Perubahan Iklim Dunia dan Peranan TIK da
Perubahan Iklim Dunia dan Peranan TIK dalam Mengatasinya
Oleh: Home Group 3
Arif Hendrawan / 1406531763 Geo Sahid Akbar Mardani / 1406565272
Irfan Aditya / 1406531800 Made Susena Griya Putra / 1406565266
Sari Dafinah Ramadhani / 1406531832 Sekar Ayu Chadarwati / 140653174
UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK
(2)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT berkat rahmat-Nya tim penyusun makalah MPKT-B Perubahan Iklim Dunia dan Peranan TIK dalam Mengatasinya dapat diselesaikan untuk memenuhi tugas mata kuliah MPKT-B.
Manusia diciptakan di bumi bukan hanya untuk meningkatkan kualitas hidup maupun kesejahteraan masing-masing individu, nmelainkan manusia telah diamanahkan dari sang pencipta untuk mengelola bumi dan isinya dengan baik. Untuk itu manusia di tuntut untuk dapat memperhatikan kelangsungan dan keteraturan alam yang telah berjalan sedemikian rupa dengan pengetahuan yang mereka miliki.
Dalam penyusunan makalah Perubahan Iklim Dunia dan Peranan TIK dalam Mengatasinya tidak luput dari kendala-kendala yang muncul, namun berkat bantuan dari pihak-pihak sekitar kami mengucapkan terima kasih untuk bisa mengatasi kendala-kendala tersebut.
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapan menjadi sumber informasi serta pengetahuan untuk para pembaca. Tim penyusun menyadari akan adanya kekurangan dalam makalah ini, oleh sebab itu diperlukan kritik dan masukan dari dosen pembimbing terutama, guna menyempurnakn penyusunan makalah ini.
Depok , Desember 2014
(3)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... 2
DAFTAR ISI ... 3
BAB I PENDAHULUAN ... 4
1.1 Latar Belakang ... 4
1.2 Analisis Masalah ... 5
1.3 Hipotesis ... 5
1.4 Tujuan ... 5
BAB II PEMBAHASAN... 6
2.1 Definisi Perubahan Iklim... 6
2.2 Gejala Perubhan Iklim... 6
2.2.1 Perubahan Sistem Angin Monsun dan Fenomena Daratan ... 7
2.2.2 Fenomena Atmosfer ... 9
2.2.3 Fenomena Aneh Pada Komponen Biotik ... 9
2.3 Periodisasi Musim dan Perubahannya ... 10
2.4 Global Warming Sebagai Penyebab Prubahan Iklim ... 12
2.5 Dampak Perubahan Iklim ... 14
2.6 Fenomena dan Bencana Alam Sebagai Danpak Perubahan Iklim ... 16
2.6.1 Pola Cuaca yang Esktrim ... 18
Gelombang Atmosfer Terjebak, Pemicu Cuaca Ekstrim ... 19
2.6.2 Terjadinya Peningkatan Aktivitas Gempa Bumi ... 20
2.6.3 Perubahan Iklim Menjadi Latar Belakang Bencana Alam Seperti Banjir di Midwest 22 2.6.4 Topan Nargis adalah Indikasi dari Perubahan Iklim ... 23
2.7 Teknologi untuk Mengurangi Dampak Perubahan Iklim ... 23
BAB III KESIMPULAN ... 29
(4)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar BelakangBumi adalah tempat kita melakukan berbagai aktivitas. Bumi dengan segala unsur yang ada didalamnya mampu menciptakan sebuah keteraturan yang dapat menyokong keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup yang lainnya. Unsur-unsur seperti air, matahari, angin, awan, hujan, dan yang lainnya menyusun sebuah sistem yang teratur. Namun keteraturan itu mulai terganggu sedikit demi sedikit akibat ulah manusia yang dengan seenaknya menggunakan sumber daya di bumi secara tidak bijaksana dan pada akhirnya mengganggu sistem kerja bumi ini.
Sebagaimana dilaporkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel yang berisi para ahli dunia, iklim bumi telah berubah. Hal ini disampaikan secara resmi pada KTT bumi di tahun 1992 di Rio de Janeiro Brasil. Perubahan iklim adalah salah satu isu lingkungan yang besar saat ini. Perubahan iklim telah diketahui sebagai dampak dari aktivitas manusia seperti ekstraksi bahan bakar fosil skala besar (batubara, minyak bumi dan gas alam), perubahan pemanfaatan lahan (pembukaan lahan untuk penebangan kayu, peternakan dan pertanian) serta konsumerisme. Aktivitas-aktivitas manusia ini mengakibatkan produksi gas rumah kaca semakin meningkat. Peningkatan ini menyebabkan lapisan ozon terganggu dan sebagai akibatnya menyebabkan iklim menjadi tidak stabil.
Sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah tropis, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap ancaman dan dampak perubahan iklim. Dengan begitu perlu dicari solusi untuk menghentikan, atau paling tidak meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim tersebut. Tindakan tersebut bisa dilakukan dari diri masing-masing individu, maupun dengan bantuan teknologi yang dilaksanakan oleh pemerintah.
(5)
1.2Analisis Masalah
1. Apa yang menyebabkan perubahan iklim dunia?
2 Apa keterlibatan TIK terhadap penanggulangan perubahan iklim? 3 Apa dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim?
1.3 Hipotesis
2. Global Warming adalah penyebab perubahan iklim dunia
3. Teknologi masa kini mampu mengurangi dampak dari perubahan iklim secara prevetif maupun kuratif
4. Dampak dari perubahan iklim adalah kerusakan lingkungan dan variasi penyakit 1.4Tujuan
1. Memperluas wawasan mengenai fenomena perubahan iklim. 2. Mengetahui penyebab terjadinya perubahan iklim
3. Mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim apabila tidak diatasi dengan baik.
4. Mengetahui peran kita untuk mencegah terjadinya perubahan iklim agar tidak semakin parah.
5. Mengetahui peran teknologi informasi dan komunikasi untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
(6)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Definisi Perubahan IklimPerubahan iklim dunia merupakan sesuatu yang paling khawatirkan oleh para ahli geologi dunia. Karena para ahli dunia beranggapan bahwa perubahan iklim akan membawa pengaruh negatif di dalam aspek-aspek kehidupan. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) perubahan iklim memilliki arti peralihan cuaca yang mencolok yang terjadi di antara dua periode tertentu dr suatu wilayah iklim.
Definisi perubahan iklim menurut Environmental Protection Agency (EPA) sebiah lebaga yang berasal dari Amerika Serikat adalah perubahan keadaan rata-rata cuaca secara signifikan yang terjadi pada periode tertentu. Dengan kata lain, perubahan iklim juga termasuk perubahan suhu yang drastis, curah hujan, pola angin, dan perubahan-perubahan lainnya yang terjadi dalam kurun waktu tertentu.
Perubahan iklim merupakan suatu perubahan yang bersifat semi reversible. Yakni berarti dimana perubahan iklim ini memang tidak dapat di cegah secara total, akan tetapi perubahan ini dapat ditanggulangi dan dikurangi dampaknya terhadap kelangsungan kehiupan dimuka bumi. Disamping itu perubahan iklim itu sendiri apabila ditinjau lebih jauh hal ini terkait dengan pemanasan global yang telah menjadi perbincangan yang hangat sejak abad ke-21. Hal ini merupakan sesuatu yang saling terkait karena menurut data yang dilansir dari EPA bahwa kenaikan suhu yang lebih dari 1F akan menimbulkan efek yang besar terhadap iklim dunia.
