mampu menyediakan jasa hukum untuk dirinya sendiri. Lalu siapakah yang seharusnya melaksanakan kewajiban atas pemenuhan tersebut?
Kepustakaan menyebutkan bahwa sebelum adanya UU Advokat dan Bantuan Hukum, pelaksanaan Bantuan Hukum adalah kewajiban dari setiap
orang, dan dipelopori oleh para Advokat, serta sejumlah kalangan dalam pemerintahan yang bersimpati terhadap Bantuan Hukum, termasuk lembaga-
lembaga di Luar Negeri, yang patuh atau merasa wajib tunduk kepada dikte hukum
the dictate of the law.
2.3. Hakikat Cuma – Cuma Pemberian Bantuan Hukum
Melihat semua pengertian di atas hanya terdapat satu pengertian yang memberikan penjaminan dan jawaban tentang siapa yang bertanggung jawab atas
pemberian bantuan hukum cuma - cuma tersebut. Dalam Peraturan Walikota Semarang No. 10 tahun 2010 secara eksplisit telah menjelaskan bahwa pemberian
Bantuan Hukum bagi masyarakat miskin merupakan tanggung jawab Negara yang dalam hal ini adalah melalui Pemerintah Daerah.
Dengan melihat hanya terdapat satu penjabaran jelas mengenai bagaimana pemberian tanggung jawab atas pemberian Bantuan Hukum dari pengertian di atas
maka bagaimana dengan hakikat pemberian bantuan hukum di peraturan perundang-undangan lainnya, baik peraturan-peraturan sebelum adanya Peraturan
Walikota Semarang No. 10 tahun 2010 maupun dalam Undang-Undang No. 16 tahun 2011 yang muncul kemudian setelah adanya Peraturan Walikota Semarang
tersebut. Menurut Penulis, Jawabannya adalah hakikat cuma-cuma pemberian
bantuan hukum masih harus dicari dalam peraturan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, sebelum mengemukakan hal itu, Penulis akan menguraikan terlebih dahulu
tentang prespektif perikatan pada umumnya.
2.4. Prespektif Perikatan pada Umumnya
Di Indonesia peraturan mengenai perikatan antara lain mengikuti dikte hukum untuk ditempatkan dalam undang-undang, dan sudah terlanjur dipahami
seolah-olah hanya terdapat dalam Buku ke III KUHPerdata. Menurut Pasal 1233 KUHPerdata sumber perikatan dibedakan menjadi dua;
Pertama,
perikatan yang lahir karena persetujuan;
Kedua,
perikatan yang lahir karena undang – undang.
Pengerian perikatan tersebut tertuang dalam Pasal 1234 KUHPerdata yaitu suatu tindakan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu.
20
Melihat dari pernyataan pertama mengenai sumber perikatan maka sesungguhnya perikatan tidak dapat dilepaskan dari Perjanjian.
Kaitan dengan hal itu, dalam hukum di Indonesia telah dipahami bahwa pengertian perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Perjanjian
yang sama dengan perikatan itu adalah satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
20
Sebetulnya, pengertian perikatan yang lebih tepat adalah pengertian perikatan sebagai suatu kontrak. Hal ini dapat dilihat dalam buku Jeferson Kameo SH. LLM. Ph.D Kontrak Sebagai
Nama Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, yaitu sebagai berikut; ―segenap kewajiban bagi setiap orang berjanji atau bersepakat dengan orang lain untuk
memberikan, atau berbuat atau tidak berbuat sesuatu terhadap atau untuk orang lain tersebut, atau berkenaan dengan segenap kewajiban yang dituntut oleh hukum kepada setiap orang untuk
memberrikan atau berbuat atau tidak berbuat sesuatu terhadap atau untuk orang lain apabia
keadilan menghendaki meskipun tidak diperjanjikan sebelumnya‖.
terhadap satu orang lain atau lebih.
21
Pengertian perjanjian menutut Pasal 1313 KUHPerdata di atas sama dengan pengertian perikatan dan telah dijelaskan oleh
para Yuris, yang hanya mengutip KUHPerdata, bukan Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum.
22
Untuk mengetahui perbandingan perikatan, berikut berbagai pengertian perikatan menurut sejumplah pengamat. Diungkapkan oleh Soediman
Kartodiprojo, S.H. ―perikatan ialah kesemuanya kaidah hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang bersumber pada tindakannya dalam
lingkungan hukum kekayaan ‖.
23
Sedangkan yang lain menjelaskan bahwa perikatan berasal dari bahasa Belanda yang artinya
verbintenis
yang artinya hal yang mengikat antara orang satu dengan orang lainnya, dan peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan
hukum, dan dalam hubungan hukum terrsebut para pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik.
24
Sejalan dengan kedua arti yang telah disebutkan, ada lagi yang menyatakan menyatakan ―perikatan adalah suatu perhubungan
hukum antara dua orang atau dua pihak, dimana salah satu pihak berhak menuntut
21
Pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Acara Perdata.
22
Ada perbedaan yang sangat mendasar mengenai perikatan dalam prespektif Ilmu Hukum dengan perikatan dalam prespektif KUHPerdata diatas. Mengenai luasnya cakupan perikatan
dalam prespektif Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum, Lihat Jeferson Kameo S.H. LLM. Ph.D Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
23
PNH Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2007, hlm 318.
24
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1990, hlm. 198 -199.
pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
25
Sedangkan penulis lainnya menjelaskan bahwa ―perikatan adalah suatu hubungan hukum, yang artinya hubungan yang diatur oleh hukum.
26
Dari pengertian – pengertian perikatan yang telah disebutkan di atas
diketahui bahwa perikatan muncul karena adanya hubungan hukum. Namun, diantara berbagai pandangan tentang perikatan di atas, ada perbedaan unsur dalam
memberikan pengertiannya. Ada yang mengatakan bahwa perikatan akan selalu berkaitan dengan kekayaan.
27
Ada yang mengatakan bahwa dalam hubungan hukum yang timbul atas perikatan dapat terjadi bila dilaksanakan oleh dua
pihak.
28
2.5. Pihak – Pihak dalam Perikatan