Buku Menjadi Pelajar Berkemajuan

Menjadi Pelajar Berkemajuan

© Fida ‘Afif, dkk., 2013

Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved

Cetakan Pertama, Juli 2013

Editor Azaki Khoirudin Proofreader Fathur Rochman Lay Out & Design Cover IlmiPublisher.com

Diterbitkan oleh

PP IPM Gedoeng Moehammadijah Jl. KHA. Dahlan 103 Yogyakarta sekretariat@ipm.or.id www.ipm.or.id

xix+148 hlm; 13x20 cm ISBN: 978-602-17779-4-7

Pengantar

Alhamdulillahira bbil ‘alamin, akhirnya buah karya baru Ikatan Pelajar Muhammadiyah di usianya yang ke-52 ini telah terbit. Setelah setengah abad lebih Ikatan Pelajar Muhammadiyah berkarya untuk negeri ini, dan memer- oleh berbagai prestasinya, tiada hentinya IPM terus memaksimalkan dan mengembangkan prestasi-prestasinya. Buku Menjadi Pelajar Berkemajuan ini hadir di tengah- tengah pembaca sekalian tentunya berkat limpahan rahmat dari Allah Swt.

Buku ini hadir atas kegelisahan dari pelajar Muhammadiyah akan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Maha karya berupa gagasan “menjadi pelajar berkema- juan” merupakan wujud bahwa Ikatan Pelajar

Muhammadiyah terus bergerak dan ikut aktif memberikan baktinya untuk Indonesia. Gagasan besar tersebut selain sebagai reorientasi gerakan pelajar juga memacu pelajar Indonesia agar memasang posisi kuda-kuda yang kuat untuk menggapai masa depan bangsa Indonesia, karena di tangan pelajarlah nasib bangsa ini kelak akan ditentukan.

Pelajar itu, ya belajar. Pelajar itu, ya menuntut ilmu. Berarti, kegiatan seperti membaca, menulis, riset, dan apapun kegiatan belajar itu baik di ranah akademik maupun nonakademik sudah menjadi agenda utama pelajar. Maka dari itu, sebagai sebuah sajian kajian tentang dunia pelajar kontemporer, sekiranya buku ini menjadi referensi dan dibaca oleh pelajar-pelajar Indonesia agar tidak kehilangan arah kemana seharusnya pelajar itu melangkah.

Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah sangat bangga atas terbitnya buku ini. Maka, rasa syukur kepada Allah Swt, ucapan terima kasih kepada para penulis, personalia pimpinan, dan semua pihak yang turut perperan aktif dalam rangka menerbitkan buku ini.

Selamat Milad ke-52 untuk Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Selalu jaya dan siap menjadi penerus bangsa.

Yogyakarta, 5 Juli 2013

Fida ‘Afif

Daftar Isi

Pengantar ................................................................ i Daftar Isi ................................................................. iii

Prolog REAKTUALISASI ISLAM BERKEMAJUAN: Agenda Strategis Gerakan Keilmuan di Era Kontemporer

Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah ................................... v

Meluruskan Kiblat Pelajar Indonesia

Fida ‘Afif ........................................................................

Memaknai Cita-Cita Pergerakan

Achmad Rosyidi ............................................................

Sekolah: Poros Gerakan Pelajar Berkemajuan

Lesti Kaslati Siregar ....................................................... 15

Road Map Gerakan Keilmuan IPM

Hery Wawan .................................................................. 20

Pelajar Berilmu, Manifestasi Manusia Rabbaniyah

Aman Nurrahman Kahfi ............................................... 31

Prolog

––Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah

“Islam berkemajuan menyemaikan benih-benih kebenaran, kebaikan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, dan

keutamaan hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia, Islam yang menjunjung tinggi kemuliaan manusia baik laki-laki maupun

perempuan tanpa diskriminasi. Islam yang menggelorakan misi antiperang, antiterorisme, antikekerasan, antipenindasan, anti-

keterbelakangan, dan anti terhadap segala bentuk pengrusakan di muka bumi, seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kejahatan kemanusiaan, eksploitasi alam, serta berbagai kemunkaran yang menghancurkan kehidupan. Islam yang secara positif melahirkan

keutamaan yang memayungi kemajemukan suku, bangsa, ras, golongan dan kebudayaan umat manusia di muka bumi. ”

Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua,

Muktamar ke-46 2010

I stilah “Islam yang Berkemajoean” yang digunakan oleh Muhammadiyah di awal abad ke 20 (1912) memang terasa lebih nyaman digunakan dari pada istilah Islam “modern”. Istilah “modern” yang dilekatkan kepada Muhammadiyah sebagai timbangan dari Islam “tradisi- onal” tidak terasa nyaman digunakan, karena dalam perjalanan waktu apa yang disebut para pengamat dan peneliti sebagai Islam “tradisional” mengandung elemen- elemen pikiran keagamaan modern, dan apa yang dikate- gorikan sebagai Islam “modern”, ternyata mengandung elemen-elemen pikiran keagamaan tradisional. Dugaan saya, klasifikasi atau kategorisasi “modern” dan “tradisi- onal” tersebut berasal dari para pengamat, analis, peneliti gerakan sosial-keagamaan dan sosial ke-Islaman, tapi bukan dari kalangan pendiri Persyarikatan sendiri.

Akan menarik dan mungkin akan lebih tajam, jika istilah “Islam Berkemajoean” awal abad ke 20 disandingkan

dengan istilah “Islam Progressive” (Islam yang Maju atau Islam Berkemajuan) yang digunakan oleh para ahli studi keislaman pada akhir abad ke 20, dan lebih-lebih lagi pada abad ke-21. Pengetahuan keduanya akan berguna untuk

diketahui oleh para pimpinan Persyarikatan Muhammad- iyah pada setiap jenjangnya dan juga para pimpinan organisasi Islam yang lain di tanah air. Petikan manifesto atau Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua di atas, secara lamat-lamat menginformasikan makna Islam

Progressive yang dirumuskan beberapa pemikir Muslim kontemporer.

Respons Intelektual Muslim Terhadap Perubahan Sosial Kontemporer

Tidak ada yang dapat menyangkal jika dikatakan bahwa dalam 150 sampai 200 tahun terakhir, sejarah umat manusia mengalami perubahan yang luar biasa. Perubahan yang dahsyat dalam perkembangan ilmu pengetahuan, tatanan sosial-politik dan sosial-ekonomi, demografi, hukum, tata kota, lingkungan hidup dan begitu seterus- nya. Perubah-an dahsyat tersebut, menurut Abdullah Saeed, antara lain terkait dengan globalisasi, migrasi penduduk, kemajuan sains dan teknologi, eksplorasi ruang angkasa, penemuan-penemu-an arkeologis, evolusi dan genetika, pendidikan umum dan tingkat literasi.