2.2Gejala Perubhan Iklim
Kenaikan temperatur global menyertai perubahan cuaca dan iklim dunia. Beberapa tempat di dunia telah mengalami peningkatan curah hujan yang menyebabkan bertambah luasnya banjir yang terjadi, kekeringan, atau cuaca ektrim lainnya. Perubahan iklim dapat menimbulkan perubahan karakteristik komponen-komponen biotik yang mendiami suatu
(7)
wilayah tertentu yang terkena dampak perubahan iklim. Karena perubahan terhadap komponen abiotik yang disebabkan oleh berubahnya iklim akan memberikan dampak kepada komponen biotik yang ada.
Perubahan yang terjadi pada awanya akan memberikan dampak pada siklus cuaca dan musim yang sebelumnya telah memiliki siklus tertentu. Dan kemudian diikuti dengan timbuknya fenomena-fenomena aneh yang terjadi di alam berubahnya prilaku komponen biotik yang ada.
2.2.1 Perubahan Sistem Angin Monsun dan Fenomena Daratan
Angin monsun merupakan angin yang bertiup sepanjang tahun dan berganti arah dua kali dalam setahun. Umumnya pada setengah tahun pertama bertiup angin darat yang kering dan setengah tahun berikutnya bertiup angin laut yang basah.
2.2.1.1Ketidakteraturan Cuaca
Akibat yang ditimbulkan oleh perubahan iklim adalah dimana kondisi rata-rata berubah menjadi tidak menentu dan hal ini digunakan sebagai indikator utama dari perubahan iklim itu sendiri.
2.2.1.2Naiknya Suhu Permukaan Air Laut
Naiknya suhu permukaan bumi secara keseluruhan mengakibatkan suhu air laut meningkat pula. Air sebagai suatu material yang bersifat lebih cepat menyerap panas dan lebih lama menyimpan panas dibanding material yang menyusun daratan membuatnya menghangat dan juga menyimpan panas itu lebih lama. Sehingga pada akhirnya berujung pada perubahan prilaku yang di tunjukan oleh biota laut yang terkena dampaknya.
(8)
2.2.1.3Anomali Fenomena Tropis dan Subtropis
Iklim tropis dan sub trtopis pada memiliki perbedaan yang cukup sigifikan. Dimana iklim tropis hanya memiliki dua musin sedangkan iklim subtropis memiliki empat musim. Akan tetapi pada akhir-akhir ini terjadi anomali pada pola kelngsungannya. Dimana perubahan yang terjadi disini adalah perubahan dalam kadar/efek yang dihasilkan oleh cuaca tersebut dan rentang waktu berlangsungnya setiap musim di dalamnya.
2.2.1.4Peningkatan Curah Hujan Dan Terjadinya Hujan Es
Peningatan suhu yang terjadi sebagai gejala dari perubahan iklim juga meningkatkan laju penguapan air permukaan bumi. Sehingga jumlah air yang menguap semakin besar. Dengan demikian, curah hujan juga semaki menigkat. Meningkatnya laju penguapan juga membuat jumlah uap air yang mencapai lapisan atmosfer yang lebih tinggi juga semakin banyak. Uap air dengan jumlah yang lebih banyk ini kemudian mengalami pendinginan menjadi bongkahan es yang kemudian jatuh kebumi. Berapa bongkahan dengan ukuran yang lebih kecil dapt mecair sebelum mencapai permukaan bumi. Akan tetapi, seiring bertambah besarnya ukuran bongkahan es yang terbentuk, es tersebut dapat mencapai permukan bumi dalam wujud padat sebelum mencair secara keseluruhan.
2.2.1.5Lamanya Musim Kemarau dan Musim Panas
Lamanya musim kemarau yang terjadi di daerah tropis disebabkan oleh beberapa indikator diantaranya El Nino Southern Oscillation (ENSO), anomali suhu permukaan air laut, serta Dipole Mode di Samudera. Dimana faktor tersebut menyebabkan anomali pada musim kemarau yang harusnya berlangsung sekitar enam bulan menjadi leih dari itu. Tiupan angin musim yang berlangsung lebih lama dikarenakan el nino (anomali iklim di pasifik selatan) menyebabkan lautan di
(9)
bagian selatan menghangat lebih lama maka dari itu tiupan angin musim kemarau juga bertambah lama. Sedangkan di waktu dan keadaan yang sama belahan bumi bagian subtropis yang mengalami musim panas juga merasakan dampaknya hal ini juga menyebabkan musim panas berlangsung lebih lama.
2.2.2 Fenomena Atmosfer
2.2.2.1Penikngkatan Suhu Rata-Rata Atmosfer
Tidak jauh berbeda dengan lautan, material penyusun atmosfer adalah udara yang merupakan bagian dari fluida. Dimana fluida disini merupakan sebuah material yang juga dapat dengan mudah mengalirkan panas. Sehingga walaupun pemanasan terjadi pada suatu titik tertentu, maka panas tersebut akan mengalir ke tempat yang lain dan melakukan penyebaran secara merata sehingga mencapai suatu titik ekuilibrium yang merupakan titik kestabilan dimana panas di semua tempat terdistribusi secara merata.
2.2.2.2Terjadinya Badai Ekstrim
Akibat dari meningkatnya suhu rata-rata atmosfer dan suhu lautan yang menyebabkan laju pengupan air laut meningkat juga menyebabkan pembentukan awan hujan dengan jumlah yang lebih besar. Jumlah awan hujan yang besar ini menyebabkan perbedaan tekanan yang mencolok karena disebabkan perubahan suhu yang lumayan cepat. Selain itu hal ini juga dipicu oleh ekspansi vertikal awan hujan sehingga menimbulkan badai yang lebih kencang.
2.2.3 Fenomena Aneh Pada Komponen Biotik
Komponen biotik sebagai komponen yang merasakan dampak dari perubahan iklim akan menunjukkan sebah prilau penyesuaian terhadap perubahan tersebut. Seperti kawanan burung yang bermigrasi dari belahan bumi selatan ke belahan bumi utara pada bulan desember dan kembali pada bulan juni. Namun,
(10)
akibat dari ketidakteraturan iklim yang terjadi yang berujung pada berubahnya waktu berlangsungnya siklus musim, maka pola migrasi dari kawanan burung tersebut juga ikut berubah.
2.3Periodisasi Musim dan Perubahannya
Salah satu gejala yang ditimbulkan dari perubahan iklim dapat berupa perubahan musim yang tidak sesuai dengan waktu yang seharusnya, serta terdapat berbagai anomali cuaca yang menyertakan perubahan musim tersebut.
Perubahan musim yang tidak sesuai ini terjadi sebagai penyimpangan periode musim yang seharusnya. Berdasarkan intensitas matahari yang diterima setiap tahunnya, bumi dibagi menjadi 4 wilayah iklim, yaitu iklim tropis (23,5° LU – 23,5° LS), iklim subtropis (23,5°-40°LU dan 23,5°-40°LS), iklim sedang (40°-66,5°LU dan 40°-66,5°LS), serta iklim kutub (66,5°-90°LU dan. 66,5°-90°LU). Perbedaan intensitas matahari yang diterima di setiap bagian bumi disebabkan oleh kemiringan bumi sebesar 23,5° dari porosnya.
Daerah dengan iklim tropis (23,5° LU – 23,5° LS) adalah wilayah yang menerima sinar matahari sepanjang tahun. Wilayah-wilayah ini memiliki 2 musim setiap tahunnya, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan biasanya berlangsung pada bulan Oktober hingga bulan Maret, sedangkan musim kemarau pada bulan April Hingga September.
Daerah dengan iklim subtropis (23,5°-40°LU dan 23,5°-40°LS) dan sedang (40°-66,5°LU dan 40°-66,5°LS) mengalami 4 musim, yaitu musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin. Yang membedakan musim di daerah subtropis dan tropis adalah intensitas panasnya. Daerah sedang menerima sinar matahari yang lebih banyak dibandingkan daerah subtropis, sehingga pada daerah sedang musim panasnya lebih panas dan musim dininnya lebih dingin. Pada belahan bumi utara, musim semi terjadi pada tanggal 21 Maret hingga 21 Juni, musim panas pada tanggal 21 Juni hingga 23 September, musim gugur pada tanggal 23 September hingga 22 Desember, dan musim dingin pada tanggal 22 Desember
(11)
hingga 21 Maret. Sedangkan pada belahan bumi selatan terjadi sebaliknya. Saat utara mengalami musim semi, selatan mengalami musim gugur, dan saat utara mengalami musim panas, selatan mengalami musim dingin.
Daerah kutub (66,5°-90°LU dan. 66,5°-90°LU) mengalami 2 musim, yakni musim panas dan musim dingin. Musim dingin berlangsung sangat lama, dan musim panas yang sejuk berlangsung singkat.
Namun akibat perubahan iklim yang terjadi, batasan-batasan musim yang ada mulai kabur, terutama pada daerah tropis. Sebagai contoh adalah keadaan kemarau basah, dimana pada saat musim kemarau malah turun hujan. Deputi Bidang Klimatologi BMKG Widada Sulistia DEA mengatakan, ada dua hal yang menyebabkan penyimpangan cuaca di sebagian wilayah Indonesia. Pertama, suhu perairan laut Indonesia lebih panas dari biasanya. Penyimpangan suhu panas tersebut bahkan mencapai dua derajat. Karena suhu perairan yang lebih panas,maka potensi uap pun lebih banyak, sehingga kelembaban udara juga menjadi lebih tinggi. Penyebab kedua, yaitu karena adanya suplai uap air dari Samudera Hindia. Padahal, seharusnya Indonesia mendapat kiriman udara dari wilayah Australia yang kondisinya kering. Namun, karena adanya penyimpangan, Indonesia justru mendapat udara dari Samudera Hindia yang kondisinya basah.
Perubahan musim ini juga dapat dilihat dari kemarau yang berkepanjangan. Menurut Kepala Pusat Meteorologi Publik, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Mulyono R Prabowo, musim kemarau berkepanjangan disebabkan oleh adanya peristiwa El Nino yang menyebabkan pembentukan awan hujan berkurang. Peningkatan kejadian El Nino turut dipicu oleh kegiatan manusia seperti membuka hutan, mengubahnya menjadi lahan pertanian, perkebunan, maupun perumahan memengaruhi uap air yang menuju ke udara.
Karena terjadinya peningkatan suhu bumi yang terus menerus, diperkirakan pada tahun 2035 Kutub Utara akan mengalami musim panas tanpa es, sehingga Samudera Arktik akan
(12)
menjadi perairan terbuka. Dampak besar secara global yang akan terjadi yaitu, mulai terbukanya jalur pelayaran di Kutub Utara, dimungkinkannya penambangan minyak bumi dan gas di Samudera Arktik, hingga pemanasan lebih lanjut Samudera Arktik karena mempunyai sifat laut yang menyerap radiasi matahari. Tidak hanya itu, pemanasan yang terjadi di Samudera Arktik akan meningkatkan tinggi gelombang yang akan membawa cuaca ekstrim di daerah tropis.
2.4Global Warming Sebagai Penyebab Prubahan Iklim
Masalah yang kini mulai muncul ke permukaan ialah tentang pergeseran keseimbangan alam. Cuaca yang tidak menentu, lingkungan yang panas, seringnya terjadi banjir di ibu kota, hal-hal tersebut terjadi karena global warming dan efek rumah kaca.Sebelum kita masuk lebih jauh mengenai pergeseran perubahan keseimbangan alam karena global warming dan efek rumah kaca, mari kita memahami definisi dan perbedaan antara cuaca dan iklim.
Iklim adalah sintesis atau kesimpulan atau rata-rata nilai, unsur-unsur cuaca )hari dan bulan) dalam jangka panjang di suatu tempat pada suatu wilayah. Pada umumnya, untuk mengetahui iklim suatu daera diperlukan waktu perhitungan rata-rata selama 30 tahun. Cuaca, adalah niali sesaat (akktual) dari keadaan atmosfer, serta perubahan dalam jangka pendek (kurang dari 1 jam hingga 24 jam) di suatu tempat tertentu di bumi. Seiring waktu berjalan, cuaca kini sering tidak menentu. Ramalah cuaca menjadi lebih tidak tepat. Hal ni pada dasarnya terjadi karena efek rumah kaca dan global warming.
Proses efek rumah kaca ialah sebagai berikut. Panas dari matahari masuk ke bumi melalui proses radiasi (perpindahan panas tanpa perantara). Radiasi yang masuk ke bumi tersebut, sebagan diserap bumi dan dihisapnya, sedangkan sebagian energi dipantulkan ke ruang angkasa dalam bentuk sinar inframerah. Namun, karena banyaknya gas gas rumah kaca seperti CO2, CH4, CFC dan lain lain, sebagian sinar inframerah teersebut terperangkap oleh lapisan gas rumah kaca yang beredar di atmosfer dan memanasi bumi.
(13)
Proses efek rumah kaca tersebut adalah penyebab utama pergeseran keteraturan alam. Karena berbagai kegiatan manusia seperti pertambangan, indistrialisasi, pembakaran hutan dam transportasi, gas gas rumah kaca semakin banyak dan meningkatkan efek rumah kaca, mengakibatkan pemanasan global dan ketidakseimbangan alam.
Global warming adalah peningkatan temperatur rata-rata permukaan bumi akibat efek rumah kaca yang terjadi di atmosfer. Gas gas rumah kaca menyebabkan peningkatan suhu bumi secara global. Pada tahun 1910-140, suhu bumi naik 0,35 C dan pada tahun 1970 hingga 2006, suhu kembali meningkat 0,55 C.
Dampak pemanasan global artinya pergeseran keseimbangan alam, yaitu adalah sebagai berikut:
1. Melelehnya es di kutub utara dan kutub selatan meleleh karena tren peningkatan suhu bumi. Hal tersebut menyebabkan elevasi air. Hal ini menyebabkan mudahnya air melewati pelabuhan, menyebabkan erosi di tepian pantai, melemahkan sektor perairan, dan kota-kota besar mudah terkena banjir
2. Ketidakteraturan cuaca
3. Punahnya beberapa hewan dan tubuhan
4. Keringanya danau dan sungai membuat petani kehilangan sunber air
5. Badai dan topan sering terjadi karena perubahan panas dan seringnya penguapan air
Sudah jelas kaitan antara global warming dan pergeseran keteraturan alam. Berikut adalah hal-hal yang mampu kita lakukan dalam menyikapi hal tersebut:
1. Melakukan 3R. Pertama, kita harus mengurangi pemakaian barang barang yang tidak dapat terpakai.mualailah untuk menggunakan barang-barang yang dapat
(14)
digunakan secara berulang. Contohnya, penggunaan kertas belanja agar mengurangi penggunaan plastik, yang sulit terurai.
2. Mengurangi penggunaan pemanas dan pendingin ruangan. Dengan menguranginya, kita mampu menghemat 2.000 pound CO2 per tahunnya.
3. Mengganti bola lampu. Ganti lampu bohlam biasa dengan lampu Compact Flourescent Light (CFL) yang lebih hemat dan lebih tahan lama 10 kali dari lampu bohlam biasa.
