Tujuan Masalah Sistematika Penulisan

15 proses politik yang demokratis. Baginya, pilihan untuk ikut atau tidak ikut pemilu merupakan bentuk ekspresi dari hak-hak politik yan sama sekali tidak mengganggu kualitas demokrasi. Dengan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneiti ”Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Munculnya Golongan Putih Golput Suatu Studi Deskriptif Pada Masyarakat Kecamatan Medan Helvetia 2.Perumusan Masalah “Faktor-Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Tingkat Golongan Putih pada masyarakat Kecamatan Medan Helvetia dalam Pemilu Legislatif 2009

3. Tujuan Masalah

Atas dasar perumusan masalah, maka tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh beberapa faktor terhadap munculnya Golput pada Masyarakat Kecamatan Medan Helvetia dalam Pemilu Legisltaif 2009. 2. Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas tingginya Golput pada Masyarakat Kecamatan Medan Helvetia dalam Pemilu Legisltaif 2009. Universitas Sumatera Utara 16 4.Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis; penelitian ini sebagai salah satu kajian ilmu politik, terutama berkaitan dengan Golput dalam budaya politik masyarakat Kecamatan Tarutung Kecamatan Medan Helvetia 2. Secara praktis; penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pemerintah daerah dan masyarakat khususnya penyelenggara pemilu KPU. 5. Tinjauan Pustaka 5.1. Hak Memilih Merupakan Pemenuhan Hak Asasi Manusia HAM Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. 5 Secara isilah hak asazi itu diartikan sebagai hak yang melekat pada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan hak tersebut dibawa manusia sejak lahir ke muka bumi sehingga hak tersebut bersifat fitri kodrati, bukan merupakan pemberian manusia atau negara. 6 Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat Declaration of Independence of USA dan tercantum dalam UUD 1945 Republik 5 www.perpustakaanonlien.com, Pengertian, Macam dan Jenis Hak Asasi Manusia HAM yang Berlaku Umum Global, 13 Juli 2006 6 Moh. Mahfud MD, 2001, Dasar Dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm.127 Universitas Sumatera Utara 17 Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1. Jenis hak asasi manusia HAM: 7 1. Hak untuk hidup. 2. Hak untuk memperoleh pendidikan. 3. Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain. 4. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama. 5. Hak untuk mendapatkan pekerjaan. Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia : 8 1. Hak asasi pribadi personal Right − Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat − Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat − Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan − Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing 2. Hak asasi politik Political Right − Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan − Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan − Hak membuat dan mendirikan parpol partai politik dan organisasi politik lainnya − Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi 7 Ibid 8 Ibid Universitas Sumatera Utara 18 3. Hak azasi hukum Legal Equality Right − Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan − Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil pns − Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum 4. Hak azasi Ekonomi Property Rigths − Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli − Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak − Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll − Hak kebebasan untuk memiliki susuatu − Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak 5. Hak Asasi Peradilan Procedural Rights − Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan − Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum. 6. Hak asasi sosial budaya Social Culture Right − Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan − Hak mendapatkan pengajaran − Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

