II. TINJAUAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka Pemberdayaan
Menurut Ife 2002 pandangan tentang pemberdayaan adalah; An empowerment strategy would aim to increase people power over these institution an
their effects, by equipping people to have and impact on them and, more fundamentally,by changing these institution to make them more accessible
responsive and accountable to all people, not just the powerful. Empowerment aims to increase the power of the disadvantage.
Definisi tersebut menjelaskan bahwa strategi pemberdayaan akan mengarahkan, meningkatkan dan menggerakkan orang-
orang agar dapat mengadakan perubahan atas diri mereka sendiri serta mengubah institusi ini agar dapat diakses oleh semua orang, yang tidak hanya oleh pihak yang
kuat saja namun juga dari pihak yang kurang diuntungkan. Pemberdayaan mengarahkan untuk meningkatkan keberdayaan dari pihak yang kurang beruntung.
Adi 2001 secara harfiah menjelaskan pemberdayaan sebagai suatu “Konsep pemberdayaan empowerment berasal dari kata ‘power’ Kekuasaan atau
keberdayaan dalam arti pemberian atau peningkatan kekuasaan Power kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung disadvantaged”. Dengan demikian
pemberdayaan adalah upaya untuk menempatkan seluruh masyarakat dalam posisi sentral dalam pembangunan People center development sehingga memiliki
kemampuan dan untuk melaksanakan sendiri berbagai aktifitas pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya yang sudah ada dalam masyarakat itu sendiri, yang pada
intinya pemberdayan membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk
membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Pemberdayaan komunitas dalam pembangunan partisipatif merupakan salah satu strategi yang dianggap tepat
dengan menegaskan bahwa komunitas menjadi pelaku utama dalam pembangunan.
5
Modal Sosial
Woolcock dalam Nasdian dan Utomo 2005:20 mendefinisikan modal sosial berisi informasi, kepercayaan dan norma-norma timbal balik yang melekat dalam
suatu sistem jaringan sosial. Senada dengan pendapat di atas, Fukuyama dalam Nasdian dan Utomo 2005:21 mendefinisikan modal sosial sebagai seperangkat
rangkaian nilai-nilai internal atau norma-norma yang disebarkan diantara anggota- anggota suatu kelompok yang mengizinkan mereka untuk bekerja sama antara satu
dengan yang lain. Bahwa syarat penting untuk munculnya modal sosial adalah adanya kepercayaan trust, kejujuran dan timbal balik.
Modal sosial, menurut Woolcock 1998 seperti dikutip Colletta Cullen 2000, modal sosial memiliki empat dimensi. Pertama adalah integrasi integration,
yaitu ikatan kuat antar anggota keluarga, dan keluarga dengan tetangga sekitarnya, seperti ikatan-ikatan berdasarkan kekerabatan, etnik, dan agama. Kedua adalah
pertalian linkage, yaitu ikatan dengan komunitas lain di luar komunitas asal, seperti jejaring network dan asosiasi-asosiasi bersifat kewargaan civic association yang
menembus perbedaan kekerabatan, etnik, dan agama. Ketiga adalah integritas organisasional organizational integrity, yaitu keefektifan dan kemampuan institusi
negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan. Keempat adalah sinergi synergy, yaitu relasi antara
pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas state-community relations. Fokus perhatian dalam sinergi ini adalah apakah negara memberikan ruang yang luas
atau tidak bagi partisipasi warganya. Dimensi pertama dan kedua berada pada tingkat horizontal, sedangkan dimensi ketiga dan keempat ditambah dengan pasar market,
berada pada tingkat vertikal.
Kelembagaan dan Pengembangan Kelembagaan
Menurut Sugianto 2002 kelembagaan dalam pendekatan bahasa merupakan terjemahan dari dua istilah yaitu : institute, yang merupakan wujud kongkrit dari
lembaga yang berarti organisasi dan instutition yang merupakan wujud abstrak dari lembaga yang berarti pranata sebab merupakan sekumpulan norma- norma pengatur
perilaku dalam aktifitas hidup tertentu.
6 Soekamto 2001 menjelaskan bahwa proses perkembangan kelembagaan
sosial tersebut dinamakan pelembagaan atau institualization yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga
masyarakat. Maksudnya ialah sampai norma itu oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai, dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya Djatiman 1997 menggolongkan institusikelembagaan menjadi tiga, yatu; 1 Bureaucratic institution adalah institusi yang datangnya dari
pemerintah atasbirokrasi dan tetap menjadi milik birokrasi, contohnya Pemerintah Desa, Pemerintah Kelurahan. 2 Community based institution adalah institusi yang
dibentuk pemerintah berdasarkan atas sumber daya masyarakat yang diharapkan menjadi milik masyarakat, seperti KUD, RTRW, APKI, dan 3 Grass root
institutions adalah institusi yang murni tumbuh dari masyarakat dan merupakan milik
masysrakat, contohnya perkumpulan ojek, arisan.