4. Menggunakan transportasi umum agar gas emisi kendaraan dapat dikurangi secara besar.
5. Mematikan alat rumah tangga yang mengkonsumsi listrik ketika tak terpakai 6. Menanam pohon. Setiap pohon yang tertanam akan menyerap 1 ton CO2 sepanjang
hidup pohon tersebut.
Pergeseran keteraturan alam ada untuk kita perbaiki. Manusia harus mulai lebih sadar terhadap krusialitas hal ini.
2.5Dampak Perubahan Iklim
Perubahan iklim berkaitan denganperubahan pada indikator-indikator iklim seperti suhu permukaan, curah hujan, suhu permukaan laut, tinggi permukaan laut serta kejadian iklim dan cuaca ekstrem. Dampak perubahan iklim berpotensi pada bidang-bidang yang terkait dengan sistem pembangunan nasional yaitu ekonomi, tatanan kehidupan, ekosistem serta wilayah khusus.
Naiknya suhu bumi mengakibatkan kebaikan suhu permukaan. Hal ini berakibat langsung pada manusia, tumbuhan dan hewan seperti serangga. Selain itu kenaikan suhu permukaan dapat berpotensi meningkatkan konsumsi energy pada wilayah tropis seperti Indonesia. Akibatnya, harga pangan meningkat. Para pakar memprediksi hasil tanaman pangan mulai dari jagung hingga gandum, beras hingga kapas, akan menurun hingga 30%. Hasil yang
(15)
menurun ini berujung pada peningkatan harga pangan. Sebab, akan ada proses, penyimpanan, dan transportasi pangan yang membutuhkan air dan energi lebih. Kenaikan suhu permukaan juga mengakibatkan evatranspirasi berlebihan pada tumbuhan, timbulnya kebakaran hutan, serta pengembangbiakan serangga lebih cepat dan luas.
Perubahan iklim juga berdampak pada curah hujan. Curah hujan yang berubah mengakibatkan bencana alam seperti banjir dan longsor, kekeringan dan penurunan ketersediaan air. Penurunan ketersediaan air mempengaruhi pasokan air untuk wilayah perkotaan dan pertanian. Ditambah lagi dengan membludaknya jumlah penduduk akan meningkatkan angka permintaan air.
Dampak perubahan iklim selanjutnya yaitu kenaikan suhu dan tinggi permukaan laut. Kenaikan suhu permukaan laut dapat merusak terumbu karang (coral bleachingi) dan mengubah arus laut yang berakibat pada pola migrasi ikan di laut yang selanjutnya akan mempengaruhi mata pencaharian nelayan. Budidaya perikanan penting sebagai mata pencaharian bagi nelayan dan sumber makanan. Jika suhu air laut memanas, maka jumlah ikan akan menurun. Para nelayan pun akan sulit memperoleh makanan dan penghasilan. Kenaikan tinggi permukaan laut diakibatkan kutub es utara dan selatan yang mencair mengakibatkan volume air laut meningkat sehingga permukaan bertambah tinggi. Meluasnya genangan air laut dan abrasi di wilayah pesisir serta peningkatan intrusi air laut ke daratan mengancam kehidupan di wilayah pesisir. Khusus untuk Jakarta, naiknya muka air laut dapat membuat batas antara air tanah dan air laut semakin jauh ke daratan. Sehingga mencemari lebih banyak sumber air minum.
Perubahan iklim juga berdampak pada kesehatan. Bahaya perubahan iklim di Indonesia bagi masa depan kesehatan yang ditandai dengan peningkatan curah hujan yang cukup signifikan pada bulan-bulan tertentu dengan peningkatan variabilitas di daerah tertentu, penurunan curah hujan di bulan-bulan kering, sementara pada bulan-bulan musim basah curah
(16)
hujan meningkat. Yang terakhir yaitu kenaikan temperature permukaan rata-rata. Bahaya perubahan iklim mempengaruhi kesehatan melalui jalur kontaminasi mikroba dan transmisi dinamis, dampak kesehatan yang dapat terjadi dari proses tersebut diantaranya efek peningkatan temperatur terhadap kesakitan dan kematian, bencana akibat cuaca ekstrim, peningkatan pencemaran udara, penyakit bawaan air dan makanan dan penyakit hewan vector dan hewan pengerat. Penyakit yang timbul akibat perubahan iklim antara lain diare & malnutrisi, ISPA, DBD & Malaria, penyakit degenerative dan penyakit akiban penipisan lapisan ozon seperti kanker kulit, katarak, penurunan daya tahan tubuh dan pertumbuhan mutasi genetik.
Dampak terakhir yaitu peningkatan kejadian iklim dan cuaca ekstrim. Kejadian iklim dan cuaca ekstrim seperti musim kemarau yang berkepanjangan atau hujan yang terus-terusan mengguyur memiliki dampak yang spontan dan masif yaitu kerusakan infrastrukur sehingga perlu diadaptasi dalam bentuk upaya pengelolaan penanggulangan bencana. Integrasi adaptasi perubahan iklim dengan pengurangan risiko bencana merupakan suatu tantangan baru untuk disinergikan pada sistem pembangunan nasional.
2.6Fenomena dan Bencana Alam Sebagai Danpak Perubahan Iklim 90% Gejala dan Bencana Alam Terjadi Akibat Perubahan Iklim.
Setiap tahunnya, 250 juta orang menjadi korban bencana alam. Sejak 1992 organisasi internasional mengeluarkan dana sekitar 2,7 miliar Dollar untuk mengurangi dampak angin topan, banjir dan kekeringan. Walter Amman adalah ketua Forum Risiko Global. Organisasi yang berkedudukan di Davos, Swiss itu berusaha mengidentifikasi ancaman bagi masyarakat. Bagi Walter Amman tidak dapat diragukan lagi, bahwa perubahan iklim menjadi penyebab bertambahnya bencana alam akibat ekstremnya cuaca. Ia mengatakan, "Jika orang memperhatikan cuaca dalam 10 tahun terakhir, maka orang dapat melihat bahwa kerugian harta benda bertambah. Dan saya pikir, orang tidak dapat lagi berargumentasi bahwa orang sekarang
(17)
dapat memperkirakan perubahan cuaca dengan lebih baik, lebih cepat dan lebih tepat dibanding dengan 20 tahun yang lalu. Tren menunjukkan peningkatan."
Badan Jerman, Komite untuk Penanggulangan Bencana Alam DKKV menilai perubahan iklim sebagai salah satu alasan bagi meningkatnya jumlah dan tambah besarnya bencana alam. Oleh sebab itu, organisasi tersebut menuntut semakin baiknya tindakan antisipasi dalam menghadapi perubahan iklim serta penanganan dampak bencana alam. Profesor Gerd Tetzlaff, ahli meteorologi di Universitas Leipzig, adalah ketua dewan ilmu pengetahuan di DKKV. Ia menekankan, tidak semua negara sama terancamnya oleh bencana alam akibat perubahan iklim. Terutama bencana yang sangat besar, sifatnya regional. Di banyak negara Eropa, meningkatnya suhu bumi telah menyebabkan semakin banyaknya gelombang suhu panas, sehingga risiko kebakaran hutan juga bertambah. Perubahan iklim bukan satu-satunya penyebab bencana seperti itu, tetapi mengakibatkan kondisi yang mempermudah terjadinya bencana. Dan di beberapa daerah di dunia cuaca yang ekstrem lebih intensif dari biasanya. Misalnya angin topan di daerah Karibik. Menurut perkiraan iklim, keadaan cuaca ini masih akan bertambah ekstrem, tetapi besarnya masih harus diteliti lagi.