5.2 Pandangan Terhadap Hak Pilih Warga Negara Dalam Pemilu

Negara menegakkan kemanusiaan yang beradab. Warga negara terhadap hukum, tidak diberlakukan sebagai subjek yang secara potensial pelaku perbuatan pelanggaran hukum. Negara menghargai kesetiaan rakyat terhadap negara dan amal bakit warga Universitas Sumatera Utara 19 terhadap masyarakat dan negara. Warga negara harus menghormati perjanjian luhurnya kepada negara sebagai organisasi. Siapa saja yang berikrar menjadi bagian dari organisasi negara dengan sendirinya harus menghormati hak negara. Negara menghormati hak-hak pribadi warga negara sesuai dengan hukum. Hukum dan kemanusiaan tidak boleh dipandang sebagai dua substansi yang terpisah. Maka, adanya Pengadilan HAM merupakan sesuatu yang over bodig berlebihan. 9 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik pada bagian Komentar Umum Pasal 25 menyebutkan: Kovenan mengakui dan melindungi hak setiap warganegara untuk mengambil bagian dalam pelaksanaan urusan-urusan publik, hak memilih dan dipilih, serta hak atas akses terhadap pelayanan publik. Prinsip HAM universal menempatkan hak memilih atau dipilih sebagai bagian dari hak dasar manusia, yang dijamin dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik Pasal 25 dan juga dijamin dalam konstitusi UUD 1945. 10 Prinsip HAM universal menyebutkan bahwa Negara wajib menjamin hak memilih right to vote dan hak untuk dipilih right to be elected. Karenanya, setiap negara diminta untuk menerbitkan peraturan perundang-undangan dan upaya lain yang diperlukan untuk memastikan setiap warga negara tanpa diskriminasi berdasarkan apa pun memperoleh kesempatan yang efektif menikmati hak ini. Hak ini pada pokoknya, menjamin setiap warga negara untuk secara bebas freely turut serta dalam urusan publik dengan memilih wakil-wakilnya yang duduk di legislatif dan eksekutif. Karenanya, hak ini juga berkaitan dengan hak yang lain dan tidak dapat dipisahkan, yakni: kebebasan 9 Situs Partai Gerindra, Bidang Hak Asasi Manusia, diakses tanggal 24 April 2009 10 Siaran Pers YBHI, Negara Wajib Melindungi Terhadap Hak Untuk Tidak Memilih Dalam Pemilu, diakses tanggal 24 April 2009 Universitas Sumatera Utara 20 berekspresi, berserikat dan berkumpul freedom of expression, assembly and association. 11 Konsep kewajiban biasanya dilawankan dengan konsep hak. Hak untuk berbuat menurut cara tetentu seringkali ditafsirkan sebagai suatu keleluasaan permission. Seseorang atas keinginan atau kehendaknya sendiri, mungkin menggunakan atau tidak menggunakannya. 12 Dalam disiplin hak asasi manusia, tidak ada standar dan norma apa pun yang menyatakan bahwa setiap orang wajib memilih dan dipilih. Sebaliknya yang diatur adalah kewajiban negara untuk memastikan hak ini dijamin pemenuhannya secara bebas. Apabila dikaitkan dengan keberadaan Golput, negara tetap berkewajiban untuk menghormati dan melindungi warganegara yang mengambil pilihan untuk berpartisipasi secara pasif dalam bentuk Golput tersebut. 13 Hak-hak politik diartikan sebagai kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi warga negara yang berperan serta dalam pemerintahan, dalam pembentukan ‘kehendak’ negara. Hak Politik yang menentukan di dalam demokrasi tidak langsung adalah hak suara, yakni hak warga negara untuk berperan serta dalam pemilihan parlemen, kepala negara, dan organ-organ pembuat dan pelaksana hukum yang lain. 14 Sejarah politik Indonesia pernah diwarnai oleh pengalaman buruk terkait campur tangan Negara dalam hal hak untuk memilih dan dipilih pada masa Orde Baru, ketika terjadi kriminalisasi besar-besaran terhadap kaum yang tidak menggunakan hak pilihnya 11 Ibid 12 Hans Kelsen,2006, Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara, Nusa Media Penerbit Nuansa, Bandung, hlm. 109-117 13 op.cit 14 op.cit Universitas Sumatera Utara 21 dalam Pemilu Golput. Sejarah buruk itu akan berulang, apabila Negara melakukan stigmatisasi, apalagi kriminalisasi, terhadap kaum Golput dalam Pemilu 2009. Golput memang merupakan masalah klasik dan universal dalam kehidupan politik. Pembicaraan tentang ini selalu menjadi berita menarik menjelang pemilu di negara mana pun. Istilah golput dalam peta politik Indonesia pertama kali muncul pada tahun 1971, terhadap mereka yang tidak menggunakan hak suaranya untuk memilih. Dalam UU tentang Pemilu yaitu UU No.102008, disebutkan di pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: “WNI yang pada hari pemungutan suara telah berumur 17 tahun atau lebih atau sudahpernah kawin mempunyai hak memilih.” Jelas kata yang tercantum adalah “hak”, bukan “kewajiban”. 