Di atas itu semua adalah bertambahnya pemaham- an dan kesadaran tentang pentingnya harkat dan martabat manusia (human dignity), perjumpaan yang lebih dekat antarumat beragama (greater inter-faith interaction), muncul- nya konsep negara-bangsa yang berdampak pada keseta- raan dan perlakuan yang sama kepada semua warga negara (equal citizenship), belum lagi kesetaraan gender dan begitu seterus-nya. Perubahan sosial yang dahsyat tersebut berdampak luar biasa dan mengubah pola berpikir dan pandangan keagamaan (religious worldview) baik di ling- Di atas itu semua adalah bertambahnya pemaham- an dan kesadaran tentang pentingnya harkat dan martabat manusia (human dignity), perjumpaan yang lebih dekat antarumat beragama (greater inter-faith interaction), muncul- nya konsep negara-bangsa yang berdampak pada keseta- raan dan perlakuan yang sama kepada semua warga negara (equal citizenship), belum lagi kesetaraan gender dan begitu seterus-nya. Perubahan sosial yang dahsyat tersebut berdampak luar biasa dan mengubah pola berpikir dan pandangan keagamaan (religious worldview) baik di ling-

Dalam khazanah pemikiran keagamaan Islam, khususnya dalam pendekatan Usul al Fiqih, dikenal istilah al-Tsawabit (hal- hal yang diyakini atau dianggap “tetap”, tidak berubah) wa al-Mutaghayyirat (hal-hal yang diyakini atau dianggap “berubah-ubah”, tidak tetap). Belakangan di ling-kungan khazanah keilmuan antropologi (agama), khususnya dalam lingkup kajian penomenologi, dikembang- kan analisis pola pikir yang biasa disebut General Pattern dan Particular Pattern. Seringkali kedua atau ketiga alat analisis entitas berpikir dalam dua tradisi khazanah keilmuan yang berbeda ini, yakni usul al Fiqih (wilayah agama; wilayah akidah dan ibadah) dan Falsafah (philosophy) (wilayah sains, sosial dan budaya). Belum lagi di tambah Antropologi, masih jauh dari upaya ke arah perkembangan menuju ke dialog dan integrasi.

Namun, pertanyaan yang sulit dijawab adalah bagai- mana kedua atau ketiga alat logika berpikir dalam berbagai disiplin keilmuan tersebut, berikut sistem epistemologi yang menyertainya dioperasionalisasikan di lapangan ketika umat Islam menghadapi perubahan sosial di era globalisasi yang begitu dahsyat. Apa yang masih harus dianggap da n diyakini sebagai yang “tetap” dan apa yang Namun, pertanyaan yang sulit dijawab adalah bagai- mana kedua atau ketiga alat logika berpikir dalam berbagai disiplin keilmuan tersebut, berikut sistem epistemologi yang menyertainya dioperasionalisasikan di lapangan ketika umat Islam menghadapi perubahan sosial di era globalisasi yang begitu dahsyat. Apa yang masih harus dianggap da n diyakini sebagai yang “tetap” dan apa yang

fiqh dan usul al-fiqh sama dengan apa yang dianggap al-tsabit (yang tetap) dalam budaya dan ilmu pengetahuan? Begitu juga dalam hal yang dianggap, diyakini sebagai bersifat dzanniy ? Apakah dalam gerak perubahan tidak ada lagi menyisakan hal-hal yang tetap?

Dalam praktiknya, tidak mudah mengoperasionali- sasikannya di lapangan pendidikan, dakwah, komunikasi, hukum dan begitu seterusnya, karena masing-masing orang

dan kelompok telah terkurung dalam preunderstanding

yang telah dimiliki, membudaya, mendarah-mendaging dan dalam batas-batas tertentu bahkan membelenggu. Oleh karenanya, jika persoalan cara berpikir ini tidak dijelaskan dengan baik, meskipun tidak memuaskan seluruhnya, akan muncul banyak keraguan dan benturan di sana-sini. Mengikuti bahasa populer digunakan dalam dunia maya: saling membid’ah- kan, murtad-memurtadkan dan bahkan saling kafir- mengkafirkan, baik pada tingkat person-person atau individu-individu, lebih-lebih pada tingkat sosial dan kelompok- kelompok.

Reaktualisasi Islam Berkemajuan di Tengah Arus

Globalisasi Mengan gkat tema “Reaktualisasi Islam Berkemaju-

an” dalam satu keutuhan pembahasan mempersyaratkan adanya kesediaan para pencetus, pemilik, pendukung dan

penggemarnya untuk mempertemukan dan mendialogkan antara kedua model entitas berpikir yang sulit di atas. Tidak bisa membicarakan yang satu dan meninggalkan yang lain. Tidak bisa hanya membahas yang tetap-tetap saja (form; general pattern; al- tsawabit; qat’iyyat), tanpa sekaligus melibatkan pembicaraan tentang yang berubah (matter; particular pattern; al-mutahawwil; dzanniyyat). Kecuali, kalau topik pembahasan diubah menjadi hanya membicarakan salah satu diantara kedua tema tersebut. Membicarakan (epistemologi) Islam secara parsial, yakni hanya dalam tradisi Fiqh dan Usul al- Fiqh pada wilayah Qath’iy dengan menepikan wilayah Dzanny atau hanya membahas Islam (Berkemajuan) saja, yakni Islam yang sedang berhadapan dengan isu-isu baru atau al- Mutaghayyirat , dengan mengetepikan wilayah Al-T sawabit).

Di sini sulitnya mengangkat tema pembahasan di atas, karena para pelaku atau aktor di lapangan, dengan kebening-an dan kejernihan hati, dipersyaratkan untuk bersedia men-dialogkan, mendekatkan dan mempertemu- kan antara keduanya secara adil, proporsional dan bijak. Perlu ada kesediaan dan mentalitas untuk saling ‘take’ and ‘give’, saling mendekat, dialog, konsensus, kompromi dan Di sini sulitnya mengangkat tema pembahasan di atas, karena para pelaku atau aktor di lapangan, dengan kebening-an dan kejernihan hati, dipersyaratkan untuk bersedia men-dialogkan, mendekatkan dan mempertemu- kan antara keduanya secara adil, proporsional dan bijak. Perlu ada kesediaan dan mentalitas untuk saling ‘take’ and ‘give’, saling mendekat, dialog, konsensus, kompromi dan

Dalam bingkai payung besar perspektif seperti itu, dalam tulisan ini, saya akan membawa peta percaturan dunia epistemologi Islam dalam menghadapi dunia global lewat prisma model berpikir dua pemikir Muslim kontemporer. Yaitu, Abdullah Saeed dari Australia, Jasser Auda dari London. Pertama, adalah karena mereka hidup di tengah-tengah era kontemporer, di tengah-tengah arus deras era perubahan sosial yang mengglobal seperti saat sekarang ini. Sebutlah era Berkemajuan, menggunakan terma dokumen persyarikatan yang dikutip diatas. Kedua, mereka datang dari berbagai belahan dunia dan benua yang berbeda, yaitu Australia dan Eropa, namun keduanya menguasai khazanah intelektual Islam klasik-tengah- modern-posmodern dan mempunyai basis pendidikan Islam di Timur Tengah (Saudi Arabia dan Mesir).

