5.2 Pembahasan
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan adanya variasi karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, status mengompol pada
saat ini, usia berhenti mengompol, frekuensi mengompol, usia balajar BAK dikamar mandi, status BAB buang air besar di celana saat masih mengompol,
mangonsumsi kafein sebelum tidur, usaha mengatasi masalah mengompol, riwayat keluarga terlambat berhenti mengompol, dan adakah melewatkan kegiatan
menginap karena masih mengompol.Penelitian dilakukan pada anak usia 6 sampai 12 tahun, dan didapati usia responden terbanyak adalah pada usia 6-8 tahun yaitu
sebanyak 51 orang 44,7, yang terdiri dari 30 orang perempuan dan 21 orang laki-laki. Sedangkan untuk jenis kelamin responden, yang berjenis kelamin
perempuan 68 orang 59,6 lebih besar dibandingkan laki-laki 46 orang 40,4. Perbedaan proporsi antara laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda.
Dari 114 responden yang diteliti, responden yang masih mengompol sampai saat penelitian dilakukan ada sebanyak 6 orang 5,3, yang terdiri dari 2
orang laki-laki dan 4 orang perempuan. Dan dari analisa data kebanyakan responden yang masih mengompol tersebut berusia 7 tahun. Sedangkan yang
sudah berhenti mengompol sebanyak 108 orang 94,7. Hal ini sejalan dengan penelitian Hazza dan Tarawneh 2002 yang dilakukan pada 306 responden yang
menunjukkan hasil sebanyak 162 orang 23,8 responden masih mengompol dan yang sudah tidak mengompol sebanyak 519 orang 76,2. Maka dapat dilihat
bahwa pada penelitian terhadap anak usia sekolah dasar didapati sebagian besar anak pada usia ini sudah berhenti mengompol.
Pada hasil penelitian didapati juga usia berhenti mengompol paling banyak pada usia 3-4 tahun dengan proporsi sebanyak 48 orang 42,1, yang
terdiri 22 orang laki-laki dan 26 orang perempuan. Hal ini didukung oleh penelitian Oppel et al 1968 yang menyatakan lebih dari 40 anak usia 2 tahun
berhenti mengalami nocturnal enuresis, pada tahun berikutnya 20 pada anak usia 3 tahun, dan hanya 6 pada anak usia 4 tahun yang masih mengalami
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
nocturnal enuresis. Begitu juga dengan Kaffman dan Elizur 1977 yang menyatakan bahwa mengompol dianggap normal sampai usia 3 tahun. Sedangkan
untuk usia berhenti mengompol pada usia 4-6 tahun sebanyak 36 orang 31,6, usia 7-9 tahun sebanyak 5 orang 4,4, dan yang berhenti pada usia diatas 9
tahun sebanyak 1 orang 0,9. Pada penelitian Hazza dan Tarawneh 2002 didapatkan 17,1 anak usia 6 tahun yang sudah berhenti mengompol, 41 pada
anak usia 7 tahun, dan 41,9 pada usia 8 tahun, sedangkan epidemiologi yang diperoleh Yousef, Basaleem, dan Taher 2009 dari 655 orang anak, yang sudah
berhenti mengompol pada usia 6-8 tahun sebanyak 11,6 dan usia 9-11 tahun sebanyak 25,1.
Frekuensi mengompol pada responden dari penelitian ini paling banyak adalah 1-3 kali bulan dengan komposisi sebanyak 43 orang 37,7. Hal
ini menyatakan bahwa walaupun anak tersebut mengompol, tapi frekuensinya tidak terlalu sering. Berbeda dengan epidemiologi yang diperoleh Yousef,
Basaleem, dan Taher 2009 untuk frekuensi mengompol setiap hari sebanyak 47,8, 1-3 kali minggu, 37,2, 1-3 kali bulan 10,6, 1 kali 6 bulan 0,9,
dan lebih dari 2 kali 6 bulan 3,5, hal ini mungkin disebabkan adanya perbedaan karakteristik dan kebiasaan di tempat dilakukan penelitian.
