Adanya ketergantungan pada susunan simbol sosial menjadi keterkaitan antara psikoanalisa dan sosial politik. Penerapan teori Lacan yang dirumuskan
oleh Ernesto Laclau- Chantal Mouffe dapat difokuskan pada titik pertemuan faktor yang menentukan dalam implementasi aksi politik. Laclau-Mouffe
menggunakan konsep atau istilah psikoanalisa untuk menjelaskan fenomena ideologi dan politik secara luas sebagai pemikiran “individual psyche”, faktor
dalam cara kerja ideologi. Pembentukan identitas bisa diusahakan melalui proses identifikasi dengan diskursus sosial seperti ideologi.
12
Kaitan dengan kasus JAI di Lombok, cukup penting untuk melihat bagaimana para pengungsi membentuk
identitasnya melalui sebuah ideologi Ahmadiyah.
2. Hegemoni Gramsci
Konsep teoritis lainnya yang dapat digunakan untuk membaca kasus JAI di Lombok adalah hegemoni. Membicarakan tentang konsep hegemoni, tentu tak
bisa dilepaskan dari pemikiran Antonio Gramsci, yang telah mempengaruhi perkembangan teori Marxis pasca Althusserian pasca tahun 1960-an. Hegemoni—
salah satu kesadaran politik Gramsci—merupakan sebuah kesadaran untuk mengetahui kelompok kepentingan dalam perkembangan sekarang dan masa
depan, melampaui kelas ekonomi semata, yang bisa menjadi kepentingan dari kelas subordinasi.
Hegemoni menjadi formula Gramsci yang diartikulasikan pada level analisis mode produksi dengan formasi sosial. Konsep yang akan disorot dalam
hegemoni-nya Gramsci adalah manifestasi dari kelompok sosial sebagai
12
Lihat Yannis Stavrakakis. 1999. Lacan and The Political. London : Routledge. Hal 36. Hal itu diungkapkan oleh Bellamy, sebagai kritikus teori Lacan dalam karya-karya Laclau-Mouffe.
“dominasi” dan “kepemimpinan intelektual dan moral”.
13
Hegemoni yang selalu menjadi basis dioperasikan oleh masyarakat sipil melalui artikulasi kelompok
kepentingan. Subjek tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan karena adanya proses
determinasi dalam ranah ideologi. Oleh karena itu, subjektivitas selalu merupakan produk dari praktik sosial. Ideologi sebagai praktik menghasilkan subjek,
membutuhkan struktur materi dan institusi untuk mengelaborasi kemunculannya. Aparatus, oleh Gramsci, merupakan struktur ideologi dari kelas dominan.
Sedangkan level struktur di mana ideologi diproduksi dan disebar disebut masyarakat sipil.
Gramsci melihat adanya keunggulan superstruktur ideologi dibandingkan dengan ekonomi, karena lebih diutamakannya masyarakat sipil berdasarkan
konsensus daripada masyarakat politik berdasarkan kekuatan semata. Hal ini ditandai dengan perjuangan ideologi yang berusaha membentuk kesatuan antara
ekonomi, politik, dan keseimbangan intelektualitas demi kepentingan bersama bukan hanya kepentingan kelompok tertentu.
Untuk menjalankan proses hegemonik, maka strategi menjadi sangat penting. Kelas pekerja yang sedang berjuang tidak boleh mengisolasi dirinya
dalam kelas proletariatnya semata. Tapi sebaliknya, kelas ini harus mencoba menjadi “kelas kebangsaan” yang merepresentasikan dan mengartikulasikan
kepentingannya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kelompoknya. Hal itu akan menyebabkan perpecahan di kelas borjuis sehingga terjadi disharmoni
karena adanya pemblokan atau tidak diartikulasikannya suara mereka. Adanya
13
Lihat Chantal Mouffe. 1979. Hegemony and Ideology in Gramsci. Dalam Chantal Mouffe ed.. Gramsci and Marxist Theory. London-Boston : Routledge. Hal 183.
pertarungan hegemoni di antara kelas-kelas sosial termasuk yang antagonistik menyebabkan kelas fundamental atau berkuasa ingin memenangkan kontestasi
tersebut.
14
Dalam kasus di Lombok, terjadi pertarungan hegemoni dari berbagai elemen yang turut menentukan identitas JAI. Stigma adalah salah satu upaya
hegemoni kelas tertentu dalam memasukkan ideologi tertentu. Kelas hegemonik tersebut, apabila menyitir Althusser dan Gramsci, merupakan Ideologi Aparatus
Negara IAN dan Represi Aparatus Negara RAN. Pemerintah dalam hal ini mengambil peran RAN yang melakukan beragam pembiaran atas rangkaian
peristiwa kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah. Tindakan represif tersebut mewujud dalam pembiaran dan upaya
“melegalkan” setiap tindakan kekerasan. Dalam catatan, setiap tindakan pengrusakan massa yang dilakukan terhadap Jemaat Ahmadiyah selalu dijaga oleh
polisi. Bahkan, beberapa saat sebelum kejadian kekerasan berlangsung, aparat sudah datang untuk berjaga-jaga. Hal itu bisa dibaca sebagai upaya pemerintah
yang dilematis menghadapi persoalan Ahmadiyah ini. Dilematis dalam arti mereka tidak mampu menghalangi massa dalam melakukan kekerasan. Selain itu,
mereka juga tidak mampu bertindak tegas terhadap massa. Jadi, upaya perlindungan yang “setengah hati” terhadap Ahmadiyah. tidak adanya upaya
penindakan terhadap pelaku kekerasan juga menunjukkan indikasi tersebut. Pemerintah belum bisa berbuat banyak untuk menangani pengungsi yang
sudah 7 tahun hidup di Asrama Transito, Mataram. Aktor kekuatan politik dari kelas yang berkuasa bukan hanya terdiri dari militer atau polisi, tapi juga yang
14
Ibid. Hal 197
berhubungan dengan ideologi, yang merasuk ke dalam masyarakat secara massif dan seolah tak disadari. Aparatus ideologis yang berperan misalnya tokoh-tokoh
agama dan media.