Ketiga, mereka sengaja dipilih untuk mewakili suara ‘intelektual’ minoritas Muslim yang hidup di dunia baru, di wilayah mayoritas non-Muslim. Dunia baru tempat Ketiga, mereka sengaja dipilih untuk mewakili suara ‘intelektual’ minoritas Muslim yang hidup di dunia baru, di wilayah mayoritas non-Muslim. Dunia baru tempat

Keempat, kedua pemikir, penulis, dan peneliti tersebut dalam kadar yang berbeda-beda, mereka mempunyai kemampuan untuk mendialogkan dan mempertautkan antara paradigma Ulum al-Din, al-Fikr al- Islamiy dan Dirasat Islamiyyah kontemporer dengan baik. Yakni, Ulum al Din (Kalam, Fiqh, Tafsir, Ulum Al- Qur’an, Hadits ) yang telah didialogkan, dipertemukan dengan sungguh-sungguh dengan Dirasat Islamiyyah yang meng- gunakan metode sains modern, social sciences dan humanities kontemporer sebagai pisau analisis-nya dan cara berpikir keagamaannya.

Dengan kata lain, Islam yang Berkemajuan adalah “Islam yang berada ditengah-tengah arus putaran Globalisasi dalam Praxis, globalisasi dan perubahan sosial dalam praktik hidup seharihari, dan bukannya globalisasi dalam Theory, globalisasi yang masih dalam tarap teori, Dengan kata lain, Islam yang Berkemajuan adalah “Islam yang berada ditengah-tengah arus putaran Globalisasi dalam Praxis, globalisasi dan perubahan sosial dalam praktik hidup seharihari, dan bukannya globalisasi dalam Theory, globalisasi yang masih dalam tarap teori,

Lewat lensa pandang seperti itu, ada hal lain yang hendak ditegaskan pula di sini bahwa manusia Muslim yang hidup saat sekarang ini di mana pun mereka berada adalah warga dunia (global citizenship), untuk tidak menga- takan hanya terbatas sebagai warga lokal (local citizenship). Sudah barang tentu, dalam perjumpaaan antara local dan global citizenship ini ada pergumulan dan pergulatan identitas yang tidak mudah, ada dinamika dan dialektika antara keduanya, antara being a true Muslim dan being a member of global citizenship sekaligus, yang berujung pada pencarian sintesis baru yang dapat memayungi dan menjadi jangkar spiritual bagi mereka yang hidup dalam dunia baru dan dalam arus pusaran perubahan sosial yang global sifatnya.

Menjadi Pelajar (Muslim) Berkemajuan Sebelum mengetahui, karakteristik pelajar (Muslim)

yang berkemajuan, akan saya sandingkan Islam berkemaju- an dengan Islam Progressif. Islam progressif adalah merupakan upaya untuk mengaktifkan kembali dimensi progressifitas Islam yang dalam kurun waktu yang cukup lama mati suri ditindas oleh dominasi teks yang dibaca secara literal ,tanpa pemahaman kontekstual. Dominasi teks ini oleh Mohammad Abid al-Jabiry disebut sebagai dominasi epistemologi atau nalar Bayani dalam pemikiran Islam. Metode berpikir yang digunakan oleh Muslim Progressif inilah yang disebutnya dengan istilah progressif- ijtihadi.

Karakteristik pemikiran Muslim progressif-ijtihadis, dijelaskan oleh Saeed dalam bukunya Islamic Thought adalah sebagai berikut: (1) mereka mengadopsi pandangan bahwa beberapa bidang hukum Islam tradisional memerlukan perubahan dan reformasi substansial dalam rangka menye-suaikan dengan kebutuhan masyarakat Muslim saat ini; (2) mereka cenderung mendukung perlunya fresh ijtihad dan metodologi baru dalam ijtihad untuk menjawab permasalahan-permasalahan kontem- porer; (3) beberapa diantara mereka juga mengkombinasi- kan kesarjanaan Islam tradisional dengan pemikiran dan pendidikan Barat modern; (4) mereka secara teguh berkeyakinan bahwa perubahan sosial, baik pada ranah intelektual, moral, hukum, ekonomi atau teknologi, harus Karakteristik pemikiran Muslim progressif-ijtihadis, dijelaskan oleh Saeed dalam bukunya Islamic Thought adalah sebagai berikut: (1) mereka mengadopsi pandangan bahwa beberapa bidang hukum Islam tradisional memerlukan perubahan dan reformasi substansial dalam rangka menye-suaikan dengan kebutuhan masyarakat Muslim saat ini; (2) mereka cenderung mendukung perlunya fresh ijtihad dan metodologi baru dalam ijtihad untuk menjawab permasalahan-permasalahan kontem- porer; (3) beberapa diantara mereka juga mengkombinasi- kan kesarjanaan Islam tradisional dengan pemikiran dan pendidikan Barat modern; (4) mereka secara teguh berkeyakinan bahwa perubahan sosial, baik pada ranah intelektual, moral, hukum, ekonomi atau teknologi, harus

Sekilas tampak jelas bahwa corak pemikiran yang berkemajuan, menggunakan nash-nash Al- Qur’an menjadi titik sentral berangkatnya, tetapi metode penafsirannya telah didialogkan, dikawinkan dan diintegrasikan dengan peng-gunaan epistemologi baru, yang melibatkan social sciences dan humanities kontemporer dan filsafat kritis

(Critical Philosophy). Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana reaktualisasinya dalam praktik pendidikan di lingkungan Muhammadiyah? Jika kriteria, prasyarat keilmuan dan langkah-langkah metodologis yang diguna- kan oleh Islam Progressive atau Islam yang Maju, yang dirumuskan oleh Abdullah Saeed tersebut dipersanding- kan dan didialogkan dengan konsep Islam yang Berkemajuan

menurut Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua, maka kita akan lebih mudah untuk melakukan benchmarking atau perbandingan antara keduanya.

