Teori Hotelling Teori Alonso

SANTIKA PURWITANINGSIH 2

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 TEORI LOKASI Teori Lokasi yang digunakan adalah teori lokasi Hotelling dan teori Alonso.

1. Teori Hotelling

Teori hotelling dikemukakan oleh Hotelling 1929 dan Fetter 1942. Teori hotelling muncul sebagai kelemahan dari teori lokasi yang mengasumsikan bahwa karakter demand dalam suatu ruang space adalah seragam. Teori modelling juga merupakan pengembangan dari konsep “least-cost location ” dengan mempertimbangkan “ketergantungan lokasi”. Dalam memilih lokasi industri, produsen berperilaku untuk menguasai market area seluas-luasnya yang dipengaruhi oleh perilaku konsumen dan keputusan berlokasi produsen lainnya. Locational Interdependence, pada kondisi inelastic demand :  Industri A pertama kali memasuki market, kemudian industri B berkompetisi dengan A.  Jika kesuanya berlokasi di tengah, maka market area terbagi sama dari kedua perdagangan.  Jika B berpindah ke kanan, harga di kanan lebih rendah dibandingkan harga di tengah.  Jika demand-nya inelastic, maka industri B tidak akan mendapatkan keuntungan apapun. Locational Interdepence, pada kondisi elastic demand :  Dua industri A dan B berkolusi untuk memonopoli pasar dan berlokasi di posisi kuartil.  Keduanya membagi market area sama luasnya perbandingan dengan lokasi di tengah, biaya angkut di lokasi kuartil lebih besar dibandingkan dengan lokasi yang di tengah.  Keuntungan berlokasi di kuartil melebihi berbagai kemungkinan alternatif lainnya.  Pemikiran Hotelling dikritik oleh Devletoglou 1965 bahwa market area yang dipisahkan oleh garis indiferen adalah tidak realistis.

2. Teori Alonso

William Alonso mengadaptasi konsep Von Thunen dan kemudian memasukkannya ke dalam konteks kota. Pasar pusat kota seperti pada teori Von Thunen diinterprestasikan oleh Alonso sebagai sebuah kota dengan Central Business District CBD di tengahnya. SANTIKA PURWITANINGSIH 3 Seperti beberapa teori sebelumnya, transportasi menjadi faktor utama dalam penentuan perumahan dan perusahaan. Teori ini juga disebut sebagai Bid-rent Theory yang mendasarkan penilaian pada penggunaan dan nilai lahan. Teori bid-rent adalah teori ekonomi geografi yang menunjukkan bagaimana harga dan permintaan berubah ketika jarak dengan CBD meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna lahan yang berbeda akan berkompetisi satu sama lain demi lahan yang dekat dengan pusat kota. Hal ini berdasarkan gagasan bahwa tujuan perusahaan ritel adalah untuk memaksimalkan keuntungan, maka mereka mau mengeluarkan biaya lebih untuk lahan yang dekat dengan CBD daripada yang jauh dengan CBD. Teori ini mengasumsikan bahwa semakin mudah aksesibilitas dari suatu area, maka area itu akan lebih menguntungkan. Gambar 1 Bid-rent Curve Sumber : Diktat Analisis Lokasi dan Keruangan, 2012 2.2 FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MODEL Fuzzy Multi-criteria Decision Model pada dasarnya menggunakan Analytic Hierarchy Process sebagai metode analisisnya, tetapi ditambahkan penggunaan teori fuzzy yang memungkinkan pengambil keputusan untuk menggabungkan informasi-informasi yang tidak dapat dihitung, tidak lengkap, informasi yang tidak didapatkan, serta fakta parsial ke dalam model keputusan Kroemer et al., 1999. Analytic Hierarchy Process atau biasa disebut AHP dikembangkan oleh Prof. Thomas L. Saaty, seorang Guru Besar Matematika dari University of Pittsburgh pada tahun 1970. Metode ini merupakan alat bantu sistem pendukung keputusan yang dinilai luas untuk penyelesaian problem keputusan multikriteria. Metode ini mensintesis perbandingan “judgement‟ pengambil keputusan yang berpasangan pada setiap level hirarki keputusan. Caranya dengan menetapkan bobot prioritas relatif setiap elemen keputusan, dimana bobot ini merepresentasikan intensitas preferensi atas suatu keputusan Saaty, 1993. SANTIKA PURWITANINGSIH 4 Prinsip dasar dari Analytic Hierarchy Process adalah prinsip berpikir analitis. Pengambilan keputusan dalam metodologi AHP didasarkan pada tiga prinsip pokok, antara lain : 1. Penyusunan hierarki yang disusun berdasarkan pandangan pihak-pihak yang memiliki keahlian expert dan pengetahuan di bidang yang bersangkutan. 2. Penentuan prioritas dari elemen-elemen kriteria berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan. 3. Konsistensi logis. Konsistensi dari hasil penilaian yang bisa diterima adalah yang mempunyai rasio konsistensi lebih kecil atau sama dengan 10. SANTIKA PURWITANINGSIH 5

BAB III REVIEW