Menalar, Menggali Argumentasi Pemahaman Hakikat Manusia sebagai Citra Allah
11 1. Martabat Manusia sebagai Citra Allah
Berdasarkan kitab Kej. 1:26-28; dan Kej. 2:7-8, 15-18, 21-25 tampak bahwa manusia diciptakan oleh Allah Sang Pencipta pada hari ke-6 dengan bersabda dan bertindak.
Dalam kisah penciptaan itu, manusia diciptakan dalam proses yang terakhir setelah semua yang ada di alam semesta diciptakan. Artinya, manusia diciptakan sebagai
puncak ciptaan Allah. Manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah, dengan karunia istimewa yaitu akal budi, hatiperasaan, dan kehendak bebas. Adanya
karunia akal- budi menjadikan manusia bisa atau memiliki kemampuan untuk memilih, karunia hatiperasaan menjadikan manusia bisa merasakan, dan karunia
kehendak bebas menjadikan manusia mampu membangun niat-niat. Karunia-karunia itu menjadikan manusia sebagai makhluk hidup yang memiliki
kesadaran dan kebebasan.
Gambar 1.5 Kodratjatidiri manusia sebagai citra Allah. Sumber: Waruwu, Membangun Budaya Berbasis Nilai, hal. 165.
Gambaran yang paling tepat mengenai siapakah manusia di hadapan Allah secara iman Kristiani terdapat dalam Kitab Mazmur 8:1-10. Demikian juga gambaran
siapakah manusia di hadapan Allah secara iman Kristiani terdapat dalam Kitab Yesus Bin Sirakh 17:1-11. Pandangan dan ajaran resmi Gereja Katolik tentang manusia
diuraikan dalam Gaudium et Spes artikel 12. Kitab Suci mengajarkan bahwa manusia
12
diciptakan “menurut gambar Allah”; ia mampu mengenal dan mengasihi Penciptanya; oleh Allah manusia ditetapkan sebagai tuan atas semua makhluk di dunia ini Kej 1:26;
Keb 2:23, untuk menguasainya dan menggunakannya sambil meluhurkan Allah Sir. 17:3-10. “Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia,
sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau
menjadikannya berkuasa atas buatan tangan- Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya” Mzm 8:5-7.
Allah menempatkan martabat manusia di atas ciptaan yang lain. Hanya manusia yang secitra dengan Allah. Dari segala ciptaan yang kelihatan, hanya manusia
mampu mengenal dan mencintai Penciptanya dan oleh Allah manusia ditetapkan sebagai tuan atas semua makhluk di dunia ini, untuk menguasainya dan
menggunakannya sambil meluhurkan Allah GS 12,3. Lebih tegas lagi para Bapa Konsili menyatakan bahwa “Allah sebagai Bapa memelihara semua orang,
menghendaki agar mereka merupakan satu keluarga, dan saling menghargai dengan sikap persaudaraan. Sebab mereka semua diciptakan menurut gambar Allah, yang
menghendaki segenap bangsa manusia dari satu asal mendiami muka bumi Kis 17:26. Mereka semua dipanggil untuk satu tujuan, yakni Allah sendiri” GS 24,1.
Manusia merupakan satu-satunya makhluk, yang Allah kehendaki demi dirinya sendiri bdk. GS 24,3.
Gambar 1.6.Janin bayi dalam kandungan ibunya berumur 39 minggu. Sumber: http:images.agoramedia.com
Martabat manusia itu mulia karena hidupnya tergantung pada Allah. Asal mula dan sumber kehidupan manusia adalah Allah, yang menjadi pemberi dan penopang
kehidupan. Karena martabat manusia sangat mulia dan luhur, kehidupan manusia harus dilindungi sejak pembuahan dalam kandungan. “Sebab Engkaulah yang
membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur
13
kepada-Mu oleh karena kejadianku dasyat dan ajaib; ajaib apa yang kamu buat dan jiwaku benar-benar menyadarinya” Mzm. 139; 13 – 14.
Martabat manusia sebagai citra Allah merupakan landasan penghargaan terhadap hak azasi manusia. Semua hak azasi berakar dalam kodrat kemanusiaan yang lahir
bersamaan dengan manusia. Nilai-nilai kemanusiaan itu berasal dari Tuhan, pencipta alam semesta. Setiap manusia memperkembangkan kepribadiannya dalam
hubungannya dengan sesama atas dasar nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Setiap diskriminasi, dan paksaan dalam hal agama, misalnya, selalu
bertentangan dengan kemanusiaan dan ke-Tuhan-an. Oleh karena itu, para pemeluk agama harus menjadi pelopor dalam menegakkan hak-hak asasi manusia. Hak asasi
manusia merupakan syarat mutlak untuk perkembangan demokrasi yang sehat. Setiap penganut agama harus menjunjung tinggi hak-hak asasi karena itu berasal dari
Tuhan sendiri Jacobus Tarigan, 2013.
2. Martabat Manusia sebagai Anak Allah
Manusia sebagai makhluk ciptaan yang mempunyai citra dan rupa Allah mempunyai tujuan yang diberikan oleh Allah sendiri. Tujuan hidup manusia sangat mempengaruhi
martabat manusia. Tujuan hidup manusia itu pada dasarnya di luar segala daya pemikiran manusia, di luar segala perhitungan manusia bahkan di luar pengertian
manusia itu sendiri. Tujuan hidup manusia pada dasarnya bersifat transendental bersifat ilahi dan
mengatasi segala-galanya, yaitu memenuhi kerinduan manusia mencapai kesempurnaan dalam segala-galanya, yaitu suatu kebahagiaan abadi berupa
kehidupan kekal, hidup berbahagia bersama Allah Bapa di surga Lihat Yoh. 17:1-3; 1Yoh. 3:2; 1Kor. 2:9. Dalam teks tersebut dilukiskan bahwa tujuan hidup manusia
masing-masing adalah persatuan dengan hidup Allah Tritunggal untuk selama- lamanya. Sebagai anak Allah, manusia terpanggil untuk hidup bersatu dengan Bapa-
Nya sesuai dengan rencana Allah. Martabat manusia sebagai anak Allah merupakan kunci untuk memahami sebenarnya siapa manusia.