Pada responden penelitian ini, usia belajar BAK dikamar mandi paling banyak pada usia 1 tahun sebanyak 48 orang 42,1, dan dari hasil analisa data
responden sudah berhenti mengompol paling banyak pada usia 2 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin cepat anak diajarkan untuk BAK dikamar mandi,
maka akan membiasakan anak tersebut untuk tidak mengompol lagi. Selain itu didiukung juga oleh teori Psikoseksual dari Sigmund Freud yang menyatakan
bahwa pada fase anal usia 1-3 tahun tempat pemusatan anak adalah anus dan daerah sekitarnya, pada fase inilah anak seharusnya mendapatkan kontrol sfinkter
volunter toilet training. Dari penelitian, didapati juga responden yang sewaktu masih
mengompol disertai dengan BAB dicelana sabanyak 14 orang 12,3. Hal ini
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
menunujukkan bahwa mengompol juga disertai dengan BAB dicelana, seperti yang dinyatakan oleh Maslim 2001 dalam PPDGJ III mengenai Enuresis. Selain
itu didukung juga oleh pernyataan Gray dan Moore 2009 bahwa adanya “Law of 15” yaitu: 15 anak mengalami enuresis, 15 insidensinya berkurang pada setiap
tahunnya, 15 disertai dengan encopresis pengeluaran tinja secara tidak layak,
dan 15 mengalami enuresis sekunder. Untuk konsumsi kafein sebelum tidur hanya didapati sebanyak 4
orang 3,5 yang pada saat mengompol mengonsumsi kafein sebelum tidur. Hal ini sejalan dengan epidemiologi Yousef, Basaleem, dan Taher 2009 yang
mendapati hanya 1,6 anak dengan masalah enuresis memiliki kebiasaan mengonsumsi teh sebelum tidur.
Adapun cara orang tua dalam mengatasi masalah mengompol ini yang paling banyak dilakukan adalah membangunkan anak pada malam hari untuk
BAK agar anak tersebut tidak mengompol, hal ini dilakukan oleh 64 orang tua responden 56,1. Sedangkan pada penelitian Hazza dan Tarrawneh 2002
menyatakan 75 orang tua memilih untuk memberikan obat-obatan dalam mengatasi masalah mengompol ini, tetapi 14 orang tua lebih memilih
menghukum anaknya apabila anak tersebut mengompol agar ia tidak mengulanginya lagi. Perbedaan cara mengatasi mengompol ini berbeda mungkin
dikarenakan perbedaan tempat penelitian yang memiliki perbedaan kebiasaan dan perilaku.
Pada penelitian reponden yang memiliki riwayat keluarga terlambat berhenti mengompol atau berhenti mengompol diatas 5 tahun hanya sebagian
kecil, yaitu hanya 2 orang 1,8 yang memiliki riwayat orang tua yang terlambat berhenti mengompol, dan 10 orang 8,8 yang memiliki riwayat saudara
kandung yang terlambat berhenti mengompol. Sesuai dengan pernyataan Von Gontard, Schaumburg, Hollmann, Eiberg, dan Ritting 2001 mengenai etiologi
dari nocturnal enuresis yaitu dari anamnesa didapati bahwa salah satu atau kedua orang tua mengalami enuresis. Sedangkan berdasarkan penelitian Hazza dan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Tarawneh 2002 didapati 50,5 kasus enuresis memiliki riwayat keluarga. Lain hal pada epidemiologi oleh Yousef, Basaleem, dan Taher 2009 yang
menyatakan 42,9 memiliki riwayat keluarga terlambat berhenti mengompol yaitu pada orang tua, dan 31,1 pada saudara.
Untuk keadaan anak-anak akan melewatkan kegiatan menginap karena masih mengompol, pada penelitian hanya didapati sebanyak 2 orang 1,8.
Sebagian besar responden 98,2 menyatakan tidak terganggu oleh masalah ini. Berdasarkan komentar orang tua pada saat penelitian dilakukan, hal ini
dikarenakan pada usia sekolah dasar banyak orang tua tidak mengijinkan anaknya untuk menginap disekolah. Hal ini didukung oleh epidemiologi Yousef,
Basaleem, dan Taher 2009 yang menyatakan bahwa 87,6 kasus Nocturnal Enuresis tidak mengganggu kegiatan sekolah termasuk kegiatan menginap.
Dari penelitian ini didapati cukup banyak perbedaan dengan penelitian–penelitian yang yang sudah ada. Dan berdasarkan asumsi peneliti, hal
ini dikarenakan adanya perbedaan karakteristik, kebiasan atau kebudayaan, jumlah responden, maupun cakupan wilayah penelitian.
BAB 6
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN