Perkembangan Zending di Yogyakarta

53 Pekabaran Injil di wilayah Surabaya kemudian di tugaskan kepada Pendeta Jellesma, dan untuk Pekabaran Injil di wilayah Semarang, Pendeta van Rhijn mendatangkan pendeta dari Belanda bernama Pendeta Hoezoo. Pendeta Hoezoo tiba di Semarang pada tanggal 3 November 1849. Pekabaran Injil yang dilakukan oleh Pendeta Hoezoo pada awalnya difokuskan di 3 wilayah, yaitu Salatiga, Banyumas, dan Bagelen. 15 Tiga tempat tersebut menjadi tempat awal perkembangan Pekabaran Injil di wilayah Jawa Tengah. Terlaksananya kegiatan Pekabaran Injil ini tidak lepas dari penerapan politik Tanam Paksa yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda. Para pengusaha perkebunan, baik dari pemerintah maupun swasta yang datang dari Belanda, telah membuat aktifitas Pekabaran Injil menjadi lebih efektif karena dari mereka orang- orang pribumi dapat memahami ajaran Kristen. Hubungan mereka dengan para pendeta yang ditugaskan untuk memimpin jemaat-jemaat berkebangsaan Belanda di setiap wilayah juga membuat proses pembaptisan warga menjadi lebih mudah karena pada saat itu organisasi zending yang secara resmi diberi ijin untuk mengabarkan Injil, pada praktiknya masih harus mendapatkan peraturan yang sangat ketat.

B. Perkembangan Zending di Yogyakarta

Pekabaran Injil di Yogyakarta pada awalnya tidak dapat dilakukan secara terang-terangan. Pemerintah Belanda melarang adanya Pekabaran Injil di wilayah ini karena khawatir jika kegiatan ini dapat memicu perlawanan masyarakat 15 Ibid., hlm. 32. 54 Yogyakarta yang pada saat itu mayoritas beragama Islam. Akan tetapi Pekabaran Injil yang dilakukan oleh para murid Kyai Sadrach di wilayah Jelok dan Bulu di Bukit Manoreh secara perlahan menembus batas wilayah kekuasaan dan memasuki wilayah Bagelen. Kegiatan Pekabaran Injil ini kemudian berlanjut ke desa Prangkokan dan di wilayah perbatasan lain seperti Temon dan Selong. 16 Usaha Pekabaran Injil ini oleh murid-murid Kyai Sadrach dapat menarik minat penduduk Yogyakarta yang ada di perbatasan untuk masuk dalam ajaran Kristen. Pembaptisan orang-orang ini tidak dapat dilakukan di wilayah Yogyakarta karena mendapat larangan dari Residen J. van Baak yang bertugas di Yogyakarta. Mereka harus pergi ke Bagelen terlebih dahulu untuk dibaptis. Setelah dibaptis, mereka baru dapat kembali ke Yogyakarta. 17 Tahun 1885, jemaat Kristen sudah tumbuh di Desa Temon dan Desa Selong. Desa ini berada di wilayah kekausaan Sri Paku Alam. Pekabaran Injil kemudian menyebar ke wilayah Kota Yogyakarta. Pekabaran Injil menjadi semakin luas ketika residen Yogyakrta J. van Baak digantikan oleh Mullemeister. Residen tersebut menilai Pekabaran Injil di Yogyakarta tidak akan menimbulkan keresahan. Kemudian mulai tanggal 21 Januari 1891, seorang pendeta bernama Wilhelm dari ZGK Zending Der Gereformeerde Kerken 18 diberi izin melakukan 16 S.H. Soekotjo, op.cit., hlm. 112. 17 J.D. Wolterbeek, op.cit., hlm. 81. 18 Zending Der Gereformeerde Kerken merupakan gabungan NGZV yang melakukan Pekabaran Injil di Jawa Tengah bagian selatan dengan Christelijk Gereformeerde yang melakukan Pekabaran Injil di Sumba. Kerjasama antara kedua badan zending ini terjadi pada tahun 1892. 55 Pekabaran Injil di wilayah ini dengan syarat orang Jawa yang menjadi Kristen tidak diperkenankan menggunakan nama yang sama dengan orang Belanda. 19 Kegiatan Pekabaran Injil yang dilakukan oleh Pendeta Wilhelm di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta pada awalnya berkembang dengan baik. Perkembangan tersebut dilaporkan kepada pengurus organisasi Zending pusat yang ada di Belanda. Perkembangan yang sangat pesat tersebut menimbulkan keraguan di kalangan pengurus organisasi Zending. Muncul keraguan bahwa ribuan penganut Kristen tersebut benar-benar dapat memahami ajaran Kristen. Organisasi zending ini kemudian mengutus seorang pendeta untuk memeriksa keadaan orang-orang Kristen di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Pendeta utusan ini bernama F. Lion Cachet, ia diberangkatkan dari Belanda pada tahun 1891. Pendeta Lion Cachet yang melakukan pemeriksaan terhadap jemaat Kristen di Jawa Tengah dan Yogyakarta merasa kecewa karena melihat keadaan jemaat yang pengetahuannya tentang Agama Kristen masih sangat minim. Ia juga kecewa karena ajaran Kristen di Jawa Tengah dan Yogyakarta tergradasi oleh kebudayaan setempat. Ia menilai hal ini tejadi karena kesalahan para Pekabar Injil, terutama Pekabar Injil dari kalangan pribumi seperti Kyai Sadrach yang pada saat itu membantu tugas Pekabaran Injil yang dilakukan oleh pendeta Wilhelm. Kyai Sadrach dan sahabat-sahabatnya kemudian dikeluarkan dari organisasi zending. 20 Pengikut Kyai Sadrach kecewa dengan keputusan Pendeta Lion Cachet. Mereka memilih tetap mengikuti Kyai Sadrach dan meninggalkan Pekabaran Injil 19 J.D. Wolterbeek, op.cit., hlm. 84. 20 Ibid., hlm. 88. 56 dari organisasi zending. Keadaan ini membuat jemaat Kristen di wilayah Pekabaran Injil zending mengalami penurunan. Sewaktu pertama kali Pendeta Lion Cachet memeriksa keadaan jemaat Kristen di Jawa Tengah dan Yogyakarta, jemaat Kristen yang ada tercatat berjumlah 6.374 orang. Setelah terjadi perpecahan, jumlah jemaat Kristen kurang lebih menjadi 150 orang. Penurunan jumlah yang sangat drastis ini membuat organisasi NGZV merasa perlu mengadakan Pekabaran Injil lagi dengan metode yang berbeda, yaitu dengan melakukan pelayanan kesehatan karena hal ini dinilai dapat menarik simpati penduduk yang pada saat itu sedang dalam kondisi kesejahteraan yang buruk. 21

C. Masuknya Zending Medis di Yogyakarta