Medan sejak awal memposisikannya menjadi jalur lalu lintas perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat pertemuan Sungai Deli dan Babura, serta adanya Kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal perkembanganya, telah mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai Pusat Perdagangan (ekspor-impor) tembakau sejak masa lalu.

Sebagai tambahan John Anderson merupakan orang Eropa pertama yang mengunjungi Deli atau Kota Medan pada tahun 1833 menemukan sebuah


(38)

telah menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial Belanda membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran.

Daerah Kesawan tahun 1920-an, akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan, gelombang pertama berupa

kedatangan oran

setelah tahu

Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan.

Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan

ora

bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi

Kehadiran Kota Medan sebagai suatu bentuk kota memiliki proses perjalanan sejarah yang panjang dan kompleks, hal ini dibuktikan dengan berkembangnya daerah yang dinamakan sebagai “Medan” ini menuju pada bentuk kota metropolitan. Sebagai hari lahir Kota Medan adalah 1 Juli 1590, sampai saat sekarang ini usia Kota Medan telah mencapai 419 tahun.

Keberadaan Kota Medan saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang, dimulai dari dibangunnya Kampung Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru Patimpus, Kota Medan berkembang dari sebuah kampung bernama Kampung Medan Putri, yang didirikan oleh Guru Patimpus sekitar tahun 1590-an. Guru Patimpus adalah seorang putra Karo bermerga Sembiring Pelawi


(39)

dan beristrikan seorang putri Datuk Pulo Brayan. Dalam bahasa Karo, kata "Guru" berarti "Tabib" ataupun "Orang Pintar", kemudian kata "Pa" merupakan sebutan untuk seorang Bapak berdasarkan sifat atau keadaan seseorang, sedangkan kata "Timpus" berarti bundelan, bungkus, atau balut. Dengan demikian, maka nama Guru Patimpus bermakna sebagai seorang tabib yang memiliki kebiasaan membungkus sesuatu dalam kain yang diselempangkan di badan untuk membawa barang bawaannya, hal ini dapat diperhatikan pada Monumen Guru Patimpus

yang didirikan di sekitar Balai Kota Medan

Kota Medan berkembang menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku Perungit yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh. Perkembangan Kota Medan selanjutnya ditandai dengan perpindahan ibukota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis menuju Medan, tahun 1887, sebelum akhirnya statusnya diubah menjadi Gubernemen yang dipimpin oleh seorang Gubernur pada tahun 1915.

Foto 1

Monumen Guru Pattimpus di persimpangan jalan Gatot Subroto, Medan. (Sumber : Ibnu Avena, 2003)


(40)

Keberadaan Kota Medan tidak lepas dari peranan para pendatang asing yang datang ke Medan sebagai pedagang maupun lainnya. Nienhuys sebagai pendatang asing mempunyai peranan sebagai pemilik modal perkebunan tembakau yang berkawasan di daerah Maryland telah menjadi cikal-bakal pertumbuhan Medan. Nienhuys pada proses perkembangan perkebunan tembakau telah memindahkan pusat perdagangan tembakau miliknya ke Medan Putri, yang pada saat sekarang ini dikenal dengan kawasan Gaharu.

Proses perpindahan ini telah dapat menciptakan perkembangan cikal-bakal Kota Medan seperti sekarang ini. Sedang dijadikannya Medan menjadi ibukota dari Deli juga telah mendorong Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan, sebagaimana terdapat dalam konsep modern mengenai perkembangan kota. Sampai saat ini, disamping merupakan salah satu daerah kota, juga sekaligus ibukota Sumatera Utara.

II.2. Geografis Lokasi Penelitian

Letak lokasi penelitian berada pada wilayah administratif kotamadya Medan yang juga merupakan ibukota dari Sumatera Utara, secara khusus, lokasi penelitian terdapat di Kelurahan Kesawan, Kecamatan Medan Barat.

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi


(41)

Kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.

Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut: Tabel 2 Batas-batas Wilayah Medan

Utara Selat Malaka

Selatan Kabupaten Deli Serdang Barat Kabupaten Deli Serdang Timur Kabupaten Deli Serdang

Sumber: (www.pemkomedan.go.id, diakses 2010)

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan sumber daya alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karena secara geografis Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Disamping itu sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.


(42)

Gambaran umum Kota Medan merupakan sekilas penjelasan mengenai keberadaan kota Medan sebagai kawasan yang menjadi fokus lokasi penelitian ini, sebagai pusat pemerintahan Kota Medan memiliki 22 daerah Kecamatan dan 151

daerah Keluraha

dimana letak lokasi penelitian ini terdapat di Kecamatan Medan Barat, Kelurahan Kesawan.

Kecamatan Medan Barat adalah salah satu dari 22 Kecamatan di Kota

Pada tahun

jiwa. Luasnya adalah 6,82 km² dan kepadatan penduduknya adalah 12.713,49 jiwa/km².Medan Barat adalah salah satu daerah jasa dan perniagaan di Kota Medan. Di sini ini terdapat sebuah bengkel khusus kereta api yang dimiliki oleh

Selain itu di Kecamatan Medan Barat ini banyak terdapat industri-industri kecil dan menengah yang menjadi unggulannya seperti : Bika Ambon/Roti/Kue Kering, Tepung Ikan, Pengolahan Kopi, Minyak Goreng dari CPO, Makanan Ternak. Walaupun bukan sebagai daerah pusat industri, di Kecamatan Medan Barat ini terdapat 39 unit usaha industri kecil & menegah.

