pendukung dalam penelitian penulis yaitu berupa buku, skripsi, artikel atau berita dari surat kabar dan berita dari internet.
3.1.2 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini akan diupayakan untuk memperdalam atau mengintepretasikansecara spesfik dalam rangka menjawab keseluruhan
pertanyaan penelitian. Data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis menggunakan teori uses and functions dan kemudian diklasifikasikan dengan
melihat relevansi dari data tersebut. Pengklasifikasian bertujuan untuk menghindari data yang bertumpang tindih dan untuk mempermudah penulis untuk
mengolah data tersebut. Hasil dari data yang telah diolah tersebut penulis jadikan sebagai laporan dalam bentuk skripsi.
3.1.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di Medan, di jalan Jend. Ahmad Yani no. 105. Tepatnya Tjong A Fie Memorial institute. Pemilihan lokasi penelitian adalah dikarenakan
tempat penelitian merupakan judul yang diangkat penulis dalam skripsinya. Dan penulis dengan mudah mendapatkan informasi yang dibutuhkan di sini.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV GAMBARAN UMUM MENGENAI TJONG A FIE
4.1Tjong A Fie 4.1.1 Sejarah Kedatangan Tjong A Fie
Gambar 1.1 Tjong A Fie
Universitas Sumatera Utara
Tjong A Fie adalah seorang keturunan suku Hakka atau Khe dari desa kecil Meixian, didaerah Guandong, bagian selatan negeri Cina. Disana Tjong A Fie
dikenal dengan nama Tjong Fung Nam atau Tjong Yao Xuan, berganti menjadi Tjong A Fie
setelah pindah ke Medan sebagai pegusaha Cina tersukses ditanah Sumatera Ia berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya hanya memiliki toko kelontong yang
tak banyak meraih untung. Ia bersama kakaknya Tjong Yong Hian, terpaksa harus meninggalkan bangku sekolahnya demi membantu menjaga toko setiap hari.
Mereka berhenti sekolah ketika sudah pandai menulis dan membaca. Ketika sang kakak melihat Tjong A Fie sudah bisa menjaga toko sendiri, ia
memutuskan untuk merantau ke tanah Sumatera. Tjong A Fie ditugaskan untuk memimpin usaha keluarga karena pada saat itu kesehatan ayahnya mulai menurun.
Saat usia A Fie 17 tahun ia dinikahkan dengan seorang gadis. Pernikahanpun berlangsung sederhana. Setahun setelah ia menikah, keadaan Cina daratan tidak
begitu baik karena bencana alam disertai terjadinya pemberontakan terhadap kekuasaan kaisar , membuat kehidupan semakin sulit. Ia mendengar kabar dari
perantau Cina yang kembali dari Sumatera bahwa kakaknya mengalami kemajuan dan menjadi kaya di Sumatera. Ia pun tertarik untuk mengikuti jejak kakak nya
untuk merantau dan meminta izin kepada orang tuanya. Dengan bekal sepuluh perak uang Manchu yang dijahitkan istrinya dan diikat dipinggang ia pun pergi
merantau. Sesampai di tanah Sumatera ia bekerja di toko kelontong milik Tjong Sui Fo.
Pada saat itu ia hanya mampu berbahasa Cina. Ia menyadari bahwa ia hidup
Universitas Sumatera Utara
ditanah Sumatera yang tidak semua mengerti bahasa Cina yang ia gunakan, ia bekerja keras untuk mendalami bahasa melayu yang biasa digunakan penduduk
sekitar. Karena kegigihan dan kejujurannya ia sering ditugaskan untuk mengantar bahan kebutuhan ke penjara setempat. Lama kelamaan ia menjadi kenal dengan
beberapa orang yang ada dipenjara. Banyak orang Cina yang ditahan bukan karena melakukan tindakan kriminal. Tetapi karena berbagai hal, seperti membuat
rusuh diperkebunan atau terlibat hutang, ada juga yang difitnah. Karena sering berkunjung dan mendengarkan keluhan mereka lama kelamaan
ia mendapat kepercayaan dari berbagai pihak. Masyarakat Cina meminta kepada penguasa Belanda agar Tjong A Fie menjadi kepala distrik bagi orang-orang Cina.
Permintaan itu dikabulkan pemerintah Belanda. Karena pekerjaan baru tersebut Tjong A Fie mengundurkan diri dari majikannya.
