Alasan-alasan Terjadinya Impeachment dalam Perspektif Politik Islam

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, al-khalla pencopotan dapat dikatakan dengan pemecatan atau bisa disebut juga dengan pemakzulan, namun di dalam ketatanegaraan Indonesia lebih dikenal dengan sebutan pemberhentian. 15 Yang dalam perkembangan ketatanegaraan Indonesia terdapat tiga Presiden Soekarno, Soeharto, Abdurrahman Wahid yang berhenti sebelum masa jabatannya berakhir. Soekarno dan Abdurrahman Wahid karena melanggar konstitusi, sedangkan Soeharto mundur secara sepihak, karena mendapat tekanan dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia people power. 16

B. Alasan-alasan Terjadinya Impeachment dalam Perspektif Politik Islam

Jika seseorang menduduki kepemimpinan negara Islam tidak berarti bahwa ia tetap akan menjadi kepala negara tanpa ada yang boleh menggangu gugat, apapun yang terjadi, dan apapun yang ia taklukan meskipun bertentangan dengan syariah Islam. 17 Khalifah secara otomatis akan diberhentikan, manakala terjadi perubahan keadaan di dalam dirinya dengan perubahan yang langsung mengeluarkan dari jabatan khilafah. 15 Yahya Ismail, Hubungan Penguasa dan Rakyat dalam Prespektif Sunnah, h. 193 16 Iwan Permadi, Jurnal Konstiusi, h. 131 17 Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Sistem Politik Islam, Terjemah dari Musthalah Maufur, Kitab an-Nizham as-Siyasi fil-Islam, Jakarta: Robbani Press, 1999, h. 174 Khalifah juga wajib diberhentikan apabila terjadi perubahan keadaan dalam dirinya walaupun perubahan tersebut tidak langsung mengeluarkannya dari jabatan khilafah, namun menurut syara’ dia tidak boleh melanjutkan jabatannya 18 . Para Yuris Muslim menyebutkan bahwa integritas pribadi al-adalah yang rusak dan cacat fisik, merupakan alasan yang sah diberhentikannya kepala negara. Alasan lain berhentinya seorang khalifah adalah karena meninggal dunia, pengunduran diri, tertawan musuh, murtad, hilang akal karena pikun atau gila. Abdul Qadim Zallum membuat dua klasifikasi pemberhentian khalifah: 1. Perubahan keadaan yang secara otomatis mengeluarkan khalifah dari jabatannya, yaitu terdiri dari; a Kalau khalifah murtad dari Islam 19 : Apabila imam keluar dari agama Islam riddah seperti jika ia secara terus terang mengeluarkan kata-kata kufur atau mengingkari salah satu prinsip agama Islam, atau mendustakan Al-Qur’an atau menafsirkan ayat Al-Qur’an menurut seleranya sendiri dan bertentangan dengan maksud yang disepakati, atau melakukan perbuatan yang jelas-jelas menunjukkan kekufuran maka dengan sendirinya keabsahan imamah-nya telah gugur. 20 Karena Islam 18 Taqqiyuddin An-Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam; doktrin sejarah dan realitas empirik ; Terjemah dari Moh. Mahfud Wachid, Kitab Nidhamul Hukmi fil Islam, Cet I, Bangil: Al- Izzah, 1996, h. 135 19 Ridwan HR, Fiqh Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan, Yogyakarta: FH UII Press, 2007, h. 275 20 Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Sistem Politik Islam, h. 176 merupakan hal salah satu syarat pengangkatan khilafah. Bahkan ini merupakan syarat yang pertama kali dan syarat untuk bisa terus menjadi khilafah. Siapa saja yang murtad dari Islam, dan menjadi kafir, maka wajib dibunuh kalau dia tidak kembali dari kemurtadannya. Karena orang kafir itu tidak boleh menjadi penguasa atas kaum muslimin. Demikian orang kafir tidak diperbolehkan untuk memiliki jalan untuk menguasai orang-orang mukmin. Hal sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut: Pertama , Firman Allah SWT: +, - .0 1 + 23 45 6 7689 - +, :; = - :?6 A BCD - + E B FD: G H  : J KLMN O P Q.D5 8R1: + ST.:U J H 23 45 6 V  E B - Y Z ? L.[ 1 U V WVW 2 Artinya: “yaitu orang-orang yang menunggu-nunggu peristiwa yang akan terjadi pada dirimu hai orang-orang mukmin. Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: Bukankah kami turut berperang beserta kamu? dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan kemenangan mereka berkata: Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin? Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman”. Kedua , Firman Allah SWT: Q\]+_`5 N ? +, ? +, + b F[c3 Ve_+f, + g hi B j kC l5 B  V , +m83 Ve 1 Rb F[c3 + 1 j kN B  Y ?: + 239. G .n o ; p 3. FqCr+, + Z + _  1 U V XY 2 Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah Al Quran dan Rasul sunnahnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya”. Maka kata minkum dari kamu sekalian bersamaan dengan kata ulil amri tersebut merupakan pernyataan yang tegas, tentang adanya syarat Islam bagi seorang waliyul amri, selama ia masih menjadi waliyul amri. Kalau dia telah menjadi kafir, maka dia tidak lagi menjadi bagian dari kita kaum muslimin. Dengan demikian sifat yang diisyaratkan oleh Al-Qur’an bagi seorang waliyul amri, yaitu harus Islam itu telah hilang. Karena itu, khalifah akan dikeluarkan dari jabatan khilafah karena kemurtadannya dan dia tidak akan kembali menjadi khalifah kaum muslimin sehingga hukum menta’atinya menjadi tidak wajib. b Kalau khalifah gila total parah yang tidak bisa disembuhkan 21 hilang akal; apabila imam kehilangan akal atau terganggu mentalnya sehingga membuatnya gila dalam waktu pendek atau lama maka imam dalam hal ini keluar dari imamah dan berhak diberhentikan. 22 Hal itu, karena memang akal merupakan salah satu syarat pengangkatan jabatan khilafah, disamping hal itu juga merupakan syarat keberlangsungan akad syurt istimrar hal ini berdasarkan sabda Rasullulah SAW: Artinya: “Telah diangkat pena itu atas tiga orang: …Orang gila, hingga sembuh.” Dalam riwayat lain: “Orang gila, yang kesadarannya, hingga sembuh”. Siapa saja yang diangkat pena atasnya, maka dia tidak sah untuk mengurusi urusannya sendiri, maka tentu dia juga tidak boleh tetap menjadi khalifah yang mengurusi urusan orang-orang. Dan hal itu merupakan sesuatu yang lebih jelas — karena mengurusi urusannya sendiri saja tidak boleh, apalagi mengurusi urusan orang lain. 23 21 Ridwan HR, Fiqh Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan, h. 275 22 Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Sistem Politik Islam, h. 174 23 Taqqiyuddin An-Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam, h. 136 c Kalau khalifah ditawan musuh yang kuat 24 , yaitu jatuh di bawah kekuasaan dan cengkraman musuh, ia digerakkan olehnya semaunya sehingga tidak bisa mengatur lagi urusan kaum muslimin sebagaimana yang dikehendaki. 25 2. Perubahan keadaan khalifah yang tidak secara otomatis mengeluarkannya dari jabatan khalifah namun dia tidak boleh mempertahankan jabatannya yaitu terdiri dari: a Khalifah telah kehilangan ‘adalah-nya, yaitu telah melakukan kefasikan terang-terangan. Hal itu karena memang ‘adalah merupakan salah satu syarat keberlangsungan akad pengangkatan khilafah. Karena ketika Allah SWT telah mensyaratkan ‘adalah adil pada saksi, maka syarat tersebut justru lebih utama bagi keberkangsungan akad pengangkatan jabatan khalifah. 26 b Khalifah berubah bentuk kelaminnya menjadi perempuan atau waria. 27 Hal itu karena salah satu syarat akad pengangkatan jabatan khilafah, bahkan menjadi syarat keberlansungan akadnya adalah laki-laki. Karena adanya sabda Rasulullah SAW: 24 Ridwan HR, Fiqh Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan, h. 275 25 Taqqiyuddin An-Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam, h. 139 26 Ibid, h. 137 27 Ridwan HR, Fiqh Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan, h. 275 Artinya: “Tidak akan pernah suatu kaum yang menyerahkan urusan kekuasaan pemerintahan mereka kepada seorang wanita”. 28 c Khalifah menjadi gila namun tidak parah, terkadang sembuh terkadang gila. d Khalifah tidak lagi dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai khalifah karena suatu sebab, baik karena cacat anggota tubuhnya atau karena sakit keras yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya. e Adanya tekanan yang menyebabkan khalifah tidak mampu lagi menangani urusan kaum Muslimin menurut pikirannya sendiri, yang sesuai dengan hukum syara’. 29

C. Institusi Yang Berwenang Melakukan Impeachment dalam Perspektif