Tabel 3 Pelayanan Umum Kecamatan Medan Barat No Jenis Pelayanan Keterangan

1 Air Bersih setiap rumah

2 Listrik setiap rumah

3 Telepon beberapa rumah


(43)

5 Lapangan Olahraga 30 persil

6 Rumah Ibadah 81 unit

7 Rumah Sakit 5 unit

8 Puskesmas 3 unit

Sumber: Kantor Lurah Kesawan, diakses 2010

Tabel 4 Pendidikan Kecamatan Medan Barat No Jenis Pendidikan Keterangan

1 SD / Sederajat 32 unit

2 SLTP / Sederajat 7 unit

3 SMU / Sederajat 6 unit

4 Akademi 4 unit

5 Universitas 1 unit

Sumber: Kantor Lurah Kesawan, diakses 2010

Adapun Kelurahan yang terdapat di Kecamatan Kesawan adalah sebagai berikut:

- Kelurahan Glugur Kota - Kelurahan Karang Berombak - Kelurahan Pulo Brayan Kota - Kelurahan Sei Agul

- Kelurahan Silalas - Kelurahan Kesawan

II.3. Visi dan Misi Kota Medan

Untuk mewujudkan pembangunan Kota Medan yang lebih terarah, terencana, menyeluruh, terpadu, realistis dan dapat dievaluasi, maka perlu dirumuskan rencana strategik sebagai broad guide line penyelenggaraan


(44)

untuk lima tahun kedepan.

Rencana strategik yang ditetapkan sekaligus menjadi strategi dasar bagi kebijakan, program dan kegiatan pembangunan dan pengembangan kota, serta memberikan orientasi dan komitmen bagi penyelenggaraan pemerintahan.

Dengan demikian, di samping adanya rencana pembangunan kota yang handal, perlu adanya pengukuran capaian kinerja sebagai bentuk akuntabilitas publik guna menjamin peningkatan pelayanan umum yang diinginkan.

II.3.1. Visi Kota Medan

Pembangunan Kota Medan merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan untuk meraih masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu visi merupakan simpul dalam upaya menyusun rencana strategis pembangunan kota. Sebagai gambaran identitas masa depan Kota Medan maka, perumusan visi itu didasarkan pada pertimbangan :

1. Prasyarat pembangunan kota, seperti berkembangnya demokrasi dan partisipasi, mendorong penegakan hukum, keadilan sosial dan ekonomi, pemerintahan yang kuat, efisien dan efektif, birokrasi yang kreatif dan inovatif, stabilitas politik dan keamanan yang kondusif, pelayanan publik yang prima, pemerataan pembangunan dan pembangunan kota yang berkelanjutan.

2. Masalah dan tantangan serta kebutuhan pembangunan Kota Medan dalam rangka mewujudkan kemajuan Kota Medan yang metropolitan. 3. Kebijakan pembangunan nasional, sektoral dan regional yang

mendorong perkembangan Kota Medan sebagai pusat pertumbuhan dan pengembangan Indonesia bagian barat.


(45)

4. Kecenderungan globalisasi dan regionalisasi.

5. Nilai-nilai luhur, norma dan budaya yang telah lama dianut seluruh warga Kota Medan.

II.3.2. Misi Kota Medan

Untuk mempertegas tugas dan tanggung jawab pembangunan dari seluruh

stakeholder maka visi pembangunan kota dijabarkan ke dalam misi yang jelas,

terarah dan terukur. Misi ini menjelaskan tujuan dan saran yang ingin dicapai dalam pembangunan kota sehingga diharapkan seluruh stakeholder dapat mengetahui dan memahami kedudukan dan peran masing-masing masyarakat dalam pembangunan.

Adapun misi Kota Medan adalah :

1. Mewujudkan percepatan pembangunan daerah pinggiran, dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk kemajuan dan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat kota.

2. Mewujudkan tata pemerintahan yang lebih baik dengan birokrasi yang lebih efisien, efektif, kreatif, inovatif dan responsif.

3. Penataan kota yang ramah lingkungan berdasarkan prinsip keadilan sosial, ekonomi, budaya. Membangun dan mengembangkan pendidikan, kesehatan serta budaya daerah.

4. Meningkatkan suasana religius yang harmonis dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.


(46)

II.4. Keadaan Penduduk

Penduduk Kota Medan dapat digolongkan pada kategori masyarakat heterogen, yaitu masyarakat yang terdiri dari berbagai jenis suku, agama, ras dan golongan. Komposisi masyarakat Kota Medan terdiri atas Melayu, Batak (Mandailing, Toba, Karo, Pak-pak, Simalungun, Angkola), Jawa, Aceh, Tionghoa, India (Tamil, Sikh).