15 Lebih tinggi lagi, dalam produk hukum tertinggi di negara kita yaitu Undang- Undang Dasar UUD 1945 yang diamandemen tahun 1999-2002, juga tercantum hal senada. Dalam pasal 28 E disebutkan: “Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Hak memilih di sini termaktub dalam kata bebas. Artinya bebas digunakan atau tidak. Terserah pemilihnya. 16 Secara hukum memang tidak ada satu kekuatan apa pun yang dapat menghalang- halangi seseorang untuk bersikap golput atau tidak menggunakan hak pilihnya. Namun, Dari sudut hukum, jelas sekali kalau memilih dan dipilih adalah hak, demikian pula secara hak asasi. Hak untuk memilih merupakan hak perdata warga negara, demikian juga hak untuk berpendapat. Tidak ada hukum apa pun yang menyebutkan mereka yang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu, akan dikenakan sanksi atau dikriminalkan oleh negara. 15 Bhayu M.H, Memilih Atau Tidak Memilih Dalam Pemilu Adalah Hak , www.lifeschool.wordpress.com diakses Jumat 24 April 2009 16 Ibid Universitas Sumatera Utara 22 untuk menghilangkan golput barangkali perlu dikaji lebih dalam kenapa sampai muncul orang-orang yang tidak menggunakan hak pilihnya sebagai wujud dari hak kedaulatan yang ada pada dirinya. Setidaknya secara umum ada beberapa faktor yang cukup signifikan memengaruhinya : 17 Melihat kondisi seperti itu maka jelas rakyat akan merasa semakin kecewa. Sehingga, akhirnya mereka tidak lagi percaya kepada elite politik dan parpol yang ada. Masyarakat merasa elite politik belum mampu membawa makna yang cukup berarti dalam menyalurkan aspirasinya. Hal tersebut ditambah lagi dengan tidak seriusnya wakil rakyat dalam sidang-sidang membahas agenda penting bangsa. Akibatnya, membuat Dewan selalu lamban dalam merespons suatu masalah. Dari kondisi ini, mereka Pertama, dengan kesadarannya sendiri memang tidak ingin menggunakan hak pilihnya disebabkan beberapa kemungkinan, seperti rasa tidak percaya kepada sistem pemilu. Bagi masyarakat, pelaksanaan pemilu di Indonesia dinilai masih sekadar pesta demokrasi yang tidak akan membawa perubahan apa-apa dalam kehidupan politik selanjutnya. Kedua, ketidakpercayaan kepada kontestan partai politik. Mereka menganggap bahwa tidak ada figur andalan yang dapat mewakili aspirasi mereka. Ini dibuktikan dengan beberapa kali penyelenggaraan pemilu. Para pemimpin dan wakil rakyat yang terpilih tidak dapat berfungsi mengemban aspirasi politik mereka. Kondisi kehidupan politik yang lebih baik setelah pelaksanaan pemilu ternyata tidak berlangsung di tengah kehidupan masyarakat. Malah yang muncul justru konflik berkepanjangan antar elite politik atau parpol pemenang pemilu. 17 Oksidelfa Yanto, Golput dan Pentingnya Pendidikan Politik, Media Indonesia edisi 17 September 2003 Universitas Sumatera Utara 23 menganggap bahwa pelaksanaan pemilu tidak ada gunanya, hanya membuang energi dan waktu saja. Tolok ukur keberhasilan pemilu adalah peran serta aktif dalam pemilih di luar golongan putih. Sebagai tolok ukur paradoksalnya ketidakberhasilan adalah rendahnya peran serta parpol terhadap pendidikan politik serta kekecewaan terhadap terhadap praktik politik parpol dan elit politik memberikan wacana negatif di benak pemilih. Dengan minimal empat faktor di mana orang enggan untuk aktif berperan dalam pemilu menurut Syamsudin Haris : 18 1. Kekecewaan sebagian publik terhadap parpol; 2. Parpol sebagian kaya akibat money politik; 3. KPU dan pengawas di daerah minim melibatkan civil society; 4. Sistem pemilu yang rumit. Golput dalam pemilu bisa juga muncul karena kerumitan teknis mencoblos nomor dan atau tanda gambar dan atau nama caleg. 19 Keputusan seseorang untuk menjadi golput pada dasarnya diambil setelah mengkaji berbagai alasan yang ada. Bagi masyarakat, buat apa memilih jika parpol tidak memberikan kepuasan. Dan, buat apa menyalurkan hak pilih bila pemilu dinilai tidak bermakna bagi mereka. Artinya, kekuatan politik di DPR tidak bisa mewakili aspirasi mereka. Alasan ini seharusnya dapat dijadikan suatu pemikiran oleh wakil rakyat atau elite politik agar ke depan tidak mengecewakan rakyat. Masalahnya adalah bagaimana para elite politik negeri ini mampu meyakinkan masyarakat bahwa lembaga perwakilan 18 Tataq Chidmad, SH, 2004, Kritik Terhadap Pemilihan Langsung, Pustaka Widyatama, Yogyakarta, hlm.57 19 Ibid Universitas Sumatera Utara 24 rakyat bisa berperan secara jujur dan wajar dalam upaya menyuarakan kepentingan rakyat.