Kebijakan Pembangunan
Dalam menghadapi perkembangan keadaan baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan sistem
pemerintahan dengan mewujudkan otonomi daerah dan desentralisasi berbentuk pemberian kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah.
Otonomi dan desentralisasi tersebut diimplementasikan dengan menggunakan prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, dan dengan
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. UU No. 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah merupakan kemauan politis
pemerintah untuk mengedepankan inisiatif dan kemampuan swadaya masyarakat dalam pembangunan, sementara pemerintah berfungsi sebagai pendukung atau
fasilitator. Dari ideologi pembangunan tersebut strategi pembangunan dengan konsep pengembangan masyarakat merupakan pendekatan pembangunan yang diterapkan di
setiap daerah di Indonesia.
7
Komunitas
Nasdian F.T dan Kolopaking 2004 memberikan pemahaman mengenai komunitas yaitu: Suatu unit atau kesatuan sosial yang terorganisasikan dalam
kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama baik yang bersifat fungsional maupun yang mempunyai teritorial. Dari uraian tersebut menjelaskan bahwa
pengertian komunitas dalam perspektif sosiologi adalah; Warga setempat yang dapat dibedakan dari masyarakat lebih luas society melalui kedalaman kepentingan
bersama-sama a community of interest atau oleh tingkat interaksi yang tinggi an attachment
community. Para anggota komunitas mempunyai kebutuhan bersama communneeds
.
Pengembangan Kapasitas
Hasil yang diharapkan dari pengembangan kapasitas menurut Sumpeno 2003 adalah; Peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi dan sistim
maasyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Capacity building
sebagai strategi untuk meningkatkan daya dukung kelembagaan dalam mengantisipasi masalah dan kebutuhan yang dihadapi.
Pengembangan kapasitas menurut Saharudin 2005 adalah ”Mencakup pengembangan kapasitas institut dan kapasitas sumberdaya manusia”.
Asosiasi Petani Kelapa Indonesia
APKI adalah wadah berhimpun petani untuk menyalurkan aspirasi petani, memahami persoalan yang mengganggu pengembangan usahanya dan mencari
upaya pemecahannya serta untuk memperkuat posisi tawar petani terhadap stakeholder
perkebunan lainya.
Asosiasi petani perkebunan kelapa di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Propinsi Kalimantan Tengah, secara kualitas pada umumnya masih
berada pada tahap awal pembentukan Struktur Organisasi dan penyusunan personil kepengurusan, namun belum dilengkapi dengan penyusunan program kerja. Kondisi
Asosiasi Petani yang diharapkan kedepan adalah petani yang mandiri dan
berlandasan organisasi modern.
8 Sasaran dari kegiatan penumbuhan dan pengembangan asosiasi petani
perkebunan: 1. Terwujudnya asosiasi petani perkebunan yang tangguh sehingga mampu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. 2. Menjadi mitra pemerintah dalam strategi yang berkaitan dengan produksi, mutu
dan pemasaran. Asosiasi dibentuk karena petani memang merasa perlu mendirikan asosiasi
komoditi perkebunan kelapa serta menginginkan perubahan dan kemajuan yang nyata dibidang yang selama ini ditekuni.
Selanjutnya asosiasi dikembangkan dan diberdayakan sesuai kondisi sosial, ekonomi dan budaya setempat.
Asosiasi harus didasari oleh kemandirian sedangkan dukungan sifatnya hanya pelengkappenyempurna. Oleh karena itu, posisi Pemerintah sebagai fasilitator,
dinamisator adalah tepat dalam pengembangan organisasi asosiasi petani. Ke depan peran Dinas Perkebunan Propinsi maupun Kabupaten sebagai
fasilitator masih sangat diharapkan, sehingga alokasi dana dan fasilitasi melalui proyek-proyek yang ada di Dinas Perkebunan baik Propinsi maupun Kabupaten
masih sangat diperlukan. Hal tersebut diatas mengingat masih lemahnya kelembagaan maupun permodalan petani yang masih memerlukan fasilitasi
pemerintah.