Bencana alam akibat angin topan Katrina di New Orleans tahun 2005 lalu menunjukkan, bahwa negara industri kaya juga terancam. Tetapi negara seperti itu biasanya lebih mampu mengatasi dampak bencana alam. Sedangkan di negara-negara miskin situasinya berbeda. Menurut Profesor Gerd Tetzlaff, negara miskin lebih terkena dampak perubahan apapun yang berasal dari luar, misalnya perubahan iklim. Kemampuan sebuah negara miskin untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan cuaca yang ekstrem sangat terbatas. Dr. Walter Amman dari Global Risk Forum mengatakan, dampak perubahan iklim sangat besar di daerah seperti di selatan gurun Sahara di Afrika, Bangladesh serta di negara-negara pulau yang
(18)
hampir sama ketinggiannya dengan permukaan laut.
Beberapa pekan lalu, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon memperingatkan akan bertambahnya kekeringan, banjir dan bencana alam lainnya, jika PBB tidak berhasil mencapai kemajuan dalam konferensi iklim dunianya akhir tahun ini di Kopenhagen. Pengurangan CO2 adalah tujuan utamanya. Penyesuaian pada iklim yang berubah adalah tujuan lainnya. Demikian ditekankan para ahli dari DKKV serta Global Risk Forum. Akibat bertambahnya bencana alam, penanggulangan dampak bencana alam serta manajemen bencana juga harus diikutsertakan dalam debat soal iklim.
Bencana akibat perubahan iklim(bencana klimatologi) menunjukkan ciri yang berbeda dibandingkan dengan bencana geologi seperti gempa, tsunami, dan sebagainya. Bencana yang dipahami secara umum adalah bencana geologi yang bersifat mendadak dan bervariasi, baik dapat diprediksi atau tidak. Sementara bencana klimatologi terjadi secara perlahan dan dalam jangka waktu yang relatif lama. Pantai dan pulau-pulau kecil merupakan wilayah yang terlebih dahulu terkena dampak perubahan iklim dibandingkan wilayah-wilayah lain. Perubahan iklim yang ekstrim dalam dekade terakhir telah menyebabkan kenaikan permukaan air laut, gelombang tinggi, perubahan pola hujan dan kemarau, serta perubahan sainitas air laut.
Berikut adalah berbagai bencana alam yang telah terjadi di dunia yang berlatar belakang perubahan iklim.
2.6.1 Pola Cuaca yang Esktrim
Cuaca Ektrim Global Terjadi Sejak Tahun 2000
Seluruh dunia saat ini sedang mengalami perubahan iklim, diantaranya cuaca ekstrim di musim panas seperti gelombang panas di Amerika Serikat yang melanda petani
(19)
jagung dan mengakibatkan kebakaran hutan pada tahun 2012, bencana ini telah mencapai jumlah yang luar biasa dalam sepuluh tahun terakhir. Pemanasan global buatan manusia dapat menjelaskan peningkatan secara bertahap periode panas yang parah, tetapi perubahan durasi yang diamati dari beberapa peristiwa tidak begitu mudah dijelaskan. Bencana ini telah dikaitkan dengan mekanisme baru, ilmuwan menduga bahwa perubahan cuaca ekstrim disebabkan gelombang besar terjebak di atmosfer. Analisis data baru menunjukkan bahwa peristiwa gelombang yang terperangkap tersebut memang meningkat. Studi ini diterbitkan dalam jurnal Prosiding National Academy US of Sciences (PNAS).
Gelombang Atmosfer Terjebak, Pemicu Cuaca Ekstrim
Menurut Dim Coumou, bencana cuaca ekstrim berdampak tinggi telah menyerang sebagian besar wilayah dunia. Manusia telah menciptakannya sendiri, memanaskan atmosfer dengan memancarkan CO2 dari bahan bakar fosil, namun peningkatan gelombang panas yang menghancurkan Eropa atau Amerika Serikat tampaknya tidak proporsional. Salah satu alasannya, mungkin disebabkan perubahan pola sirkulasi atmosfer. Tetapi, dengan menganalisis dataset besar berdasarkan cuaca global, para ilmuwan menemukan hubungan yang menarik. Bagian penting dari gerakan udara global di pertengahan garis lintang biasanya mengambil bentuk gelombang yang bergerak diseluruh dunia, disebut Rossby Waves. Ketika gelombang Rassby bergerak ke utara, maka akan mengisap udara hangat dari daerah tropis ke Eropa, Rusia, atau Amerika Serikat. Ketika Rossby bergerak ke selatan, akan melakukan hal yang sama dengan membawa udara dingin dari Arktik.
Tetapi ilmuwan menunjukkan bahwa dalam periode cuaca ekstrim, beberapa gelombang hampir terhenti, sementara kurangnya cuaca hangat memiliki dampak kecil,
(20)
efek pada manusia dan ekosistem bisa saja parah ketika periode ini lebih panjang. Di balik ini, ada mekanisme resonansi halus yang menjebak gelombang di pertengahan garis lintang dan menguatkannya. Ilmuwan menggunakan analisis data lanjutan, studi baru menunjukkan bahwa ketika kondisi resonansi tertentu terpenuhi, suasana cenderung mengembangkan gelombang anomali yang secara perlahan merambat dengan amplitudo besar, biasanya terkait dengan cuaca ekstrim didaratan.
Yang paling penting bahwa fenomena cuaca ekstrim lebih sering terjadi setelah tahun 2000, diperkirakan sudah hampir dua kali lebih sering seperti sebelumnya. Bukti perubahan aktual dalam aktivitas gelombang planet Bumi sejauh ini tidak jelas, tapi bisa diketahui dengan pola dan ilmuwan telah menemukan bukti kuat adanya peningkatan peristiwa resonansi ini. Menurut ilmuwan peristiwa ini akan terus meningkat, teori dan data baru menunjukkan adanya hubungan dengan proses yang terjadi di Kutub Utara. Sejak tahun 2000, wilayah Arktik memanas sekitar dua kali lebih cepat, salah satu alasannya disebabkan es mencair cepat, sinar matahari dipantulkan kembali ke angkasa, sementara laut terbuka dan menghangatkan cuaca. Pencairan es dan salju sebenarnya karena gaya hidup manusia menggunakan gas rumah kaca dari bahan bakar fosil.
Akibatnya wilayah Arktik menghangat lebih cepat, perbedaan suhu daerah lain menurun. Tetapi sebenarnya perbedaan suhu ini sebagai pendorong utama dari pola sirkulasi atmosfer yang pada gilirannya mempengaruhi cuaca ekstrim. Gelombang planet Bumi menggambarkan bagaimana komponen saling terkait dalam sistem Bumi, dan masih belum dipastikan sampai kapan perubahan ini terus berlangsung.
2.6.2 Terjadinya Peningkatan Aktivitas Gempa Bumi
Pernahkah Anda berpikir mengapa sekarang ini gempa bumi kerap terjadi? Yang
(21)
belum pernah terjadi gempa. Masih belum lama ini ada gempa di Sichuan, China. Di Indonesia, kita pun masih ingat gempa bumi di Yogyakarta pada tahun 2006 lalu. Apa yang menjadi penyebab dari gempa bumi yang sekarang ini sering terjadi? Seorang ahli geologi, Bill McGuire dari Hazard Research Center di University College London, menuturkan bahwa gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, dan tanah longsor, adalah malapetaka lain yang timbul akibat perubahan iklim. Menurut beliau, ada dua penyebabnya.