5.3. Permasalahan Hak Pilih Dalam Pemilu 2009

Golput terdiri atas dua genre: golput politis dan golput teknis. Terhadap mereka yang golput karena pilihan politik, karena menganggap pemilu tidak berguna, hanya memboroskan anggaran negara, sekadar sarana bagi partai politik dan calon legislator untuk menyampaikan janji-janji kosong yang langsung dilupakan ketika telah melenggang ke kursi parlemen. Di negeri ini, menggunakan hak memilih casting vote masih dikonstruksikan sebagai sekadar hak, belum menjadi kewajiban sebagaimana halnya di Australia. Namun, bagi yang golput karena soal teknis administratif, yaitu tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap DPT, soal ini harus dicari akar masalah dan solusinya. Untuk menggunakan hak memilih, pemilih harus didaftar, yang kewajibannya dibebankan kepada penyelenggara pemilu KPU dan jajarannya. Model pendaftaran yang dianut dalam UU Pemilu ada stelsel pasif. Suka atau tidak, semua warga negara yang telah memenuhi syarat akan didaftar. Hal ini membedakan dengan praktek di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Inggris, yang menggunakan stelsel aktif. Untuk menggunakan haknya, warga negara yang memenuhi syarat harus mendaftarkan diri secara aktif. Penyelenggara pemilu tidak akan memberikan surat suara kepada pemilih yang tidak mendaftar. 20 Bila ada warga negara yang memenuhi syarat tidak terdaftar, KPU patut disalahkan. KPU bisa dipersepsikan telah melalaikan kewajiban untuk mendaftar semua 20 Ibid Universitas Sumatera Utara 25 pemilih yang berhak memilih. Namun, sejak zaman otoriter hingga demokratis hingga saat ini, data penduduk selalu bermasalah. Birokrasi pemerintahan tidak bekerja untuk mendata penduduk secara lengkap dan valid, yang akan digunakan dalam setiap pemilu. Padahal, pemilu adalah sesuatu yang bisa diprediksi waktunya. Terlebih Indonesia mengatur sistem pemerintahan presidensial, bukan parlementer di mana pemilu bisa diadakan sewaktu-waktu. Persoalan administrasi kependudukan dan pendataan pemilih mencerminkan belum bagusnya sistem pengelolaan potensi penduduk Indonesia. Padahal, validitas data pemilih juga menjadi indikator terhadap integritas pemilu di Indonesia. 21 Sejak awal reformasi sudah kerap kita dengar beragam rencana pembenahan administrasi kependudukan. Kita juga pernah mendengar rencana komputerisasi data kependudukan dan pemberlakuan nomor identitas tunggal bagi setiap penduduk. Nyatanya, dalam perkara ini kita tak beranjak maju. Jika data pemilih tidak valid, tidak akurat, kemungkinan pemilih dalam menjalankan hak memilihnya menjadi semakin rendah. Karena itu, legitimasi politik dalam pemilu sangat dipertaruhkan di sini. 22 Mungkin puluhan atau ratusan ribu atau bahkan jutaan. Mereka pemegang kartu tanda penduduk dan terdaftar sebagai penduduk. Namun, mereka kehilangan hak pilih karena nama mereka tak tertera dalam daftar pemilih tetap. Sebagian dari mereka datang ke tempat pemungutan suara pada 9 April lalu sambil membawa bukti-bukti identitas 21 Indonesia on time.com, Data Pemilih Pengaruhi Partisipasi Pemilih dalam Pemilu, Diakses, Jumat 24 April 2009 22 Eep Saifulloh Fatah, Dosa-Dosa Besar Pemilu 2009, www.kompasonline.com , diakses pada Jumat Tanggal 24 April 2009 Universitas Sumatera Utara 26 kependudukan. Tetapi, aturan melarang mereka menggunakan hak pilih mereka. Halangan administrasi merenggut hak-hak politik mereka, mereka terabaikan. 23 Secara teoriotis, ada dua penjelasan teori mengapa seseorang tidak ikut memilih dalam pemilihan. Penjelasan pertama bersumber dari teori-teori mengenai perilaku pemilih voter behavior. Penjelasan ini memusatkan perhatian pada individu. Besar kecilnya partisipasi pemilih voting turnout dilacak pada sebab-sebab dari individu pemilih. Ada tiga teori besar yang menjelaskan mengapa seseorang tidak memilih ditinjau dari sudut pemilih ini. Pertama, teori sosiologis. Seseorang tidak ikut dalam pemilihan dijelaskan sebagai akibat dari latar belakang sosiologis tertentu, seperti agama, pendidikan, pekerjaan, ras dan sebagainya. 5.4.Golput Tinjauan Teoritis 24 23 Ibid 24 Di tiap wilayah atau negara faktor sosiologis ini akan memberi dampak berbeda. Di Amerika, orang yang berpendidikan tinggi relatif lebih peduli dengan pemilihan dan cenderung menggunakan hak pilihnya, dibandingkan dengan warga yang berpendidikan rendah. Sebaliknya di negara-negara berkembang seperti di India atau Indonesia, masyarakat berpendidikan rendah justru yang lebih aktif berpartisipasi dalam pemilihan. Kelompok masyarakat terdidik di kota justru mempunyai tingkat partisipasi lebih rendah. Faktor jenis pekerjaan juga dinilai bisa mempengaruhi keputusan orang ikut pemilihan atau tidak. Kedua, teori psikologis. Keputusan seseorang untuk ikut memilih atau tidak ditentukan oleh kedekatan dengan partai atau kandidat yang maju dalam pemilihan. Makin dekat seseorang dengan partai atau kandidat tertentu makin besar kemungkinan seseorang terlibat dalam pemilihan. Ketiga, teori ekonomi politik. Teori ini menyatakan keputusan untuk memilih atau tidak dilandasi oleh pertimbangan