BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tes psikologis dikenal oleh sebagian besar orang sebagai alat untuk mendeteksi masalah kepribadian, tingkat inteligensi dan lain sebagainya
Gregory, 2007. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar pandangan terhadap tes psikologi di masyarakat kita memang seperti itu. Seiring
perkembangannya, tes psikologis juga banyak digunakan sebagai syarat untuk memperoleh sebuah pekerjaan.
Salah satu tes psikologis yang sering dipakai adalah tes grafis. Tes grafis masih sering digunakan di Indonesia dan banyak negara lain.
Cummings, 1986; Yama, dalam Laak, Goede, Aleva, Rijswijk, 2005; Lubin, Larsen, Matarazzo Seever, 1985; Watkins, Campbell, Nieberding
Hallmark, 1995 dalam Lilienfield, Wood, Garb, 2000; Etikawati, Wawancara Pribadi, 10 Mei 2010. Alasan utama banyak para ahli tetap
memakai tes grafis adalah kemampuannya mengungkap hal-hal yang tidak dapat diungkap alat tes lain, misalnya kemampuan tes grafis mengungkap
kepribadian dasar dan keadaan emosi pada anak Laak et al., 2005. Alasan lain adalah tes grafis dapat diadministrasikan dan diinterpretasikan relatif
cepat Lilienfield et al., 2000. Tes grafis adalah tes yang menggunakan teknik proyektif untuk
melihat kepribadian seseorang dari ekspresi gambar yang dibuat oleh 1
2
seseorang. Tes grafis yang umum digunakan adalah BAUM Tree Drawing Test, DAP Draw-a-Person, dan HTP House Tree Person. BAUM
merupakan tes grafis yang dapat memberi gambaran mengenai fungsi okupasi seseorang. HTP memiliki fokus untuk melihat kecenderungan seseorang
dalam keluarga, sedangkan DAP memberi gambaran yang lebih kompleks mengenai konsep diri, gambaran diri yang ideal, keadaan emosi seseorang
dan ekspresi seseorang dalam menghadapi lingkungan Abt Bellak, 1959. Hal tersebut terlihat bahwa DAP lebih memberikan gambaran tentang
individu dari kedua tes lainnya. Sejarah DAP bermula dari Cooke dan Ricci yang melihat adanya
hubungan antara perkembangan kognitif pada anak dan perkembangan kemampuan menggambar pada tahun 1800-an. Kemudian pada tahun 1926
Goodennough mengembangan tes ini untuk melihat perkembangan kognitif pada anak. Tahun 1963 Harris mengadakan revisi yang kemudian merubah
nama tes tersebut menjadi Goodenough-Harris Drawing Test Kubierske, 2008. Beberapa waktu kemudian tes ini dikembangkan oleh Machover dan
Koppitz dalam cabang proyektif Kubierske, 2008. Machover mengembangkan tes ini dalam teknik proyektif untuk
mengungkap kepribadian melalui gambar Machover, dalam Kubierske, 2008. Machover menggunakan dasar teori psikoanalisa yang mempercayai
bahwa simbol adalah jalan jembatan antara kesadaran dan ketidaksadaran. Machover kemudian memiliki asumsi bahwa bagian-bagian tubuh tertentu
3
ada gambarsimbol memiliki makna yang tersembunyi yang nantinya dijadikan sebagai kriteria penilaian.
Machover meneliti simbol dan membandingkannya dengan gangguan emosional yang dialami oleh pasien-pasien yang dihadapinya. Hal tersebut
menghasilkan kriteria penilaian yang digunakan sampai sekarang dalam menginterpretasi tes grafis secara lebih luas Kubierske, 2008.
Penentuan kriteria penilaian tersebut dilakukan secara intuitif Machover, dalam Kubierske, 2008 sehingga menghasilkan kriteria penilaian
yang bersifat subjektif “Projective Methods”, 1968. Peneliti tertarik untuk mencoba melakukan penelitian kuantitatif untuk
mencari kriteria penilaian DAP secara objektif. Ketertarikan peneliti berangkat dari dua hal. Yang pertama, Machover membandingkan simbol
yang muncul di gambar dengan pasien yang mengalami gangguan emosional. Peneliti ingin mencoba membandingkan simbol pada orang-orang normal.
Peneliti berharap ada kriteria-kriteria baru yang muncul sehingga dapat memperkaya kriteria-kriteria yang ada. Yang kedua, dalam menentukkan
kriteria tersebut Machover melakukan secara kualitatif. Peneliti ingin mencoba melakukannya secara kuantitatif. Peneliti berharap kriteria yang
telah dihasilkan tadi memiliki dasar berupa angka sehingga memberikan pengukuran psikologis yang lebih akurat. Kriteria objektif tersebut memiliki
data berupa angka. Penelitian ini akan dilakukan dengan cara mencari dimensi-dimensi yang mempengaruhi seseorang dalam menggambar manusia
4
yang akan diidentifikasi menggunakan teknik Multidimensional Scaling MDS.
Multidimensional Scaling MDS adalah sebuah teknik untuk mengidentifikasi dimensi-dimensi dibalik respon terhadap sekelompok objek.
Respon tersebut berupa penilaian kedekatan antara objek satu dengan objek lainnya. Hasil dari respon-respon tersebut selanjutnya akan dimasukkan ke
dalam perceptual map. Perceptual map adalah gambaran visual dari respon- respon individu dalam dua dimensi. Dari perceptual map akan didapatkan
dimensi-dimensi dibalik respon yang diberikan, jumlah dimensi yang muncul, dan hubungan antar dimensi Hair, Anderson, Tatham Black, 1998.
Teknik ini memiliki kelebihan dalam hal tidak mengharuskan peneliti untuk mencari atribut-atribut yang digunakan subjek untuk melakukan
penilaian Hair, dkk. 1998. Teknik lain yang memungkinkan adalah teknik analisis faktor dan analisis kelompok. Namun penggunaan teknik-teknik
tersebut mengharuskan peneliti untuk mencari atribut yang dipakai subjek untuk melakukan penilaian dari,sehingga peneliti menggunakan sumber yang
ada untuk menentukan atributnya. Dalam hal ini peneliti memiliki pengaruh yang sangat besar. Harapannya, penilaian yang diberikan benar-benar baru.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung untuk mendapatkan dimensi-dimensi yang diguanakan subjek untuk membedakan
satu gambar dengan gambar lainnya. Penelitian payung ini terdiri dari tiga penelitian kecil. Peneliti sendiri mencari dimensi bagian kepala. Sedangkan
peneliti lainnya mencari dimensi bagian torso Atalya ; 2011 dan seluruh
5
badan Ubasisa ; 2011. Hal tersebut dilakukan karena banyaknya jumlah evaluasi yang akan dihasilkan. Hal ini menghindari kelelahan peneliti yang
dapat mengganggu penilaian dan penentuan dimensi. Hasil yang didapat merupakan langkah awal untuk mendapatkan kriteria tes DAP yang objektif.
B. Rumusan Masalah