13
meningkatnya ketertarikan dalam menjalin relasi dengan teman sebaya serta lawan jenis.
B. Perilaku Seksual Berisiko
1. Definisi Perilaku Seksual Berisiko dalam Masa Pacaran
Ciri khas kematangan pada remaja ditandai dengan mulai munculnya ketertarikan dengan lawan jenis. Hal ini biasanya muncul
dalam bentuk lebih ketertarikan untuk bergaul dengan lawan jenis, hingga menjalin relasi lebih intim berupa berpacaran dengan lawan jenis
Sofia, 2011. Berpacaran merupakan proses alami yang dilalui remaja untuk mencari seorang teman akrab dengan menjalin hubungan dekat
dalam proses komunikasi, membangun kedekatan secara emosi, dan proses pendewasaan kepribadian Nurhidayah, 2008.
Pacaran merupakan bagian dari masa penjajagan menuju jenjang pernikahan Nurhidayah, 2008. Akan tetapi, dewasa ini remaja
beranggapan bahwa masa remaja merupakan masa berpacaran, sehingga remaja yang tidak menjalin relasi berpacaran akan dianggap kuno, kolot,
tidak mengikuti perkembangan zaman, dan dianggap kuper atau kurang pergaulan Novita, 2008. Proses pacaran ini juga cenderung diwarnai
konflik yang kurang tertangani dengan baik, sehingga justru menimbulkan ketidaknyamanan bagi remaja itu sendiri Nurhidayah,
2008.
14
Dien dalam Evi 2007 dan Santrock 2007 memaparkan bahwa dalam relasi pacaran yang sehat tidak terdapat perilaku seksual berisiko
yang mengarah pada melakukan hubungan seksual sehingga meningkatkan risiko terjadinya kehamilan di usia muda dan terkena
infeksi yang ditularkan secara seksual. Hal ini diperkuat Elliana 2012 yang menyatakan bahwa perilaku seksual berisiko merupakan aktivitas
berhubungan seksual intercourse yang dilakukan pada masa berpacaran atau di luar ikatan pernikahan yang berakibat pada semakin
meningkatnya angka kehamilan di usia sangat muda, pernikahan di usia muda, terhentinya proses pendidikan, pengguguran kandungan aborsi,
penularan penyakit kelamin, hingga perceraian. Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku
seksual berisiko dalam masa pacaran merupakan hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan remaja yang berada dalam masa pacaran dan
belum diikat oleh ikatan pernikahan.
2. Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Perilaku Seksual Berisiko
Buhrmester dalam Santrock, 2007 mengemukakan bahwa keterlibatan remaja perempuan dalam aktivitas seksual berkaitan dengan
harga diri yang rendah, tingginya tingkat depresi, dan rendahnya nilai akademik. Sedangkan keterlibatan remaja laki-laki berkaitan dengan
penyalahgunaan obat –obatan terlarang dan aktivitas seksual. Hal ini
diperkuat sebuah studi yang dilakukan Santelli 2004 yang
15
mengutarakan bahwa hubungan seksual yang dilakukan oleh remaja erat kaitannya dengan konsumsi alkohol dan obat
–obatan, serta prestasi akademik yang rendah.
Faktor kontekstual seperti status sosio-ekonomi SES dan lingkungan keluarga atau pengasuhan juga merupakan faktor yang
mempengaruhi munculnya perilaku seksual berisiko dalam pergaulan remaja Huebner dan Howell dalam Santrock, 2007; Swenson dan
Prelow dalam Santrock, 2007. Lingkungan dengan status sosio-ekonomi rendah memiliki keakraban lebih tinggi dengan perilaku seksual berisiko
pada masa remaja Miller, Benson, dan Galbraith dalam Santrock, 2007. Relasi yang dekat dan terbuka antara orang tua dan remaja, pengawasan
atau pengaturan orang tua terhadap aktivitas remaja, dan nilai-nilai orang tua untuk menentang hubungan seksual di masa remaja menjadi aspek-
aspek dalam pengasuhan keluarga yang mempengaruhi munculnya perilaku seksual berisiko Miller, Benson, dan Galbraith dalam Santrock,
2007. Lombardo dalam Santrock, 2007 menambahkan faktor lain yang
mempengaruhi munculnya perilaku seksual berisiko pada remaja adalah kemampuan remaja dalam melakukan regulasi diri self-regulation.
Regulasi diri yang rendah mendorong semakin tingginya risiko seksual yang dilakukan remaja Raffaelli dan Crockett dalam Santrock, 2007.
Kemampuan dalam meregulasi diri ini berkaitan dengan tekanan yang
16
dihadapi remaja, dari teman-teman sebayanya untuk melakukan hubungan seksual Santrock, 2007.
Masland dan Estridge 2004 mengemukakan faktor yang mempengaruhi perilaku seksual berisiko pada remaja adalah sebagai
berikut. a.
Informasi terkait seksualitas yang dapat diakses melalui teknologi yang canggih.
b. Kurangnya informasi mengenai seksualitas dari orang tua
c. Kaburnya nilai moral
d. Adanya pengaruh hormonal sebagai akibat dari berkembangnya
fungsi organ seksual yang berpengaruh pada kematangan homon seks, sehingga mempengaruhi perilaku seksual pada remaja.
Sarwono 2007 memaparkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku seksual berisiko pada remaja meliputi :
a. meningkatnya libido seksualitas yang disebabkan oleh perubahan
hormonal pada remaja, b.
penundaan usia perkawinan, sehingga remaja yang berusia kurang dari 16 tahun untuk perempuan dan kurang dari 19 tahun untuk
laki-laki tidak dapat melakukan penyaluran hasrat seksual, c.
adanya larangan untuk melakukan hubungan seksual pranikah, bahkan larangan untuk berciuman dan masturbasi, yang mendorong
remaja yang kurang mampu menahan diri cenderung melanggar larangan tersebut,
17
d. informasi tentang seks yang kurang,
e. komunikasi orang tua dan anak yang cenderung menabukan
pembicaraan terkait seksualitas, f.
pergaulan yang semakin bebas karena berkembangnya peran dan pendidikan wanita,
g. wilayah tempat tinggal yang semakin terbuka pada akses informasi,
h. jenis kelamin yang cenderung mengarahkan remaja laki-laki untuk
lebih terbuka dan bebas, sedangkan remaja perempuan yang diarahkan untuk lebih malu-malu dan tidak tahu-menahu.
18
3. Akibat Perilaku Seksual Berisiko
Perilaku seksual berisiko menjadi permasalahan dikarenakan aktivitas seksual ini dapat mengakibatkan kehamilan yang tidak
diinginkan, pernikahan di usia muda, terhentinya proses pendidikan, pengguguran kandungan aborsi, penularan penyakit kelamin, hingga
perceraian Rahardjo; Elliana, 2012. Infeksi menular seksual atau sexually transmitted infection STI ini meliputi acquired immune
deficiency syndrome AIDS, genital herpes, genital wart kutil genital, gonorrhea, syphilis, dan chlamydia Santrock, 2007.
Secara psikologis, remaja akan mengalami pertentangan batin setelah melakkukan perilaku seksual berisiko. Hal ini terutama dialami
oleh remaja perempuan. Banyak remaja perempuan yang kemudian mengalami kebingungan karena sudah tidak perawan lagi. Kebingungan
yang dialami remaja ini, bahkan seringkali disertai adanya rasa bersalah yang mendalam dan membenci diri sendiri, sehingga banyak remaja
perempuan tidak lagi menghargai dirinya serta cenderung tidak mempedulikan dirinya lagi Rose, 1987; Wiendijarti, 2011; Sarwono,
2007. Perilaku seksual berisiko dapat disimpulkan sebagai hubungan seksual
yang dilakukan remaja di luar ikatan pernikahan. Perilaku ini dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, pernikahan di
usia sangat
muda, terhentinya
proses pendidikan,
meningkatnya kecenderungan aborsi, penularan penyakit kelamin, serta meningkatnya angka
19
perceraian. Secara psikologis, perilaku seksual berisiko ini juga akan menyebabkan remaja, khususnya remaja perempuan, kemudian mengalami
kebingungan yang seringkali disertai adanya rasa bersalah yang mendalam dan membenci diri sendiri, sehingga banyak remaja perempuan tidak lagi
menghargai dirinya serta cenderung tidak mempedulikan dirinya lagi.
C. Komunikasi yang Efektif antara Orang Tua dan Remaja