Sikap Masyarakat Dan Konservasi Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus Di Taman Nasional Meru Betiri

(1)

SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI

Suatu Analisis Kedawung (

Parkia timoriana

(DC) Merr.)

Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat,

Kasus Di Taman Nasional Meru Betiri

ERVIZAL AMZU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ABSTRACT

ERVIZAL AMZU. Community Attitude and Conservation, An Analysis on Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.) As Medicinal Plant Stimulus to the Community, Case in Meru Betiri National Park. Under supervision of KURNIA SOFYAN, LILIK BUDI PRASETYO and HARIADI KARTODIHARDJO.

Ten years of direct experience in Meru Betiri National Park (MBNP) had shown that the community attitude and conservation was one united action. Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) conservation in the natural forest of MBNP was not going well and there were no natural regeneration of kedawung for over the last 10 years.

This research studied the root of conservation problem viewed from the relation of attitude and conservation action taking shape in the field, through the study of the attitude of pendarung community to kedawung stimulus in the natural forest. Pendarung is small community in MBNP, which had conducted non-timber forest products collection for generations, one of which is kedawung.

Ideal conservation attitude toward kedawung is the motivation of crystallization of kedawung stimulus to the attitude components of cognitive,

affective and behavior/overt action. The research assessed the attitude and behavior of community and manager by conducting interview to the statements of kedawung stimulus to conservation. The stimulus being assessed were divided into three groups, which were natural stimulus (mainly stimulus related to rarity, population characteristics and regeneration, ecological function), benefit stimulus (economic and medicinal), and religious stimulus (spiritual values, ethics, culture which encourage the willingness to sacrifice for conservation).

Result of the research had obviously shown that the conservation of kedawung did not happen in the field. The root of the problem was because the three group of stimulus had not simultaneously become the stimulant to the attitude and conservation action of the community and manager. There were also no willingness to sacrifice for conservation action, both in the community and the manager. Kedawung stimulus strongly responded by the community were only the benefit stimulus (economic value) and natural stimulus (ecological function value). However, the stimulus had not encouraged the attitude and action of the community to conservation of kedawung.

The solution to the problem root of this research findings were to build the attitude of community and manager with the concept of tri-stimulus amar konservasi and to revise national park management policies, particularly regulation, and to improve the capacity and performance of human resources.

Prerequisite of the realization of conservation in the real world was the creation of the attitude of community and manager strongly encouraged by tri-stimulus amar konservasi, which was the crystallization or intact union of natural stimulus, benefit stimulus, and religious stimulus.

The implication of the research to the national park and biodiversity management was that the concept of tri-stimulus amar konservasi is the tool and gate to conduct management policies revision, started from regulation up to the substantial of management activity in the field.

Key Words : stimulus, attitude, amar, pendarung community, conservation, kedawung, national park


(3)

ABSTRAK

ERVIZAL AMZU. Sikap Masyarakat dan Konservasi, Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus di Taman Nasional Meru Betiri. Dibimbing oleh KURNIA SOFYAN, LILIK BUDI PRASETYO DAN HARIADI KARTODIHARDJO.

Pengalaman langsung (direct experience) 10 tahun di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), menunjukkan bahwa sikap masyarakat dan konservasi merupakan satu kesatuan aksi. Konservasi kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) di hutan alam TNMB tidak berjalan dengan baik dan tidak terjadinya regenerasi kedawung secara alami selama lebih dari 10 tahun terakhir.

Penelitian disertasi ini mengkaji akar permasalahan konservasi yang ditinjau dari kaitan sikap dan aksi konservasi yang terwujud di lapangan melalui kajian sikap masyarakat pendarung terhadap stimulus kedawung yang terjadi di hutan alam. Masyarakat pendarung merupakan masyarakat kecil di TNMB yang telah melakukan secara turun temurun kegiatan pengambilan hasil hutan non-kayu, diantaranya spesies kedawung.