rasional, seperti ketidakpercayaan dengan pemilihan yang bisa membawa perubahan lebih baik. Atau ketidakpercayaan masalah akan bisa Universitas Sumatera Utara 27 diselesaikan jika pemimpin baru terpilih, dan sebagainya. Pemilih yang tidak percaya dengan pemilihan akan menciptakan keadaan lebih baik, cenderung untuk tidak ikut memilih. Selain teori yang memusatkan perhatian pada individu pemilih, fenomena voting turnout juga bisa dijelaskan dengan teori dari sisi struktur. Di sini besar kecilnya partisipasi pemilih tidak diterangkan dari sudut pemilih, tetapi dari struktur atau sistem suatu negara. Paling tidak ada tiga penjelas yang umum dipakai oleh pengamat atau ahli. Pertama, sistem pendaftaran registrasi pemilih. Untuk bisa memilih, umumnya calon pemilih harus terdaftar sebagai pemilih terlebih dahulu. Kemudahan dalam pendaftaran pemilih bisa mempengaruhi minat seseorang untuk terlibat dalam pemilihan. Sebaliknya, sistem pendaftaran yang rumit dan tidak teratur bisa mengurangi minat orang dalam pemilihan. 25 Kedua, sistem kepartaian dan pemilihan umum suatu negara. Sejumlah penelitian menunjukkan, sistem dua partai relatif bisa mengurangi tingkat partisipasi pemilih. Motivasi pemilih untuk ikut memilih bisa surut ketika partai atau calon yang maju dalam pemilihan tidak ada yang disukai. Sebaliknya negara yang menganut sistem multipartai relatif bisa memancing partisipasi pemilih yang lebih tinggi. Hal ini karena pemilih lebih punya banyak pilihan dan alternatif. Sejumlah penelitian juga menunjukkan, sistem 25 Secara umum ada dua sistem registrasi pendaftaran pemilih. Pertama, sistem yang mewajibkan pemilih untuk mendaftar. Di sini negara secara aktif akan mendaftar pemilih yang mempunyai syarat sebagai pemilih. Kedua, sistem yang membebaskan pemilih untuk mendaftar atau tidak sebagai pemilih. Pemilih punya hak untuk menolak didaftar sebagai pemilih jika tidak menginginkannya. Sistem yang pertama akan menghasilkan partisipasi pemilih voting turnout yang tinggi. Misalnya di Prancis. Warga yang berumur 18 tahun secara otomatis akan didaftar sebagai pemilih. Tidak mengherankan jikalau Prancis adalah salah satu negara yang mempunyai tingkat voting turnout lumayan tinggi. Rata-rata voting turnout dalam sejumlah pemilihan umum di Prancis adalah 76. Dikutip dari http:en.wikipedia.orgwikiVoter_turnout. Lihat juga Rafael Lopez Pintor and Maria Gratschew,” Voter Registration and Inclusive Democracy: Analysing Registration Practices Worldwide” dalam IDEA, Voter turnout Since 1945: A Global Report, 2002 Universitas Sumatera Utara 28 proporsional lebih membuat partsipasi pemilih lebih tinggi dibandingkan dengan pemilihan sistem distrik. Keterwakilan proporsional pada umumnya dipercaya dapat meningkatkan kehadiran pemilih karena semua partai dapat meningkatkan keterwakilan mereka 26 Ketiga, sifat pemilihan. Apakah pemilihan itu merupakan hak atau kewajiban bagi warga negara. Ada negara yang menganut paham bahwa pemilihan umum adalah hak bagi warga negara, karenanya warga bisa memilih dan bisa juga tidak memilih. Tidak ada hukuman bagi warga negara yang tidak ikut memilih. Tetapi ada juga negara yang memandang pemilihan umum sebagai kewajiban dari warga negara. Warga diwajibkan untuk ikut pemilihan dan jika tidak ikut akan mendapat hukuman. Bentuk hukuman ini bermacam-macam—dari hukuman denda, penambahan pajak hingga ancaman tidak mendapat jaminan atau asuransi dari negara. . 27 Negara yang menerapkan hukuman bagi warga yang tidak terlibat dalam pemilihan bisa dipastikan mempunyai tingkat partisipasi pemilih yang tinggi. 26 Dalton, Russel J. dan Martin P. Wattenberg, “ The Not So Simple Act of Voting” dalam Ada W. Finifter ed, Political Science: The State of The Discipline, Washington, American Political Science Association, 1993. 27 Salah satu contoh adalah Australia. Rata-rata tingkat voter turnout di Australia adalah 95— Australia dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat partisipasi pemilih paling tinggi di dunia. Australia menerapkan hukuman denda bagi pemilih yang tidak ikut memilih. Hukuman ini bisa berujung penjara jika calon pemilih ini tidak membayar denda yang harus dibayar. Australia bukan satusatunya negara yang menerapkan denda bagi warga yang tidak ikut memilih. Swis, Austria, Ciprus, Argentina, Peru adalah contoh negara lain yang menerapkan hukuman denda. Selain hukuman, mekanisme lain untuk “mewajibkan” pemilih datang di hari pemilihan adalah memberikan surat keterangan. Surat keterangan ini dipakai ketika seseorang melamar pekerjaan terutama di kantor-kantor pemerintah. Di Belgia dan Mexico, pemilih yang tidak ikut pemilihan tanpa alasan jelas, bisa dipastikan akan kesulitan mendapat pekerjaan di kantor pemerintah. Kesulitan yang sama juga dialami ketika mengurus surat dan dokumen dari kantor pemerintah. Semua negara yang mewajibkan warga negaranya ikut memilih ini, dikenal mempunyai tingkat voter turnout tinggi. Lihat Maria Gratschew,”Compulsory Voting”, dalam IDEA, Voter turnout Since 1945: A Global Report, 2002. Universitas Sumatera Utara 29

