Warna Tekstur Ekstraksi Ciri

2.6.1 Warna

Menurut Pitas 1993, model warna RGB mengandung tiga komponen warna yaitu merah Red, hijau Green dan biru Blue atau disebut juga sebagai warna primer. Model warna RGB didasarkan pada sistem koordinat cartesian berbentuk kubus. Rentang nilai R, G dan B merupakan representasi semua vektor warna dalam ruang tiga dimensi R-G-B. Model warna RGB merupakan kombinasi dari tiga lapisan warna sehingga menghasilkan satu warna komposit. Magenta Biru 240º Cyan Merah 0º Kuning Hijau 120º 1.0 Putih 0.0 Hitam 0.5 a RGB b HSV Gambar 8 Model warna RGB dan HSV. Pada Gambar 8 a menunjukkan bahwa koordinat awal 0,0,0 adalah warna hitam, dan koordinat 1,1,1 adalah warna putih. Warna abu-abu berada disepanjang garis diagonal antara koordinat 0,0,0 sampai dengan 1,1,1, magenta merupakan hasil campuran antara warna biru dan merah, kuning antara merah dan hijau dan cyan antara biru dan hijau. Pengambilan nilai feature dari masing-masing unsur warna dilakukan dengan menormalisasi setiap unsur warna dengan persamaan sebagai berikut : R r R G B = + + 3 G g R G B = + + 4 B b R G B = + + 5 Untuk mendapatkan informasi dari tingkat kecerahan citra maka citra RGB dikonversi ke dalam model warna hue, saturation, value HSV Gambar 8 b. Model warna HSV mempunyai tiga atribut warna,yaitu : • Hue berhubungan dengan ragam warna adalah nilai sudut antara vektor warna aktual dan vektor warna referensi. • Saturation berhubungan dengan kecerahan warna adalah persentasi dari pencahayaan ditambah warna referensi. • Value berhubungan dengan intensitas warna. Untuk menghitung nilai HSV berdasarkan nilai RGB dilakukan dengan persamaan berikut : 0 60 ; G B H R Max Max Min ⎡ ⎤ − = + = ⎢ ⎥ − ⎣ ⎦ 6 120 60 ; B R H G Max Max Min ⎡ ⎤ − = + = ⎢ ⎥ − ⎣ ⎦ 7 240 60 ; R G H B Max Max Min ⎡ ⎤ − = + = ⎢ ⎥ − ⎣ ⎦ 8 Max Min S Max − = 9 V Max = 10 dimana Max adalah nilai maksimum dan Min nilai minimum dari citra RGB.

2.6.2 Tekstur

Walaupun tidak ada defenisi formal dari konsep tekstur, tapi secara intuisi tekstur mendeskripsikan karakterisitik permukaan dari sebuah obyek seperti halus, licin, kasar dan sebagainya Gonzalez and Woods 2002. Tujuan analisa tekstur adalah memperoleh beberapa parameter yang dapat digunakan dalam menggolongkan tekstur tertentu. Hasilnya menjadi referensi dalam mendeskripsikan bentuk obyek Nixon dan Aguado 2002. Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menganalisa tekstur dari sebuah citra yaitu statistik, struktural dan spektral. Pendekatan statistik menghasilkan karakteristik permukaan citra seperti halus, licin, kasar dan sebagainya. Teknik struktural menghasilkan garis-garis beraturan yang merepresentasikan citra. Teknik spektral berdasarkan spektrum Fourier yang mendeteksi perubahan global dari citra dengan cara mengidentifikasi tingkat keseragaman dan puncak spektrumnya Gonzalez Woods 2002. Pada penelitian ini digunakan pendekatan statistik untuk mengukur nilai tekstur. Dimana umumnya pendekatan statistik mempunyai dua konsep yaitu: first dan second order spatial statistics Tuceryan Jain 1998. i First-order statistics mengukur peluang nilai gray secara random pada citra grayscale. First-order statistics dapat dihitung dari histogram intensitas pixel pada sebuah citra. Nilai yang dihasilkan hanya pada satu pixel yang diukur dan tidak berpengaruh pada nilai pixel yang bersebelahan dengannya. Rata-rata intensitas pada sebuah citra adalah contoh dari first-order statistic. ii Second-order statistics mengukur peluang nilai dari pasangan pixel yang bersebelahan secara random pada sebuah citra di lokasi dan arah yang random. Propertinya dari pasangan tersebut adalah nilai pixel. Ada tiga metode analisa tekstur yang digunakan yaitu: statistical moment, gral-level co-occurrence matrix dan local binary patterns.

