Sumber Hukum Tata Negara di Indonesia

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam lapangan ilmu pengetahuan hukum (law science), terutama pada bagian-bagian yang erat hubungannya dengan pembuatan hukum (law making) dan pelaksanaannya (law forcement), masalah sumber hukum merupakan suatu hal yang perlu untuk selalu dipahami, dianalisa dan ditimbulkan problema-problema dan pemecahannya sehingga dapat diharapkan akan ada keserasian dengan perkembangan hukum sesuai dengan kebutuhan mayarakat.

Sumber hukum dalam bahasa Inggris adalah source of law. Perkataan “sumber hukum” itu sebenarnya berbeda dari perkataan “dasar hukum”, “landasan hukum” ataupun “payung hukum”. Dasar hukum ataupun landasan hukum adalah legal basis atau legal ground, yaitu norma hukum yang mendasari suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu sehingga dapat dianggap sah atau dapat dibenarkan secara hukum. Sedangkan, perkataan “sumber hukum” lebih menunjuk kepada pengertian tempat dari mana asal-muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal.

Sumber hukum dapat dibedakan antara yang bersifat formal (source of law in formal sense) dan material (source of law in material sense). Setiap negara memilki sistem hukum yang berbeda-beda sehingga sumber hukum yang digunakan berbeda pula. Namun, khusus dalam hukum tata negara pada umumnya yang bisa diakui sebagai sumber hukum ada lima, yaitu: Undang-Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan tertulis; yurisprudensi peradilan; konvensi ketata negaraan; hukum internasional tertentu; dan doktin ilmu hukum tata negara. Seperti di Indonesia, ada lima sumber-sumber hukum tata negara yang berlaku. Berikut akan dijelaskan apa yang ada didalam sumber hukum tersebut di Indonesia.


(2)

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian sumber hukum?

2. Apa saja sumber hukum yang biasa diakui pada umumnya? 3. Apa saja sumber hukum tata Negara di indonesia?


(3)

PEMBAHASAN A. Pengertian Sumber Hukum

Sumber hukum dalam bahasa Inggris adalah source of law. Perkataan “sumber hukum” itu sebenarnya berbeda dari perkataan “dasar hukum”, “landasan hukum” ataupun “payung hukum”. Dasar hukum ataupun landasan hukum adalah legal basis atau legal ground, yaitu norma hukum yang mendasari suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu sehingga dapat dianggap sah atau dapat dibenarkan secara hukum. Sedangkan, perkataan “sumber hukum” lebih menunjuk kepada pengertian tempat dari mana asal-muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal.

Dalam pasal 1 Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 ditentukan bahwa: (1) sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan; (2) sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum tidak tertulis; (3) sumber hukum dasar nasional adalah: (i) Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradap, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan (ii) batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.1

Menurut Joeniarto, sumber hukum dapat dibedakan dalam tiga pengertian. Pertama, sumber hukum dalam pengertian sebagai asalnya hukum positif, wujudnya dalam bentuk yang konkret ialah berupa “Keputusan dari yang bersangkutan. Kedua, sumber hukum dalam pengertiannya sebagai tempat ditemukannya aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan hukum positif. Wujudnya ialah berupa peraturan-peraturan atau ketetapan-ketetapan tertulis ataupun tidak tertulis. Ketiga, selain istilah sumber hukum dihubungkan dengan filsafat, sejarah, dan masyarakat. Kita mendapatkan sumber hukum filosifis, historis, dan sosiologis. Sumber hukum filosofis maksudnya agar penguasa berwenang nanti di dalam menentukan hukum positif, mempertimbangkan faktor-faktor yang berupa 1 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 121-122.


