BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nocturnal enuresis bedwetting atau dalam bahasa Indonesia yang dikenal dengan istilah “mengompol” merupakan salah satu masalah yang sering terjadi
pada anak – anak. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa keadaan seperti peranan orang tua terhadap penerapan kebiasaan toilet training, konsumsi air minum
berlebihan sebelum tidur, serta peranan riwayat keluarga. Pengertian dari Nocturnal enuresis ini sendiri merupakan pengeluaran air
kemih yang tidak disadari pada malam hari oleh seseorang yang pengendalian kandung kemihnya diharapkan sudah tercapai, dan hal ini terjadi pada malam hari
Sekarwana, 1993. Nocturnal enuresis terjadi pada anak-anak yang tidak bisa menahan buang air kecil dalam waktu yang lama seperti pada saat tidur.
Nocturnal enuresis tanpa pengosongan urin yang jelas pada siang hari mengenai 20 sampai usia 5 tahun, kemudian berhenti secara spontan pada kira-
kira 15 anak tersebut setiap tahun Gonzales, 2000. Adapun usia puncak anak- anak mengalami enuresis adalah usia 4-5 tahun dengan komposisi 18 laki-laki
dan 15 perempuan, pada usia 12 tahun menurun menjadi 6 laki-laki dan 4 perempuan Gray dan Moore, 2009.
Menurut Tanagho 2008, anak perempuan dengan kandung kemih normal lebih cepat dapat mengontrol buang air kecilnya daripada anak laki-laki. Pada usia
6 tahun, 10 masih mengalami nocturnal enuresis, bahkan pada usia 14 tahun sebanyak 5 juga masih ada yang mengalami nocturnal enuresis. Didapati 50
kasus mengalami keterlambatan pematangan sistem saraf dan myoneurogenik intrinsik kandung kemih, 30 kasus dipengaruhi keadaan psikologis, dan 20
lainnya disebabkan oleh penyakit-penyakit organik. Dan biasanya nocturnal enuresis fungsional berhenti pada usia kurang lebih 10 tahun.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data yang didapat Hazza dan Tarawneh 2002 dari kuesioner yang diperoleh dari orang tua anak usia 6-8 tahun di sekolah dasar di Jordan,
didapatkan 48,9 anak usia 6 tahun mengalami nocturnal enuresis, 21 pada anak usia 7 tahun, dan 8,4 pada usia 8 tahun. Dari penelitian ini juga didapatkan
50,5 dengan riwayat orang tua dengan nocturnal enuresis, 50 berkonsultasi ke dokter, 75diterapi dengan pemberian obat-obatan, dan 14 dihukum oleh orang
tua bila mengompol. Prevalensi ini mungkin lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara di Asia dan Eropa karena adanya faktor-faktor terkait.
Sedangkan dari epidemiologi yang diperoleh Yousef, Basaleem, dan Taher 2009 dari 655 orang anak, maka didapati penurunan kejadian nocturnal
enuresis, sehingga pada usia 6-8 tahun hanya ditemukan sebanyak 31,5 dan 8,7 pada usia 15 tahun ke atas. Selain itu didapati juga 37,2 dengan riwayat
keluarga mengalami nocturnal enuresis, 45,5 disertai diurnal enuresis, 41,7 disertai dysuria, 41,0 disertai konstipasi, 82,3 karena dihukum bila mengalami
nocturnal enuresis, dan 91 membutuhkan penanganan medis. Hal ini dipengaruhi jumlah keluarga dan sosial ekonomi keluarga.
Di kalangan masyarakat nocturnal enuresis dianggap sebagai hal yang memalukan dan sering kali memberi hukuman bila anak mengalami hal tersebut
pada usia sekolah. Hal ini akan mempengaruhi keadaan psikologis anak, selain itu juga akan berdampak pada kebersihan anak tersebut dan akan menjadi komplikasi
berupa infeksi pada saluran kemih. Oleh karena itu, harus ada penjelasan kepada masyarakat dalam hal ini orang tua, mengenai perkiraan usia anak berhenti
mengalami nocturnal enuresis serta bagaimana menanganinya. Akan tetapi, karena masih banyak ditemukan perbedaan dari beberapa sumber dan masih
terbatasnya informasi mengenai hal ini maka penulis tertarik untuk mengetahui gambaran perkiraan usia berhenti mengompol nocturnal enuresis pada anak
sekolah dasar sebagai tambahan informasi mengenai keadaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
1.2 Rumusan Masalah