Komposisi masyarakat Kota Medan yang heterogen terbagi-bagi atas beberapa lokasi, hal ini disebabkan karena pada awalnya lokasi tersebut merupakan daerah awal tumbuh dan berkembangnya suku tersebut di Kota Medan. Perbedaan lokasi tersebut bukan merupakan gambaran penduduk yang terpecah-belah melainkan sebagai wujud persatuan etnisitas yang dimiliki setiap masyarakat di Kota Medan.

Luas Kota Medan yang mencapai 265,10 km² dan terdiri dari 21 daerah Kecamatan yang terpecah lagi pada 155 daerah Kelurahan. Kepadatan penduduk Kota Medan mencapai 2.036.018 jiwa, dengan tingkat kepadatan 7.681 jiwa/km². Tabel 5 Jumlah Penduduk Kota Medan

Sumber: BPS Kota Medan, diakses 2010 Tahun Penduduk

1.926.052

1.963.086

1.993.060

2.006.014

2.036.018

2.083.156

2.102.105


(47)

Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan saat diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Dengan demikian Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar.

Pada waktu siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta

jiwa dengan dihitungnya jumla

Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk).

Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

II.5. Organisasi Masyarakat

Organisasi masyarakat dalam konteks ini dimaksudkan untuk menjelaskan tentang peranan Tjong A Fie Memorial Institute yang memiliki aktifitas menaungi keberadaan Tjong A Fie Mansion beserta dengan atribut sejarah dan budaya yang melekat.

Sebagai gambaran umum, Tjong A Fie Mansion dibuka untuk umum pada tahun 2009 atau tepatnya pada 18 Juni 2009 yang bertepatan dengan perayaan ulang tahun ke 150 Tjong A Fie. Dimana sampai saat ini jumlah kunjungan


(48)

wisatawan telah mencapai kurang lebih 8550 (delapan ribu lima ratus lima puluh) wisatawan.

Keberadaan Tjong A Fie Memorial Institute berada dibawah naungan keturunan Tjong A Fie secara langsung, dalam hal ini cucu Tjong A Fie yang bernama Tjong Yong Fon atau dikenal dengan Fon Prawira, sebagai tambahan, Fon Prawira merupakan cucu dari anak Tjong A Fie yang bernama Tjong Kaet Liong. Keberadaan institusi ini merupakan inisiatif keturunan Tjong A Fie yang didukung oleh pemerintah, secara implisit keberadaan Tjong A Fie Memorial Institute merupakan usaha yang dirintis oleh keturunan Tjong A Fie untuk memperkenalkan peranan Tjong A Fie dalam proses perkembangan Kota Medan, secara eksplisit keberadaan lembaga tersebut merupakan proses perkembangan dan memunculkan objek wisata sejarah di Kota Medan.

II.6. Sejarah Tjong A Fie

Tjong Fung Nam yang lebih dikenal dengan nama Tjong A Fie dilahirkan tahun 1860 di Desa Sungkow daerah Moyan atau Meixien dan berasal dari suku Khe atau Hakka (Chang, 2005). Tjong A Fie mempunyai kakak yang bernama Tjong Yong Hian, mereka harus meninggalkan bangku sekolah dan membantu menjaga toko ayahnya, walaupun hanya mendapatkan pendidikan seadanya, tetapi Tjong A Fie ternyata cukup cerdas dan dalam waktu singkat dapat menguasai kiat-kiat dagang dan usaha keluarga yang dikelolanya mendapat kemajuan. Tapi, Tjong A Fie rupanya mempunyai suatu cita-cita lain, ia ingin mengadu nasib di perantauan untuk mencari kekayaan dan menjadi manusia terpandang.


(49)

Tekad inilah yang mendorongnya meninggalkan kampung halamannya dan pergi ke Hindia Belanda. Dalam usia 18 tahun Tjong A Fie meninggalkan kampung halamannya, menyusul kakaknya Tjong Yong Hian, yang sudah lima tahun menetap di Sumatera. Pada tahun 1880, setelah berbulan-bulan berlayar ia tiba di Labuhan Deli.

Tjong A Fie adalah seorang yang berwatak mandiri dan tidak mau menggantungkan diri pada orang lain terutama kepada kakaknya, Tjong Yong Hian yang telah menjadi Letnan di Kota Medan dan telah berhasil memupuk kekayaan dan menjadi pimpinan orang Tionghoa yang dihormati.

Tjong A Fie tumbuh menjadi sosok yang tangguh, Peranan Tjong A Fie dalam proses pembangunan di Sumatera dengan menjauhi candu, perjudian, dan prostitusi. Ia menjadi teladan dan menampilkan watak kepemimpinan yang sangat menonjol. Ia sering menjadi penengah jika terjadi perselisihan di antara orang Tionghoa atau dengan pihak lainnya.

Di daerah perkebunan yang juga sering terjadi kerusuhan di kalangan buruh perusahan Belanda yang kadang-kadang menimbulkan kekacauan, akibat kemampuannya, Tjong A Fie kemudian diminta Belanda untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan. Ia kemudian diangkat menjadi Letnan (Liutenant) Tionghoa dan karena pekerjaannya tersebut ia pindah ke kota Medan. Karena prestasinya yang luar biasa, dalam waktu singkat pangkatnya dinaikkan menjadi Kapten (Kapiten).

Di tanah Deli, Tjong A Fie mempunya pergaulan yang luas dan terkenal sebagai pedagang yang luwes dan dermawan, Ia kemudian membina hubungan


(50)

dan Tuanku Raja Moeda. Atas kesetiakawanan yang tinggi, maka Tjong A Fie berhasil menjadi orang kepercayaan Sultan Deli dan mulai menangani beberapa urusan bisnis. Dengan demikian ia memperoleh reputasi yang baik dan terkenal di seluruh Deli. Ia terkenal baik di kalangan pedagang maupun orang Eropa, serta pejabat pemerintah setempat. Hubungan yang baik dengan Sultan Deli ini menjadi awal sukses Tjong A Fie dalam dunia bisnis. Sultan memberinya konsesi penyediaan atap daun nipah untuk keperluan perkebunan tembakau antara lain untuk pembuatan bangsal.

Tjong A Fie menjadi orang Tionghoa pertama yang memiliki perkebunan tembakau. Ia juga mengembangkan usahanya di bidang perkebunan teh di Bandar Baroe, di samping perkebunan teh si Boelan. Ia juga memiliki perkebunan kelapa yang sangat luas.

Ketika Tjong Yong Hian meninggal dunia tahun 1911, Tjong A Fie diangkat menjadi penggantinya dan pangkatnya dinaikkan menjadi mayor. Sepanjang hidupnya ia banyak berbuat sosial dan senang menolong orang miskin. Tjong A Fie adalah tokoh pembangunan di Sumatera Utara. Sepanjang hidupnya selama di Medan telah banyak menyumbangkan hartanya untuk kepentingan sosial dengan membangun sarana-sarana untuk kepentingan umum dan menolong orang miskin tanpa membedakan warna kulit, suku dan agama dan golongan bangsa seperti yang tersurat dalam wasiatnya.

Kedermawanan dan kepedulian sosial yang masih terlihat hingga saat ini adalah Titi Berlian (jembatan di kampong Madras) yang dibangun untuk menghormati abangnya Tjong Yong Hian sekaligus untuk kepentingan masyarakat luas. Tjong A Fie juga membangun klenteng di Pulo Brayan.


(51)

Ia juga menyediakan tempat pemakaman di Pulo Brayan dan mendirikan perkumpulan kematian yang bertugas untuk merawat pasien berpenyakit lepra di Pulau Sicanang. Selain itu sebagai rasa hormatnya kepada Sultan Deli, Makmoen Al Rasjid dan penduduk Islam Medan, diwujudkan dengan mendirikan Mesjid Raya Medan dengan menyumbang sepertiga dari seluruh biaya pembangunannya.

Tjong A Fie juga membiayai seluruh biaya pembangunan mesjid Gang Bengkok di dekat tempat kediamannya di Jalan Kesawan, Di kota Medan bahkan di seluruh Sumatera Timur Tjong A Fie sangat terkenal karena kedermawanannya. Banyak sekolah yang mendapat bantuannya. Baik sekolah Kristen, Islam maupun sekolah Tionghoa. Ia juga menyediakan tanah untuk pembangunan sekolah Methodist di Medan. Tjong A Fie bukan hanya memberi sumbangan pada berbagai klenteng, mesjid dan gereja, tetapi juga kuil-kuil Hindu tempat beribadah orang-orang India.

Sebagai pemimpin masyarakat Tionghoa, Tjong A Fie sangat dihormati dan disegani, karena ia pandai memadukan kekuatan ekonomi dan kekuatan politik. Kerajaan bisnisnya meliputi perkebunan, pabrik minyak sawit, pabrik gula, bank dan perusahaan kereta api. Pada masa sebelum ia meninggal dunia, lebih dari 10.000 orang yang bekerja di berbagai perusahaannya. Dengan rekomendasi Sultan Deli, Tjong A Fie menjadi anggota gemeenteraad (dewan kota) dan cultuurraad (dewan kebudayaan). Ia juga lalu diangkat sebagai penasehat pemerintah Hindia Belanda untuk urusan Tiongkok.

Ketika masih di kampungnya di daratan Tiongkok, Tjong A Fie telah menikah dengan Nona Lee, kemudian, ketika di Labuhan Deli ia menikah dengan Nona Chew dari Penang dan mempunyai tiga orang anak, yaitu : Tjong Kong


(52)

Liong, Tjong Song-Jin dan Tjong Kwei-Jin. Istri keduanya ini kemudian meninggal dunia. Untuk ketiga kalinya ia menikah dengan Lim Koei Yap yang lahir tahun 1880 di daerah Timbang Langkat, Binjai.

Mertuanya ini adalah kepala mandor perkebunan tembakau di Sungai Mencirim yang mengepalai ratusan orang kuli kontrak . Dari Lim Koei Yap ia memperoleh tujuh orang anak, yaitu : Tjong Foek-Yin (Queeny), Tjong Fa-Liong, Tjong Khian-Liong, Tjong Kaet Liong (Munchung), Tjong Lie Liong (Kocik), Tjong See Yin (Noni) dan Tjong Tsoeng-Liong (Adek) (Tjong A Fie Memorial Institute brosur, 2010).