Islam yang Berkemajuan Sebagai Paradigma Menafsir

Zaman Hal-hal yang masih perlu diolah, didiskusikan, dan

dicari titik temu antara konsep Islam Progressive dan Islam yang Berkemajuan Muhammadiyah adalah sebagai berikut: Adalah tugas para pakar di lingkungan Muhammadiyah, baik di lingkungan Pimpinan Pusat, Wilayah, Daerah dengan berbagai Majelis, Badan, Ortom, terutama Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) untuk membuat check list sejauh mana kriteria Islam yang Berkemajuan yang termaktub dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua, produk Muktamar ke-46 (2010) tersebut parallel, sehaluan, berbeda atau berse- berangan dengan apa yang disebut-sebut sebagai Islam Progressif dalam dunia akademik kajian ke-Islaman kontemporer.

Dalam dunia pergerakan keagamaan, sosial, terma- suk kepelajaran seperti IPM, tidak ada memang yang dapat dika-takan sama seratus persen, atau berbeda seratus persen, mi’ah min mi’ah, antara yang satu komunitas dan lainnya. Tetapi barometer dan kompas petunjuk arah adalah perlu. Apalagi, jika tidak salah, dokumen pernyataan atau statement organ-isasi hanyalah dokumen umum, sebagai petunjuk umum anggotan dan basis masanya, tetapi belum memerinci bagaimana pendekatan (approach) dan metode (method), apalagi sampai ke

theoretical framework , atau paradigma yang diguna-kan theoretical framework , atau paradigma yang diguna-kan

“Reaktualisasi Islam Berkemajuan” di lapangan perlu dibarengi dan diikuti cara kerja keilmuan studi ke- Islaman yang sistimatis, tekun dan berkesinambungan agar dalam penerapannya di lapangan tidak salah arah. Tanpa upaya seperti itu, dokumen sejarah yang sangat penting dalam perguliran Muhammadiyah memasuki abad kedua

dikhawa-tirkan akan berbelok arah, mengambil jalan sendiri dalam penerapannya, menyalip dalam tikungan kepentingan para aktor dan aplikator di lapangan. Karena dalam realitas di lapangan setidaknya memang tidak menutup kemungkinan aplikator di lapangan malah mengambil jalan lain, untuk tidak menyebutnya terbalik arah, tidak seperti yang diharap-kan dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua yang ‘disepakati’ oleh muktamirin dan Pimpinan Pusat Persyarikatan serta masuk dalam dokumen resmi Muktamar ke 46 di Yogyakarta.

Yang perlu dicermati adalah kenyataan bahwa Persyarikatan Muhammadiyah sudah “gemuk”, baik dari segi amal usaha maupun pengurusnya, khususnya di

bidang pendi-dikan, dari Bustanul Atfal sampai perguruan tinggi, layanan kesehatan dan lain-lainnya. Akan sangat bidang pendi-dikan, dari Bustanul Atfal sampai perguruan tinggi, layanan kesehatan dan lain-lainnya. Akan sangat

yang tidak sejalan dengan penyataan di atas. Akibatnya, sebagian aktivis Muhammadiyah tidak lagi dapat menyandang predikat “Berkemajuan”, karena istilah “berkemajoean” memang dulunya pada tahun 1912 sangat asing (b ada’a ghariban) dan istilah itu sekarang pun kembali menjadi terasa asing ( ya’udu ghariban) pada awal abad ke 21 ini, karena Muhammadiyah tidak hidup dalam ruang kosong. Semoga dalam buku “Menjadi Pelajar Berkemajuan” karya Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini, menjadi pembuka “jalan lurus” Muhammadiyah dalam usaha mereaktualisasikan Islam yang berkemajuan di tengah arus globalisasi.

Yogyakarta, 4 Juli 2013

Islam yang Berkemajuan adalah “Islam yang berada di tengah-tengah arus putaran Globalisasi dalam Praxis, globalisasi dan perubahan sosial dalam praktik hidup

sehari-hari, dan bukannya globalisasi dalam Theory, globalisasi yang masih dalam tarap teori, belum masuk dalam wilayah praktik. Yaitu dunia global seperti yang

benar-benar dialami dan dirasakan sendiri oleh para pelakunya di lapangan, yang sehari-hari memang tinggal dan hidup di negara- negara sumber dari globalisasi itu sendiri, baik dari segi transportasi, komunikasi, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan begitu seterusnya. Bukan globalisasi yang diteoritisasikan dan dibayangkan oleh para intelektual Muslim yang tinggal

dan hidup di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim, dan tidak atau belum merasakan bagaimana

tinggal dan hidup sehari-hari di negara-negara non- Muslim, penc etus dan penggerak roda globalisasi.”

Meluruskan Kiblat Pelajar Indonesia

––Fida ‘Afif 1

“Pada abad pertama, Muhammadiyah telah meluruskan kiblat umat Islam dalam shalat. Pada abad kedua, (Muhammadiyah)

harus bertekad untuk meluruskan kiblat bangsa. Yaitu meluruskan

penyimpangan terhadap cita-cita nasional yang diletakkan the founding fathers. ”

Prof. Din Syamsudin, M.A. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Ketua Umum PP IPM Periode 2012-2014, Mahasiswa Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Jika kita mengenal ungkapan umum bahwasanya pelajar adalah tiang negara (baik pelajarnya, baik pula negaranya), maka potensi pelajar sangat didambakan oleh suatu negara. Tinggal potensi pelajar hari ini akan membanggakan bangsa dan negara, atau justru sebaliknya. Jumlah pelajar Indonesia yang lebih dari 58 juta itulah potensi harapan Indonesia.

Melihat kondisi pelajar yang beraneka ragam dengan bebagai macam karakter, harusnya menjadi catatan tersendiri. Dari pelajar yang berprestasi hingga pelajar yang belum memiliki arah hidup pada dasarnya mereka berusia remaja. Artinya potensi pelajar dalam menentukan arah hidupnya ke depan berada dalam masa transisi yang tidak luput dari kerentanan.

Di mana pelajar itu tinggal, dengan siapa, bergaul dengan siapa, bagaimana kondisi lingkungannya, serta bagaimana kondisi pendidikan hingga ekonominya sangat berpengaruh pada karakter yang terbentuk dalam diri pelajar itu sendiri. Memang banyak pelajar Indonesia yang memiliki segudang prestasi, tapi tidak sedikit pula yang terjerumus dalam lembah yang lain. Kenakalan pelajar misalnya, dapat berdampak buruk dalam kehidupan pelajar tersebut.

