Berdasarkan PPDGJ III pedoman diagnostik dari enuresis adalah: • Suatu gangguan yang ditandai oleh buang air kecil tanpa kehendak, pada
siang danatau malam hari, yang tidak sesuai dengan usia mental anak, dan bukan akibat dari kurangnya pengendalian kandung kemih akibat
gangguan neurologis, serangan epilepsi, atau kelainan struktural pada saluran kemih.
• Tidak terdapat garis pemisah yang tegas antara gangguan enuresis dan variasi normal usia seorang anak berhasil mencapai kemampuan
pengendalian kandung kemihnya. Namun demikian, enuresis tidak lazim didiagnosis terhadap anak dibawah usia 5 tahun atau dengan usia mental
kurang dari 4 tahun. • Bila enuresis berhubungan dengan suatu gangguan emosional atau
perilaku, yang lazim merupakan diagnosis utamanya, hanya bila terjadi sedikitnya beberapa kali dalam seminggu.
• Enuresis ada kalanya timbul bersamaan dengan enkopresis, dalam hal ini enkopresis yang diutamakan Maslim, 2001.
2.7 Diagnosa Banding
Diagnosa banding dari nocturnal enuresis dapat berupa: 1.
Diurnal enuresis. Diurnal enuresis merupakan keadaan enuresis yang terjadi pada siang hari Sekarwana, 1993.
2. Obstruksi saluran kemih bagian bawah. Pada penyakit ini terjadi
penurunan pancaran urin, nyeri, miksi terjadi siang dan malam, pyuria, demam, serta sering terjadi distensi kandung kemih. Pada urogram
didapati dilatasi kandung kemih dan saluran kemih bagian atas. Karena terjadi obstruksi kuat yang disebabkan spasme di otot dinding pelvis
menyebabkan kerusakan kandung kemih dan ginjal Tanagho, 2008. 3.
Infeksi saluran kemih. Infeksi yang terjadi tidak berhubungan dengan obstruksi menimbulkan gejala frekuensi pada siang hari dan malam hari.
Penyakit ini disertai nyeri saat miksi, demam, anemi, dan pada urinalisis
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dijumpai sel nanah atau bakteri atau keduanya yang disertai dengan penurunan fungsi ginjal Tanagho, 2008; Hagman dan Dech, 2003.
4. Penyakit Neurogenik. Pada anak dengan kelainan cabang atau batang saraf
sakralis dapat terjadi kegagalan dalam kontrol miksi baik disiang hari maupun malam hari Tanagho, 2008.
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Farmakologi
Obat-obat yang digunakan dalam menangani kasus-kasus enuresis berupa: 1.
Desmopresin Acetate, merupakan antidiuretik yang meningkatkan reabsorbsi air. Obat ini diberikan sebelum tidur dengan cara disemprotkan
ke hidung. Desmopresin dapat digunakan dalam mengurangi nocturnal enuresis sampai anak dapat menahan miksi, tidak memiliki efek samping,
dan menunjukkan efek antienuretik yang signifikan. Tetapi desmopresin kontra indikasi pada pasien dengan thrombotic thrombocytopenic purpura
Gonzales, 2000; Meadow dan Newell, 2003; Tanagho, 2008; Veygradier, Meyer, dan Loirat, 2006 dalam Gray dan Moore, 2009.
2. Imipramin, merupakan obat antidepresan trisiklik yang diminum 25 mg
sebelum makan malam Meadow dan Newell, 2003; Tanagho, 2008. Mekanisme kerjanya belum jelas, namun mempunyai efek signifikan pada
saat tidur Mikkelsen, Rapoport, Nee, Gruenau, Mendelson, dan Grlinc, 1980 dalam Koff, 1997. Respon klinis obat ini bergantung pada kadar
plasma dalam darah, efek sampingnya berupa toksik dan lethal overdosis bila digunakan dalam dosis besar Jogensen, Lober, Christiansen, dan
Gram, 1980; Degatta Gracia, dan Acosta, 1984 dalam Koff 1997. Efek samping yang terjadi dapat berupa iritabilitas, penurunan nafsu makan,
mual dan muntah Yeung dan Shioe, 2007 dalam Gray dan Moore, 2009. 3.
