BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengakuan atas eksistensi anak sebagai subyek hak asasi manusia HAM yang
sui generis rights holders as sui generis
ditandai manakala konvensi hak anak KHA telah diratifikasi oleh 193 Negara
1
., Republik Demokartik Timor-Leste meratifikasikan konvensi hak anak melalui
Resolusi Parlamen Nasional nomor 16 tahun 2003
2
, urutan 193 menerima kewajiban
untuk mengambil
semua langkah-langkah
legislative, administrative, sosial dan pendidikan secara layak untuk melindung anak-
anak dari semua bentuk-bentuk dan manifestasi kekerasan. Namun kendati ratifikasi KHA telah menunjukan universalitas, terhadap perlindungan anak
dari kekerasan, eksplolitasi, dan penyalahgunan kekeraasan children’s
protection from violence, explotation, and abuse
namun perlindungan anak sebagai pelaku tindak pidana melalui KHA masih sangat lemah. Anak
sebagai bagian dari masyarakat paling lemah kemanpuannya untuk melindungi diri mereka sendiri, malah mereka menjadi obyek segala bentuk
dan manifestasi kekerasan. Penghukuman secara fisik dan merendahkan
1
http:id.wikipedia.orgwikikonvensi-hak – hak Anak
2
www.jurnal.untri.ac.id
martabat anak masih meluas dilakukan dalam komunitas seperti di Sekolah, di Rumah dan masyarakat setempat.
Republik Demokartik Timor-Leste merupakan suatu Negara yang berdasarkan Hukum, pada dasarnya ada peraturan perundang-undangan
yang dapat membatasi seluruh aktifitas masyarakat. Maka dengan demikian segala hal yang berhubungan dengan perbuatan atau aktivitas antara
manusia diatur oleh hukum yang jelas. Sesuai dengan yang diatas pemerintah Timor-Leste telah mempunyai suatu peraturan yang jelas dalam
hukum pidana. KUHAPKÓDIGO PROSESU PENÁL
3
yang memberikan landasan perlindungan terhadap pelaku. Bahkan dalam bentuk-bentuk tindakan
perbuatan pelaku sudah tercantum dalam KUHAP dan memberikan suatu rumusan upaya perlindungan terhadap hak-hak pelaku dirumuskan dalam
Pasal 60 tentang hak-hak pelaku, sedangkan pada perlindungan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana belum ada undang-undang anak di
Timor-Leste yang memberikan suatu rumusan upaya perlindungan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana., karena peranan pemerintah Timor-Leste
sejauh ini belum maksimal dalam pemenuhan hak-hak anak, terutama anak- anak yang bermasalah dengan hukum. Maka masa depan bangsa pada
3
KUHAP Kodigo Prossesu Penal Timor – Leste No 132005.
kejahateraan anak-anak saat ini tidak begitu sebanding lurus dengan realitas yang ada sekarang.
Hak-hak secara mendasar jangan sampai tertindas atas nama kepentingan hukum dan kepastian hukum yang akan memperberatkan
pelaku. Dalam hak asasi kebutuhan manusia yang bersifat mendasar dari umat manusia sejak lahir di Dunia, memiliki nilai yang universal. Nilai-
nilai HAM
4
yang universal ini walaupun dalam penerapannya tidak memiliki kesamaan dan keseragaman dalam beberapa Negara, baik Negara
berkembang maupun pada Negara maju, yang disebabkan oleh kultur yang berbeda, dalam Deklarasi PBB tahun 1986, HAM merupakan tujuan
sekaligus sarana pembangunan. Telah menjadi kesepakatan berbagai bangsa, persoalan anak
ditangani dalam suatu wadah
United International Children Education of Fund
UNICEF
5
. Anak bukanlah objek perhatian, namun sebagai subjek dari HAM, sebagaimana dijelaskan dalam dokumen HAM yang telah
diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-bangsa, termasuk konvensi Hak-Hak anak. Di Timor-Leste anak dikelompokkan sebagai kelompok yang sangat
rentan, karena pengaturan anak telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Timor-Leste.
4
Adnan Buyung Nasution dan A.Patra M. Zen, hal 304.
5
http:id.wikipedia.orgwikikonvensi-hak – hak Anak.
Maka dengan demikian secara pelaksanaan perdilan pidana anak di Timor-Leste berpedoman pada
Standrad Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice The Beijing Rules
6
, yang memuat prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Kebijakan sosial memajukan kesejahteraan anak secara maksimal
memperkecil intervensi sistem peradilan pidana. 2.