Kehidupan para pelajar dimulai dari mengenal dunia baru di luar lingkungan keluarga, yaitu sekolah. Sekolah itulah yang menjadikan seorang anak-anak atau Kehidupan para pelajar dimulai dari mengenal dunia baru di luar lingkungan keluarga, yaitu sekolah. Sekolah itulah yang menjadikan seorang anak-anak atau

Bagaimana seorang pelajar itu belajar, menjadi titik awal gerbang pengetahuan maupun pemikiran yang masuk ke dalam wahana pembelajaran pelajar itu. Guru, teman- teman, buku-buku yang dibaca, maupun lingkungan sangat erat dalam membentuk karakter pelajar. Pelajar yang memiliki tekat kuat belajar serta memiliki cita-cita dan berkomitmen menggapai cita-cita tersebut, merupakan harapan dari orang tua agar berproses menuju prestasi.

Dari permasalahan pelajar yang ada di tanah air ini, seperti: tawuran, seks bebas, narkoba, kekerasan, dan lain sebagainya merupakan salah satu wujud dari aktualisasi dalam pencarian jati dirinya dalam fase usia remaja. Inilah yang perlu diadvokasi atau didampingi agar dalam fase remaja ini, para pelajar dapat sadar, kritis, dan terbuka akan peran penting yang sedang mereka jalani.

Wujud penanaman nilai maupun norma bukanlah tanggungjawab guru di sekolah saja. Orang tua, lingkung- an, mapun aktivis pelajar juga memiliki peran yang sama dalam membentuk karakter pelajar Indonesia.

Maka dari itu, waktu luang dari pelajar di sela-sela jam sekolah maupun di luar jam sekolah mesti terisi dengan kegiatan-kegiatan yang positif. Sehingga tidak ada pelajar yang gemar dengan jam kosong, membolos, atau Maka dari itu, waktu luang dari pelajar di sela-sela jam sekolah maupun di luar jam sekolah mesti terisi dengan kegiatan-kegiatan yang positif. Sehingga tidak ada pelajar yang gemar dengan jam kosong, membolos, atau

Memaksimalkan Potensi Pelajar

Kaum pelajar sampai saat ini sebagian besar masih termarginalkan. Belum ada kepercayaan penuh bagi pelajar itu sendiri dalam mengambil langkah-langkah yang akan mereka jalani. Orang tua, guru, maupun elemen masyarakat beranggapan bahwa kaum pelajar tidak memiliki peran yang berarti selain mesti belajar, menimba ilmu, serta melakukan aktivitas-aktivitas dalam hal kegiatan pelajar.

Komunitas pelajar yang ada di sekitar kita, seperti: komunitas menulis, olah raga, sains, fotografi, komunitas berbasis hobi, bahkan komunitas di dunia maya, serta komunitas-komunitas yang lain adalah wujud dari aksistensi pelajar itu sendiri agar mereka merasa “dianggap” ada di dunia ini, minimal dalam komunitas- nya. Potensi pelajar yang demikianlah yang patut mendapatkan pengakuan dan penghargaan. Dan pemerin- tah idealnya wajib memfasilitasi keberadaan mereka dalam komunitas-komunitas tersebut.

Di lain sisi, pelajar juga dituntut sadar akan perannya di saat masa-masa mereka menyandang gelar pelajar. Orientasi yang utama bagi pelajar, mereka mesti peka, kritis, dan kreatif dengan kondisi dan peran mereka Di lain sisi, pelajar juga dituntut sadar akan perannya di saat masa-masa mereka menyandang gelar pelajar. Orientasi yang utama bagi pelajar, mereka mesti peka, kritis, dan kreatif dengan kondisi dan peran mereka

Potensi yang ada dalam pelajar-pelajar itu baiknya tidak hanya dimaksimalkan oleh kaum pelajar saja, tetapi semua pihak bertanggung jawab untuk turut ambil bagian mendampingi segala potensi yang ada dalam pelajar, karena pelajar adalah aset sumber daya manusia yang jauh lebih besar potensinya bagi bangsa ke depan.

Reorientasi Gerakan Pelajar

Dunia hari ini tentu jauh berbeda dengan dunia di masa lalu. Begitupun dunia pelajar. Teknologi canggih, informasi yang cepat, serta pergaulan global menjadikan konteks keduniaan yang baru berada di tengah-tengah kita. Dunia tersebut yang juga dihadapai kaum pelajar hari ini.

Meluruskan arah kiblat dunia pelajar, tidak akan mudah dan berhasil tanpa dimulai dari langkah-langkah strategis menuju gerakan pelajar yang bermartabat dan berkarakter. Nilai yang dijunjung oleh bangsa kita, idealnya tertanam jauh di sanubari setiap jiwa pelajar; sifat jujur, nasionalisme, patriotisme, berakhlak mulia, dan berbagai nilai yang ada di bangsa kita. Nilai-nilai inilah yang menjadi pondasi awal yang harus dimiliki setiap pelajar dalam menjalankan segala aktivitasnya. Dengan Meluruskan arah kiblat dunia pelajar, tidak akan mudah dan berhasil tanpa dimulai dari langkah-langkah strategis menuju gerakan pelajar yang bermartabat dan berkarakter. Nilai yang dijunjung oleh bangsa kita, idealnya tertanam jauh di sanubari setiap jiwa pelajar; sifat jujur, nasionalisme, patriotisme, berakhlak mulia, dan berbagai nilai yang ada di bangsa kita. Nilai-nilai inilah yang menjadi pondasi awal yang harus dimiliki setiap pelajar dalam menjalankan segala aktivitasnya. Dengan

Selain itu, pelajar sebagai basis kaum berilmu harusnya memiliki gagasan, karya, serta aktualisasi keilmuan. Budaya membaca, menulis, penelitian, survey, maupun budaya keintelektualan yang lain benar-benar diusung dan dibudayakan. Harapan besar bangsa ini dari pelajar Indonesia adalah bisa menawarkan gagasan, mengeluarkan keterpurukan bangsa dan menempatkan bangsa ini setara dengan bangsa-bangsa yang memiliki peradaban tinggi.

Melihat keterpurukan bangsa kita, peran pelajar sangat dieluh-eluhkan. Munculnya kaum terpelajar baru untuk menawarkan solusi dan mengangkat bangsa ini dari sakit yang sedang dilanda menjadi harapan baru. Sudah saatnya arah berpikir kaum pelajar lurus ke depan dan tidak hanya sekedar menatap kondisi bangsa di hari esok. Akan tetapi, jauh dari itu memberikan baktinya untuk negeri ini dengan kegiatan-kegiatan nyata sesuai levelnya- lah yang segera diagendakan oleh pelajar-pelajar Indonesia. Bangkit terus pelajar Indonesia, dan persiapkan diri setiap pelajar menjadi pemimpin amanah bagi bangsa.