Dari waktu ke waktu karena sering menjadi penengah dan perantara berbagai etnis di Medan, ia membina hubungan baik dengan Sultan Deli, Makmoen Al Rasyid
Perkasa Plamsyah dan Tuanku Raja Moeda. Pihak kerajaan puas dengan kinerjanya dan diberi gelar “Tengku” atau Bangsawan. Ia dipercaya untuk
mewakili beliau dalam berbagai urusan. Suatu ketika Tjong A Fie ditugaskan Sultan untuk mengurus tanahnya di Penang.
Disana ia tak sengaja bertemu dengan seorang putri kerajaan Chew, keluarga terkemuka di Penang dan juga pengusaha pionir seperti ia. Tuan Chew pun
menjodohkan Tjong A Fie dengan putrinya. Setelah mendapatkan tawaran itu Tjong A Fie menceritakan kisah hidupnya termasuk tentang istrinya yang tidak
bisa ia ceraikan di Cina. Mendengarkan kejujuran itu keluarga Chew semakin
Universitas Sumatera Utara
terkesan dan percaya. Pernikahanpun berlangsung. Dari pernikahan tersebut ia mempunyai tiga orang anak, satu orang lelaki dan duanya perempuan.
Istrinya meninggal dunia karena wabah demam berdarah yang melanda Asia Pasifik. Ia berduka cukup lama dengan kematian istrinya. Tak lama sepeninggal
istrinya, ia mencoba bangkit dan mencoba meninjau perkebunan milik Belanda, ia berkenalan dengan seorang tandir besar yang memiliki putri cantik yang bernama
Lim Koei Yap, namun terkenal galak. Ia penasaran dengan sosok putri yang terkenal dikalangan para pekerja perkebunan itu, sehingga tanpa ia sadari, kelak
putri galak itu menjadi pendamping sampai akhir hayat hidunya sebagai istri. Entah bagaimana mulanya Tjong A Fie mendapat tugas dari pemerintah Hindia
Belanda untuk memantau perkebunan. Sejak mendapat tugas itu ia jadi sering bertemu dengan keluarga putri seorang tandir pemilik perkebunan tersebut. Tak
lama kemudian ia pun menikah dengan putri tandir tersebut yang juga berkebudayaan Tionghoa-Melayu Budaya Peranakan. Budaya itulah yang tetap
ia jaga dan teruskan kepada keturunan nya hingga saat ini. Dari pernikahannya tersebut ia mempunyai tujuh orang anak. Ia beserta
keluarganya tinggal dirumah yang terdapat di jalan Jend.Ahmad Yani yang sekarang berubah fungsi menjadi museum. Ia sempat membawa istrinya menemui
orang tua beserta istri pertamanya ke Cina. Selang beberapa waktu mereka kembali ke Medan, mereka mendapat berita duka meninggalnya ayah Tjong A Fie
menyusul ibunya. Tjong A Fie sempat meminta istri pertamanya untuk tinggal di Medan namun karena ketidakcocokan dengan istri ketiganya, ia memulangkan
kembali istri pertamanya ke Cina daratan.
Universitas Sumatera Utara
Istri pertamanya beserta anak dari istri kedua meninggal dunia karena wabah penyakit yang menyerang Cina daratan.
Kehidupan Tjong A Fie semakin suskes, ia meneruskan usaha bank yang ia dan kakaknya dirikan semenjak kakanya meninggal, bank tersebut bernama bank Deli,
namun ia sempat sakit dan risau karena para kemenakannya yakni anak-anak kakaknya menggunakan uang warisan milik ayah mereka di bank Deli hanya
untuk berfoya-foya dan sebagai jaminan sehingga membuat tekor dana di bank yang sedang mengalami masa sulit.
Perang dunia pertama yang semakin buruk terjadi di Eropa juga turut menambah masalah bagi usaha perkebunan Tjong A Fie karena ekspor semakin berkurang .