5.5. Perilaku Golongan Putih

Istilah golput muncul pertama kali menjelang pemilu pertama zaman Orde Baru tahun 1971. pemrakarsa sikap untuk tidak memilih itu, antara ain Arief Budiman, Julius Usman dan almarhum Imam Malujo Sumali. Langkah mereka didasari pada pandangan bahwa aturan main berdemokrasi tidak ditegakkan, cenderung dinjak-injak. 28 Sikap orang-orang golput, menurut Arbi Sanit dalam memilihn memang berbeda dengan kelompok pemilih lain atas dasar cara penggunaan hak pilih. Apabila pemilih umumnya menggunakan hak pilih sesuai peraturan yang berlaku atau tidak menggunakan hak pilih karena berhalangan di luar kontrolnya, kaum golput menggunakan hak pilih dengan tiga kemungkinan. Pertama, menusuk lebih dari satu gambar partai. Kedua, menusuk bagian putih dari kartu suara. Ketiga, tidak mendatangi kotak suara dengan kesadaran untuk tidak menggunakan hak pilih. Bagi mereka, memilih dalam pemilu sepenuhnya adalah hak. Kewajiban mereka dalam kaitan dengan hak pilih ialah menggunakannya secara bertanggung jawab dengan menekankan kaitan penyerahan suara kepada tujuan pemilu, tidak hanya membatasi pada penyerahan suara kepada salah satu kontesan pemilu. Menjelang Pemilu 1992, golput marak lagi sehingga bayangan kekuatannya diidentikkan sebagai partai keempat, disamping PPP,Golkar, dan PDI. Namun jumlah pemilih pada Pemilu 1992, kembali menurut versi pemerintah, di atas 90 persen, persisinya 91 persen. Sepekan menjelang Pemilu 29 Mei 1997, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Megawati Soekarnoputri, selaku pribadi, mengumumkan untuk tidak menggunakan hak politiknya untuk memilih. 29 28 Putra, Fadilah, Partai poltik dan kebijakan publik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, Hal.104. 29 httpwww.kompas.com Universitas Sumatera Utara 30 Dalam artikelnya di Kompas 28 Juli 2004 30 Sedangkan menurut Novel Ali, di Indonesia terdapat dua kelompok golput. , Indra J.Piliang menyatakan bahwa golongan putih golput0 dianggap sebagai bentuk perlawanan atas partai-partai politik dan calon presiden-wakil presiden yang tidak sesuai dengan aspirasi orang-orang yang kemudian golput. Dia membagi golput menjadi 3 bagian yaitu: Pertama, golput ideologis, yakni segala jenis penolakan atas apa pun produk sistem ketatanegaraan hari ini. Golput jenis ini mirip dengan golput era 1970-an , yakni semacam gerakan anti-state, ketika state dianggap hanyalah bagian korporatis dari sejumlah elite terbatas yang tidak punya legitimasi kedaulatan rakyat. Kedua, golput pragmatis, yakni golput yang berdasarkan kalkulasi rasional betapa ada atau tidak ada pemilu, ikut atau tidak ikut pemilu, tidak akan berdampak atas diri si pemilih. Ketiga, golput politis, yakni golput yang dilakukan akibat pilihan-pilihan politik. Kelompok ini masih percaya kepada negara, juga percaya kepada pemilu, tetapi memilih golput akibat preferensi politiknya berubah akibat sistemnya sebagian mergugikan mereka. 31 Kedua, adalah golput pilihan. Yaitu mereka yang tidak bersedia menggunakan hak pilihnya dalam pemilu benar-benar karena alasan politik. Misalnya tidak puas dengan Pertama, adalah kelompok golput awam. Yaitu mereka yang tidak mempergunakan hak pilihnya bukan karena alasan politik, tetapi karena alasan ekonomi, kesibukan dan sebagainya. Kemampuan politik ini tidak sampai ke tingkat analisis, melainkan hanya sampai tingkat deskriptif saja. 30 httpkompas.com 31 Novel Ali, Peradaban Komunikasi Politik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,1992, hal.22 Universitas Sumatera Utara 31 kualitas partai politik yang ada. Atau mereka menginginkan adanya satu organisasi politik lain yang sekarang belum ada.