Memaknai Cita-Cita Pergerakan

––Achmad Rosyidi 2

“Melangkah ke depan dalam perjalanan bangsa, umat Islam haruslah menjadi jama’ah yang membentuk konvoi. Berjalan

bersama dan maju bersama. Jika ada sebagian yang berjalan terlalu cepat, atau sebagian lain terlalu lamban, maka konvoi itu akan berantakan. Maka, sangat penting bagi umat Islam untuk saling mendorong supaya maju bersama, dan tidak ada

yang tertinggal dan menjadi beban sejarah. ”

Prof. Dr. Syafiq A. Mughni, M.A.

Ketua PP IPM bidang Organisasi periode 2012-2014, Sarjana Hukum Islam, Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya

Cita-cita, sesuatu yang tidak nyata dan tempatnya sangat jauh. Jauh karena tidak ada yang tahu kapan bisa bertemu. Cita-cita selalu indah karena ia adalah gambaran masa datang yang diinginkan setiap orang, indah bagi satu orang, sang pembawa cita-cita, belum tentu indah pula bagi yang lain.

Cita-cita bukan hanya untuk dimiliki, ia ingin kita kejar, bagaimanapun caranya harus tertangkap. Pertaruhan bukan hanya dalam gengsi tetapi hidup itu sendiri. Manusia yang tidak sampai pada cita-citanya akan tiba pada dua pilihan: berhasil dengan cita-cita lain, atau larut dalam penyesalan yang berkepanjangan. Kemungkinan kedua ini bisa saja berujung maut, tentu bila cadangan iman sudah kalah wibawa dengan beratnya beban hidup. Iman itu mundur dengan sendirinya bila mencapai taraf klimaks manusia tidak lagi merasa ada yang pantas diperjuangkan. Tidak ada yang pantas diambil selain mengakhiri hidup yang sudah tidak ada gunanya.

Sedikit kita berefleksi kedalam tubuh Ikatan yang kita cintai ini, apa cita-cita IPM itu? Atau apa yang diperjuangkan? Mungkin kita atau sebagian dari kita belum bisa memahami tujuan ber-IPM. Ada yang ber-IPM mungkin karena ada orang yang disukainya disana, atau ada kepentingan jangka pendek – misalnya mau jadi dosen di Universitas Muhammadiyah atau ingin beasiswa kuliah, atau ingin jadi pegawai di Amal Usaha Muhammadiyah, atau ada yang dipaksa gurunya masuk IPM, supaya tidak Sedikit kita berefleksi kedalam tubuh Ikatan yang kita cintai ini, apa cita-cita IPM itu? Atau apa yang diperjuangkan? Mungkin kita atau sebagian dari kita belum bisa memahami tujuan ber-IPM. Ada yang ber-IPM mungkin karena ada orang yang disukainya disana, atau ada kepentingan jangka pendek – misalnya mau jadi dosen di Universitas Muhammadiyah atau ingin beasiswa kuliah, atau ingin jadi pegawai di Amal Usaha Muhammadiyah, atau ada yang dipaksa gurunya masuk IPM, supaya tidak

Jadi ber-IPM pun harus memiliki cita-cita, yang mampu mendorong kita bergerak melaksanakan dakwah dan pencerahan di masyarakat. Tanpa ada cita-cita, kita akan stagnan. Atau karena merasa cita-cita sudah tergapai, sehingga kita tidak lagi memiliki motivasi, boleh jadi karena kita abai dalam memberikan makna terhadap cita- cita Ikatan yaitu: terbentuknya pelajar Muslim yang berilmu, berahlaq mulia dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya .

Momentum transformasi IPM, harus menjadi pelatuk bagi revitalisasi cita-cita itu. Kader IPM harus memaknai dan menafsirkan cita-citanya. Bermimpilah. Seperti ketika anak-anak itu ditanya mengenai cita-citanya.

Bila kita melihat pada kenyataan hidup kita selalu diiring dengan adanya suatu perubahan, perubahan ini merupakan salah satu proses alami yang akan dialami oleh semua elemen kehidupan termasuk didalamnya manusia. Cita-cita manusia sendiri hidup dengan penuh perubahan, dahulu kala kehidupan manusia identik dengan zaman prasejarah dimana semuanya penuh dengan sangkaan- Bila kita melihat pada kenyataan hidup kita selalu diiring dengan adanya suatu perubahan, perubahan ini merupakan salah satu proses alami yang akan dialami oleh semua elemen kehidupan termasuk didalamnya manusia. Cita-cita manusia sendiri hidup dengan penuh perubahan, dahulu kala kehidupan manusia identik dengan zaman prasejarah dimana semuanya penuh dengan sangkaan-

Begitu juga kehidupan manusia pada zaman sejarah mulai ditemukan suatu tulisan dan bahasa selalu menga- lami perubahan dan pergerakan. Pergerakan yang paling dirasakan oleh kehidupan manusia adalah ditemukannya mesin uap oleh seorang ilmuan dari Inggris bernama James Watt, selain itu pergerakan di penjara Bastille di Perancis dan masih banyak lagi suatu pergerakan yang merubah kehidupan manusia.

Bila kita lihat bahwa IPM sebagai pergerakan adalah langkah awal dari sebuah perjuangan misi kenabian yang akan menuju suatu keadaan yang lebih baik. Gerakan IPM merupakan suatu arti usaha terus menerus untuk pindah atau merubah sesuatu dari tempat ke tempat dan dari masa ke masa yang lain yang berulang-ulang. Artinya pergerakan IPM akan memberikan suatu perubahan ketika dilakukan dalam suatu kegiatan yang continue bukan kegiatan yang dilakukan sekali dalam seumur hidup.

Dari OKP Terbaik, Menuju Gerakan Terbaik Bila kita kembali membuka memori kita bagaimana

seorang ilmuwan melakukan pergerakan dalam bidang seorang ilmuwan melakukan pergerakan dalam bidang

Akan tetapi pergerakan IPM saat ini adalah sangatlah bertentangan dengan kehidupan masa lalu, saat ini pergerakan IPM seakan-akan hanya dilakukan ketika memberikan suatu manfaat bagi internal, bahkan saat ini pergerakan IPM yang dilakukan hanya sebatas pergerakan yang insidental dan hanya dilakukan sesaat saja. Sehingga hasil yang dirasakan kurang maksimal dan bahkan hasilnya tidak ada, yang ada hanyalah seremonial semata.

Pergerakan IPM bisa dirasakan oleh masyarakat banyak adalah bila pergerakan tersebut dilakukan dengan penuh hati-hati, terarah, penuh semangat dan bahkan dilakukan dengan cara continue. Pergerakan dilakukan tidak hanya dengan menggunakan kekuatan fisik, politik, tetapi harus juga dengan menggunakan pengorbanan, baik itu harta benda, fisik dan bahkan nyawa pun harus Pergerakan IPM bisa dirasakan oleh masyarakat banyak adalah bila pergerakan tersebut dilakukan dengan penuh hati-hati, terarah, penuh semangat dan bahkan dilakukan dengan cara continue. Pergerakan dilakukan tidak hanya dengan menggunakan kekuatan fisik, politik, tetapi harus juga dengan menggunakan pengorbanan, baik itu harta benda, fisik dan bahkan nyawa pun harus

Kini, IPM sudah menjadi Organisasi Kepemudaan (OKP) terbaik, kini saatnya menjadi pergerakan terbaik. Begitu juga dengan pergerakan-pergerakan yang dilakukan oleh pelajar lain haruslah continue tidak hanya sebatas waktu saja, melainkan harus terus dan terus menerus untuk mencapai hasil yang diingkan dan dilakukan dengan penuh keyakinan, kerjasama dan bahkan dengan penuh pengorbanan. Itulah makna dari suatu cita-cita pergerakan. Sebuah gerakan pelajar masa kini harus memiliki kesadaran untuk memilih ideologinya sendiri agar dapat memperjelas makna dan tujuan perjuangan dari eksistensinya.

Ali Syariati (1995: 157) mengatakan bahwa ideologi selalu dihubungkan dengan pelajar dan keduanya saling memerlukan. Ideologi menuntut bahwa gerakan pelajar haruslah memihak. Oleh karena itu, IPM dituntut untuk memiliki pemahaman yang mendalam mengenai ideologi yang dapat membantu mengembangkan suatu pola pemikiran khas Muhammadiyah, yakni ideologi Islam berkemajuan.

Kini IPM berada dalam tantangan perjuangan yang luar biasa kompleks. Di lingkungan sendiri berhadapan dengan masalah dan agenda Muhammadiyah yang tidak ringan, ketika gerakan Islam berkemajuan terbesar ini memasuki abad kedua pasca Muktamar Satu Abad Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 2010 yang lalu, IPM dituntut untuk menjadi bagian dari gerakan dakwah dan tajdid Muhammadiyah. Seiring dengan perubahan sosial yang menyertai masyarakat yang melahirkannya, tengah dihadapkan pada berbagai masalah yang tidak ringan seperti ancaman tawuran, narkoba, dan virus-virus lainnya yang dapat merusak potensi dan martabat pelajar selaku pewaris peradaban bangsa. Pada posisi demikian menantang untuk menjadi kekuatan pencerah (problem solver ).

Menjadi Aksentuator Gerakan Di samping filosofi kelahiran IPM yang memiliki

makna kelahiran yang syarat dengan gerakan ide, atau visi kemajuan. Kelahiran IPM memiliki dua nilai strategis. Pertama, IPM sebagai aksentuator gerakan dakwah amar makruf nahi munkar Muhammadiyah di kalangan pelajar (bermuatan pada membangun kekuatan pelajar meng- hadapi tantangan eksternal). Kedua, IPM sebagai lembaga kaderisasi Muhammadiyah yang dapat membawakan misi Muhammadiyah di masa yang akan datang. (Tanfidz Mutamar XVII IPM: 18). Jelas sekali peran dan fungsi IPM makna kelahiran yang syarat dengan gerakan ide, atau visi kemajuan. Kelahiran IPM memiliki dua nilai strategis. Pertama, IPM sebagai aksentuator gerakan dakwah amar makruf nahi munkar Muhammadiyah di kalangan pelajar (bermuatan pada membangun kekuatan pelajar meng- hadapi tantangan eksternal). Kedua, IPM sebagai lembaga kaderisasi Muhammadiyah yang dapat membawakan misi Muhammadiyah di masa yang akan datang. (Tanfidz Mutamar XVII IPM: 18). Jelas sekali peran dan fungsi IPM

Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sebagai- mana menjadi proyeksi dari visi ideal Muhammadiyah. Kini Muhammadiyah yang tengah memasuki abad kedua di tengah dinamika kehidupan modern dan pasca-modern yang kompleks dan sarat perubahan itu, tentu dituntut untuk mampu menjadi pengemban misi dakwah dan tajdid sehingga gerakan Muhammadiyah ini mampu mewujudkan tatanan peradaban utama sebagaimana yang dicita-citakannya.

Sekolah: Poros Gerakan Pelajar Berkemajuan

––Lesti Kaslati Siregar 3

“Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang. Karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru,

maka “kemajuan” sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan

dari kamus umat manusia.”

Rumah Kaca, Pramoedya Ananta Toer

Ketua PP IPM bidang Perkaderan periode 2012-2014, Mahasiswi Pascasarjana Bahasa Inggris UHAMKA

Sejarah perjalanan bangsa Indonesia telah mencatat banyak kisah. Salah satunya sejarah tentang perjuangan seluruh elemen bangsa ini dalam menegakan hak merde- ka, hak berbangsa, dan hak berkemajuan. Sebuah perju- angan yang tidak ringan, perjuangan untuk merdeka dari penjajahan, perjuangan untuk berdiri sebagai bangsa, dan perjuangan untuk maju, yang lebih baik dan lebih bermartabat. Perjuangan yang keras dan panjang tersebut, telah dilakukan dengan berbagai macam jalan, baik perjuangan dengan jalan perang senjata, perang intelek- tual, maupun perang diplomasi.

Kaum pelajar pada masa perjuangan tersebut memberikan angina segar dalam perjalanan perjuangan kala itu, rata-rata kaum pelajar ini merupakan kaum muda Indonesia yang mendapatkan kesempatan untuk belajar di sekolah-sekolah yang didirikan di Indonesia oleh negara- negara penjajah maupun sekolah-sekolah di negara-negara lain pada masa itu.

Kemajuan berpikir yang mereka dapat kandari hasil bersekolah, menjadi titik tolak dalam memulai gerakan. Gerakan intelektual yang diantaranya dengan propaganda isu, penerbitan media cetak, kelompok-kelompok diskusi, hingga mendirikan sekolah bagi kaum jelata. Hal itu juga yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan, kemajuan berpikirnya yang didapat dari sekolahnya, mendorongnya untuk melakukan gerakan sosial.

Sisi lain sekolah menjadi laboratorium sosial, dimana sekolah digunakan untuk melihat dan mengamati sebuah gejala dan fenomena sosial yang terjadi. Komponen-komponen sosial di dalamnya bias diamati secara jelas adanya gejala sosial yang mungkin ditimbul- kan. Fenomena pelajar, gejala sosial dan segala dunianya dapat diamati melalui sekolah, maka tidak lain sekolah menjadi poros dari gerakan pelajar.