Krisis ekonomi mulai melanda seluruh dunia, ditambah dengan banyaknya rumah judi di Medan , akhirnya tanpa sadar pula mereka tidak bisa memperbaiki diri
mereka, kekacauan pun melanda setiap orang yang tidak insyaf. Akhirnya masa-masa sulit perang dunia berhasil Tjong A Fie lewati hingga tahun
1920, bank miliknya tetap bertahan walau tidak sekuat dulu kala. Dari waktu ke waktu, ia merasa sudah tua. Ia meihat waktunya cepat atau lambat akan menyusul
kakaknya, sebelum tiba saatnya ia sudah menyiapkan 12 rumah atas nama istrinya. Ia berharap kelak bisa memberikan penghasilan yang cukup untuk istrinya untuk
memenuhi kebutuhan yang akan datang. Kesehatan Tjong A Fie semakin memelamah, awalnya dokter mengatakan ia
hanya kelelahan karena mengurus semua usahanya. Pada 8 februari 1921 ia meninggal dunia karena pendarahan di otak setelah akhirnya dokter memeriksa
lebih lanjut. Sebelum meninggal ia tidak bercerita apapun selain meminta istrinya
Universitas Sumatera Utara
untuk mencarikan pakaian yang paling ia sukai yakni jubah dinas yang biasa ia pakai dalam acara kedinasan. Proses pemakamannya sangat mengharukan , tangis
terdengar dimana-mana. Orang-orang berdatangan dari tempat-tempat jauh seperti Jawa, Malaya dan Singapura. Sementara jalanan dipenuhi dengan masyarakat
sekitar dan para pengemis yang mengharap makanan dari upacara pemakaman.Agnes Danovar, 2013
4.1.2 Sejarah Tjong A Fie Memorial Institute
Tjong A Fie Memorial Institute atau Tjong A Fie Mansion, merupakan sebuah bangunan kediaman Tjong A Fie yang didirikan Pada tahun 1895 dan selesai pada
tahun 1900, berada di jalan Ahmad Yani, Kesawan, Medan. Rumah Tjong A Fie merupakan bangunan yang didesain dengan gaya arsitektur Tionghoa, Eropa,
Melayu dan art deco. Sebagian dari bangunan rumah terbuat dari kayu jati berkualitas baik asal Malaysia dan semen beton untuk menopang lantai kayu.
Rumah mewah milik Tjong A fie tersebut yang dulu ditempati oleh Tjong A Fie beserta istri ketiga Lim Koei Yap dan tujuh anaknya, saat ini ditempati oleh ahi
waris Tjong A Fie, yaitu cucu Tjong A Fie, Fon Prawira yang juga merupakan direktur PT.Mitra Nusantara.
Lantaran masih ditinggali ahli waris, rumah tersebut dikonsep Fon sebagai The living museum atau museum hidup. Konsep tersebut terinspirasi museum Picasso
di Barcelona, Spanyol. Dengan konsep itu, museum tak sekadar memajang benda- benda peninggalan. Namun, pengunjung bisa melihat secara langsung kehidupan
pemilik museum yang masih tinggal disitu. Konsep semacam itu diadopsi
Universitas Sumatera Utara
museum Affandi di Yogjakarta. Selain menyimpan karya-karya sang maestro, museum tersebut ditinggali keluarga pelukis legendaris itu.
Diantara jajaran ruko yang mendominasi jalan Kesawan, pagar Tjong A Fie Mansion pasti membuat orang memalingkan leher. Pagar tembok tinggi berwarna
kuning dengan aksen kayu dan atap Cina disertai kaligrafi Cina besar yang terletak di kanan dan kiri gerbang pagar terlihat kontras. Saat ingin memasuki
rumah tersebut kita menemui dua ekor singa masing-masing disisi kiri dan kanan. Mengapa patung singa, karena singa merupakan raja binatang. Dan menurut cerita
pada zaman dahulu dan masih dipercayai hingga saat ini, patung singa merupakan hiasan pada kediaman pejabat tinggi, istana, kuil, pagoda dan makam kaisar.
Patung singa itu terdiri atas jantan dan betina. Untuk membedakan yang mana singa jantan dan singa betina ternyata sangat mudah yakni, singa jantan kaki
kanannya mencengkram bola dan singa betina kaki kirinya mencengkram anak singa. Singa jantan mencengkram bola untuk melambangkan kesatuan seluruh
negeri. Sementara singa betina dengan anaknya menggambarkan kebahagiaan keluarga. Dalam budaya Cina semua hal memang selalu dibuat sepasang. Ini
karena mereka menganut filosofi Yin Yang. Seperti rumah-rumah zaman dahulu,halaman depan terasa sangat kuno. Luas, dengan bagian rumput yang
dibuat seperti lingkaran di tengah dan setengah lingkaran dibagian kanan dan kiri dengan jalur mobil diantara bagian rumput tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.2 Rumah Tjong A Fie
Pohon besar dan rindang mengisi bagian kanan dan kiri, serta warna-warni
dibagian tengah. Dari taman sudah terlihat jelas luasnya bangunan Tjong A Fie. Bangunan ini bertingkat dua dengan bagian tengah terlihat lebih besar
dibandingkan bagian kanan dan kirinya jendela dibagian tengah, pintu tengah, pintu masuk. Arsiteknya campuran antara pilar bulat tinggi gaya Eropa, jeruji
khas Melayu dan ukiran-ukiran Cina.
Gambar 1.3 Halaman depan
Jangankan oven, kompor saja tidak ada. Yang ada hanya tungku panjang terbuat dari batu dengan empat tempat api yang harus diisi kayu bakar. Luas dapurnya
Universitas Sumatera Utara
saja sekitar 20 m². maklum saja, selain karena memiliki 10 anak, Tjong A Fie yang sempat ditunjuk sebagai wakil pemerintahan Cina di Medan, sering
menerima tamu dirumahnya.
Gambar 1.4 Sudut ruangan yang berbeda
Walau terlihat kuno, tapi tidak semua barang diruang makan keluarga asli peninggalan Tjong A Fie. Dalam perjalanannya, beberapa barang dalam rumah ini
terpaksa dijual untuk membiayai beban operasional rumah besar ini. Seperti umumnya rumah pada zaman Cina kuno, dalam bangunan dengan 40
ruangan ini hanya ada 2 kamar mandi. Jadi aktivitas mandi, harus dilakukan dikamar dengan menggunakan bak mandi kuno tadi. Selain itu di setiap kamar
ditempatkan sebuah pispot. Baju-baju asli mendiang Ny. Tjong A Fie juga masih tersisa. Hanya saja, baju-baju ini sudah berusia ratusan tahun, jadi jika disentuh
sedikit benangnya saja nanti bisa robek.
Universitas Sumatera Utara
Dari kamar, kita menuju taman tengah. Jadi kita memulai perjalanan dari samping menuju belakang lalu maju kedepan bangunan. Disekitar taman, terdapat tempat
sembahyang, tempat abu leluhur keluarga Tjong A Fie. Beberapa pengunjung lain yang beragama Buddha diperkenankan sembahyang disana.
Gambar 1.5 Altar
Bangunan ini memiliki beberapa ruang tamu yang didekorasi dan digunakan sesuai tamunya. Ada ruang Cina, Pribumi, dan Belanda. Seperti juga di ruang
makan keluarga, beberapa barang asli sudah terjual, bahkan ruang tamu ini terlihat agak kosong. Ruang dansa yang dikelilingi jendela besar dan tinggi. Sebagian
menghadap kejalan Kesawan. Disayap kanan dari bangunan tersebut juga masih tertutup untuk umum.
Dirumah ini, pengunjung bisa mengetahui sejarah kehidupan Tjong A Fie lewat foto-foto, lukisan, perabotan rumah yang digunakan oleh keluarganya serta
mempelajari budaya Melayu-Tionghoa. Tepatnya pada 18 Juni 2009 rumah tersebut resmi dijadikan sebagai Tjong A Fie Memorial Institute. Adapun gagasan
tersebut tercetus karena keluarga Fon menyadari bahwa masyarakat kota Medan juga berhak tahu lebih jauh tentang rumah salah seorang paling berpengaruh di
Universitas Sumatera Utara
kota Medan pada zamannya tersebut. Apalagi banyak peninggalan Tjong A Fie yang tersimpan dengan baik di dalam rumah tersebut. “Sayang kalau tidak
dimanfaatkan. Apalagi, usia barang-barang peninggalan kakek tersebut sudah cukup tua, lebih dari seabad,” tutur Fon Wawancara, 13 September 2013.
BAB V FUNGSI DANPERAN TJONG A FIE MEMORIAL INSTITUTE DALAM
PERKEMBANGAN BUDAYA CINA DI KOTA MEDAN
5.1Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan
Menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia 1998:192, fungsi berarti kegunaan sesuatu hal pekerjaan yang dilakukan. Kata fungsi digunakan dalam berbagai
bidang kehidupan manusia. menunjukkan kepada aktivitas dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Dilihat dari tujuan hidupnya, kegiatan manusia
merupakan fungsi dan mempunyai fungsi secara kualitatif. Fungsi dilihat dari segi kegunaan dan manfaat seseorang, kelompok, organisasi, atau asosiasi tertentu.
Fungsi juga menuju pada proses yang sedang atau akan berlangsung, yaitu menunjukkan pada benda tertentu yang merupakan elemen atau bagian dari proses
tersebut. Sehingga bisa dikatakan “berfungsi” atau “tidak berfungsi”. Fungsi tergantung pada predikatnya, misalnya fungsi komputer, fungsi rumah, fungsi
organ tubuh, fungsi mobil dan lain sebagainya. Secara kualitatif, fungsi dapat meningkatkan sejumlah tertentu, sesuai dengan target, proyeksi, atau program
yang telah ditentukan.
Universitas Sumatera Utara
Pada bab ini membahas tentang Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan. Adapun analisis Fungsi Tjong A Fie
Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan akan dianalisis berdasarkan teori uses and functions Alan P. Merriam.