(4)

filosofis. Sumber hukum historis maksudnya agar penguasa yang berwenang dalam menentukan isi hukum positif, mempertimbangkan faktor-faktor historis. Sumber hukum sosiologis maksudnya penguasa dalam menentukan isi hukum harus memperhatikan faktor dalam lingkungan masyarakat.2

B. Sumber Hukum Tata Negara

Khusus dalam bidang ilmu hukum tata Negara pada umumnya

(verfassungsrechtslehre) yang biasa diakui sebagai sumber hukum adalah:3

1) Undang-undang dasar dan peraturan perundang-undangan tertulis; 2) Yurisprudensi peradilan;

3) Konvensi ketatanegaraan (constitutional conventions); 4) Hukum internasional tertentu;

5) Doktrin ilmu hukum tata Negara tertentu. C. Sumber Hukum Tata Negara Indonesia

Sumber hukum tata Negara di Indonesia ada lima, yaitu: 1. Sumber Materiil dan Formal

Pandangan hidup bangsa Indonesia terangkum dalam perumusan sila-sila pancasila yang dijadikan falsafah hidup bernegara berdasarkan UUD 1945. Sebagai pandangan hidup bangsa dan falsafah bernegara, pancasila itu merupakan sumber hukum dalam arti materiil yang tidak saja menjiwai, tetapi bahkan harus dilaksanakan dan tercermin oleh dan dalam setiap peraturan hukum Indonesia. Oleh karena itu, hukum Indonesia haruslah berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, merupakan faktor pemersatu bangsa, bersifat kerakyatan, dan menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila merupakan alat penguji untuk setiap peraturan hukum yang berlaku, apakah bertentangan atau tidak dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

2 Joeniarto, Selayang Pandang tentang Sumber-Sumber Hukum Tata Negara di Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1991), hlm. 17-20.

3 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 159.


(5)

Dengan demikian, bahwa setiap peraturan hukum yang bertentangan dengan pancasila tidak boleh berlaku.

Dalam bentuk formalnya, nilai-nilai pancasila itu tercantum dalam perumusan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum tertulis yang tertinggi di Republik Indonesia. Namun di samping itu, sumber hukum formal itu tidak hanya terbatas kepada yang tertulis saja. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 hanyalah salah satu bentuk yang tertulis dari norma dasar atau hukum dasar yang bersifat tertinggi itu. Di samping, hukum dasar yang tertulis dalam naskah UUD 1945, ada pula hukum dasar atau konstitusi yang sifatnya tidak tertulis.4

2. Peraturan Dasar dan Norma Dasar

Konstitusi adalah hukum dasar, norma dasar, dan sekaligus paling tinggi kedudukannya dalam sistem bernegara. Namun, sebagai hukum, konstitusi itu sendiri tidak selalu bersifat tertulis (geschreven constitutie atau written constitution). Konstitusi yang bersifat tertulis biasa disebut dengan undang-undang dasar sebagai konstitusi dalam arti sempit, sedangkan yang tidak tertulis merupakan konstitusi dalam arti yang luas. Bagi Hans Kelsen, grund norm itulah konstitusi, sedangkan peraturan perundang-undangan berisi general and abstract norms sehingga Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang terpisah dari pasal-pasal UUD 1945 itu sendiri. Keduanya tercakup dalam pengertian UUD 1945 sebagai konstitusi yang tertulis yang berisi grund norms. Tentu saja, di samping UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis, ada pula konstitusi yang tidak tertulis yang hidup dalam kedasaran hukum dan praktik penyelenggaran Negara yang diidealkan sebagai bagian dari pengertian konstitusi dalam arti luas sehingga juga merupakan norma-norma dasar atau grund norms

yang mengikat sebagai bagian dari konstitusi.5

3. Peraturan Perundang-undangan 4 Ibid, hlm. 197-198.


(6)

Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang berisi norma-norma hukum yang mengikat untuk umum, baik yang ditetapkan oleh legislator maupun oleh regulator atau lembaga-lembaga pelaksana undang-undang yang mendapat kewenangan delegasi dari undang-undang untuk menetapkan peraturan-peraturan tertentu menurut peraturan yang berlaku. Produk legislatif atau produk legislator yang di maksud di sini adalah peraturan yang berbentuk undang-undang, dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan pembahasannya dilakukan bersama-sama dengan Presiden/Pemerintah untuk mendapatkan persetujuan bersama yang akhirnya setelah mendapat persetujuan bersama akan disahkan oleh Presiden dan diundangkan sebagaimana mestinya atas perintah Presiden. Untuk undang-undang tertentu, pembahasan bersama dilakukan dengan melibatkan pula peranan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).6

a. Undang-undang (UU)

Produk undang-undang ini merupakan bentuk hukum peraturan yang paling tinggi statusnya di bawah undang-undang dasar.

Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang’. Undang-undang itu selalu berisi segala sesuatu yang menyangkut kebijakan kenegaraan untuk melaksanakan amanat undang-undang dasar di bidang-bidang tertentu yang memerlukan persetujuan bersama antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Oleh karena itu, ditentukan oleh pasal 20 ayat (2) bahwa “setiap rancangan undang-undang itu dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”. Pada ayat (4) nya menentukan, “Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang-undang-undang”.

b. Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti UU)

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang sebagai sumber hukum dapat dilihat dalam pasal 5 ayat (2) dan pasal 22 UUD 1945. Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 menentukan, “Presiden menetapkan


(7)

peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Sementara itu, pasal 22 menentukan:

(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang;

(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut;

(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

c. Ketetapan MPR/S

Dalam Pasal 3 UUD 1945 ditentukan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan istilah menetapkan tersebut maka orang berkesimpulan, bahwa produk hukum yang dibentuk oleh MPR disebut Ketetapan MPR.

Sampai saat ini ada 8 ketetapan MPR yang masih berlaku mengikat umum, yaitu:

(1) Ketetapan MPRS nomor XXV/MPRS/1996 tentang pembubaran PKI, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara RI bagi PKI dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebabkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme dinyatakan tetap berlaku, dengan ketentuan seluruh ketentuan dalam ketetpaan MPRS-RI Nomor XXV/MPRS/1966 ini, ke depan diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip demokrasi, dan hak asasi manusia.

(2) Ketetapan MPR-RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.

(3) Ketetapan MPRS Nomor XXIV/MPRS/1996 Tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera yang tetap berlaku dengan menghargai Pahlawan Ampera yang telah ditetapkan hingga


(8)

terbentuknya UU tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan.

(4) Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam ketetapan tersebut.

(5) Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika dan Kehidupan Berbangsa

(6) Ketetapan MPR Nomor VII/ MPR/2001 Tentang Visi Indonesia Masa Depan.

(7) Ketatapan MPR Nomor VIII/ MPR/2001 Tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN sampai Terlaksananya seluruh ketentuan dalam ketetapan tersebut.

(8) Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam sampai terlaksananya ketentuan dalam ketetapan tersebut.

d. Peraturan pemerintah

Menurut ketentuan pasal 5 ayat (2) UUD 1945, Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Karena peraturan pemerintah diadakan untuk melaksanakan undang-undang, tidak mungkin bagi presiden untuk menetapkan peraturan pemerintah sebelum ada undang-undangnya.

e. Peraturan Presiden

Keputusan Presiden (Keppres) telah diganti menjadi Peraturan Presiden dalam UU No 12 Tahun 2011 yang memuat tentang hierarki perundang-undangan yang baru. Meskipun demikian kedua-duanya didasarkan pada penggunaan kewenangan eksekutif yang dimuat dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD”. Baik Keppres maupun Perpres sama-sama merupakan produk hukum yang dikeluarkan oleh kekuasaan eksekutif dalam hal ini


(9)

Presiden yang juga berupa pengaturan pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintahan.

f. Peraturan Daerah (Perda)

Menurut ketentuan pasal 7 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2004, Peraturan Daerah (Perda) meliputi:

(1) Peraturan daerah provinsi yang dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur;

(2) Peraturan daerah kabupaten/kota yang dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota; (3) Peraturan desa/peraturan yang setingkat, yang dibuat oleh badan

perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

g. Peraturan Pelaksanaan lainnya

Di masa awal Orde baru dulu, yang dimaksud dengan peraturan pelaksanaan lainnya adalah bentuk-bentuk peraturan yang ada setelah ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1996, dan harus bersumber kepada peraturan perundangan yang lebih tinggi. Umpamanya, Peraturan Menteri, Peraturan Kepala Badan, Peraturan Lembaga, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan sebagainya.7

4. Konvensi Ketatanegaraan

Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang ulang dalam hal yang sama. Apabila kebiasaan tertentu diterima masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang perlawanan dianggap sebagai pelanggaran perasaan hukum, timbullah suatu kebiasaan hukum, yang selanjutnya dianggap sebagai hukum.