Nondiskriminasi terhadap anak pelaku tindak pidana dalam proses peradilan pidana.
3. Penentuan batas usia pertanggunjawaban kriminal terhadap anak.
4. Penjatuhan pidana penjara merupakan upaya terkhir.
5. Tindakan diversi dilakukan dengan persetujuan anak atau orang tua
wali. 6.
Pemenuhan hak-hak anak dalam proses peradilan pidana anak. 7.
Perlindungan privasi anak pelaku tindak pidana. 8.
Peraturan peradilan pidana anak tidak boleh bertentangan dengan peraturan ini.
Prinsip-Prinsip Beijing Rules di atas belum sepenuhnya dimasukkan dalam Konstitusi Republika Demokrasi Timor-Leste dalam Pasal 18 tentang
perlindungan anak, yang termaut pada alina 7 tentang perlindungan privasi anak pelaku tindak pidana, karena Timor-Leste belum adanya pengadilan
6
Marlina, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, PT Refika Aditama
, Hal 11
anak, sehingga pelaksanaan peradilan anak masih terjadi perlakuan yang tidak mencerminkan perlindungan terhadap anak.
pada Pasal 18 yang telah memberikan perlindungan pada anak sesuai dengan konvesi anak yang telah diratifikasi oleh Timor-Leste, yang
berbunyi sebagai berikut : 1.
Setiap anak berhak atas perlindungan istimewa dari keluarga, masyarakat dan Negara, khsusnya terhadap bentuk keterlantaran,
diskriminasi, kekerasan, penindasan, pelecehan seksual maupun eskplotasi.
2. Setiap anak memiliki hak dan di akui secara unversal, serta hak-hak
yang termuat dalam perjanjian internasional yang diratifikasi atau disetujui oleh Negara.
3. Semua anak dilahirkan, baik didalam perkawaninan maupun diluar
perkawaninan, anak memiliki hak dan perlindungan sosial yang sama.
Oleh karena itu penulis meninjauh bahwa perlindungan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana, hanya dibatasi pada konteks kekerasan yang
dilakukan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana yang telah tertuang dalam Pasal 18 Aline 2 di atas.
Tetapi ada Prinsip-Prinsip Umum yang berkaitan dengan anak, yang diatur dalam Resolusi Parlamen Nasional Nomor 162003
7
, pada Pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut :
1. Larangan diskriminasi, dimana tidak ada anak yang harus mengalami
diskriminasi dalam bentuk apapun, terlepas dari pertimbangan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau pendapatan dari anak,
orang tua, asal etnis atau sosial, kekayaan, kecacatan, kelahiran atau status lainnya.
2. Prinsip kepentingan terbaik anak, yang bertujuan untuk menjaga
fisik, emosional,intelektual, dan psikologi kesejahteran anak-anak dan menjadi pertimbangan utama dalam semua keputusan yang
berhubungan dengan anak. 3.
Prinsip hak yang melekat untuk hidup dan kelangsungan hidup dan perkembangan yang harus disediakan oleh negara untuk semaksimal
mungkin. Resolusi Parlamen Nasional No 162003, Pasal 3 yang diatas sangat
memegan tegu pada kovensi hak anak yang termuat dalam Pasal 2 dan Pasal 6 yang berbunyi :
Pasal 2
7
Resolusi Parlamen Nasional Nomor 162003 Tentang Perlindungan Anak.,
www.jornal.gov.tl.
1. Negara-negara Pihak harus menghormati dan menjamin hak-hak
yang dinyatakan dalam Konvensi ini pada setiap anak yang berada di dalam yurisdiksi mereka, tanpa diskriminasi macam apa pun, tanpa
menghiraukan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain, kewarganegaraan, etnis, atau
asal usul sosial, harta kekayaan, cacat, kelahiran atau status yang lain dari anak atau orang tua anak atau wali hukum anak.
2. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat
untuk menjamin bahwa anak dilindungi dari semua bentuk diskriminasi atau hukuman atas dasar status, aktivitas, pendapat yang
diutarakan atau kepercayaan orang tua anak, wali hukum anak atau anggota keluarga anak.
Pasal 6 1.
Negara-negara Pihak mengakui bahwa tiap-tiap anak mempunyai hak yang melekat atas kehidupan.