5.1.1 Fungsi Penghayatan Estetis
Mungkin fungsi ini dianggap kurang layak untuk dimasukan dalam daftar ini. Fungsi penghayatan estetis mengacu kepada keindahan sesuatu yang dipandang
oleh mata. Tjong A Fie Memorial Institute adalah bangunan tua yang masih terjaga keasrian bangunannya. Mempertontonkan tampilannya yang indah dengan
desain yang unik serta perabotan yang antik. Desain yang unik serta perabotan yang antik tersebut memiliki sejarah, secara tidak langung telah menghantarkan
pengunjung kepada sejarah awal tentang budaya Cina peranakan sampai perkembangan budaya Cina peranakan.tersebut.
5.1.2 Fungsi Komunikasi
Walaupun hanya sebagai sebuah bangunan Tjong A Fie Memorial Institute dapat menceritakan sebagian besar tentang sejarah budaya peranakan dan kota Medan.
Sebagai contoh komunikasi dapat dilihat dari susunan dan arsitektur ruang makan, yakni ada yang bergaya Melayu. Ruangan tersebut mengkomunikasikan kepada
pengunjung bahwa dulu setiap tamu dari kerajaan datang berkunjung, mereka ditempatkan di ruangan tersebut. Begitu juga dengan ruangan yang lainnya,
memiliki cerita tersendiri untuk dapat dikomunikasikan kepada pengunjung dan kepada keturunan Tionghoa.
Universitas Sumatera Utara
5.1.3 Fungsi Perlambangan symbolic representation
Pada sebagian masyarakat Tionghoa peranakan yang sudah mengetahui sejarah Tjong A Fie Memorial Institute, menganggap Tjong A Fie Memorial Institute
merupakan perlambangan dari diri mereka sendiri, karena bangunan tersebut dapat menggambarkan kepada masyarakat lain sedikit banyaknya tentang awal
keberadaan leluhur mereka sampai kepada keberadaan mereka sendiri.
5.1.4 Fungsi Kesinambungan Kebudayaan
Didalam fungsi ini akan dibahas lebih mendalam tentang Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute dalam Perkembangan Budaya Cina Di kota Medan. Karena
fungsi kesinambungan kebudayaan adalah teori yang paling kuat dan cocok dalam pembahasan judul yang penulis angkat.
Sebagai sebuah bangunan Tjong A Fie Memorial Institute merupakan wahana pengajaran adat, bangunan ini menjamin kesinambungan dan stabilitas
kebudayaan sampai generasi penerus. Keturunan Tjong A Fie sendiri, yaitu Fon Prawira hingga saat ini masih mempertahankan bangunan Tjong A Fie Memorial
Institute agar tidak jatuh ke tangan para investor bahkan Pemerintah Kota Medan agar beliau dapat tetap menjaga kesinambungan dan kestabiitasan kebudayaan
Cina Peranakan seperti yang beliau anut dan beliau akan terus berusaha untuk mengembangkan dan melestarikan budaya Cina Peranakan agar tidak hilang
seiring perkembangan zaman.
Universitas Sumatera Utara
Semakin hari zaman semakin maju dan canggih. Kemajuan dan kecanggihan zaman mempengaruhi perkembangan teknologi, sehingga lewat teknologi
pengaruh kebudayaan asing dapat melunturkan keaslian budaya lokal. Budaya Cina merupakan salah satu budaya yang hidup dan berkembang di kota Medan.
Budaya Cina masuk di Medan karena adanya imigran Cina yang datang ke Medan, seperti yang penulis paparkan pada bab ke-2. Tentunya imigran yang datang ke
Medan banyak mempersunting wanita pribumi. Keterkaitan antara Tjong A Fie Memorial Institute dengan perkembangan budaya Cina di Medan yakni, seperti
yang kita ketahui Tjong A Fie yang merupakan pemilik Tjong A Fie Memorial Institute adalah seorang yang berkebangsaan Cina asli asal Meixian Guandong,
Cina, juga seorang imigran yang awalnya hanya datang dengan niat untuk berdagang dan akhirnya menetap di kota Medan. Beliau mempersunting seorang
gadis berdarah Melayu asal kota Binjai Timbangan, Sumatera Utara. Pernikahan beliau dengan Ny. Liam Koei Yap merupakan pernikahan dengan dua budaya
yang berbeda, tentunya pernikahan tersebut akan menghasilkan keturunan dengan budaya yang tidak asli lagi atau dapat juga dikatakan sebagai budaya Cina yang
berkembang. Budaya yang dihasilkan akibat pernikahan tersebut dikenal dengan budaya Peranakan.
5.1.4.1Budaya Peranakan
Budaya Peranakan adalah percampuran antara dua budaya yang dihasilkan melalui perkawinan. Budaya Peranakan merupakan istilah bagi masyarakat
Tionghoa yang menikah dengan budaya yang berbeda di Negara lain.
Universitas Sumatera Utara
Di Medan budaya Peranakan terlahir awalnya pada abad ke 15-16, karena pada saat itu banyak imigran Cina yang datang ke Medan untuk berdagang dan
sebagian lagi bekerja sebagai kuli kontrak. Banyak dari mereka yang menikahi wanita pribumi khususnya etnis Melayu.
Istilah “Peranakan” paling sering digunakan di kalangan etnis Tionghoa bagi orang keturunan Tionghoa, di Singapura dan Malaysia orang keturunan Tionghoa
ini dikenal sebagai “Tionghoa Selat”. Pernikahan tersebut tak hanya menyatukan dua manusia berbeda bangsa saja, tapi
juga menggabungkan ragam sosial budaya dan kuliner kedua bangsa. Kebudayaan yang lahir sebagai hasil perkawinan antar budaya inilah yang dikenal dengan
kebudayaan Indo-Cina atau Peranakan. Budaya peranakan ini disebut-sebut sebagai percampuran budaya yang paling kaya di Asia. Karena ternyata budaya
Peranakan merupakan asimilasi atau campuran budaya antara imigran dari Cina dengan Jawa, Belanda, Inggris, Arab, India, Melayu, dan Portugis.
Selain di Indonesia, budaya Peranakan juga banyak tersebar di Negara lain seperti Malaysia dan Singapura. Karena sebagian besar masyarakatnya kaum Tionghoa,
budaya Peranakan sangat dijunjung tinggi di dua Negara tersebut. Bahkan Singapura memiliki sebuah museum budaya Peranakan dengan dokumentasi
produk budaya yang mampu membawa kita lebih mengenal budaya Peranakan di Singapura. Yang cukup mengejutkan, sejarah menunjukkan banyak benda dan
kain Peranakan yang berasal dari Indonesia. Malaysia menyebut diri mereka sebagai “Baba-Nyonya”. “Baba” adalah istilah
sebutan untuk laki-lakinya dan “Nyonya” istilah untuk wanitanya. Bahasa yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan orang Peranakan, yaitu bahasa Kreol Melayu atau bahasa Melayu Baba, adalah dialek Kreol dari bahasa Melayu, yang berisi banyak kata dialek
Hokkian. Bahasa ini adalah bahasa yang hampir punah, dan penggunaan kontemporernya terbatas pada anggota generasi tua. Bahasa Indonesia, Melayu,
Inggris, kini telah menggantikan bahasa ini sebagai bahasa utama yang digunakan dikalangan generasi muda.
Di Indonesia, orang peranakan muda masih bisa berbicara bahasa kreol. Meskipun penggunaannya terbatas pada acara-acara informal. Peranakan muda telah
kehilangan banyak bahasa Tradisional mereka, sehingga biasanya ada perbedaan dalam kosakata antara generasi tua dan muda.
Kebanyakan Peranakan adalah dari keturunan Hokkien, meskipun sejumlah yang cukup besar adalah dari keturunan orang Tiociu atau orang Kanton.dari awal abad
ke-19 dan abad ke-20 pria Peranakan biasanya menikahi wanita dalam komunitas Peranakansetempat. Keluarga Peranakan kadang-kadang menikahi wanita dari
Cina dan mengirim putri mereka ke Cina untuk mencari suami.Orang Peranakan banyak yang bermigrasi di antara Malaysia, Indonesia dan Singapura, yang
mengakibatkan tingginya tingkat kesamaan adat dan budaya di antara komunitas peranakan di Negara-negara tersebut.Alasan ekonomi atau pendidikan biasanya
mendorong migrasi Peranakan di antara wilayah Nusantara Malaysia, Indonesia dan Singapura, bahasa kreol mereka sangat dekat dengan bahasa asli Negara-
negara tersebut, yang membuat adaptasi mereka jauh lebih mudah.Budaya peranakan sangat berkembang di Negara Malaysia dan Singapura.Di Indonesia
budaya Peranakan hampir tidak diperhatikan perkembangannya.Hal tersebut
Universitas Sumatera Utara
terjadi karena pada adanya larangan terhadap kesenian dan tradisi Tionghoa selama era administrasi bapak Soeharto di Indonesia.
Di masa lalu orang Peranakan dijunjung tinggi oleh orang Pribumi Melayu. Beberapa orang Melayu di masa lalu mungkin telah mengambil kata
Baba,merujuk pada lelaki Tionghoa, dan memasukkannya ke dalam nama mereka, ketika nama ini masih digunakan Hal ini tidak diikuti oleh generasi muda
Melayu, dan Tionghoa Malaysia saat ini tidak memiliki status atau kehormatan yang sama seperti yang dimiliki orang Peranakan kala itu.
Di Malaysia dan Singapura, Peranakan mempertahankan sebagian besar etnis dan agama asal mereka seperti pemujaan leluhur, namun berasimilasi dengan bahasa
dan kebudayaan Melayu. Busana Nyonya, yaitu Baju Panjang diadaptasi dari busana pribumi Melayu Baju Kurung. Busana ini dikenakan dengan sarung
batik dan 3 kerosang bros. Sandal manik-manik yang disebut Kasot Manek Kasut Manik adalah buatan tangan yang memerlukan banyak keterampilan dan
kesabaran: dirangkai, dimanik-manik dan dijahit ke kanvas dengan manik-manik kaca berbentuk tertentu yang kecil dari Bohemia sekarang Republik Ceko.
Di Indonesia, Peranakan mengembangkan kebayanya sendiri, terutama “kebaya encim”, berasal dari nama “encim”atau “enci” untuk merujuk kepada seorang
wanita Tionghoa yang sudah menikah. Kebaya encim biasanya dipakai oleh wanita Tionghoa di Kota-kota pesisir Jawa yang mempunyai permukiman
Tionghoa yang cukup besar. Seperti Semarang, Lasem, Tuban, Surabaya, Pekalongan dan Cirebon. Busana kebaya ini berbeda dari kebaya Jawa dengan
bordiran yang lebih kecil dan halus-nya, kain ringan dan warna yang lebih
Universitas Sumatera Utara
cerah.Mereka juga mengembangkan pola batik mereka sendiri, yang menggabungkan simbol dari Cina.Kebaya encim cocok dipakai dengan kain batik
Jawa pesisiran berwarna cerah, yang menggunakan simbol dan motif dari Cina, seperti naga, feniks, peony dan teratai. Para Baba biasanya akan mengenakan baju
lokchuanyang merupakan busana penuh orang-orang Tionghoa, namun generasi muda memakai hanya bagian atasannya yang merupakan jaket sutra lengan
panjang dengan kerah Tionghoa, atau kemeja batik. Peranakan biasanya berkeyakinan Tionghoa: Taoisme, Konfusianisme dan
Buddhisme.mereka juga merayakan Tahun Baru Imlek dan Festival Lampion, sembari mengadopsi adat istiadat tanah yang mereka tinggali, dan adat istiadat
Negara penjajah. Namun dalam masyarakat modern, banyak masyarakat peranakan muda telah memeluk agama Kristen Protestan. Terutama di Indonesia,
Negara dengan jumlah Peranakan terbesar di dunia, di mana sebagian besar orang Tionghoa beragama Kristen. Namun terdapat pula kaum Peranakan yang
memeluk agama Islam tersebar di Indonesia dan Malaysia. Dari pengaruh Melayu yang unik, Masakan Peranakan atau juga disebut Masakan
Nyonya di Singapura dan Malaysia telah dikembangkan dengan menggunakan rempah-rempah khas Melayu. Contohnya adalah Ayam Kapitan, kari ayam kering,
dan Inchi Kabin, versi Peranakan dari ayam goreng. Pindang bandeng adalah sup ikan umum yang disajikan di Indonesia selama tahun baru Imlek dan begitu pula
kue bulan putih bulat dari Tangerang yang biasanya digunakan selama Festival Musim Gugur. Swikee Purwodadi adalah masakan Peranakan dari Purwodadi,
yang merupakan masakan daging katak.Nyonya Laksa adalah hidangan yang
Universitas Sumatera Utara
sangat populer di Singapura dan Malaysia, begitu pula Kueh Lapis, sejenis kue yang bertingkat, paling sering dimakan di Tahun Baru Imlek untuk
melambangkan tangga kemakmuran.Sejumlah kecil restoran yang menyajikan makanan Nyonya dapat ditemukan di Singapura; Penang dan Malaka di Malaysia;
dan Jakarta, Semarang, Surabaya di Indonesia.Selain pakaian dan makanan juga dapat dilihat dari kesenian musik contohnya lagu dondang sayang.
Pada pertengahan abad Ke-20, kebanyakan Peranakan adalah orang berpendidikan Inggris atau Belanda, akibat dari penjajahan bangsa Belanda di Indonesia dan
Inggris di Malaysia. Peranakan kala itu mudah memeluk budaya dan pendidikan Belanda atau Inggris sebagai sarana untuk memajukan perekonomian mereka,
sehingga posisi-posisi administrasi dan pelayanan sipil sering diisi oleh Tionghoa Peranakan terkemuka. Banyak masyarakat Peranakan yang kemudian memilih
untuk berpindah agama ke agar membangun kedekatan dengan Belanda dan Inggris.
Budaya Peranakan telah mulai menghilang di Malaysia dan Singapura. Tanpa dukungan kolonial Inggris terhadap netralitas Ras mereka, kebijakan pemerintah
di kedua negara setelah kemerdekaan dari Inggris telah mengakibatkan asimilasi budaya Peranakan kembali ke aliran umum budaya Tionghoa. Singapura
kemudian mengklasifikasikan Peranakan sebagai etnis Tionghoa, sehingga mereka menerima instruksi formal dalam bahasa Mandarin alih-alih Melayu
sebagai bahasa kedua sesuai dengan Kebijakan Bahasa Ibu. Di Malaysia, standarisasi semua Melayu ke dalam Bahasa Melayu - yang diperuntukkan untuk
Universitas Sumatera Utara
semua kelompok etnis - telah menyebabkan hilangnya karakteristik unik dari para Baba Melayu.
Di Indonesia, budaya Peranakan kehilangan popularitas dibandingkan budaya Barat modern, namun dalam beberapa tingkat kaum Peranakan mencoba untuk
mempertahankan bahasa, masakan, dan adat istiadat mereka. Peranakan muda masih berbicara bahasa kreol mereka, meskipun banyak perempuan muda
Peranakan tidak memakai kebaya. Pernikahan biasanya mengikuti budaya barat karena kebiasaan tradisional Peranakan kehilangan popularitas. Tercatat hanya
tiga komunitas Peranakan yang masih menjunjung tinggi adat pernikahan tradisional Peranakan, yaitu: Tangerang oleh orang Cina Benteng, Peranakan
Makassar dan Peranakan Padang. Dari tiga komunitas tersebut, orang Cina Benteng adalah yang paling patuh terhadap budaya Peranakan, namun jumlah
mereka semakin berkurang. Tjong A Fie Memorial Institute dapat berfungsi sebagai pintu masuk bagi
masyarakat untuk dapat mengetahui bagaimana sejarah ada dan berkembangnya kebudayaan Cina peranakan di kota Medan, khususnya bagi masyarakat Cina
Peranakan di kota Medan sendiri. Mereka wajib tahu sejarah leluhur mereka.
5.1.5 Fungsi Pengintergrasian Masyarakat
Keberadaan Tjong A Fie Memorial Institute membangkitkan kembali rasa solidaritas berkelompok khususnya bagi masyarakat Tionghoa di Medan. Karena
mereka menganggap bahwa mereka memiliki aset yang dapat mereka tunjukkan sebagai bentuk kebudayaan mereka. Tak hanya itu, masyarakat Tionghoa
Universitas Sumatera Utara
Peranakan di Medan juga menganggap memiliki wadah dimana mereka dapat melaksanakan kegiatan kebudayaan mereka .
5.2 Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan
Peran selama ini selalu dikaitkan dengan fungsi, bahkan penggunaan peran dan fungsi terkadang dijadikan satu kesatua . Di sini penulis mencoba untuk memisah
penggunaan peran dan fungsi. Dari uraian sebelumnya mengenai Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan,
penulis mengartikan kata “fungsi” sebagai “kegunaan”. Sedangkan penggunaan kata “Peran” pada Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan
Budaya Cina Di Kota Medan penulis bermaksud untuk mengartikan sebagai hasil dari “kegunaan”tersebut.
Di Indonesia berdiri sebuah organisasi Cina yang bernama Paguyuban Masyarakat Tionghoa Indonesia atau disingkat dengan PMSTI. Di Medan, PMSTI
berdiri pada tahun 2006. PMSTI merupakan organisasi semua etnis Cina, termasuk Cina peranakan. Keberadaan mereka selama ini masih belum banyak
diketahui oleh masyarakat, termasuk masyarakat Tionghoa sendiri. Setiap organisasi yang berdiri tentunya memiliki visi dan misi tertentu.
PMSTI sendiri mengakui bahwa seidikit generasi muda yang perduli dengan perkembangan budayanya sendiri, bahkan ada yang tidak mau tahu sama sekali.
Untuk itulah mereka membangun organisasi tersebut, agar kebudayaan mereka tidak hilang dimakan zaman dan tetap berkembang.
Universitas Sumatera Utara