Menurut J.H.P Bellefroid, dalam bukunya “Inleiding de Rechtsweten schap in Nederlands”, hukum kebiasaan juga dinamakan kebiasaan saja, meliputi sesuatu peraturan peraturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah, tetapi ditaati oleh seluruh rakyat, karena mereka yakin bahwa peraturan itu berlaku sebagai hukum.

Syarat syarat tertentu untuk timbulnya hukum kebiasaan yaitu :

7 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 204-223.


(10)

a. Adanya perbuatan tertentu yang dilakukan berulang ulang (tetap)

dalam lingkungan masyarakat tertentu (bersifat materiil);

b. Adanya keyakinan hukum dan masyarakat yang bersangkutan bahwa

perbuatan itu merupakan sesuatu yang seharusnya dilakukan c. Adanya akibat hukum apabila kebiasaan itu dilanggar.

Adat merupakan hukum yang tumbuh, berkembang dan hidup dalam kehidupan masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Utrecht tidak melihat perbedaan struktural antara kebiasaan dan adat. Perbedaanya hanya terletak pada asalnya. Adat adalah sebagian kaidah kaidah yang ada didalam suatu masyarakat tertentu yang berasal dan sesuatu yang agak sakral, yang berhubungan dengan tradisi masyarakat Indonesia yang telah turun menurun. Sedangkan kebiasaan tidak merupakan tradisi, belum menjadi kebudayaan ash. Kebiasaan adalah hasil akulturasi Timur dengan Barat yang belum diresepsi sebagai tradisi.

Sebagai sumber hukum konvensi menurut A.V. Dicey, mempunyai beberapa bentuk dan dibedakan dan hukum konstitusi antara lain berupa pengertian-pengertian, kebiasaan-kebiasaan, praktek-praktek, asas-asas yang berkaitan dengan ketatanegaraan yang tidak dapat dipaksakan.

Menurut UUD 1945 konvensi diartikan sebagai aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek-praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Diakui, UUD adalah sebagai hukum dasar yang tertulis disamping UUD yang tidak tertulis yaitu konvensi.

Konvensi ini mempunyai kekuatan yang sama dengan undang undang, karena diterima dan dijalankan, bahkan konvensi ini dapat menggeser peraturan peraturan hukum tertulis.8

5. Traktat (Perjanjian)

Yang terakhir menjadi sumber dari hukum tata negara adalah traktat atau perjanjian internasional. Perjanjian Internasional (Bilatral Maupun Multilatral) yang Terkait dengan Hukum Tatanegara Suatu Negara. Perjanjian Internasional 8 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 89-90.


(11)

(Bilatral maupun Multilatral) yang terkait dengan Hukum Tata Negara Indonesia. Misalnya: Traktat Asean, UDHR PBB.

Perjanjian-perjanjian antar Negara menurut UUD 1945 pasal 11 dibuat oleh presiden Republik Indonesia sebagai Kepala Negara. Di dalam praktek menurut yang lazim di dunia internasional mungkin juga diadakan oleh seorang kuasa penuh atas nama Presiden.

Bagaimana cara mengadakan perjanjian itu, dan bagaimana berlaku serta hapusnya, diatur oleh hukum internasional.

Perjanjian antar Negara yang merupakan sumber hukum tata Negara Indonesia di antaranya ialah:

a. Yang mengenai luas dan batas-batas wilayah;

b. Yang mengenai dwikewarganegaraan, yakni perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok.9

ANALISIS

Dari penjelasan di atas, dapat kita pahami bahwa sumber hukum berpengertian sebagai tempat dari mana asal-muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal. Yang merupakan sebagai sumber rujukan atau pedoman bagi para penguasa atau pemerintah untuk menjalankan, melaksanakan, menyelesaikan sesuatu. Dalam sumber hukum tata Negara Indonesia, yang disebut sebagai sumber hukum itu misalnya adalah pancasila, pancasila tidak hanya merupakan falsafah hidup bernegara, namun juga merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, sehingga semua hukum yang ada di Indonesia merujuk pada 9 Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 167-168.


(12)

pancasila itu sendiri, tidak ada satupun yang boleh bertentangan dengan pancasila. Jika ada peraturan hukum yang bertentangan dengan pancasila maka peraturan hukum tersebut tidak boleh berlaku.

Dalam hal ini, para penguasa atau pemerintah dalam menjalankan, melaksanakan, menyelesaikan sesuatu harus selalu memperhatikan dan merujuk pada nilai-nilai yang terdapat di dalam pancasila yang merupakan salah satu dari sumber hukum di Indonesia. Begitu juga pada sumber hukum yang lainnya.

Maka dari itu sebagai Negara hukum, kita harus sadar akan hukum. Bahwa setiap kegiatan yang kita lakukan akan terikat dengan peraturan hukum, dan setiap yang kita lakukan harus sesuai dengan segala peraturan hukum yang telah ditetapkan. Begitu juga dengan menghadapi segala bentuk persoalan, dalam menyelesaikan persoalan tersebut harus berpedoman atau merujuk pada sumber-sumber hukum yang ada, yaitu pancasila, UUD 1945, peraturan perundang-undangan, konvensi ketatanegaraan, dan traktat (perjanjian).

Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya Negara, ialah semangat, semangat para penyelenggara Negara, semangat para pemimpin pemerintahan, dan para masyarakat untuk melaksanakan cita-cita Negara yang sejahtera dan makmur dengan melaksanakan semua peraturan-peraturan yang ada.

BAB III KESIMPULAN

Sumber hukum dalam bahasa Inggris adalah source of law. Perkataan “sumber hukum” itu sebenarnya berbeda dari perkataan “dasar hukum”, “landasan hukum” ataupun “payung hukum”. Dasar hukum ataupun landasan hukum adalah legal basis atau legal ground, yaitu norma hukum yang mendasari suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu sehingga dapat dianggap sah atau dapat dibenarkan secara hukum. Sedangkan, perkataan “sumber hukum” lebih menunjuk kepada pengertian tempat dari mana asal-muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal.


(13)

Khusus dalam bidang ilmu hukum tata Negara pada umumnya

(verfassungsrechtslehre) yang biasa diakui sebagai sumber hukum adalah: 1) Undang-undang dasar dan peraturan perundang-undangan tertulis; 2) Yurisprudensi peradilan;

3) Konvensi ketatanegaraan (constitutional conventions); 4) Hukum internasional tertentu;

5) Doktrin ilmu hukum tata Negara tertentu.

Sumber hukum tata Negara di Indonesia ada lima, yaitu: 1. Sumber materiil dan formil

2. Peraturan dasar dan norma dasar 3. Peraturan perundang-undangan

1) Undang-undang (UU)

2) Perpu (Peraturan pemerintah Pengganti UU) 3) Ketetapan MPR/S

4) Peraturan Pemerintah 5) Peraturan Presiden 6) Peraturan Daerah

7) Peraturan Pelaksanaan lainnya 4. Konvensi ketatanegaraan


(14)

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.

Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.

Joeniarto. Selayang Pandang tentang Sumber-sumber Hukum Tata Negara di Indonesia. Yogyakarta: Liberty, 1991.

Pudjosewojo, Kusumadi. Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.