Pertama, gangguan keseimbangan kerak Bumi. Lapisan es di kutub yang memiliki berat menekan kerak Bumi yang berada di bawahnya. Karena es mencair, kerak di bawahnya berusaha mencari keseimbangan baru. Pergeseran keseimbangan ini dapat memicu aktivitas magma di dalam kerak Bumi maupun aktivitas gempa bumi. “Pada akhir Zaman Es, tercatat adanya peningkatan besar-besaran aktivitas seismik bersamaan dengan penyusutan lapisan es di Skandinavia maupun tempat-tempat lain seperti itu dan memicu tanah longsor di bahwa laut yang pada akhirnya memicu tsunami,” ungkap McGuire.
Penyebab kedua, tekanan air laut. Suhu laut yang bertambah panas mengakibatkan air laut memuai. “Memuainya air laut ditambah es yang mencair ke dalam laut menekan kerak Bumi di bawahnya. Hal ini dapat menekan magma apapun yang ada di sekitarnya keluar dari gunung berapi sehingga memicu letusan,” urai McGuire. Mekanisme ini dipercaya menjadi penyebab letusan periodik Gunung Pavlof di Alaska yang meletus setiap musim dingin ketika permukaan air laut lebih tinggi. McGuire sendiri melakukan penelitian yang dimuat pada jurnal Nature pada tahun 1997 mengenai kaitan antara naiknya permukaan air laut dengan aktivitas letusan gunung berapi di Mediterania selama
(22)
80.000 tahun terakhir, dan menemukan bahwa ketika air laut naik secara tiba-tiba, makin banyak letusan gunung berapi yang terjadi, dengan peningkatan drastis sebesar 300%!
Ilmuwan lain juga mengungkapkan bahwa penyebab gempa bumi adalah pemanasan global. Penelitian baru yang dilakukan oleh ilmuwan Australia Dr. Tom Chalko menunjukkan bahwa aktivitas seismik global di atas Bumi sekarang ini lima kali lipat lebih kuat daripada 20 tahun yang lalu. Penelitian menunjukkan bahwa kekuatan perusakan oleh gempa bumi meningkat dengan laju cepat yang mengkuatirkan dan kecenderungan ini terus berlanjut, kecuali masalah “pemanasan global” diatasi secara menyeluruh dan dengan segera. Analisis atas lebih dari 386.000 gempa bumi antara tahun 1973 hingga 2007 yang direkam oleh pangkalan data Survei Geologi AS membuktikan bahwa energi tahunan global gempa bumi mulai meningkat sangat cepat sejak tahun 1990.
2.6.3 Perubahan Iklim Menjadi Latar Belakang Bencana Alam Seperti Banjir di Midwest
Banjir merupakan bencana yang paling banyak terjadi dan menewaskan ribuan orang dari berbagai negara setiap tahun. Banjir terjadi karena curah hujan ekstrim akibat gangguan cuaca, seperti siklon tropis. Berikutnya adalah kekeringan yang mengancam keamanan pangan dunia. Pada dasarnya, fenomena perubahan iklim menimbulkan curah hujan ekstrim dalam waktu makin singkat, kemudian menjadikan masa kekeringan makin panjang. Ketidakpastian alam menjadi semakin tinggi. Selain banjir dan kekeringan, perubahan iklim juga dapat menimbulkan bencana longsor dan kebakaran lahan gambut.
Berbagai bencana itu menimbulkan kerentanan sosial, di antaranya ancaman kelaparan. Bahaya kelaparan saat ini mengancam 800 juta penduduk dunia. Kerusakan karena badai dan banjir yang terjadi baru-baru ini di negara-negara bagian midwest di
(23)
Wisconsin, Illinois, Indiana, dan Iowa dikaitkan dengan pemanasan global. Perry Beeman, wartawan pemenang penghargaan untuk The Des Moines Register di Iowa, mengatakan bahwa sebelum badai terjadi, ia dan rekan-rekannya telah mengembangkan serial perubahan iklim untuk diterbitkan di koran tersebut dan meramalkan dampak-dampak ini.
2.6.4 Topan Nargis adalah Indikasi dari Perubahan Iklim
Menurut Pusat Ilmu Pengetahuan dan Lingkungan (CSE), Topan Nargis yang merusak Myanmar dan memakan korban sangat banyak ini sepertinya merupakan dampak dari dari perubahan iklim. Dengan mengutip laporan perubahan iklim PBB,
Direktur CSE, Sunita Narain, berkata, “Nargis adalah satu tanda akan datangnya hal-hal
lain. Di tahun 2007, Bangladesh dihancurkan oleh topan tropis Sidr. Korban dari topan
ini adalah korban perubahan iklim.” Narain menyerukan negara-negara kaya agar lebih
bergegas mengatasi emisi gas rumah kaca mereka untuk membantu mengurangi pengaruh hebat dari pola cuaca yang tidak stabil bagi negara-negara yang pertaniannya tergantung pada hujan.
2.7Teknologi untuk Mengurangi Dampak Perubahan Iklim
Perubahan iklim yang terjadi akibat naiknya suhu atmosfer semenjak revolusi industri, maka perkembangan iptek kala itu menjadi pemicunya. Kini harapan manusia untuk menghadapi dan mengantisipasi dampak perubahan iklim juga kembali tertuju pada peran iptek. Berbagai pusat riset dunia saat ini hampir pasti bersinggungan dengan tema riset perubahan iklim, termasuk di Indonesia sendiri.
Hasil kajian DRN tahun 2010 yang dituangkan dalam dokumen Peranan Iptek Dalam Menjawab Pemanasan Global misalnya sudah disampaikan berbagai peran iptek dalam kaitan merespon perubahan iklim di Indonesia. Sebagai contoh, apa yang telah dilakukan BMKG
(24)
dengan membuat zona musim (ZOM) di Indonesia agar mudah dalam prediksi luasan area persawahan. ZOM juga didasarkan atas rekomendasi Kelompok Kerja Prakiraan Musim Nasional (KKPMN) yang terdiri dari BMKG, LAPAN, BPPT, Balitklim, ITB dan IPB. Dokumen ZOM sangat penting bagi sektor pertanian.
Contoh lain peran iptek antara lain dalam penerapan teknologi modifikasi cuaca yang dilakukan di BPPT baik dalam mengatasi kekeringan atau mencegah hujan (memindah awan) agar tidak terjadi volume hujan yang berlebih (banjir). Di sektor energi saat ini juga banyak penerapan iptek dalam riset energi baru dan terbarukan. Dua iptek utama dalam penerapannya bidang energi ini adalah pembangkit listrik non bahan bakar fosil seperti tenaga surya, panas bumi dan hidro serta pengembangan bahan bakar nabati (biofuel). Pengembangan biofuel, dengan sentuhan iptek saat ini juga berasal dari mikroalga. Pada tema ini, saat ini LIPI fokus pada pencarian spesies yang optimum, sedangkan BPPT fokus pada optimasi teknologi fotobioreaktor sedangkan ITB juga fokus pada teknologi konversi menjadi minyak diesel.
Iptek sistem informasi geografi yang digabungkan dengan teknologi inderaja juga diterapkan dalam penentuan lokasi perikanan tangkap yang sangat berguna bagi nelayan [6]. Respon perubahan iklim memerlukan kebijakan, sedangkan iptek perubahan iklim memerlukan riset baik dasar maupun terapan. Hubungan keterkaitan antara permasalahan perubahan iklim, kebijakan antisipasi dan perlunya riset ditunjukkan dalam Gambar 3.1.
(25)
Dalam rangka mendukung kebijakan penurunan gas rumah kaca dan mengurangi dampak perubahan iklim, telah disusun Rencana Aksi Nasional Mitigasi Adaptasi Perubahan Iklim (RAN MAPI) yang disusun oleh kementerian/ lembaga yang terkait dengan perubahan iklim. Upaya mitigasi bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penyerapan karbon dan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) ke atmosfir yang berpotensi menipiskan lapisan ozon, sedangkan upaya adaptasi bertujuan melakukan tindakan penyesuaian sistem alam dan sosial dalam menghadapi dampak negatif dari perubahan iklim.