Obat-obat parasimpatolitik seperti atropine atau Belladona berguna menurunkan tonus otot detrusor. Dapat juga digunakan Methaline bromide
25-27 mg sebelum tidur Tanagho, 2008.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
4. Obat simpatomimetik seperti dextroamphetamine sulfate 5-10 mg sebelum
tidur Tanagho, 2008 . Obat-obatan ini tidak terlalu berguna karena sebagian besar akan
mengalami relaps saat penggunaan obat dihentikan Meadow dan Newell, 2003.
2.8.2 Non Farmakologi
Terapi yang dapat dilakukan berupa: 1.
Perubahan kebiasaan, yaitu mengurangi asupan air 2 jam sebelum tidur, mencegah mengonsumsi minuman berkafein, orang tua membangunkan
anaknya pada malam hari untuk miksi denga cara mengidupkan lampu atau mengusapkan handuk dingin diwajahnya, latihan menahan miksi
untuk memperbesar kapasitas kandung kemih agar waktu antara miksi menjadi lebih lama, minta anak membantu membersihkan serta mengganti
alas tempat tidur nya dan mengganti piyama sendiri, serta memberi hadiah bila anak tidak mengompol Gray dan Moore, 2009; Meadow dan Newell,
2003; Sekarwan, 1993. 2.
Miksi sebelum tidur, dimana anak diharuskan pergi ke toilet untuk buang air kecil sebelum tidur pada setiap malamnya Gauthier, Edelmann, dan
Barnett, 1982. 3.
Menggunakan alarm, yang dilakukan selama 4-6 minggu disertai dengan pemberian hadiah agar dapat lebih efektif. Alarm dipasang sebelum tidur
dan berbunyi atau bergetar saat miksi Gray dan Moore, 2009; Hogmann dan Dech, 2007, Sekarwan, 1993, Tanagho, 2008.
4. Psikoterapi, dengan cara adanya konseling pada anak dan harus dijelaskan
pada orang tua bahwa hal ini akan berhenti dengan sendirinya dan agar lebih efektif dilakukan beberapa terapi, jadi diharapkan agar orang tua
tidak menghukum anak karena nocturnal enuresis akan memperberat keadaan anak tersebut Gray dan Moore, 2009; Tanagho, 2008.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.8.3 Indikasi terapi
Nocturnal enuresis bukanlah sebuah penyakit, dan akan menghilang dengan sendirinya. Oleh karena itu sebenarnya masalah ini tidak perlu diterapi
akan tetapi dicegah, dimana orang tua dituntut untuk melakukan beberapa tindakan untuk menanggulangi masalah ini. Adapun hal yang sebaiknya dilakukan
berupa perubahan kebiasaan serta pengajaran terhadap anak untuk miksi sebelum tidur. Sedangkan penggunaan obat-obatan tdak begitu disarankan, karena hanya
bersifat sementara Gauthier, Edelmann, dan Barnett, 1982.
2. 9 Komplikasi dan Prognosis
Nocturnal enuresis dapat sembuh spontan tanpa diobati pada 10-20 kasus per tahun. Penyembuhan terjadi bila orang tua dan anak sabar menunggu
Sekarwana, 1993. Akan tetapi, bila tidak ada penanganan dan peran orang tua dalam mengatasi nocturnal enuresis, dapat berkembang menjadi gangguan
psikogenik atau kecemasan Tanagho, 2008 .
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam peneitian ini adalah:
Anak SD, Berhenti mengompol
berdasarkan usia Nocturnal enuresis
Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian
3.2 Definisi Operasional
3.2.1 Anak
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pada penelitian ini anak yang akan
diteliti adalah anak yang menjalani pendidikan pada tingkat sekolah dasar di SD Harapan I Medan.
3.2.2 Usia
Usia atau umur merupakan waktu hidup atau nyawa. Pada penelitian ini, usia anak yang akan diteliti adalah anak dengan usia 6-12 tahun yang menjalani
pendidikan pada tingkat Sekolah Dasar di SD Harapan I Medan. Alat ukur
: kuesioner
Cara mengukur :
angket Skala pengukuran
: nominal
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
3.2.2 Mengompol Nocturnal enuresis
Nocturnal enuresis atau yang sering disebut mengompol adalah pengeluaran urin di malam hari pada anak-anak yang belum bisa mengendalikan
buang air kecil dengan sempurna. Pada penelitian ini yang akan diteliti adalah mengenai usia berhenti seorang anak berhenti mengompol dan factor-faktor yang
mempengaruhinya. Alat ukur
: kuesioner
Cara mengukur :
angket Skala pengukuran
: nominal
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian