kapitalis, birokratisasi hubungan sosial karena intervensi negara dalam melindungi rakyat namun secara paradoks justru menghasilkan hubungan
subordinatif baru, dan hegemonisasi hubungan sosial karena moda baru dalam penyebaran budaya lewat media massa.
20
G. Metode Penelitian
a. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian utama adalah di tempat pengungsian warga Jemaat
Ahmadiyah Indonesia, Asrama Transito, Mataram, Nusa Tenggara Barat. Selain itu, juga beberapa wilayah di Lombok Barat dan Sumbawa.
b. Sumber Data Sumber data berasal dari sejarah lisan melalui ingatan dan pengalaman dari
para informan, yakni orang yang mengalami kekerasan baik langsung ataupun tidak terutama yang menyangkut masalah penelitian. Data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini mencakup data primer dan sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
c. Metode Pengumpulan Data Data primer saya kumpulkan melalui teknik wawancara terbuka dan
observasi. Wawancara saya lakukan dengan para pengungsi Jemaat Ahmadiyah Indonesia, koordinator pengungsi, pengurus Jemaat Ahmadiyah
Indonesia, Pengurus Lembaga atau Ormas Islam di NTB, pegiat LSM seperti Lembaga Studi Kemanusiaan, dan masyarakat. Selain itu, saya juga
20
Ibid. Hal 19
melakukan penelisikan data sekunder melalui media dan dokumen yang relevan tentang Ahmadiyah.
d. Teknik Pengolahan Data Dalam penelitian ini, saya mencoba melakukan pendekatan sosiologis, yang
memadukan antara kajian yang eksploratif dan eksplanatoris. Dengan tidak bermaksud menguji hipotesa, penelitian ini berusaha menghasilkan suatu
deskripsi tentang masalah yang diteliti berdasarkan data-data yang diperoleh melalui studi kasus. Metode pengolahan data, yaitu melalui penulisan narasi
dan makna dari tuturan, serta dokumen atau literatur berdasarkan konsep- konsep teori yang digunakan. Penulisan ini bukan hanya melihat makna dari
tuturan individu maupun kolektif, akan tetapi juga melihat kekuatan sosial politik yang turut membentuknya.
H. Sistematika Penulisan
Dalam menguraikan kajian tentang Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI ini, saya membaginya dalam beberapa bab. Bab Pertama merupakan Pendahuluan
yang menulis detail tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritis, metode penelitian, dan sistematika
penulisan. Bab Kedua akan berisi penjelasan historis atau sejarah literer
kemunculan Jemaat Ahmadiyah di dunia, lalu masuknya ke Indonesia yang kemudian menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Lombok.
Sedangkan dalam Bab Ketiga, saya akan menguraikan Jemaat Ahmadiyah Indonesia sebagai sebuah gerakan sipil keagamaan selama dan sesudah kekerasan
komunal di Lombok. Pada sub-bab pertama, saya akan bercerita tentang kekerasan yang menimpa JAI di Lombok selama satu dekade, dan adanya sebuah
kontinuitas yang menyebabkan mereka tercerai berai dari tanah kelahiran sendiri. Dalam bagian ini pula akan saya pertontonkan teks tentang suara-suara mereka di
bilik pengungsian Transito serta aktor yang berada di balik kekerasan tersebut. Sub-bab kedua merupakan torehan perjalanan JAI di Lombok yang menjadi
pengungsi di Asrama Transito selama 7 tahun ini. Sub-bab ini juga memperlihatkan bagaimana pola bertahan dan strategi yang dilakukan JAI dalam
mempertahankan identitasnya. Bab keempat merupakan hasil kajian atau refleksi dari fakta yang dilihat di
bagian ketiga dengan menggunakan konsep subjek-nya Lacan, adanya pertarungan hegemoni, hingga terbentuknya identitas yang dominan dari suatu
kelompok, dalam hal ini JAI sebagai sebuah gerakan sipil keagamaan. Terakhir, Bab kelima merupakan penutup berisi kesimpulan tentang apa yang sudah saya
tulis dan kaji tentang JAI di Lombok.
BAB II JEMAAT AHMADIYAH DALAM TILIKAN SEJARAH
A. Jemaat Ahmadiyah, Tunas Islam di Berbagai Belahan Dunia
Sebelum membahas kekerasan ideologis
21
yang terjadi selama lebih dari satu dekade terhadap para pengungsi Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI di
Asrama Transito Mataram, kita akan melihat sekelumit perjalanan Ahmadiyah dari masa tumbuh dan berkembang, pengaruh di berbagai belahan dunia, hingga
masuk dan menyebarnya di Indonesia, termasuk di Lombok. Ahmadiyah sebagai sebuah gerakan keagamaan lahir di India pada akhir
abad ke-19 dengan latar belakang kemunduran umat Islam di bidang agama, politik, ekonomi, sosial, dan sejumlah bidang kehidupan lainnya. Hal ini terjadi
terutama setelah pecahnya Revolusi India tahun 1857, berakhir dengan kemenangan Inggris yang terpenting di Asia.
Pendiri Ahmadiyah adalah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, yang lahir pada hari Jumat, 13 Februari 1835 di sebuah dusun bernama Qadian, Gurdaspur, 25
KM arah Timur Laut Amritsar di Provinsi Punjab. India, negara tempat lahirnya Ghulam Ahmad pada masa-masa itu, bahkan jauh sebelum Mirza Ghulam Ahmad
lahir diwarnai oleh pergolakan, peperangan, dan perebutan kekuasaan. Negeri dengan mayoritas penduduk pemeluk Hindu dan Buddha itu pernah dikuasai oleh
21
Kekerasan ideologis disini hanya merupakan penamaan saja, untuk menyebut kekerasan beruntun yang terjadi di dalam pertarungan ideologi-ideologi yang ada, aktor-aktor yang berperan,
dan kontestasi di dalamnya.
sebelas dinasti Mughal 1526-1858 M selama lebih kurang delapan setengah abad.
Benih pertama “pohon” Ahmadiyah ditanam pada tanggal 23 Maret 1889 ketika Hazrat Mirza Ghulam Ahmad mendirikan suatu jemaat guna memberikan
bimbingan kepada segenap umat manusia supaya mengenal Tuhan Yang Hakiki dan menunjukkan jalan yang telah dirintis oleh Baginda Nabi Besar Muhammad
SAW. Namun, dalam sejumlah literatur Ahmadiyah disebutkan bahwa Ghulam Ahmad memperoleh ilham dari Allah SWT untuk pertama kali pada 1886.
22
Ketika itu, ia berusia 40 tahun, saat ayahnya sedang sakit. Dikatakan bahwa ilham itu diawali dengan kata-kata: “Persumpahan demi Langit yang
merupakan sumber takdir, dan demi peristiwa yang akan terjadi setelah tenggelamnya matahari pada hari ini”. Ilham itu kemudian menyampaikan kabar
penting, yakni bahwa ayahnya akan meninggal setelah magrib. Ternyata benar. Beberapa saat kemudian, tak lama setelah isyarat gaib itu turun, ayahnya
meninggal saat matahari terbenam. Menurut pengakuan Ghulam Ahmad, dengan turunnya ilham itu, ia merasa
sedih dan khawatir akan nasibnya di kemudian hari. Sebagai manusia, Ghulam Ahmad sangat sedih dan gelisah ketika mendapat kabar demikian. Sebagian besar
penghidupan keluarganya bergantung pada ayahnya yang biasa mendapat pensiun serta hadiah yang agak besar dari pemerintah. Dengan wafatnya sang ayah, semua
itu akan dihentikan.
22
Meskipun dalam literatur lainnya yaitu di Dokumen Ali Basit. 2005. Jawaban Jemaat Ahmadiyah Indonesia Atas Pertanyaan Komisi VIII DPR RI pada Temu Wicara Tanggal 31
Agustus 2005. Bogor : Dokumen Jemaat Ahmadiyah Indonesia, disebutkan bahwa Pendiri Jemaat Ahmadiyah menerima perintah kerasulan ummati sebagai umat Rasulullah dari Allah SWT pada
bulan Maret 1882 dan wafat pada tanggal 26 Mei 1908.