II.7. Keberadaan Tjong A Fie Mansion

Perkembangan zaman dan perkembangan teknologi telah menciptakan suasana yang memerlukan aspek profan (hiburan) dalam hal ini wisata, sehingga kegiatan wisata dengan mengunjungi objek wisata sejarah dapat menambah wawasan dan mengetahui proses perkembangan dari masa ke masa, hal ini berkaitan dengan objek wisata sejarah Tjong A Fie Mansion.

Dari masa ke masa masyarakat Kota Medan telah menyaksikan perubahan yang terjadi pada berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah Tjong A Fie Mansion yang secara kultural turut serta dalam proses perkembangan Kota Medan dikarenakan pada masa lalu.

Tjong A Fie merupakan Mayor atau pemimpin di Kota Medan, selain itu secara arsitektural keberadaan Tjong A Fie Mansion menambah semarak nuansa pluralisme di Kota Medan dengan adanya unsur Melayu, Eropa dan Tionghoa (Peranakan) dalam arsitektur bangunan.


(53)

Pembukaan Tjong A Fie Mansion pada 18 Juni 2009 berimplikasi terhadap perkembangan minat wisata sejarah di Kota Medan, sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, mengenai aspek kultural dan arsitektural yang mempengaruhi aspek sosial masyarakat yang merupakan faktor pendorong kegiatan wisata.

Keberadaan Tjong A Fie Mansion merupakan aset yang dimiliki oleh Kota Medan sebagai salah satu objek wisata sejarah sehingga usaha pelestarian dan pengelolaan harus menjadi titik penting dalam mengembangkannya sebagai objek wisata.

Keberadaan Tjong A Fie Mansion tidak lepas dari peran serta pihak-pihak yang terkait dalam fokus wisata, seperti wisatawan sebagai pengunjung, objek wisata sebagai fokus tujuan dalam melakukan perjalanan serta lembaga wisata pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata Kota Medan serta lembaga wisata yang dikelola oleh pihak lain seperti Tjong A Fie Memorial Institute dan agen-agen perjalanan wisata yang terdapat di Kota Medan.


(54)

BAB III

PERANAN DAN KEBERADAAN TJONG A FIE

Deskripsi bab ini merupakan suatu penjelasan mengenai peran dan keberadaan Tjong A Fie sebagai seorang tokoh di Kota Medan memiliki tindakan dan pengaruh yang besar pada perkembangan Kota Medan sebagai lokasi penelitian, sehingga penjelasan ini berdasarkan atas peran dan keberadaan Tjong A Fie pada waktu yang lalu dan pengaruhnya pada saat sekarang ini.

III.1. Faktor Pendukung Tjong A Fie

Tjong A Fie merupakan seorang tokoh yang berperan dalam perkembangan Kota Medan, hasil dari peran tersebut dapat dilihat secara fisik melalui pembangunan beberapa bangunan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Medan pada masa lalu dan saat sekarang ini, hal ini dapat dilihat pada tempat tinggal Tjong A Fie di jalan Ahmad Yani atau Kesawan atau biasa dikenal dengan sebutan Tjong A Fie Mansion, selain itu dapat juga dilihat Mesjid Lama atau dikenal dengan Mesjid Gang Bengkok, Jam pada gedung balaikota Medan yang terletak di persimpangan jalan Raden Saleh dan Kesawan serta lain sebagainya.

Bangunan-bangunan secara fisik yang merupakan hasil campur tangan Tjong A Fie merupakan salah satu faktor pendukung Tjong A Fie sebagai seorang tokoh yang dikenal di Kota Medan. Selain itu faktor pendukung Tjong A Fie lainnya terdapat pada peran Tjong A Fie semasa hidupnya yang mengemban tugas sebagai perwakilan etnis Tionghoa di Kota Medan, dimana tugas ini merupakan


(55)

kelanjutan dari tugas yang dahulunya diemban oleh kakak Tjong A Fie yaitu Tjong Yong Hian.

Pada tahun 1911, Tjong A Fie diangkat sebagai

Chineezen) untuk memimpin komunitas

kakaknya,

sangat dihormati dan disegani, karena ia menguasai bidan

Kerajaan bisnisnya meliputi

Semasa mengemban tugas sebagai seorang Major1

Melalui beragam usaha yang telah dilakukan oleh Tjong A Fie baik secara pribadi maupun sebagai Major Medan telah menjadikan Tjong A Fie menjadi seorang dengan posisi berpengaruh di Kota Medan pada masa itu, melalui modal ini pengaruh pada masa tersebut maka menjadi faktor pendukung dari ketokohan seorang Tjong A Fie di Kota Medan.

, Tjong A Fie telah

berhasil mengembangkan usaha secara pribadi dan Kota Medan, salahsatu perkembangan yang dihasilkan oleh Tjong A Fie terhadap Kota Medan adalah dengan mendirikan Bank Kesawan sebagai cikal-bakal penyimpanan uang di Kota Medan selain itu pembangunan sarana pendidikan, rumah sakit, rumah ibadah dan fasilitas umum lainnya telah menjadikan Tjong A Fie sebagai tokoh yang cukup berperan di Kota Medan, hal ini didukung dengan adanya hubungan yang erat antara Tjong A Fie dengan Kesultanan Deli yang menjadi penguasa Tanah Deli (Kota Medan) saat itu.

1

Major merupakan suatu istilah yang diberikan oleh pihak Belanda sebagai penjajah di Kota Medan kepada seorang pemimpin masyarakat atau etnis tertentu, adapun tingkatan ini dimulai dari lieutenant (letnan) atau asisten dari Major (mayor) kemudian dilanjutkan pada posisi Major sebagai posisi tertinggi dan prestisius pada masa tersebut.


(56)

Berbicara mengenai faktor pendukung tidak lepas dari aspek sejarah yang melingkupi perjalanan Tjong A Fie, secara deskriptif, sejarah perjalanan hidup Tjong A Fie dapat menggambarkan aspek-aspek pendukung Tjong A Fie sebagai seorang tokoh yang cukup berperan penting di Kota Medan.

Tjong Fung Nam yang lebih populer dengan nama gelarnya dengan Tjong A Fie dilahirkan tahun 1860 di desa Sungkow daerah Moyan atau Meixien dan berasal dari suku Khe atau Hakka. Ia berasal dari keluarga sederhana, ayahnya yang sudah tua memiliki sebuah toko kelontong. Bersama kakaknya Tjong Yong Hian, Tjong A Fie harus meninggalkan bangku sekolah dan membantu mejaga toko ayahnya. Walaupun hanya mendapatkan pendidikan seadanya, tetapi Tjong A Fie ternyata cukup cerdas dan dalam waktu singkat dapat menguasai kiat-kiat dagang dan usaha keluarga yang dikelolanya mendapat kemajuan.

Tapi, Tjong A Fie rupanya mempunyai suatu cita-cita lain, ia ingain mengadu nasib di perantauan untuk mencari kekayaan dan menjadi manusia terpandang. Tekad inilah yang mendorongnya meninggalkan kampung halamannya dan pergi ke Hindia Belanda atau sekarang Indonesia, tepatnya Kota Medan.

Foto 2 Tjong A Fie


(57)

Dalam usia 18 tahun dengan berbekal 10 dolar perak uang Manchu yang diikatkan ke ikat pinggangnya, Tjong A Fie meninggalkan kampung halamannya, menyusul kakaknya Tjong Yong Hian, yang sudah lima tahun menetap di Sumatera. Pada tahun 1880, setelah berbulan-bulan berlayar ia tiba di Labuhan Deli.

Tjong A Fie adalah seorang yang berwatak mandiri dan tidak mau menggantungkan diri pada orang lain terutama kepada kakaknya, Tjong Yong Hian yang telah menjadi Letnan dan telah berhasil memupuk kekayaan dan menjadi pimpinan orang Tionghoa yang dihormati.

Ia kemudian bekerja serabutan di toko kelontong Tjong Sui Fo seorang Tioghoa yang dikenalnya melalui perkumpulan Tionghoa di Kota Medan saat itu, dari memegang buku, melayani langganan di toko, menagih utang dan tugas-tugas lainnya. Ia juga pandai bergaul, bukan saja dengan sesama orang Tionghoa, tetapi dengan orang Melayu, Arab, India, maupun orang Belanda. Ia juga belajar bercakap-cakap dengan bahasa Melayu yang menjadi bahasa pergaulan yang dipakai oleh berbagai macam bangsa di tanah Deli.

Tjong A Fie tumbuh menjadi sosok yang tangguh, Peranan Tjong A Fie dalam Pembangunan di Sumatera menjadi teladan dan menampilkan watak kepemimpinan yang sangat menonjol. Ia sering menjadi penengah jika terjadi perselisihan di antara orang Tionghoa atau dengan pihak lainnya. Di daerah perkebunan yang juga sering terjadi kerusuhan di kalangan buruh perusahan Belanda yang kadang-kadang menimbulkan kekacauan, karena kemampuannya, Tjong A Fie kemudian diminta Belanda untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan. Ia kemudian diangkat menjadi Letnan (Liutenant) Tionghoa


(58)

dan karena pekerjaannya tersebut ia pindah ke kota Medan. Karena prestasinya yang luar biasa, dalam waktu singkat pangkatnya dinaikan menjadi Kapten (Kapiten) atau Major (Mayor).

Di tanah Deli, Tjong A Fie mempunya pergaulan yang luas dan terkenal sebagai pedagang yang luwes dan dermawan, Ia kemudian membina hubungan yang baik dengan Sultan Deli, Makmoen Al Rasjid Perkasa Alamsjah dan Tuanku Raja Moeda. Atas kesetiakawanan yang tinggi, maka Tjong A Fie berhasil menjadi orang kepercayaan Sultan Deli dan mulai menangani beberapa urusan bisnis. Dengan demikian ia memperoleh reputasi yang baik dan terkenal di seluruh Deli.