2. Negara-negara Pihak harus menjamin sampai pada jangkauan
semaksimum mungkin ketahanan dan perkembangan anak. Maka yang akan penulis kaji perlindungan terhadap anak sebagai
pelaku tindak pidana, yang sering terjadi pada pelaku karena suatu kejahatan selalu diberat pada kejahatan yang dilakukan oleh pelaku tersebut,
tidak melihat pada hak-hak yang dimiliki oleh pelaku, pada kejahatan yang ada pada perlindungan pelaku..
Dalam KUHAPCODE PROCESSO PENAL Timor – Leste tahun
2006
8
, pada Pasal 58 hanya bicara tentang tingka laku Pelaku, yang berbunyi sebagai berikut
“ Naran Supeitu ne’ebe indisiu ruma hatudu katak nia halo ona ka prepara
- án atu halo krime ruma, ka halo parte ka prepara-an atu halo parte iha
krime ruma
”. Nama Pelaku setiap orang yang telah melakukan atau sedang mempersiap akan untuk melakukan kejahatan, atau siapa untuk partisipasi
dalam suatu kejahatan. Perkembangan perlindungan hak anak di Timor-Leste secara
kelembagaan telah terdapat Kementerian yang mempunyai tugas dan kewenangan untuk menangani masalah anak yaitu Kementerian Kehakiman.
Dengan demikian, Kementerian Kehakiman mengeluarkan Keputusan Nomor 15AGMJV2008 tentang Pembentukan Komisi Nasional untuk
Hak Anak yang tugasnya melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, sesuai
dengan Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste Pasal 18 tentang perlindungan anak. Dengan cara mengumpulkan data dan informasi,
menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak,
memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Pemerintah
8
Codio Processo Penal Timor – Leste Tahun 2006.hal 35.
dalam rangka perlindungan anak. Akan tetapi pada fakta yang diatas menunjukkan di Timor - Leste sudah ada kebijakan yang dituangkan dalam
format Undang-undang tentang perlindungan anak. Yang menjadi dasar bagi Kementerian Kehakiman untuk
mendirikan Komisi Nasional untuk Hak Anak adalah keputusan Perdana Menteri Nomor 018 tahun 2008 tanggal 4 bulan Mei tahun 2008
tentang Pelimpahan Masalah Hak Asasi Manusia kepada Kementerian Kehakiman. Dengan demikian pada tanggal 29 September 2009
terbentuklah Komisi Nasional Hak Anak. Pembentukan Komisi ini merupakan tindak lanjut atas keputusan Perdana Menteri tersebut, dengan
tujuan dapat melindungi hak-hak anak melalui pembentukan jaringan kerja dengan lembaga-lembaga pemerintah, pengadilan, kejaksaan,
kepolisian, lembaga keagamaan dan organisasi-organisasi pemerintah lainnya, baik ditingkat daerah, nasional maupun internasional terutama
yang bergerak dalam bidang hak - hak anak. Prinsip
– Prinsip Diversi Menutur The Bejiing Rules adalah sebagai berikut:
a. Diversi dilakukan setelah melihat pertimbangan yang layak, yaitu
penegak hukum, Polisi, Jaksa dan hakim, diberi kewenangan untuk menanganii pelangaran-pelangaran hukum berusia muda tanpa
menggunakan pengadilan formal.
b. Kewenangan untuk menentukan Diversi diberikan kepada aparat
penegak hukum, Polisi, jaksa dan hakim yang menangani kasus anak-anak ini, menurut kebijakan mereka, sesuai dengan kriteria
yang ditentukan untuk tujuan itu di dalam sistem hukum masing- masing dan juga sesuai dengan Prinsip-Prinsip yang terkandung
dalam The Bejjing Rules. c.
Pelaksanaan Diversi harus dengan persetujuan anak atau orang tuawalinya, namun demikian keputusan untuk pelaksanaan Diversi
setelah ada kajian oleh pejabat yang berwenang atas permohonan Diversi tersebut.
d. Pelaksanaan Diversi memerlukan kerja sama dan peran masyarakat,
sehubungan dengan adanya programa Diversi seperti pengawasan, bimbingan sementara, pemulihan, dan ganti rugi kepada korban.
Penerapan Diversi dapat diterapkan di semua tingkat pemeriksaan, dimaksudkan untuk mengurangi dampak negatif keterlibatan anak dalam
proses peradilan tersebut.
B. PERUMUSAHAN MASALAH