(1)

Presiden yang juga berupa pengaturan pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintahan.

f. Peraturan Daerah (Perda)

Menurut ketentuan pasal 7 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2004, Peraturan Daerah (Perda) meliputi:

(1) Peraturan daerah provinsi yang dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur;

(2) Peraturan daerah kabupaten/kota yang dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota; (3) Peraturan desa/peraturan yang setingkat, yang dibuat oleh badan

perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

g. Peraturan Pelaksanaan lainnya

Di masa awal Orde baru dulu, yang dimaksud dengan peraturan pelaksanaan lainnya adalah bentuk-bentuk peraturan yang ada setelah ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1996, dan harus bersumber kepada peraturan perundangan yang lebih tinggi. Umpamanya, Peraturan Menteri, Peraturan Kepala Badan, Peraturan Lembaga, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan sebagainya.7

4. Konvensi Ketatanegaraan

Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang ulang dalam hal yang sama. Apabila kebiasaan tertentu diterima masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang perlawanan dianggap sebagai pelanggaran perasaan hukum, timbullah suatu kebiasaan hukum, yang selanjutnya dianggap sebagai hukum.

Menurut J.H.P Bellefroid, dalam bukunya “Inleiding de Rechtsweten schap in Nederlands”, hukum kebiasaan juga dinamakan kebiasaan saja, meliputi sesuatu peraturan peraturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah, tetapi ditaati oleh seluruh rakyat, karena mereka yakin bahwa peraturan itu berlaku sebagai hukum.

Syarat syarat tertentu untuk timbulnya hukum kebiasaan yaitu :

7 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 204-223.


(2)

a. Adanya perbuatan tertentu yang dilakukan berulang ulang (tetap)

dalam lingkungan masyarakat tertentu (bersifat materiil);

b. Adanya keyakinan hukum dan masyarakat yang bersangkutan bahwa

perbuatan itu merupakan sesuatu yang seharusnya dilakukan c. Adanya akibat hukum apabila kebiasaan itu dilanggar.

Adat merupakan hukum yang tumbuh, berkembang dan hidup dalam kehidupan masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Utrecht tidak melihat perbedaan struktural antara kebiasaan dan adat. Perbedaanya hanya terletak pada asalnya. Adat adalah sebagian kaidah kaidah yang ada didalam suatu masyarakat tertentu yang berasal dan sesuatu yang agak sakral, yang berhubungan dengan tradisi masyarakat Indonesia yang telah turun menurun. Sedangkan kebiasaan tidak merupakan tradisi, belum menjadi kebudayaan ash. Kebiasaan adalah hasil akulturasi Timur dengan Barat yang belum diresepsi sebagai tradisi.

Sebagai sumber hukum konvensi menurut A.V. Dicey, mempunyai beberapa bentuk dan dibedakan dan hukum konstitusi antara lain berupa pengertian-pengertian, kebiasaan-kebiasaan, praktek-praktek, asas-asas yang berkaitan dengan ketatanegaraan yang tidak dapat dipaksakan.

Menurut UUD 1945 konvensi diartikan sebagai aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek-praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Diakui, UUD adalah sebagai hukum dasar yang tertulis disamping UUD yang tidak tertulis yaitu konvensi.

Konvensi ini mempunyai kekuatan yang sama dengan undang undang, karena diterima dan dijalankan, bahkan konvensi ini dapat menggeser peraturan peraturan hukum tertulis.8

5. Traktat (Perjanjian)

Yang terakhir menjadi sumber dari hukum tata negara adalah traktat atau perjanjian internasional. Perjanjian Internasional (Bilatral Maupun Multilatral) yang Terkait dengan Hukum Tatanegara Suatu Negara. Perjanjian Internasional

8 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 89-90.


(3)

(Bilatral maupun Multilatral) yang terkait dengan Hukum Tata Negara Indonesia. Misalnya: Traktat Asean, UDHR PBB.

Perjanjian-perjanjian antar Negara menurut UUD 1945 pasal 11 dibuat oleh presiden Republik Indonesia sebagai Kepala Negara. Di dalam praktek menurut yang lazim di dunia internasional mungkin juga diadakan oleh seorang kuasa penuh atas nama Presiden.

Bagaimana cara mengadakan perjanjian itu, dan bagaimana berlaku serta hapusnya, diatur oleh hukum internasional.