Ia terkenal baik di kalangan pedagang maupun orang Eropa, serta pejabat pemerintah setempat. Hubungan yang baik dengan Sultan Deli ini menjadi awal sukses Tjong A Fie dalam dunia bisnis. Sultan memberinya konsesi penyediaan atap daun nipah untuk keperluan perkebunan tembakau antara lain untuk pembuatan bangsal.

Tjong A Fie menjadi orang Tionghoa pertama yang memiliki perkebunan tembakau. Ia juga mengembangkan usahanya di bidang perkebunan teh di Bandar Baroe, di samping perkebunan teh si Boelan.

III.1.1. Aspek Sosial Tjong A Fie

Aspek sosial merupakan aspek yang berpengaruh dalam suatu pembentukan “ketokohan” seseorang, melalui aspek sosial tersebut maka akan terbangun kesadaran dan pandangan di masyarakat mengenai seorang tokoh yang telah berbuat bagi lingkungan sosial mereka, pada penelitian ini terfokus


(59)

pada aspek sosial yang dilakukan oleh Tjong A Fie dan memiliki kaitan dengan peran serta keberadaan Tjong A Fie di Kota Medan.

Beragam aspek sosial yang ada disekitar kehidupan Tjong A Fie menjadi titik tolak dan mendapatkan gambaran mengenai peranan dan keberadaanya di Kota Medan, adapun aspek sosial tersebut adalah :

1. Pada awal abad ke-20 Kesultanan Deli memberi kepercayaan menjadi anggota gemeenteraad (dewan kota) dan cultuurraad (dewan kebudayaan) di Medan.

2. Pengangkatan Tjong A Fie sebagai seorang Major atau pemimpin masyarakat Tionghoa (Cina) di Kota Medan.

3. Pembangunan jembatan “kebajikan” yang terdapat di Kampung Madras (jalan Zainul Arifin – Medan), proses pembangunan jembatan ini merupakan inisiatif dari Tjong bersaudara (Tjong A Fie dan Tjong Yong Hian) untuk memperlancar dan mempermudah transportasi antar wilayah di Kota Medan pada masa itu.

4. Mesjid Lama atau Mesjid Gang Bengkok (jalan Mesjid – Medan), pembangunan mesjid Lama atau dikenal juga dengan mesjid Gang Bengkok merupakan permintaan dari masyarakat setempat yang membutuhkan sarana ibadah, permintaan ini kemudian disetujui dan dibiayai sepenuhnya oleh Tjong A Fie, secara sosial pembangunan mesjid tersebut berdampak pada kehidupan plural di Kota Medan.

5. Istana Maimun, merupakan istana Kesultanan Deli yang dibangun atas bantuan Tjong A Fie.


(60)

6. Transportasi kereta api yang menghubungkan antara Medan dan Belawan merupakan hasil pemikiran Tjong A Fie untuk mendekatkan jarak dan mempermudah akses masyarakat (Medan dan Belawan) antar wilayah. Beragamnya peranan Tjong A Fie dalam pembangunan bidang sosial di Kota Medan menunjukkan bahwa Tjong A Fie memegang peranan penting dalam pembangunan Kota Medan dan juga memiliki nilai yang tinggi pada sosio-kemasyarakatan Kota Medan.

III.1.2. Tjong A Fie Mansion

Bangunan yang menjadi tempat tinggal Tjong A Fie terletak di Jalan Kesawan, Medan. Bangunan dengan ornamen Eropa, Melayu dan Cina Peranakan memiliki 40 ruangan yang masing-masing dilapisi dengan lantai tegel dari Italia yang dilukis tangan pada tiap lantainya, begitu juga dengan dinding-dindingnya yang menggambarkan kehidupan di Cina dan digambarkan dengan sangat teliti dan menggunakan batu-batuan yang berasal dari Cina

Foto 3

Pintu Gerbang Tjong A Fie Mansion Sumber : Rebecca Hannatri, 2010


(61)

Pembangunan Tjong A Fie Mansion atau bangunan tempat tinggal Tjong A Fie diselesaikan pada tahun 1900. Pada tahun 2000 bangunan Tjong A Fie Mansion masuk dalam benda cagar budaya yang dilindungi berdasarkan Perda Kota Medan No.6 Tahun 1988 yang diperkuat dengan SK Walikota Medan No.188.342/382/SK/1989 dan No. 188.342/383/SK/2000.

Foto 4 Tjong A Fie Mansion

Sumber foto : Rebecca Hannatri, 2010

Kawasan Tjong A Fie Mansion merupakan suatu keseluruhan dengan bangunan-bangunan lain yang terdapat di kawasan Jalan Kesawan, selain itu terdapat juga Pajak Ikan Lama yang pada dahulunya merupakan pusat ekonomi dan bisnis Kota Medan, keberadaan bangunan-bangunan tersebut dipelopori oleh Tjong A Fie yang pada awalnya memindahkan kegiatan bisnisnya ke Kota Medan dari daerah Labuhan.

Bangunan Tjong A Fie Mansion terdiri dari dua lantai dengan masing-masing lantai memiliki peruntukkannya tersendiri, bangunan dasar atau lantai dasar bangunan Tjong A Fie Mansion terdiri dari beberapa bagian penting,


(62)

seperti bagian sebelah kanan atau ruang Cina yang dikhususkan untuk menerima tamu dari Cina atau etnis Cina sedangkan ruang bagian kiri merupakan ruang Sultan Deli yang diperuntukkan bagi Sultan Deli dan keluarga atau tamu-tamu yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Sultan Deli.

