187
Menjadi Perempuan Terdidik :
Novel Indonesia, dan Feminisme
menjalankan perannya dalam bidang hukum, khususnya dalam perlindungan terhadap korban pelanggaran hak asasi manusia
yang dilakukan oleh sejumlah aparat pemerintahan Orde Baru. Dalam hal ini perempuan seperti tokoh Yasmin tidak hanya
menjadi seorang pengacara dalam kasus-kasus lokal, tetapi juga yang melibatkan jaringan internasional seperti Human Rights
Watch.
Dalam konteks
pembagian kerja
tradisional yang
menempatkan perempuan pada beberapa lapangan kerja yang stereotype bidang perempuan, seperti pendidik, perawat, dan
sekretaris, maka Yasmin telah berhasil menerobos sekat-sekat pembagian kerja secara seksual. Pekerjaan yang dilakukan
Yasmin bukanlah pekerjaan stereotype khas perempuan seperti pada beberapa novel sebelumnya. Dalam perspektif feminis
liberal, aktivitas dan kecerdasan Yasmin juga menunjukkan bahwa kemampuan intelektual perempuan dan laki-laki pada
dasarnya sama jenisnya. Kalau pun terjadi perbedaan pencapaian intelektual antara perempuan dengan laki-laki adalah semata-
mata hasil dari pendidikan laki-laki yang lebih lengkap dari pada perempuan dan posisi laki-laki yang lebih diuntungkan Mill via
Tong, 2006:28. Dengan demikian, ketika para perempuan juga diberi
kesempatan untuk
memperoleh pendidikan
dan keterampilan yang sama dengan laki-laki, maka mereka pun juga
mampu berperan di masyarakat seperti halnya kaum laki-laki. Dalam perspektif feminis liberal, perempuan dan laki-laki dapat
saling bekerja sama untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di masyarakat.
5.5 Peran di Bidang Kesenian
Bidang kesenian
juga telah
dimasuki oleh
para perempuan. Di bidang kesenian perempuan tidak hanya menjadi
pelaku yang menjalankan aktivitas seni di bawah perintah orang lain, tetapi juga sebagai pencipta. Terdapat tiga buah novel yang
menggambarkan aktivitas perempuan sebagai penari, yaitu Pada Sebuah Kapal, tokoh Sri Nh. Dini dan Saman dan Larung,
terutama pada tokoh Shakuntala Ayu Utami. Berbeda dengan Sri yang menjalani profesi penari klasik yang menarikan karya
orang lain, tokoh Sakhuntala adalah seorang penari dan koreografer pencipta tari. Dia bahkan mendapatkan beasiswa
188
Menjadi Perempuan Terdidik :
Novel Indonesia, dan Feminisme
dari Asian Cultural Council tinggal di New York selama dua tahun untuk mempelajari tari, koreografi dalam berbagai festival,
terlibat dalam berbagai lokakarya, mengajar, dan menggarap karya tari Utami, 1998:138.
Sri belajar tari klasik pada sebuah sanggar tari di Semarang dan Jakarta di sela-sela waktu sekolah sekolah dasar
dan menengah dan bekerja. Hal ini berbeda dengan Sakhuntala yang belajar menari, mencipta tari, dan meneliti tari melalui
lembaga pendidikan formal di IKJ Institut Kesenian Jakarta. Bagi Sri, kegiatan menari bukanlah profesi utama, karena dia
memiliki pekerjaan yang menjadi sumber penghasilannya sebagai seorang penyiar radio. Bagi Shakuntala tari adalah kehidupan
dan dunianya. Oleh karena itu, dengan membandingkan kedua sosok perenri dalam ketiga novel tersebut tampak adanya
perkembangan dalam memandang peran perempuan dalam kesenian, khususnya tari. Novel Saman dan Larung tidak lagi
memandang tari sebagai aktivitas tambahan, tetapi tari sebagai aktivitas utama dari seorang seniman. Tidak demikian halnya
dengan pandangan dalam novel Pada Sebuah Kapal, yang memandang menari belum sebagai profesi utama, tetapi baru
sebagai aktivitas tambahan dari seorang perempuan.
Dalam belajar menari, Sri Pada Sebuah Kapal mendapat dukungan dari keluarga. Bahkan, ayahnya yang pertama kali
mengirimkannya kepada seorang guru tari Dini, 2003:15. Sri amat menikmati latihan tarinya. Pada umur tujuh tahun dia pun
mampu menari di sekolahnya pada waktu akhir tahun pelajaran. Hal itu menimbulkan kebanggaan orang tuanya.
