BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah proses panjang yang dialami seorang individu dalam kehidupannya. Proses
peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang melibatkan perubahan besar dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial yang saling
berkaitan. Berlangsung dari usia 10 atau 11 sampai usia dua puluhan awal Papalia, 2009.
Beberapa perubahan yang terjadi ketika masa remaja adalah perubahan fisik, perubahan emosi, dan perubahan sosial Gunarsa, 2003. Menurut
psikolog David Elkind 1998, pada tahapan ini remaja menganggap bahwa dirinyalah yang lebih baik dari orang lain, sehingga mereka dengan mudahnya
melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa memikirkan akibat dari perbuatan mereka tersebut Papalia, 2009. Seperti remaja yang melakukan
hal-hal yang dapat merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Terlihat dari meningkatnya kasus perkelahian antar pelajar yang terjadi belakangan ini.
Perkelahian yang awal mulanya terjadi hanya karena hal-hal kecil dan tidak penting bisa menjadi perkelahian besar seperti tawuran. Tawuran ini
sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Aksi tawuran pada 2013 meningkat hampir dua kali lipat dibanding 2012.
Berdasarkan data yang didapat Sinar Harapan dari Komisi Nasional
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan Anak Komnas PA, sepanjang 2013 terjadi sebanyak 255 kasus tawuran. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi ketimbang kasus tawuran pelajar
pada 2012, yakni 147 kasus. Kasus tawuran tersebut dilakukan siswa, baik di tingkat SMP dan SMA.
Banyak teori yang menjelaskan bagaimana kondisi emosi seseorang yang dapat menimbulkan perilaku agresif, salah satunya yaitu perilaku
tawuran. Khususnya pada remaja yang sedang mengalami masa storm and stress, dimana tekanan yang tinggi terhadap remaja yang berasal dari
lingkungannya dapat menimbulkan ketegangan emosi yang dapat meninggi, sehingga mengakibatkan kondisi emosi remaja yang tidak stabil dan mudah
melakukan perilaku agresif yang dapat merugikan Hurlock, 2007. Peneliti melakukan wawancara terhadap beberapa individu yang
pernah terlibat dalam tawuran. Tujuannya adalah untuk mengetahui perasaan- perasaan mereka yang terlibat tawuran. Berikut salah satu hasil kutipan
wawancara yang dilakukan oleh peneliti: “Perasaan saya sangatlah kesal sekali, apalagi jika sang lawan
melecehkan sekolah saya. Karena sama-sama tidak ingin kalah makanya terjadi tawuran, istilahnya pembuktian diri.”
Komunikasi personal, 19 Januari 2015 Kesimpulan yang didapatkan oleh peneliti adalah ketika seorang
individu melakukan aksi tawuran mereka merasa harus memenangkan aksi tersebut dan menjadi yang terdepan. Emosi mereka juga sudah tidak dapat
dikendalikan dengan baik lagi. Mereka merasa harus mempertahankan nama mereka tanpa memperdulikan keadaan dan kondisi lawan mereka. Hubungan
dengan lawan juga tidak diperhatikan lagi, mereka hanya mementingkan apa
Universitas Sumatera Utara
yang diinginkannya tanpa harus memperdulikan orang lain. Dapat dilihat bahwa individu-individu tersebut kurang dalam hal mengenali emosi diri
sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan menjalin hubungan dengan orang lain. Beberapa sifat ini merupakan
aspek dari kecerdasan emosional. Seharusnya remaja sudah mulai mampu berfikir secara abstrak
Papalia, 2009. Salah satunya seperti memiliki kecerdasan emosional yang baik, artinya remaja dapat mengelola emosinya dengan baik ketika tekanan
terjadi agar terhindar dari perilaku buruk seperti tawuran, pengelolaan emosi ini bisa dilakukan salah satunya dengan memahami perasaan diri sendiri dan
perasaan orang lain. Akhir-akhir ini kecerdasan emosional dianggap penting karena yang mempengaruhi kecerdasan seseorang bukan hanya dari IQnya
saja, tetapi kecerdasan emosinya juga Goleman, 2007. Penelitian sebelumnya mengatakan terdapat hubungan negatif antara kecerdasan
emosional dengan perilaku tawuran pada remaja. Sehingga ketika semakin tinggi kecerdasan emosi seorang remaja maka akan semakin rendah perilaku
tawuran yang dilakukan oleh remaja tersebut Aprilia Indrijati, 2014. Apabila remaja memiliki kecerdasan emosional yang baik maka
remaja dapat mengontrol emosinya dengan baik, dengan cara mengenali emosi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, mengelola emosi, memotivasi diri,
dan dalam membina hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam mengenali emosi
dirinya sendiri dan orang lain, dapat mengelola emosi, memotivasi diri sendiri,
Universitas Sumatera Utara
dan dapat membina hubungan dengan orang lain. Ketika seseorang memiliki kecerdasan emosional yang baik maka mereka akan tahan ketika menghadapi
kegagalan, dapat mengendalikan emosinya seperti tidak melakukan hal-hal yang negatif ataupun dapat menunda kepuasan. Dikatakan juga bahwa 80
dari kesuksesan individu salah satunya ditentukan oleh kecerdasan emosional Goleman, 2007.
Banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang seperti pengalaman, usia, jenis kelamin, jabatan, lingkungan tempat
tinggal, orang tua atau keluarga, sekolah, teman sebaya, dan musik. Kecerdasan emosional akan berkembang sejalan dengan pengalaman
kehidupan manusia. Kecerdasan emosi juga dapat meningkat sedikit demi sedikit seiring dengan bertambahnya usia. Tidak ada perbedaan kecerdasan
emosional antara laki-laki dan perempuan dalam meningkatkan kecerdasan emosionalnya. Tetapi rata-rata perempuan memiliki keterampilan emosi yang
lebih baik dibandingkan laki-laki. Semakin tinggi jabatan seseorang juga dapat mengasah kecerdasan emosionalnya. Lingkungan sekitar seperti tempat
tinggal, orang tua, keluarga, sekolah, dan teman sebaya juga dapat mempengaruhi dan berperan dalam mengontrol perkembangan kecerdasan
emosi seseorang. Musik juga menjadi faktor penting dalam perkembangan kecerdasan
emosional seseorang. Karena musik dapat meningkatkan rasa empati dan keterampilan sosial yang merupakan aspek dari kecerdasan emosional.
Pengaruh musik terhadap kecerdasan emosioal seseorang juga sangat kuat dan
Universitas Sumatera Utara
dapat mempengaruhi kehidupannya. Penelitian neurologis mengatakan bahwa separuh dari otak manusia memiliki tugas untuk memproses pengalaman
musik yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang Djohan, 2003. Sehingga perlu diketahui lebih dalam lagi kaitan musik dengan
kecerdasan emosional. Banyak hal-hal positif yang bisa dilakukan di masa remaja selain
tawuran. Seperti mencoba sesuatu yang baru, salah satunya seperti membentuk dan bergabung dengan kelompok musik tertentu yang dapat
mengasah minat musik. Keterlibatan remaja dalam musik dapat dilihat dari keinginan remaja terhadap musik tersebut. Bisa saja minatnya menjadi pemain
musik atau hanya menjadi pendengar musik atau bahkan tidak ada minat musiknya Juslin Sloboda, 2010. Banyak penelitian yang menyatakan
bahwa musik dapat mempengaruhi emosi seseorang. Musik bisa menjadi salah satu hiburan yang bermanfaat atau karir. Ada
beberapa individu yang memiliki kesenangan berlebihan pada musik. Welch dan Adams 2003, menerangkan individu-individu yang terjun ke dunia
musik bisa saja amatiran ataupun profesional. Ada juga yang mengatakan apakah musik untuk cinta dan uang atau malah keduanya. Sehingga terdapat
kesepakatan bahwa musik adalah perilaku manusia yang melibatkan komponen emosional Juslin Sloboda, 2010.
Peran musik untuk membangkitkan emosi tidak diragukan lagi. Beberapa reaksi emosional terhadap musik bisa sangat kuat dan berpengaruh
dalam kehidupan seseorang Juslin Sloboda, 2010. Menurut psikologi
Universitas Sumatera Utara
umum emosi merupakan suatu hal yang dihasilkan oleh fisiologis yang menyebabkan munculnya reaksi emosi. Reaksi ini tidak dapat dibaca namun
hanya dapat dilihat dari ekspresi dan perilakunya saja Lahey, 2007. Mendengar musik dapat menimbulkan emosi yang dapat dikatakan juga
sebagai aktifnya berbagai kognisi dan perasaan. Dilihat dari aspek kognitif dan aktivitas otak bisa dikatakan bahwa setiap orang yang sehat dapat bereaksi
terhadap musik baik secara fisik maupun psikis. Sementara Kaufmann dan Frisina 1992, menerangkan bahwa dalam penelitian neurologis dikatakan
separuh dari otak manusia memiliki tugas untuk memproses berbagai aspek pengalaman musik Djohan, 2003.
Penelitian-penelitian selanjutnya dilakukan terhadap musik dan kecerdasan emosional. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Ngalifah
2010, tentang pengaruh musik klasik terhadap kecerdasan emosional. Berdasarkan hasil uji hipotesis terdapat hubungan yang positif antara musik
klasik dengan pengembangan kecerdasan emosional, sehingga dapat diketahui bahwa ketika semakin sering mendengarkan musik klasik maka
pengembangan kecerdasan emosionalnya akan semakin lebih baik. Sedangkan hasil uji eksperimen menunjukkan bahwa musik klasik memiliki pengaruh
yang signifikan bagi kecerdasan emosional. Ariani dan Sukmayanti 2013, juga melakukan penelitian lain tentang
musik, yaitu hubungan intensitas latihan musik gamelan Bali dan kecerdasan emosional, hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif.
Dapat dilihat bahwa semakin tinggi intensitas latihan musik gamelan Bali
Universitas Sumatera Utara
maka semakin sering individu mengasah kecerdasan emosionalnya. Dalam Jurnal Applications of Research in Music Education 1994, menerangkan
bahwa rasa empati dan keterampilan sosial dapat ditingkatkan melalui kegiatan bermusik Djohan, 2003. Rasa empati dan keterampilan sosial
merupakan aspek dari kecerdasan emosional. Dari penelitian-penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa musik memiliki hubungan dan
pengaruh terhadap kecerdasan emosional. Sehingga ketika seorang remaja yang berada di dalam dunia musik,
baik sebagai pemain musik, atau pembuat lagu, bahkan hanya sekadar mendengarkan musik saja diharapkan dapat memiliki kecerdasan emosional
yang baik Juslin Sloboda, 2010. Ketika remaja memiliki kecerdasan emosional yang baik, maka remaja tersebut menurut Goleman 2007, dapat
mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan dapat menjalin hubungan dengan orang lain
yang lebih baik. Jika remaja memiliki hal-hal tersebut dalam dirinya maka remaja akan
menjadi lebih cerdas dalam mengelola emosinya. Remaja yang cerdas dalam mengelola emosinya tidak mudah untuk melakukan perilaku yang dapat
merugikan dirinya sendiri maupun orang lain seperti tawuran yang telah dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan penjelasan di atas penulis tertarik untuk
meneliti kecerdasan emosional pada remaja yang memiliki minat musik berbeda.
Universitas Sumatera Utara
B. Rumusan Masalah