Perjanjian antar Negara yang merupakan sumber hukum tata Negara Indonesia di antaranya ialah:

a. Yang mengenai luas dan batas-batas wilayah;

b. Yang mengenai dwikewarganegaraan, yakni perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok.9

ANALISIS

Dari penjelasan di atas, dapat kita pahami bahwa sumber hukum berpengertian sebagai tempat dari mana asal-muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal. Yang merupakan sebagai sumber rujukan atau pedoman bagi para penguasa atau pemerintah untuk menjalankan, melaksanakan, menyelesaikan sesuatu. Dalam sumber hukum tata Negara Indonesia, yang disebut sebagai sumber hukum itu misalnya adalah pancasila, pancasila tidak hanya merupakan falsafah hidup bernegara, namun juga merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, sehingga semua hukum yang ada di Indonesia merujuk pada 9 Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 167-168.


(4)

pancasila itu sendiri, tidak ada satupun yang boleh bertentangan dengan pancasila. Jika ada peraturan hukum yang bertentangan dengan pancasila maka peraturan hukum tersebut tidak boleh berlaku.

Dalam hal ini, para penguasa atau pemerintah dalam menjalankan, melaksanakan, menyelesaikan sesuatu harus selalu memperhatikan dan merujuk pada nilai-nilai yang terdapat di dalam pancasila yang merupakan salah satu dari sumber hukum di Indonesia. Begitu juga pada sumber hukum yang lainnya.

Maka dari itu sebagai Negara hukum, kita harus sadar akan hukum. Bahwa setiap kegiatan yang kita lakukan akan terikat dengan peraturan hukum, dan setiap yang kita lakukan harus sesuai dengan segala peraturan hukum yang telah ditetapkan. Begitu juga dengan menghadapi segala bentuk persoalan, dalam menyelesaikan persoalan tersebut harus berpedoman atau merujuk pada sumber-sumber hukum yang ada, yaitu pancasila, UUD 1945, peraturan perundang-undangan, konvensi ketatanegaraan, dan traktat (perjanjian).

Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya Negara, ialah semangat, semangat para penyelenggara Negara, semangat para pemimpin pemerintahan, dan para masyarakat untuk melaksanakan cita-cita Negara yang sejahtera dan makmur dengan melaksanakan semua peraturan-peraturan yang ada.

BAB III KESIMPULAN

Sumber hukum dalam bahasa Inggris adalah source of law. Perkataan “sumber hukum” itu sebenarnya berbeda dari perkataan “dasar hukum”, “landasan hukum” ataupun “payung hukum”. Dasar hukum ataupun landasan hukum adalah legal basis atau legal ground, yaitu norma hukum yang mendasari suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu sehingga dapat dianggap sah atau dapat dibenarkan secara hukum. Sedangkan, perkataan “sumber hukum” lebih menunjuk kepada pengertian tempat dari mana asal-muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal.


(5)

Khusus dalam bidang ilmu hukum tata Negara pada umumnya

(verfassungsrechtslehre) yang biasa diakui sebagai sumber hukum adalah:

1) Undang-undang dasar dan peraturan perundang-undangan tertulis; 2) Yurisprudensi peradilan;

3) Konvensi ketatanegaraan (constitutional conventions); 4) Hukum internasional tertentu;

5) Doktrin ilmu hukum tata Negara tertentu.

Sumber hukum tata Negara di Indonesia ada lima, yaitu: 1. Sumber materiil dan formil

2. Peraturan dasar dan norma dasar 3. Peraturan perundang-undangan

1) Undang-undang (UU)

2) Perpu (Peraturan pemerintah Pengganti UU) 3) Ketetapan MPR/S

4) Peraturan Pemerintah 5) Peraturan Presiden 6) Peraturan Daerah

7) Peraturan Pelaksanaan lainnya 4. Konvensi ketatanegaraan


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.

Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.

Joeniarto. Selayang Pandang tentang Sumber-sumber Hukum Tata Negara di

Indonesia. Yogyakarta: Liberty, 1991.

Pudjosewojo, Kusumadi. Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.