Ibuku juga amat banggga melihat aku sanggup menarikan tarian keraton itu. Pada
malam sepulang dari pesta sekolah, dia berkata: ―Akhirnya ada juga dari anakku yang bisa
menari. Kalau nenekmu mengetahuinya, dia tentu akan
mengirimu selendang
yang pernah
dipakainya sewaktu dia menjadi penari keraton.‖ Dini, 2003:16
Dari kutipan tersebut tampak bahwa aktivitas menari yang ditekuni oleh Sri, merupakan walaupun pada akhirnya
bukanlah profesi utama, mendapat dukungan dari keluarganya karena sebelumnya, nenek Sri juga seorang penari keraton.
189
Menjadi Perempuan Terdidik :
Novel Indonesia, dan Feminisme
Dalam novel tersebut diceritakan nenek Sri tinggal di Yogyakarta dengan rumah berpendapa besar. Di pendapa tersebut, yang
dijadikan bangsal belajar menari dan memukul gamelan, tiap hari Minggu anak-anak belajar menari serta memukul gamelan Dini,
2003:11. Dari cerita tersebut tampak bahwa Sri memang dilahirkan dari keluarga Jawa dari kelas atas yang mencintai
penari dan mengajarkannya kepada orang lain.
Berbeda dengan Sri yang mendapat dukungan menari dari keluarganya, pilihan Shakuntala novel Saman untuk belajar
menari, mencipta, dan meneliti tari di sekolah formal
mendapatkan tantangan dari keluarganya. Dalam novel Saman digambarkan bahwa untuk mendapatkan kesempatan belajar tari
di IKJ, Shakuntala harus beradu argumen dengan ayahnya, yang semula melarangnya belajar tari Utami, 1998:153. Selain itu,
Shakuntala digambarkan sebagai seorang seniman tari yang tidak hanya menjadi pelaku yang menjalankan aktivitas seni di bawah
perintah orang lain, tetapi juga sebagai pencipta. Bahkan dia mendapatkan beasiswa dari Asian Cultural Council tinggal di New
York selama dua tahun untuk mempelajari tari, koreografi dalam berbagai festival, terlibat dalam berbagai lokakarya, mengajar,
dan menggarap karya tari Utami, 1998:138.
Berbeda dengan Sri yang belajar menari di lembaga sanggar pendidikan nonformal, Shakuntala belajar tari di
lembaga pendidikan formal, di IKJ Institut Kesenian Jakarta. Utami, 1998:153. Perbedaan proses belajar antara keduanya
itulah, yang akhirnya juga membedakan sikap keduanya dalam memendang profesinya sebagai penari. Sri menjadikan kegiatan
menari hanya sebagai profesi tambahan, karena dia bekerja sebagai seorang penyiar radio, sebagai profesi utamanya. Hal ini
berbeda dengan Shakuntala yang menganggap menari sebagai profesi utama.
Dengan menggambarkan sosok Shakultala tersebut novel ini ingin menunjukkan bagaimana perempuan juga memiliki
kemampuan untuk
mengembangkan kemampuan
seninya dengan baik, bukan hanya sebagai penari yang menarikan karya
orang lain, tetapi juga yang memiliki kemampuan untuk menciptakan karya tari sendiri berdasarkan hasil pengamatannya
terhadap realitas dan karya-karya lain yang telah ada. Dalam novel Larung diceritakan Yasmin, Cok, dan Laila berangkat ke
New York untuk menonton tari kolaborasi seniman Indonesia-
190
Menjadi Perempuan Terdidik :
Novel Indonesia, dan Feminisme
Amerika, karya sahabat mereka, Shakuntala yang dipentaskan di Lincoln Center Utami, 2001:78, 145. Dengan menggambarkan
sosok Shakuntala sebagai pelaku dan pencipta tari, novel Saman menunjukkan bahwa dalam bidang kesenian perempuan telah
menjalankan posisinya sebagai subjek yang mandiri, tidak lagi berkesenian sebagai
penari yang hanya menghafal
dan menjalankan tarian yang diciptakan orang lain.
