Sejarah Kawasan PROFIL TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
III. PROFIL TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
A. Sejarah Kawasan
Kawasan hutan Meru Betiri pada awalnya berstatus sebagai hutan lindung yang penetapannya berdasarkan Besluit van den Directur van Landbouw Neverheiden Handel Nomor : 7347 B pada tanggal 29 Juli 1931 serta Besluit Directur van Economiche Zaken Nomor : 5751 tanggal 28 April 1938. Pada tahun 1967 kawasan ini ditunjuk sebagai calon Suaka Alam dan pada periode berikutnya kawasan hutan lindung ini ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa seluas 50.000 Ha. Penetapan ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 276KptsUm61972 tanggal 6 Juni 1972 dengan tujuan utama perlindungan terhadap spesies harimau jawa Panthera tigris sondaica. Sedangkan pada tahun 1982 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 529KptsUm61982 tanggal 21 Juni 1982 kawasan Suaka Margasatwa Meru Betiri diperluas jadi 58.000 Ha. Perluasan ini mencakup perkebunan PT. Bandealit dan PT. Sukamade Baru seluas 2.155 Ha, serta kawasan hutan lindung sebelah Utara dan kawasan perairan laut sepanjang pantai selatan seluas 845 Ha. Pada perkembangan berikutnya yaitu dengan diterbitkannya Surat Pernyataan Menteri Pertanian Nomor : 736MentanX1982 tanggal 14 Oktober 1982 Suaka Margasatwa Meru Betiri dinyatakan sebagai calon Taman Nasional, pernyataan ini dikeluarkan bersamaan dengan diselenggarakannya Konggres Taman Nasional Sedunia III di Denpasar, Bali. Status Taman Nasional kawasan hutan Meru Betiri ditetapkan dengan keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 277Kpts-VI1997 tanggal 23 Mei 1997 seluas 58.000 Ha yang terletak pada dua wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Jember seluas 37.585 Ha dan Kabupaten Banyuwangi seluas 20.415 Ha. Konsep konservasi alam di Indonesia selama beberapa dekade ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran dan ide-ide konservasi dari Amerika yang berangkat dari logika preservasi-mengawetkan alam untuk dinikmati kalangan aristokrat yang mengacu pada Yellowstones National Park. Kita tidak pernah mengkaji bagaimana proses sejarah terbentuk dan berkembangnya taman nasional tersebut yang disahkan kongres Amerika tahun 1872, termasuk bagaimana konflik 36 kepentingan yang terjadi dengan masyarakat lokal suku Indian yang hidup di sekitar the Greater Yellowstone Ecosystem yang sudah menjadi tradisinya berburu satwa bison dan rusa Meffe and Carroll, 1994.B. Letak dan Luas
Parts
» Fokus Penelitian Tujuan Penelitian
» Teori hubungan stimulus dan sikap
» Hubungan sistem nilai dengan stimulus
» Aliran informasi dalam ekosistem sebagai stimulus
» Stimulus, sikap dan aksi konservasi
» Hipotesis Penelitian Kerangka Pemikiran
» Lokasi dan waktu penelitian Data yang dikumpulkan
» Teknik pengumpulan data Metoda
» Pengolahan dan analisis data
» Sejarah Kawasan PROFIL TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
» Kelas ketinggian Kelas lereng
» Letak dan Luas Tipe Iklim dan Hidrologi
» Penutupan Vegetasi PROFIL TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
» Potensi Fauna Sejarah Lahan Tetelan di Zona Rehabilitasi
» Jumlah penduduk Tingkat pendidikan
» Penggunaan lahan Perekonomian desa
» Sejarah Masyarakat Pendarung PROFIL MASYARAKAT M
» Karakteristik Masyarakat Pendarung Kedawung
» Morfologi Distribusi geografis Botani
» Produksi biji kedawung tajuk Jml
» Kaitan k Penyebaran spasial a. Ketinggian dari permukaan laut
» Habitus Khasiat Status Kedawung dengan Tumbuhan Obat Lainnya
» Kegunaan untuk obat Nilai Manfaat Kedawung
» Kandungan kimia Nilai Manfaat Kedawung
» Nilai ekonomi Nilai Manfaat Kedawung
» Stimulus manfaat Manfaat ekonomi.
» Stimulus alamiah Kelangkaan Ketidak-terkaitan stimulus dengan sikap masyarakat
» Stimulus alamiah Kelangkaan Ketidak-terkaitan stimulus dengan sikap pengelola
» Bias stimulus terhadap sikap masyarakat dan sikap pengelola
» Ketidak Sikap dan Aksi Konservasi
» Kerelaan berkorban masyarakat untuk aksi konservasi
» 20, 27, 28, 29, 30 dan 31 Sikap dan Aksi Konservasi
» Kerelaan berkorban pengelola untuk aksi konservasi
» 3, 23, 27dan 30 Perbedaan pengalaman masyarakat dengan pengelola
» Ketidak-sejalanan stimulus terhadap sikap dan aksi konservasi
» Alih generasi dan intervensi informasi global
» Keanekaragaman hayati yang tinggi
» Kegiatan pengelolaan tahun 1998 – 2004 Intervensi dari kebijakan pengelolaan
» Membangun sikap “tri-stimulus amar konservasi”
» Menjadikan nilai religius sebagai stimulus kuat bagi sikap konservasi
» Menyambungkan dan mengembangkan pengetahuan tradisional menjadi pengetahuan moderen
» Peraturan perundangan Kebijakan Pengelolaan
» Aspek legalitas pendarung sebagai kelompok masyarakat “pelestari”
» Pengembangan tetelan sebagai hutan kebun kedawung dan keanekaragam
» UU No. 23 Tahun 1997 : Pengelolaan
» UU No. 24 Tahun 1992 : Penataan Ruang
» UU No. 05 Tahun 1990 : Konservasi Sumber Daya
» UU No. 32 Tahun 2004 : Pemerintahan Daerah UU No. 41 Tahun 1999 : Kehutanan
» UU No. 20 Tahun 2003 : Sistem Pendidikan Nasional Hasil analisis
» PP Nomor 8 Tahun 1999 Pemanfaatan Jenis
» Peraturan Menteri Kehutanan, No. : P.19Menhut-II2004
» PP No. 68, 1998 : Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Hasil analisis
Show more