5.6 . Perkembangan Partisipasi Politik Pemilih dan Golput dalam Pemilu di

Indonesia Partisipasi politik yang meluas merupakan ciri khas modernisasi politik. Istilah partisipasi politik telah digunakan dalam berbagai pengertian yang berkaitan perilaku, sikap dan persepsi yang merupakan syarat mutlak bagi partisipasi politik. Huntington dan Nelson 32 32 Huntington, S.P. Nelson, J. 1977. No easy choice political participation in developing countries.Cambridge: Harvard University Press, hal.4 dalam bukunya No Easy Choice Politicall Participation in Developing Countries memaknai partisipasi politik sebagai: “ By political participation we mean activity by private citizens designed to influence government decisionmaking.Participation may be individual or collective,organized or spontaneous, sustained or sporadic,peaceful or violent, legal or illegal, effective or ineffective. partisipasi politik adalah kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh Pemerintah. Partisipasi biasa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif ”. Universitas Sumatera Utara 32 Dalam definisi tersebut partisipasi politik lebih berfokus pada kegiatan politik rakyat secara pribadi dalam proses politik, seperti memberikan hak suara atau kegiatan politik lain yang dipandang dapat mempengaruhi pembuatan kebijakan politik oleh Pemerintah dalam konteks berperan serta dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian partisipasi politik tidak mencakup kegiatan pejabat-pejabat birokrasi, pejabat partai, dan lobbyist professional yang bertindak dalam konteks jabatan yang diembannya. Dalam perspektif lain McClosky 33 Nie dan Verba dalam Handbook of Political Science mengemukakan bahwa dalam International Encyclopedia of the social sciences menyatakan bahwa: “The term “political participation” will refer to those voluntary activities by which members of a society share in the selection of rulers and, directly or indirectly, in the formation of public policy partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui makna mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum”. 34 “By political participation we refer to those legal activities by private citizens which are more or less directly animed at influencing the selection of governmental personel andor the actions they take partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warganegara yang legal : 33 McClosky, H. 1972. Political participation, international encyclopedia of the social science, 2 nd ed.. New York: The Macmillan Company and Free Press, Hal.72 34 Nie, N.H. Verba, S. 1975, Political participation, handbook of political science. Addison-Wesley Publishing Company. Universitas Sumatera Utara 33 yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat Negara danatau tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka”. Secara empirik peningkatan angka Golput tersebut terjadi antara lain oleh realitas sebagai berikut: 1. Pemilu dan Pilkada langsung belum mampu menghasilkan perubahan berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat 2. Menurunnya kinerja partai politik yang tidak memiliki platform politik yang realistis dan kader politik yang berkualitas serta komitmen politik yang berpihak kepada kepentingan publik, melainkan lebih mengutamakan kepentingan kelompok atau golongannya. 3. Merosotnya integritas moral aktor-aktor politik elit politik yang berperilaku koruptif dan lebih mengejar kekuasaankedudukan daripada memperjuangkan aspirasi publik. 4. Tidak terealisasikannya janji-janji yang dikampanyekan oleh elit politik kepada publik yang mendukungnnya 5. Kejenuhan pemilih karena sering adanya PemiluPilkada yang dipandang sebagai kegiatan seremonial berdemokrasi yang lebih menguntungkan bagi para elit politik. 6. Kurang netralnya penyelenggara PemiluPilkada yang masih berpotensi melakukan keberpihakan kepada kontestan tertentu, di samping juga kurangnya intensitas sosialisasi Pemilu secara terprogram dan meluas. Universitas Sumatera Utara 34 Secara prediktif jika kondisi politik dan ekonomi kurang kondusif, maka penyelenggaraan Pileg dan Pilpres 2009 nampaknya juga akan menghadapi realitas kondisional, yaitu di satu sisi penurunan partisipasi politik pemilih, dan di sisi lain meningkatnya jumlah Golput, sehingga akan timbul apatisme politik, seperti dikemukakan oleh McClosky 1972:20 bahwa 35 1. Faktor Sosial Ekonomi : “Ada yang tidak ikut pemilihan karena sikap acuh tak acuh dan tidak tertarik oleh, atau kurang paham mengenai, masalah politik. Ada juga karena tidak yakin bahwa usaha untuk mempengaruhi kebijakan Pemerintah akan berhasil dan ada juga yang sengaja tidak memanfaatkan kesempatan memilih karena kebetulan berada dalam lingkungan dimana ketidaksertaan merupakan hal yang terpuji”. Bahkan secara spesifik kondisi tersebut juga akan diwarnai eksistensi golput juga akan mengalami eskalasi, yaitu tidak hanya di wilayah masyarakat perkotaan yang relatif terdidik, tetapi juga akan menyebar ke wilayah masyarakat pedesaan yang potensi jumlah pengangguran dan masyarakat miskin cukup signifikan.