Stakeholders
Aktivitas masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan pihak lain untuk menunjang keberhasilannya, pihak-pihak terkait itu ada yang
memiliki kepentingan secara langsung maupun tidak langsung, namun pada prinsipnya mereka semua tidak bisa dilepaskan. Pihak-pihak terkait ini disebut
dengan stakeholders. Istilah stakeholders menurut Ann Svendsen 1998 ”the term stakeholders refers
to individuals or groups who can affect or are affected by a corporation’s activities ,”
Walaupun istilah tersebut diambil dari istilah perindustrian dan perdagangan, namun dari sudut sosiologis, stakeholders memiliki makna yang hampir sama tetapi lebih
9 dipertegas lagi dengan keterlibatan komunitas itu sendiri, karena komunitas itulah
yang paling terkena dampak dari kegiatannya. Stakeholders
tidak selalu mudah dilibatkan secara aktif dalam pembangunan mengingat ada kemungkinan bahwa stakeholders akan mengedepankan
kepentingannya sendiri. Namun demikian keuntungan yang diperoleh dari pelibatan stakeholders
dapat lebih besar dibandingkan dengan kerugiannya Syaukat dan Hendrakusumaatmaja, 2005
Kerangka Pemikiran Penguatan Kapasitas APKI
Pembangunan perkebunan saat ini diharapkan dapat mewujudkan perkebunan yang efisien artinya perkebunan yang sesuai dengan kondisi alam dan sosial wilayah
masyarakat sehingga dapat produktif artinya dapat menghasilkan usaha yang dapat memajukan masyarakat petani dan berdaya saing dari segi mutu hasil, dan harga
untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat secara berkeadilan maksudnya keuntungan untuk semua pihak sesuai keterlibatan dalam usaha perkebunan sehingga
dapat berkelanjutan . Upaya yang telah dilakukan dalam bidang perkebunan selama ini terfokus
kepada usaha produksi, sedangkan upaya pengembangan SDM petani dan kelembagaannya belum dapat dilakukan secara proporsional.
Terkait dengan hal tersebut di atas Pemda melalui UU No. 32 Tahun 2004 sekuat tenaga memfasilitasi terbentuknya kelembagaan–kelembagaan perkebunan
guna mencapai kemajuan perkebunan milik rakyat. Pemerintah daerah dapat memfasilitasi masyarakat untuk turut secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan
dan penikmatan hasil program pembangunan perkebunan. Kebijakan itu juga memungkinkan masyarakat dapat berpartisipasi dalam berbagai aspek pembangunan.
Langkah awal dan mendasar adalah memperkuat kelembagaan petani agar terbuka jalan karena tanpa organisasi kelembagaan petani yang kuat, komunitas
petani sulit untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan. APKI adalah satu-satunya kelembagaan petani kelapa di Kecamatan Kahayan
Kuala Kabupaten Pulang Pisau yang perlu mendapat penguatan dalam pola hubungan baik dalam struktur kelembagaannya termasuk bagaimana pola hubungan
10 untuk meningkatkan sumber petani yang masih rendah menginggat anggota dan
pengurus dalam mengelola perkebunan masih menggunakan sistem tradisonal yaitu tradisi warisan orang tua. Peningkatan pengetahuan, ketrampilan bagi anggota dan
pengurus APKI sangat diperlukan. Begitu juga dengan penguatan sistem pemanfaatan teknologi baru. Kemajuan
teknik produksi perlu dikuasai oleh petani, dan bagaimana APKI mampu mengoptimalkan modal sosial yang ada dalam komunitas sebagai sarana untuk
mengatasi permasalahan–permasalahan yang ada. Sehingga APKI mampu secara terbuka mengajak komunitas berpartisipasi dan jujur dalam menjalankan usaha
dengan penuh rasa tanggung jawab. Permasalahan yang ada dalam dunia usaha petani, apakah itu masalah pola
hubungan untuk menghasilkan produksi, pemasaran, memperluas jaringan pasar yang dapat meningkatkan pendapatan petani dapat dicarikan solusinya dengan
bersama-sama. Masalah kebijakan dari luar petani seperti dari instansi terkait dapat diatasi dengan bekerjasama dengan sesama kelompok petani dan Dinas Perkebunan
agar kemajuan perkebunan dapat berkelanjutan seperti yang menjadi harapan semua masyarakat, sehingga tidak petani saja yang sejahtera tetapi seluruh masyarakat
karena usaha petani dapat menghasilkan pemasukan bagi pemerintah daerah. Gambar Kerangka Pikir Penguatan Pola Hubungan Asosiasi Petani Kelapa
Indonesia di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan tahun 2006 seperti di bawah ini:
11
Keterangan : = Mendorong
= Bantuan = Wilayah kajian penelitian
Gambar 1 : Kerangka Pemikiran Penguatan Kapasitas APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau
Petani kelapa sejahtera
APKI lemah
SDM Pengetahuan, keterampilan Teknik Produksi olahan lanjutan
Modal social Truts, Network, solidarity
APKI kuat
Pengetahuan SDM meningkat Keterampilan berorganisasi
tinggi Produksi olahan lanjutan
beraneka ragam Hasil produksi berkelanjutan
Jaringan pasar meluas
Kepercyaan meningkat Kerjasama meningkat
Solidaritas meningkat
UU No. 32 Th 2004 menjadi dasar kebijakan program
meningkatkan pemamfaatan potensi lokal
Program penguatan pola hubungan dalam APKI
Pelatihan manejemen SDM Pelatihan keterampilan diversifikasi
produksi Bantuan teknologi produksi tepat
guna Kerjasama dengan instansi yang
terkait
Kemitraan guna memperluas jaringan pemasaran
III. METODOLOGI