Ada dua macam sektor teknologi dalam mengahadapi perubahan iklim, yaitu teknologi adaptasi yang meliputi :Sumber daya air, Kerentanan pesisir, Ketahanan pangan dan teknologi mitigasi yang meliputi :Energi, RBCS, Kehutanan dan tata guna lahan dan Waste composting.
(26)
Teknologi Adaptasi
Sektor sumber daya air, teknologi untuk adaptasi perubahan iklim dalam sektor sumber daya air adalah teknologi pemanenan air hujan. Ada beberapa metode pemanenan air hujan yang diterapkan yaitu kolam pengumpulan air hujan, sumur resapan air hujan, parit resapan air hujan, areal resapan air hujan, tangul pekarangan, lobang air tanah, pagar pekarangan, modifikasi lanskap.
Sektor kerentanan pesisir, perubahan iklim akan mempengaruhi penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir pantai, oleh karena itu harus dibuat inovasi teknologi. Upaya adaptasi digunakan untuk menghadapi peningkatan permukaan air laut. Ada dua cara yaitu : struktural (fisik) dan non-struktural(non fisik). Contoh dari struktural adalah hutan bakau, gundukan npasir, terumbu karang, dan penanaman pohon; sedangkan non-struktural yaitu dengan breakwater, panggung, rekalmasi pantai.
Sektor ketahanan pangan, terkait pertahanan pangan perubahan iklim memiliki pengaruh buruk terhadap produksi pangan nasional. Dilihat dari fenomena perubahan musim hujan dan musim kemarau, daerah pertanian di Indonesia akan terpengaruh dalam hal panjang musim tanam, banjir, kekeringan. Ada banyak teknologi adaptif yang dapat dikembangkan untuk mengatasi hal tersebut. Salah satunya adalah teknologi pengembangan benih padi yang toleran kering atau banjir.
Teknologi Mitigasi
Sektor energi, photovoltaic (PV) Cell harus dikembangkan karena akan sesuai dengan program nasional pada program perluasan penggunaan sumber energi terbaharukan khususnya energi surya. PV Cell merupakan komponen yang penting dalam pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang telah menjadi prioritas dalam penggunaan energi nasional. Di Indonesia, pemanfaatan PLTS sebagai Solar Home
(27)
System (SHS) telah dilakukan selama sekitar dua dekade dengan kapasitas terpasang total sekitar 13.5 MW.
Sektor Regenerative Burner Combustion System (RBCS) merupakan salah satu teknologi pemanfaatan limbah panas dalam Industri. Di Indonesia teknologi ini telah dimanfaatkan dalam salah satu industri baja. Tujuannya adalah untuk mempercepat proses produksinya, seperti kermaik. Dengan menggunakan alat ini berarti telah membantu mengurangi pencemaran atmosfer yg mencegah dampak perubahan iklim, karena pembakarannya stabil dan efisien menurunkan emisi gas CO2 dan NOx.
Sektor kehutanan dan tata guna lahan, dalam manajemen hutan prosesnya cukup kompleks dan dalam kebanyakan kasus hambatan pengelolaan hutan disebabkan oleh masalah kelembagaan serta disebabkan kekurangan teknologi. Teknologi prioritas untuk mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca di sektor kehutanan salah satunya adalah Teknologi untuk Pengukuran dan Monitoring Penyerapan serta Emisi Karbon.
Sektor waste composting, pengomposan teknologi banyak digunakan dikota di Indonesia dengan menggunakan Windrow Composting System. Jika sistem tersebut diperlakukan dengan cara yang tepat maka akan menghasilkan kompos kualitas tinggi. Sistem ini dioperasikan melibatkan pemulung untuk memisahkan limbah secara manual. Selain itu, terdapat teknologi pengomposanlain yaitu In-Vessel Composting yang dapat dijadikan pilihan lain.
(28)
(29)
BAB III
KESIMPULAN
Iklim berubah dikarenakan pemanasan global yang merupakan kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Penyebab utama pemanasan global ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepaskan karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan dinitroksida (N2O) dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer.
Peranan TIK didalam penanggulangan perubahan iklim terbagi menjadi 2 segmen yaitu teknologi mitigasi dan adaptasi. Mitigasi adalah usaha pengendalian atau upaya untuk mengendalikan dan mengurangi dampak dan resiko perubahan iklim. Sedangkan adaptasi adalah suatu proses untuk memperkuat dan membangun strategi antisipasi dampak perubahan iklim serta melaksanakannya atau upaya menyesuaikan kondisi dan teknologi dengan kejadian perubahan iklim.
Akibat ketidakteraturan dalam pola iklim dan curah hujan, diperkirakan di masa yang akan datang sebagian wilayah dapat mengalami ketidakteraturan siklus musim, tingginya curah hujan, menurunnya kelembaban tanah dan sumber air tanah, yang kemudian akan diikuti dengan degradasi lahan, dan pada akhirnya mengakibatkan banyak lahan berubah menjadi gurun tandus.
(30)
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2014. Climate Change: Basic Information.http://www.epa.gov/climatechange/basics/. [Diakses 5 Desember 2014]
Trewartha, T dan Horn, L. 1995. Monsun. http://moklim.sains.lapan.go.id/content/monsun. [Diakses 5 Desember 2014]
Ahira, Anne. 2012. Kutub Utara dan Kutub Selatan: Sama-sama Bersuhu Dingin.
http://www.anneahira.com/kutub-utara-dan-kutub-selatan.htm. [Diakses 5 Desember 2014] Admin. 2014. Climate Change Impacts and Adapting to Change.
http://www.epa.gov/climatechange/impacts-adaptation/index.html. [Diakses 5 Desember 2014]
Admin. 2013. Musim Panas Tanpa Es di Kutub Utara. http://ilmupengetahuan.org/musim-panas-tanpa-es-di-kutub-utara/. [Diakses 5 Desember 2014]
Kompas. 2014. Musim Kemarau Tahun 2014 Berpotensi Lebih Kering dan Panjang.
http://sains.kompas.com/read/2014/05/16/1705549/Musim.Kemarau.Tahun.2014.Berpotensi. Lebih.Kering.dan.Panjang. [Diakses 5 Desember 2014]
Republika. 2013. Ini Penyebab Hujan Masih Turun di Musim Kemarau
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/08/09/mr9627-ini-penyebab-hujan-masih-turun-di-musim-kemarau. [Diakses 5 Desember 2014]
United Nations. 1997. UN Conference on Environment and Development (1992). http://www.un.org/geninfo/bp/enviro.html [Diakses 5 Desember 2014]
Adibroto, Tusy T. 2013. Peran Iptek Dalam Menjawab Perubahan Iklim.
http://www.drn.go.id/index.php/en/71-artikel-drn/178-peran-iptek-dalam-menjawab-perubahan-iklim [Diakses 6 Desember 2014]
Bagusni, Hamam. 2013. Pemanfaatan TIK sebagai tindakan dalam mitigasi perubahan iklim. http://www.academia.edu/7146760/Bagian_Makalah_PBL_2 [Diakses 6 Desember 2014] Tyna. 2009. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Upaya Mitigasi Perubahan Iklim. http://tyna17.wordpress.com/2009/04/21/teknologi-mitigasi-perubahan-iklim/ [Diakses 6 Desember 2014]
(1)
Dalam rangka mendukung kebijakan penurunan gas rumah kaca dan mengurangi dampak perubahan iklim, telah disusun Rencana Aksi Nasional Mitigasi Adaptasi Perubahan Iklim (RAN MAPI) yang disusun oleh kementerian/ lembaga yang terkait dengan perubahan iklim. Upaya mitigasi bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penyerapan karbon dan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) ke atmosfir yang berpotensi menipiskan lapisan ozon, sedangkan upaya adaptasi bertujuan melakukan tindakan penyesuaian sistem alam dan sosial dalam menghadapi dampak negatif dari perubahan iklim.