Foto 5

Ruang Tamu/Sultan Deli Room Sumber : Rebecca Hannatri, 2010

Foto 6

Ruang tengah lantai dasar Tjong A Fie Mansion Sumber : Rebecca Hannatri, 2010

Ruang tengah lantai dasar merupakan ruang penyambutan bagi para tamu yang akan memasuki Tjong A Fie Mansion, ruang penyambutan ini memiliki


(63)

yang terbuat dari kayu, pada bagian belakang lantai ini terdapat ruang persembahan leluhur atau sembahyang datuk, kamar pribadi Tjong A Fie serta ruang keluarga yang memanjang.

Lantai atas bangunan Tjong A Fie merupakan ruangan yang digunakan sebagai ball room atau ruangan pertemuan, pada dahulunya ruangan ini dipergunakan sebagai ruangan dansa oleh tamu-tamu yang mengunjungi Tjong A Fie Mansion, berhadapan dengan ruangan pertemuan terdapat altar penyembahan yang dipergunakan sarana ibadah Tjong A Fie dan keluarga.

Foto 7

Ball Room Tjong A Fie Mansion

Sumber : Rebecca Hannatri, 2010

Foto 8 Ornamen Cina


(64)

Seluruh langit-langit bangunan dihiasi dengan ornamen bernuansa Cina yang didatangkan langsung dari Cina dan memiliki jendela bernuansa Melayu yang dilengkapi warna kuning dan hijau yang menjadi warna dominan dalam budaya Melayu, keseluruhan lantai didalam dan diluar Tjong A Fie Mansion dilukis dengan menggunakan tangan dan pada tembok-tembok digambarkan diorama kehidupan di Cina yang dilukis dengan tangan dan menggunakan bahan-bahan yang berasal dari alam serta dilengkapi dengan bebatuan khas Cina, seperti Giok.

Tjong A Fie Mansion memiliki dua pintu, yaitu pintu masuk yang terdapat berhadapan dengan Jalan Ahmad Yani atau Kesawan dan pintu keluar yang terdapat di Jalan Palang Merah. Tjong A Fie Mansion juga memiliki ciri khas berupa pembagian ruang bagi laki-laki dan perempuan dimana Tjong A Fie Mansion dibagi atas dua bagian besar yaitu kiri dan kanan dimana bagian kanan merupakan bangunan yang diperuntukkan bagi laki-laki dan pada bagian kiri untuk perempuan, pembagian ini tidak terbatas pada Tjong A Fie dan keluarga akan tetapi juga kepada tamu maupun pekerja yang tinggal menetap di Tjong A Fie Mansion, pembagian ruangan ini masih berlaku sampai saat sekarang ini.

Pada bagian belakang lantai dasar Tjong A Fie Mansion atau tepatnya berhadapan dengan pintu keluar terdapat ruangan dapur yang dilengkapi dengan meja dapur yang terbuat dari beton dan gilingan cabai serta pembuatan tahu yang terbuat dari batu seperti dalam gambar berikut :


(65)

Foto 9

Beragam Alat Masak Tradisional Sumber : Rebecca Hannatri, 2010

Hal lainnya adalah tungku yang hingga kini masih digunakan jika ada jamuan makan keluarga besar pada waktu-waktu tertentu, seperti saat hari Raya Imlek, dapur ini juga dilengkapi lemari yang tertanam di dinding untuk menyimpan alat – alat dapur, dibalik ruangan dapur terdapat ruang kecil dengan tangga menuju atas yang biasa dipergunakan oleh Tjong A Fie untuk melihat dan mengatur usaha di kawasan Pajak Ikan Lama yang terletak tepat dibelakang Tjong A Fie Mansion.

III.2. Silsilah Keluarga Tjong A Fie

Tjong A Fie merupakan seorang Tioghoa kelahiran 1860 yang bermigrasi ke Hindia Belanda atau dikenal sekarang dengan Indonesia, tepatnya di Kota Medan. Tjong A Fie juga dikenal dengan Tjong Fung Nam.


(1)

Koleksi Perhiasan Lim Koei Yap (Istri ke tiga Tjong A Fie), Sumber: Rebecca

Hannatri, 2010

Bingkai Foto dan Barang-barang milik pribadi Tjong A Fie, Sumber: Rebecca

Hannatri, 2010

Buku-buku dan barang-barang yang dipajang di kamar Tjong A Fie, Sumber: Rebecca Hannatri, 2010

Brankas tempat menyimpan barang berharga dan uang, Sumber: Rebecca


(2)

RUANG CINA, Sumber: Rebecca Hannatri, 2010


(3)

(4)

RUANG MELAYU, Sumber: Rebecca Hannatri, 2010


(5)

(6)

Altar Tengah (Bawah), pekarangan tengah, Sumber: Rebecca Hannatri, 2010

Pintu Masuk Utama, Tjong A Fie Mansion, Sumber: Rebecca Hannatri, 2010