Manusia dipanggil untuk hidup dalam persekutuan dengan Allah Bapa berkat wafat dan kebangkitan Kristus yang memanggil manusia untuk lahir kembali sebagai anak
Allah. Maka martabat manusia tidak tergantung pada bangsa, jenis, usia, bakat, kedudukan dan keberhasilan seseorang. Martabat manusia melebihi semua hal
tersebut. Allah telah mengangkat manusia sebagai anak-Nya dengan menyerahkan
14
Putra-Nya yang tunggal, Yesus Kristus. Maka, martabat manusia diangkat dan disempurnakan dalam relasi dengan Yesus Kristus Putra Allah 1Yoh. 4:9-10.
3. Martabat Manusia sebagai Pribadi Sosial
Apakah Anda pernah mendengar ada pepatah mengatakan: “No man is an island”, artinya ‘manusia tidak ada yang hidup sendirian.’ Dalam kehidupannya manusia sadar
akan dirinya bersama dengan orang lain. Manusia bersama dengan orang lain, secara bersama-sama memberikan arti dan nilai dan saling memanusiawikan. Anda menjadi
pribadi justru dalam pengakuan dari sesama. Manusia diciptakan untuk berelasi dan bersekutu. Relasi dan persekutuan ini memperlihatkan suatu ketergantungan
dasariah antarmanusia sebagai makhluk yang selalu ada bersama. Karena itu, manusia hidupnya tergantung satu sama lain. Allah tidak menciptakan manusia
seorang diri: sebab sejak awal mula “Ia menciptakan mereka pria dan wanita” Kej. 1:27. Rukun hidup mereka merupakan bentuk pertama persekutuan antarpribadi.
Sebab dari kodratnya yang terdalam, manusia bersifat sosial; dan tanpa berhubungan dengan sesama ia tidak dapat hidup atau mengembangkan bakat-pembawaannya.
Hidup di tengah-tengah manusia lain merupakan sebuah keniscayaan. Oleh karena itu, sebagai citra Allah manusia adalah pribadi sosial, yang di satu sisi sebagai
anugerah yang layak “disyukuri” dan di lain pihak mengandung tugas panggilanperutusan yaitu “membangun”. Karenanya, kita perlu membangun
kesadaran bahwa kita hidup dalam suatu komunitas kebersamaan. Kesadaran itu, hendaknya dihayati dengan sikap-sikap yang menunjang tercapainya kerja sama dan
saling pengertian dan peduli di antara sesama manusia.
Gambar 1.7. Seseorang yang peduli dengan memberi sedekah kepada kakek yang sedang duduk mengemis. Sumber: http:mybroadband.co.zavbattachment.php
15
Dari penjelasan dan uraian di atas, secara singkat dapat dikatakan bahwa relasi sosial manusia dipahami dalam penilaian martabat manusia yang tidak bisa terpisah dari
kenyataan bahwa ia diciptakan oleh Allah. Hal itu berarti luhurnya martabat manusia diakui, dihormati dan dijunjung tinggi karena iman akan Allah, maka kepercayaan
bahwa Allah itu Sang Pencipta sekaligus mengandung kepercayaan bahwa Allah menjadikan manusia sebagai makhluk sosial yang mulia dan bermartabat luhur.
Karena martabat luhur manusia hanya diakui dalam iman akan Allah sebagai Sang Pencipta dan dalam diri Yesus Kristus, Putera Allah yang tunggal.
Manusia menentukan sikap dan hubungannya dengan sesama. Dengan akal budinya, dan kemampuan membedakan yang baik dan yang jahat, serta dengan kehendak
bebasnya, manusia bertanggungjawab atas perbuatannya. Martabat setiap manusia diuji dalam relasi membina dirinya dengan sesamanya, dan keberhasilan
kemanusiaannya dinilai dari sisi kadar etis-moralnya, bukan pada apa yang dimiliki dan melekat pada dirinya.
Dalam konteks bernegara, kepekaan sosial diwujudkan dalam bentuk membayar pajak dengan benar, tepat waktu dan tidak memanipulasi kewajiban pajaknya.
Gambar 1.8 Pemberian Kartu Keluarga Sejahtera dan Kartu Indonesia Sehat merupakan salah satu bentuk saling tolong menolong. Hal tersebut karena masyarakat yang mampu
berbagi kepada pihak yang kurang mampu melalui pembayaran Pajak Sumber: jateng.tribunnews.com
16
Gambar 1.9 Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang membiayai sebagian besar fasilitas kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lain-lain Sumber: Kementerian
Keuangan RI
Sumber: Kementerian Keuangan RI Gambar 1.10 Manfaat pajak bagi pembiayaan negara yang dirasakan masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari 1. Amati dan analisislah kasus-kasus yang timbul di tengah masyarakat yang
merupakan pelanggaran terhadap martabat manusia sebagai Citra Allah. Rumuskanlah masalah-masalah aktual pelanggaran terhadap Hak Azasi
Manusia yang menjadi keprihatinan Gereja. 2. Menurut pengamatan Anda mengapa pelanggaran tersebut terjadi.
17
3. Rumuskanlah apa dan bagaimana usaha Anda untuk mengatasi agar pelanggaran hak asasi tersebut tidak terulang kembali, diskusikan dalam
kelompok, hasil diskusi dibuat dalam bentuk paper dan dikumpulkan.