5.7. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat

Kondisi sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah keluarga. 2. Faktor Politik 35 McClosky, H. 1972. Political participation, international encyclopedia of the social science, 2 nd ed.. New York: The Macmillan Company and Free Press, Hal.20 Universitas Sumatera Utara 35 Peran serta politik masyarakat didasarkan kepada politik untuk menentukan suatu produk akhir. Faktor politik meliputi : a. Komunikasi Politik. Komunikasi politik adalah suatu komunikasi yang mempunyai konsekuensi politik baik secara aktual maupun potensial, yang mengatur kelakuan manusia dalam keberadaan suatu konflik. 36 b. Kesadaran Politik. Komunikasi politik antara pemerintah dan rakyat sebagai interaksi antara dua pihak yang menerapkan etika. Kesadaran politik menyangkut pengetahuan, minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik. Tingkat kesadaran politik diartikan sebagai tanda bahwa warga masyarakat menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan dan atau pembangunan c. Pengetahuan Masyarakat terhadap Proses Pengambilan Keputusan. Pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan menentukan corak dan arah suatu keputusan yang akan diambil d. Kontrol Masyarakat terhadap Kebijakan Publik. Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik yakni masyarakat menguasai kebijakan publik dan memiliki kewenangan untuk mengelola suatu obyek kebijakan. Kontrol untuk mencegah 36 Nimmo, Dan. Polical Communication and Public Opinion in America , Goodyear Publishing Co, 1993 Universitas Sumatera Utara 36 dan mengeliminir penyalahgunaan kewenangan dalam keputusan politik kontrol masyarakat dalam kebijakan publik adalah the power of directing. Juga mengemukakan ekspresi politik, memberikan aspirasi atau masukan ide, gagasan tanpa intimidasi yang merupakan problem dan harapan rakyat, untuk meningkatkan kesadaran kritis dan keterampilan masyarakat melakukan analisis dan pemetaan terhadap persoalan aktual dan merumuskan agenda tuntutan mengenai pembangunan 3. Faktor Fisik Individu dan Lingkungan Faktor fisik individu sebagai sumber kehidupan termasuk fasilitas serta ketersediaan pelayanan umum. Faktor lingkungan adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan, kondisi dan makhluk hidup, yang berlangsungnya berbagai kegiatan interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta lembaga dan pranatanya. 4. Faktor Nilai Budaya Nilai budaya politik atau civic culture merupakan basis yang membentuk demokrasi, hakekatnya adalah politik baik etika politik maupun teknik Soemitro 1999:27 atau peradapan masyarakat. Faktor nilai budaya menyangkut persepsi, pengetahuan, sikap, dan kepercayaan politik. Universitas Sumatera Utara 37

6. Metode Penelitian

6.1. Jenis Penelitian

Menurut Hadari Nawawi 37

6.3. Populasi dan Sampel

metode penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan data-data dan fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat dipahami dan disimpulkan. Tujuan penelitian deskriptif analisis adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Disamping itu penelitian ini juga menggunakan teori-teori, data-data dan konsep- konsep sebagai kerangka acuan untuk menjelaskan hasil penelitian, menganalisis dan sekaligus menjawab persoalan yang diteliti. Oleh karena itu jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif

6.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi penelitian pada masyarakat Kecamatan Medan Helvetia 37 Nawawi, Hadari. 1987. Metodologi Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal. 63 Universitas Sumatera Utara 38

6.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang tinggal di Kecamatan Medan Helvetia yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap DPT yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu legislatif 2009. adapun jumlah populasi dalam penelitian adalah 3329 jiwa

6.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang menggunakan cara tertentu. Dalam menentukan jumlah sampel untuk kuesioner, penulis menggunakan rumus Taro Yamane 38 , sebagai berikut: Keterangan: n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi D : Presisi 10 dengan tingkat kepercayaan 90 38 Rakhmat, Jalaluddin. 1991. Metode Penelitian Komunikasi. Bamdung: Remaja Rosdakarya. Hal. 81 Universitas Sumatera Utara 39 Pada masyarakat Kecamatan Medan Helvetia, jumlah penduduk yang diambil berdasarkan rekapitulasi data pemilih tetap yang digunakan untuk Pemilu 2009 sebanyak 3329 jiwa . Maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak: Jadi sampel yang digunakan untuk menjadi responden dalam penelitian ini dibulatkan menjadi 97 orang.

6.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan maka penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Data primer yang didasarkan pada peninjauan langsung pada objek yang diteliti untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Studi lapangan yang dilakukan dengan datang langsung ke lokasi penelitian dengan cara menyebarkan angketkuesioner kepada responden yang dijadikan sebagai sampel penelitian. Universitas Sumatera Utara 40 Responden menjawab dengan memilih pilihan jawaban yang telah disediakan dalam daftar pertanyaan b. Data sekunder yaitu dengan mencari sumber data dan informasi melalui buku- buku, jurnal, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian ini

6.5. Teknik Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian disusun, dianalisa dan disajikan untuk memperoleh gambaran sistematis tentang kondisi dan situasi yang ada. Data data tersebut diolah dan dieksplorasi secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti. Universitas Sumatera Utara 41

7. Sistematika Penulisan

BAB I: Pendahuluan Pada bab ini akan memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dasar-dasar teori, metode penelitian dan sistematika penulisan BAB II: Deskripsi Lokasi Penelitian Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum dari lokasi penelitian di Kecamatan Medan Helvetia antara lain berupa sejarah singkat kelurahan, kondisi geografis, demografi penduduk BAB III: Pembahasan Pada bab ini data dan informasi disajikan dan dianalisis secara sistematis berdasarkan penelitian yang dilakukan BAB IV: Kesimpulan dan Saran Universitas Sumatera Utara 42

BAB II DESKRIPSI LOKASI

2.1.Letak dan Geografis Kecamatan Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia berbatasan langsung dengan kecamatan Medan Sunggal di sebelah selatan, kabupaten Deli Serdang di sebelah utara, kabupateb Deli Serdang di sebelah barat, dan Kecamatan Medan Barat dan Medan Petisah di sebelah Timur. Kecamatan Medan Helvetia merupakan salah satu kecamatan di Kota Medan yang mempunyai luas sekitar 11,55km2. jarak kantor kecamatan ke kantir walikota Medan yaitu sekitar 8 km. Universitas Sumatera Utara