5.6 Peran di Bidang Media Komunikasi Dari novel yang diteliti, terdapat dua buah yang
menggambarkan peran
perempuan dalam
bidang media
komunikasi, yaitu tokoh Sri dalam Pada Sebuah Kapal dan Laila dalam Saman. Pada Sebuah Kapal berlatar cerita 1970-an ketika
siaran radio masih menjadi media komunikasi yang dominan di Indonesia, selain televisi. Saman berlatar cerita akhir 1990-an,
ketika media komunikasi yang ada di Indonesia sudah berkembang cukup pesat, terutama media cetak, audio visual,
dan internet. Dengan demikian, jenis media komunikasi yang ditekuni tokoh-tokoh kedua novel tersebut pun berbeda, sesuai
dengan zamannya.
Tokoh Sri novel Pada Sebuah Kapal bekerja sebagai penyiar radio di Semarang, kemudian pindah ke Jakarta. Secara
formal Sri hanya menempuh pendidikan sampai tingkat SMA. Untuk mendukung profesinya sebagai penyiar radio dia banyak
membaca buku-buku berbahasa Inggris yang terdapat di perpustakaan kotanya. Menurutnya, melalui buku-buku tersebut
dia akan lebih mengenal bahasa Inggris yang semakin menjadi penting bagi orang-orang yang menginginkan kemajuan di segala
lapangan Dini, 2003:19. Dari gambaran tersebut tampak bahwa Sri tetap belajar sendiri untuk mendukung profesinya sebagai
penyiar radio.
Tokoh Laila novel Saman bekerja di bidang media komunikasi sebagai seorang penulis di sebuah rumah produksi
di Jakarta yang mendapatkan kontrak untuk menulis buku mengenai profil perusahaan Texcoil Indonesia. Texcoil Indonesia
adalah sebuah perusahaan pengeboran minyak lepas pantai yang merupakan patungan saham nasional dengan perusahaan
tambang yang berinduk di Kanada dan pengeboran minyak di Asia Pasifik atas nama Petroleum Extension Service Utami,
191
Menjadi Perempuan Terdidik :
Novel Indonesia, dan Feminisme
1998:8. Sebelum menjadi seorang penulis, Lalia mendapatkan pendidikan ilmu komputer di Universitas Gunadarma, Jakarta,
dan memiliki hobi fotografi Utami, 1998:153. Untuk mendapatkan data sebagai bahan tulisannya Laila
harus mendatangi area pengeboran minyak lepas pantai, sebuah perjalanan yang cukup sulit dan mengandung risiko. Dalam
Saman, pada bagian awalnya digambarkan perjalanan Laila untuk menuju lokasi pengeboran minyak Texcoil Indonesia di
Laut Cina Selatan pada bulan Februari 1993.
Dari ketinggian dan kejauhan, sebuah rig nampak seperti kotak perak di tengah laut lapis
lazuli. Helikopter terbang mendekat dan air yang semula nampak tenang sebetulnya terbentuk dari
permukaan yang
bergejolak, kelam
namun perkasa, seperti menyembunyikan kekuatan yang
dalam. Perempuan itu memberi isyarat agar pilot berputar hingga sudut yang baik bagi dia untuk
memotret tiang-tiang eksplorasi minyak bumi di bawah mereka. Ia telah menggeser daun jendela
hingga lensa telenya menyembul kepada udara tekanan rendah yang sebagian menerobos lekas-
lekas mengibarkan rambutnya yang lepas….
Perempuan tadi mengacungkan jempolnya yang telah jadi dingin setelah merekam beberapa
gambar. Pesawat merendah ke laut sesaat sebelum mendarat,
membuat pusaran
ombak yang
memantulkan cahaya langit, pecah kecil-kecil seperti titik-titik pigmen dalam lukisan Seurat.
Copper oleng dan akhirnya berparkir si landasan heli.
Utami, 1998:7 Kutipan di atas menunjukkan bahwa perempuan telah
memilih pekerjaan yang sama dengan pekerjaan yang dilakukan oleh para pria. Dalam novel tersebut juga digambarkan
bagaimana Laila dan teman laki-lakinya dari tempatnya bekerja, di area pengeboran minyak lepas pantai yang dikunjunginya
dapat berkomunikasi dan bekerja sama dengan setara.
192
Menjadi Perempuan Terdidik :
Novel Indonesia, dan Feminisme
5.7 Peran di Bidang Kesehatan di Daerah Terpencil