3. Subjek, Hegemoni, dan Demokrasi Radikal
Setelah melihat alur pemikiran Lacan dan Gramsci, cukup penting untuk membincangkan relasi antara Psikoanalisa dan Ekonomi Politik Marxis, yaitu
bahwa simtom di psikoanalisa juga terjadi pada ideologi Marx. Adalah Ernesto Laclau-Chantal Mouffe sebagai pemikir post-marxis yang masih concern pada
kapitalisme. Gagasan dari Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe 1985
15
tentang Demokrasi Radikal akan dipakai dalam menganalisis permasalahan yang sedang
diteliti. Keduanya merupakan pemikir yang menjadi pionir dalam perdebatan pascamarxis. Hal ini ada kaitannya dengan konsep hegemoni dan linguistik yang
digunakan Laclau-Mouffe untuk membangun logika Demokrasi Radikal. Semangat Demokrasi Radikal bisa dilihat dari maknanya. Demokrasi
harus bersifat plural, yaitu suatu ruang politik yang dihasilkan oleh rangkaian ekuivalensial harus diakui adanya pluralitas, maksudnya otonomi pada setiap
unsur. Demokrasi jenis ini juga harus bersifat radikal dalam arti bahwa kesatuan suatu masyarakat demokratis sesungguhnya tidak lagi membutuhkan pusat.
Radikal juga menunjuk pada kesatuan sosial yang tidak pernah berhasil menjadi identitas kelompok, jadi harus dibentuk ulang secara terus menerus.
Logika Demokrasi Radikal muncul dari gagasan Gramsci tentang hegemoni yang kemudian dielaborasi oleh Laclau-Mouffe. Beberapa konsep yang
15
Dalam St Sunardi. Logika Demokrasi Plural-Radikal. Desember 2012. Yogyakarta : Jurnal Ilmu Humaniora Baru Vol.3 No.1
bisa dipakai di sini misalnya Bagaimana kesatuan sosial bisa terbentuk? Mereka bersatu secara spontan atau dibutuhkan semacam pemimpin untuk
mempersatukannya. Kalau ada pemimpin, apakah pemimpin itu hanya mengumpulkan kepentingan-kepentingan mereka atau perlu melakukan intervensi
secara ideologis atau konseptual? Apa hakekat hubungan-hubungan yang mempersatukan unsur-unsur dalam kesatuan sosial? Ekonomi atau politis? Atau
kedua-duanya? Bagaimanakah sifat kesatuan sosial tersebut; tertutup atau terbuka? Sejauh mana mapan dan sejauh mana labil? Apa implikasinya bagi
subjek agen-agen sosial?
16
Landasan pertama yang dipakai oleh Laclau-Mouffe untuk membangun teorinya adalah tradisi linguistik struktural-pascastruktural.
17
Konsep Laclau- Mouffe ini berfokus pada pembentukan wacana lewat praktik artikulatoris. Dilihat
dari logika artikulasi, masyarakat terdiri dari identitas-identitas yang tidak pernah selesai diartikulasikan. Masyarakat sebagai praktik artikulatoris tidak sepenuhnya
bisa dituntaskan dalam artikulasi dengan momen-momen sebagai satuannya, melainkan senantiasa meninggalkan residu-residu.
Keberadaan etika penting dalam Demokrasi Radikal karena berusaha menginstitusionalisasikan lack dalam realitas politik. Salah satu konsep dalam
etika Lacanian, yaitu simtom.
18
Dalam pemikiran Gramsci juga dipakai istilah
16
Ibid. Hal 5.
17
Ibid. Hal 5. Walaupun kemudian keduanya melampaui tradisi linguistik, prinsip dasar tetap mereka pakai, terutama yang berkaitan dengan konsep tentang bahasa. Akses kita pada realitas
hanya bisa dicapai lewat bahasa. Hanya saja, berbeda dengan Saussure, mereka melihat bahasa sebagaimana dimanifestasikan dalam omongan, bukan dalam sistem umum.
18
op.cit. Hal 131. Lihat juga Yannis Stavrakakis. 1999. Lacan and The Political. London : Routledge. Hal 121. Sebenarnya ada dua konsep dalam etika Lacanian, yaitu sublimasi dan
simtom. Namun, yang akan dijelaskan lebih jauh adalah simtom karena lebih terkait dengan isu yang dibicarakan. Sedangkan Sublimasi merupakan penghalusan atau bentuk yang berbeda dari
idealisasi dalam kesadaran etika tradisional. Sublimasi menciptakan ruang publik public space, walaupun bersifat individual tapi bisa mempersatukan ranah tertentu seperti halnya di bidang seni.