Berkemajuan dari Sekolah “Semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin

menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas.” (Bumi Manusia, h. 138) ―Pramoedya Ananta Toer. IPM yang saat ini mencoba mengusung Gerakan Pelajar Berkemajuan (GPB), sesungguhnya adalah sebuah keniscayaan, sudah menjadi keharusan ketika IPM memang bergerak di ranah pelajar, di ranah-ranah kaum terpelajar (intelektual) untuk menjadi roda gerakan berkemajuan. Maka IPM tidak bisa tidak, harus memulai gerakan pelajar berkemajuan melalui poros sekolah, kembali merespon gejala-gejala sosial yang terjadi dengan pelajar dan dunianya di sekolah-sekolah.

Mengapa Gerakan Pelajar Berkemajuan harus berporos dari sekolah? Hal ini dikarenakan, sekolah tidak hanya sebagai laboratorium sosial yang mengamati fenomena gejala sosial, sekolah juga harus menjadi sebuah Mengapa Gerakan Pelajar Berkemajuan harus berporos dari sekolah? Hal ini dikarenakan, sekolah tidak hanya sebagai laboratorium sosial yang mengamati fenomena gejala sosial, sekolah juga harus menjadi sebuah

Sekolah memiliki fungsisosial, sekolah menjadi wahana sosialisasi dan transmisi nilai, budaya, pola, ide sosial yang ada di masyarakat melalui sebuah proses yang disebut dengan belajar. Akan tetapi sekolah tidak hanya berfungsi sebagai sosialisasi dan transmisi nilai, budaya dan ide saja, akan tetapi sekolah harus menjadi transfor- masi nilai, budaya, dan ide. Artinya sekolah mampu melakukan perubahan yang maju sesuai dengan perkem- bangan zaman yang ada, agar kehidupan masyarakat tidak asing dan tertinggal.

Ikatan Pelajar Muhammadiyah harus mampu memanfaatkan peran dan fungsi sekolah ini sebagai poros gerakan pelajar berkemajuan-nya. Secara institusi, IPM harus memerankan sekolah sebagai mitra dalam gerakan- nya, mensinergikan ide dalam melakukan gerakan perubahan, gerakan berkemajuan, melahirkan pelajar- pelajar yang tidak hanya berilmu secara individu, namun memiliki karakter (akhlak mulia) serta membawa manfaat sosial. Secara individu, Kader-kader IPM (pelajar) harus berperan sebagai subyek perubahan, melakukan transmisi ide dan budaya bagi pelajar sekolah, dan transformasi sosial bagi komponen di luar sekolah.

Gerakan-gerakan Keislaman, Keilmuan, dan Advokasi yang dilakukan IPM, sudah menjadi modal yang cukup bagi Gerakan Pelajar Berkemajuan yang saat ini dijalani oleh IPM. Tetapi akan menjadi jauh lebih tajam, jika gerakan-gerakan tersebut mampu disenergikan secara baik dengan sekolah. Sekolah sebagai labotarorium sosial, IPM sebagai gerakan sosial masyarakat dan pelajar, sebagai kaum intelektual agen perubahan, merupakan komposisi yang sempurna dalam Gerakan Pelajar Berkemajuan. Salam perubahan untuk pelajar Indonesia!

Road Map Gerakan Keilmuan IPM

––Hery Wawan 4

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis,

ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Pramoedya Ananta Toer

Ketua PP IPM bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan (PIP) periode 2012-2014

Gerakan ilmu. Istilah ini kembali populer setelah Buya Syafi’i Maarif melontarkannya dalam Pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah tahun 2009/1430 Hijriyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Buya Syafi’i berpesan agar Muhammadiyah perlu mendeklarasikan diri sebagai sebuah gerakan ilmu dan gagasan peradaban untuk membentuk masyarakat Islam. Dengan kesediaan Muhammadiyah tampil sebagai gerakan ilmu, diharapkan muncul kelompok yang dapat diandalkan sebagai rujukan dalam memahami masalah besar yang menyangkut pemahaman agama, ilmu pengetahuan sosial dan alam, kemanusiaan, kebudayaan, dan peradaban.

Buya Syafi’i mengatakan dengan jumlah umat Islam pada 2009 sebanyak 1,82 miliar orang yang tersebar di 183 negara, dari sisi kuantitas memang tidak ada yang perlu dirisaukan. Namun, jumlah besar tersebut dinilai masih minus kualitas yang tidak mempunyai banyak makna strategis secara global. Buya Syafi’i menyatakan bahwa umat Islam masih belum berdaya dalam untuk mengawal gerak peradaban karena persyaratan untuk itu belum dimiliki. Umat Islam masih kurang ilmu dan wawasannya terbatas.

Oleh karena itu, lanjut Buya, saat kita takut kepada gesekan dan benturan pemikiran, sebenarnya itu adalah pertanda dari keruntuhan dan pembusukan kreativitas intelektual. Jika itu terjadi, berarti kita sedang menggali Oleh karena itu, lanjut Buya, saat kita takut kepada gesekan dan benturan pemikiran, sebenarnya itu adalah pertanda dari keruntuhan dan pembusukan kreativitas intelektual. Jika itu terjadi, berarti kita sedang menggali

Belajar dari Sejarah

Kondisi umat Islam hari ini sangat kontras dengan sejarah puncak peradaban yang pernah dicapai umat Islam adalah ketika pada masa kekhalifahan Harun al-Rasyid (786-809) dan putranya al-Makmun (813-833). Dalam

ulasan Tafsir 5 , Sekretaris PW Muhammadiyah Jawa Tengah, kunci pencapaian masa keemasan itu diraih dengan menguasai ilmu pengetahuan. Khalifah Harun al- Rasyid dan al-Makmun adalah dua pemimpin yang sangat gandrung ilmu pengetahuan. Dengan kekuasaan yang dimilikinya mereka gunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Dunia kedokteran, filsafat, arsitektur, astronomi, dan seni berkembang dengan sangat pesat.

Tafsir melanjutkan bahwa kejayaan itu diraih salah satunya melalui sebuah lembaga Bait al-Hikmah yang tidak hanya berfungsi sebagai pusat penerjemahan buku-buku asing, khususnya Yunani, tetapi juga sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan yang setara dengan lembaga perguruan tinggi. Kehebatan inilah yang telah

Tafsir “Muhammadiyah sebagai Gerakan Ilmu”, Mungkinkah? http://maarifinstitute.org/id /berita/berita- media/79/muhammadiyah-sebagai-gerakan-ilmu-mung-kinkah- tanggapan-atas-tulisan-buya-syafii-maarif. (Diakses pada tanggal 02 Juli 2013 Pukul 00:08) Tafsir “Muhammadiyah sebagai Gerakan Ilmu”, Mungkinkah? http://maarifinstitute.org/id /berita/berita- media/79/muhammadiyah-sebagai-gerakan-ilmu-mung-kinkah- tanggapan-atas-tulisan-buya-syafii-maarif. (Diakses pada tanggal 02 Juli 2013 Pukul 00:08)