2.6.2.1 Statistical Moment

Menurut Gonzalez dan Woods 2002 untuk mendapatkan nilai-nilai tekstur dilakukan dengan menghitung momen statistik intensitas histogram dari sebuah citra grayscale. Nilai yang dihitung adalah rata-rata intensitas mean, standar deviasi, kehalusan permukaan smoothness, kesimetrisan histogram third moment, ragam variasi gray level uniformity dan keteracakan distribusi entropy. Untuk menghitung nilai-nilai tersebut dilakukan dengan persamaan berikut: Mean 1 L i i i m z p z − = = ∑ 11 Standard deviation 1 2 2 z σ μ = 12 Smoothness 2 1 1 1 R σ = − + 13 Third Moment 1 3 3 L i i i z m p z μ − = = − ∑ 14 Uniformity 1 2 L i i U p z − = = ∑ 15 Entropy 1 2 log L i i i e p z p z − = = ∑ 16 dengan z i = intensitas citra p = probability μ n = moment ke n.

2.6.2.2 Gray-level Co-occurrence Matrix GLCM

Metode GLCM didefenisikan oleh Haralick et al. pada tahun 1973 yang merupakan fungsi kepadatan peluang bersyarat orde kedua yang bertujuan menganalisa pasangan pixel yang bersebelahan secara horizontal Chandraratne et al. 2003. Nilai tekstur dihasilkan dengan menghitung nilai threshold global citra grayscale level, standar deviasi, energy, contrast, homogeneity dan entropy pada citra grayscale. Energy berfungsi untuk mengukur konsentrasi pasangan gray level pada matriks co-occurance, contrast berfungsi untuk mengukur perbedaan lokal dalam citra, homogeneity berfungsi untuk mengukur kehomogenan variasi gray level lokal dalam citra dan entropy berfungsi untuk mengukur keteracakan dari distribusi perbedaan lokal dalam citra. Persamaan untuk menghitung nilai level dan standard deviasi pada metode ini sama dengan persamaan 11 dan 12 di metode statistical moment. Sementara untuk menghitung nilai energy, contrast, homogeneity dan entropy dapat dilakukan dengan persamaan berikut Tuceryan Jain 1998: Energy 2 , i j p i j ∑ 17 Contrast 2 , i j i j p i j − ∑ 18 Homogeneity , 1 i j p i j i j + − ∑ 19 Entropy , log , i j p i j p i j ∑ 20 dengan p = probability i,j = koordinat pixel citra grayscale 0…255.

2.6.2.3 Local Binary Patterns LBP

Metode LBP dikenalkan oleh Ojala et al. pada tahun 2002 Ojala et al. 2002. Prinsip kerjanya adalah membandingkan satu pixel center pixel dengan delapan pixel disekitarnya. Gambar 9 memperlihatkan ilustrasi dari LBP, pasangan pixel 3 x 3 Gambar 9a dikodekan kedalam bilangan biner dengan memberi nilai threshold pada center pixel. Pixel yang mempunyai nilai gray lebih besar atau sama dengan center pixel dikodekan dengan nilai 1 dan selain itu dikodekan dengan 0 Gambar 9b. Bilangan biner bernilai 1 dari pasangan pixel 3 x 3 selanjutnya dikalikan dengan bobot binernya Gambar 9c. Hasil perkalian yang diambil adalah nilai biner yang bernilai 1 Gambar 9d. Hasil pejumlahan dari pasangan pixel ini ditandai sebagai center pixel berikutnya dan bernilai unique. Operasi ini diulang untuk semua pixel dalam frame citra sehingga dihasilkan nilai LBP keseluruhan pada citra. 5 4 3 1 1 1 1 2 4 1 2 4 4 3 1 1 0 128 8 128 0 2 0 3 0 0 1 64 32 16 0 0 16 a b c d Gambar 9 Operasi LBP pada dimensi image 3 x 3 pixel. Dari Gambar 9 bilangan biner yang dihasilkan adalah 11101001 dan selanjutnya dikonversi ke dalam bilangan desimal menjadi 233. LBP8riu1 adalah versi LBP yang invarian terhadap rotasi, dimana dasar operasi LBP diaplikasikan pada delapan pixel dari kelompok pasangan secara simetris Gambar 10a. Sembilan nilai LBP yang menunjukkan kesamaan pola Gambar 10b adalah pola yang berhubungan dengan garis dan titik dalam citra. Pola rotasi lain yang tidak menunjukkan sembilan kesamaan pola dikompres kedalam sepuluh bin intensitas warna histogram. Histogram inilah yang merepresentasikan nilai ciri tekstur pada sebuah citra Ojala et al. 2002. a b Gambar 10 Pasangan pixel yang invarian terhadap rotasi untuk LBP8riu1.

2.6.3 Bentuk