Ada dua macam sektor teknologi dalam mengahadapi perubahan iklim, yaitu teknologi adaptasi yang meliputi :Sumber daya air, Kerentanan pesisir, Ketahanan pangan dan teknologi mitigasi yang meliputi :Energi, RBCS, Kehutanan dan tata guna lahan dan Waste composting.
(2)
Teknologi Adaptasi
Sektor sumber daya air, teknologi untuk adaptasi perubahan iklim dalam sektor sumber daya air adalah teknologi pemanenan air hujan. Ada beberapa metode pemanenan air hujan yang diterapkan yaitu kolam pengumpulan air hujan, sumur resapan air hujan, parit resapan air hujan, areal resapan air hujan, tangul pekarangan, lobang air tanah, pagar pekarangan, modifikasi lanskap.
Sektor kerentanan pesisir, perubahan iklim akan mempengaruhi penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir pantai, oleh karena itu harus dibuat inovasi teknologi. Upaya adaptasi digunakan untuk menghadapi peningkatan permukaan air laut. Ada dua cara yaitu : struktural (fisik) dan non-struktural(non fisik). Contoh dari struktural adalah hutan bakau, gundukan npasir, terumbu karang, dan penanaman pohon; sedangkan non-struktural yaitu dengan breakwater, panggung, rekalmasi pantai.
Sektor ketahanan pangan, terkait pertahanan pangan perubahan iklim memiliki pengaruh buruk terhadap produksi pangan nasional. Dilihat dari fenomena perubahan musim hujan dan musim kemarau, daerah pertanian di Indonesia akan terpengaruh dalam hal panjang musim tanam, banjir, kekeringan. Ada banyak teknologi adaptif yang dapat dikembangkan untuk mengatasi hal tersebut. Salah satunya adalah teknologi pengembangan benih padi yang toleran kering atau banjir.
Teknologi Mitigasi
Sektor energi, photovoltaic (PV) Cell harus dikembangkan karena akan sesuai dengan program nasional pada program perluasan penggunaan sumber energi terbaharukan khususnya energi surya. PV Cell merupakan komponen yang penting dalam pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang telah menjadi prioritas dalam penggunaan energi nasional. Di Indonesia, pemanfaatan PLTS sebagai Solar Home
(3)
System (SHS) telah dilakukan selama sekitar dua dekade dengan kapasitas terpasang total sekitar 13.5 MW.
Sektor Regenerative Burner Combustion System (RBCS) merupakan salah satu teknologi pemanfaatan limbah panas dalam Industri. Di Indonesia teknologi ini telah dimanfaatkan dalam salah satu industri baja. Tujuannya adalah untuk mempercepat proses produksinya, seperti kermaik. Dengan menggunakan alat ini berarti telah membantu mengurangi pencemaran atmosfer yg mencegah dampak perubahan iklim, karena pembakarannya stabil dan efisien menurunkan emisi gas CO2 dan NOx.
Sektor kehutanan dan tata guna lahan, dalam manajemen hutan prosesnya cukup kompleks dan dalam kebanyakan kasus hambatan pengelolaan hutan disebabkan oleh masalah kelembagaan serta disebabkan kekurangan teknologi. Teknologi prioritas untuk mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca di sektor kehutanan salah satunya adalah Teknologi untuk Pengukuran dan Monitoring Penyerapan serta Emisi Karbon.
Sektor waste composting, pengomposan teknologi banyak digunakan dikota di Indonesia dengan menggunakan Windrow Composting System. Jika sistem tersebut diperlakukan dengan cara yang tepat maka akan menghasilkan kompos kualitas tinggi. Sistem ini dioperasikan melibatkan pemulung untuk memisahkan limbah secara manual. Selain itu, terdapat teknologi pengomposanlain yaitu In-Vessel Composting yang dapat dijadikan pilihan lain.
(4)
(5)
BAB III
KESIMPULAN
Iklim berubah dikarenakan pemanasan global yang merupakan kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Penyebab utama pemanasan global ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepaskan karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan dinitroksida (N2O) dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer.
Peranan TIK didalam penanggulangan perubahan iklim terbagi menjadi 2 segmen yaitu teknologi mitigasi dan adaptasi. Mitigasi adalah usaha pengendalian atau upaya untuk mengendalikan dan mengurangi dampak dan resiko perubahan iklim. Sedangkan adaptasi adalah suatu proses untuk memperkuat dan membangun strategi antisipasi dampak perubahan iklim serta melaksanakannya atau upaya menyesuaikan kondisi dan teknologi dengan kejadian perubahan iklim.
Akibat ketidakteraturan dalam pola iklim dan curah hujan, diperkirakan di masa yang akan datang sebagian wilayah dapat mengalami ketidakteraturan siklus musim, tingginya curah hujan, menurunnya kelembaban tanah dan sumber air tanah, yang kemudian akan diikuti dengan degradasi lahan, dan pada akhirnya mengakibatkan banyak lahan berubah menjadi gurun tandus.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2014. Climate Change: Basic Information.http://www.epa.gov/climatechange/basics/. [Diakses 5 Desember 2014]
Trewartha, T dan Horn, L. 1995. Monsun. http://moklim.sains.lapan.go.id/content/monsun. [Diakses 5 Desember 2014]
Ahira, Anne. 2012. Kutub Utara dan Kutub Selatan: Sama-sama Bersuhu Dingin.
http://www.anneahira.com/kutub-utara-dan-kutub-selatan.htm. [Diakses 5 Desember 2014] Admin. 2014. Climate Change Impacts and Adapting to Change.
http://www.epa.gov/climatechange/impacts-adaptation/index.html. [Diakses 5 Desember 2014]
Admin. 2013. Musim Panas Tanpa Es di Kutub Utara. http://ilmupengetahuan.org/musim-panas-tanpa-es-di-kutub-utara/. [Diakses 5 Desember 2014]
Kompas. 2014. Musim Kemarau Tahun 2014 Berpotensi Lebih Kering dan Panjang.
http://sains.kompas.com/read/2014/05/16/1705549/Musim.Kemarau.Tahun.2014.Berpotensi. Lebih.Kering.dan.Panjang. [Diakses 5 Desember 2014]
Republika. 2013. Ini Penyebab Hujan Masih Turun di Musim Kemarau
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/08/09/mr9627-ini-penyebab-hujan-masih-turun-di-musim-kemarau. [Diakses 5 Desember 2014]
United Nations. 1997. UN Conference on Environment and Development (1992). http://www.un.org/geninfo/bp/enviro.html [Diakses 5 Desember 2014]
Adibroto, Tusy T. 2013. Peran Iptek Dalam Menjawab Perubahan Iklim.
http://www.drn.go.id/index.php/en/71-artikel-drn/178-peran-iptek-dalam-menjawab-perubahan-iklim [Diakses 6 Desember 2014]
Bagusni, Hamam. 2013. Pemanfaatan TIK sebagai tindakan dalam mitigasi perubahan iklim. http://www.academia.edu/7146760/Bagian_Makalah_PBL_2 [Diakses 6 Desember 2014] Tyna. 2009. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Upaya Mitigasi Perubahan Iklim. http://tyna17.wordpress.com/2009/04/21/teknologi-mitigasi-perubahan-iklim/ [Diakses 6 Desember 2014]