Sikap konservasi terhadap kedawung yang ideal adalah merupakan dorongan dari kristalisasi stimulus kedawung terhadap komponen sikap cognitive, affective dan

behavior/overt action. Penelitian ini menguji sikap dan perilaku masyarakat dan pengelola dengan cara wawancara terhadap pernyataan-pernyataan stimulus kedawung untuk konservasi. Stimulus yang diujikan terdiri dari tiga kelompok, yaitu stimulus

alamiah (terutama stimulus yang berkaitan dengan kelangkaan, karakteristik populasi dan regenerasi, fungsi ekologis), stimulus manfaat (ekonomi dan obat) dan stimulus

religius (nilai-nilai spritual, etika, budaya yang mendorong terjadinya kerelaan berkorban untuk konservasi).

Hasil penelitian secara nyata menunjukkan bahwa konservasi kedawung tidak terwujud di lapangan. Akar permasalahannya adalah karena ketiga kelompok stimulus kedawung tidak secara simultan menjadi pendorong terhadap sikap dan aksi konservasi masyarakat maupun pengelola. Begitu juga tidak terjadi kerelaan berkorban untuk aksi konservasi pada masyarakat pendarung maupun pada pengelola. Stimulus kedawung yang direspon kuat oleh masyarakat hanyalah stimulus manfaat (nilai ekonomi) dan stimulus alamiah (nilai fungsi ekologis). Namun ternyata stimulus ini tidak mendorong sikap dan aksi masyarakat untuk konservasi terhadap kedawung.

Penyelesaian akar permasalahan dari temuan penelitian ini adalah membangun sikap masyarakat dan pengelola dengan konsep tri-stimulus amar konservasi dan memperbaiki kebijakan pengelolaan taman nasional terutama merevisi peraturan-perundangan serta meningkatkan kapasitas dan kinerja SDM pengelola.

Prasyarat terwujudnya konservasi di kehidupan dunia nyata adalah terciptanya sikap masyarakat dan sikap pengelola yang didorong kuat oleh tri-stimulus amar konservasi, yaitu kristalisasi atau kesatuan utuh dari stimulus alamiah, stimulus

manfaat dan stimulus religius.

Implikasi dari penelitian ini bagi pengelolaan taman nasional dan sumberdaya keanekaragaman hayati adalah bahwa konsep tri-stimulus amar konservasi merupakan

alat dan pintu masuk untuk melakukan penyempurnaan kebijakan pengelolaan, yaitu mulai dari peraturan perundangan sampai kepada substansi kegiatan pengelolaan di lapangan

Kata kunci : stimulus, sikap, amar, masyarakat pendarung, pengelola, konservasi, kedawung, taman nasional


(4)

SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI

Suatu Analisis Kedawung (

Parkia timoriana

(DC) Merr.)

Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat,

Kasus Di Taman Nasional Meru Betiri

ERVIZAL AMZU

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Judul : SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI

Suatu Analisis Kedawung (

Parkia timoriana

(DC) Merr.)

Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat,

Kasus di Taman Nasional Meru Betiri

Nama Mahasiswa : Ervizal Amzu

Nomor Pokok : E 061030021

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Menyetujui :

Komisi Pemimbing

Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan

Ketua

Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS

Anggota

Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pengetahuan Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MScF Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang berjudul :

SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI : Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus di Taman Nasional Meru Betiri, merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar Doktor pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juli 2007


(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2007

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumber

a.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,

penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam

bentuk apapun tanpa izin IPB


(8)

                           

SABAQA’L MUFARRIDUN

 (Al Hadist) 

Pasti menang orang-orang yang meng-Esakan Tuhan


(9)

x

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT serta shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW. Hanya dengan izin dan rahmat-Nya penelitian ini dapat diselesaikan dengan judul “SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI :

Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus di Taman Nasional

Meru Betiri yang hasilnya dituangkan dalam tulisan disertasi ini.

Pada kesempatan ini penulis perlu menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan, selaku ketua komisi pembimbing; Dr. Ir. Lilik B. Prasetyo, M.Sc. dan Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S. masing-masing selaku anggota komisi pembimbing yang telah dengan sabar memberikan banyak bimbingan, saran, kritikan dan semangat yang hangat untuk penyelesaian tulisan ini.

2. Prof. Dr. Ir. Ali M.A. Rachman, MA yang banyak memberikan inspirasi dan sekaligus sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup; Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS. sebagai Wakil Dekan Fakultas Kehutanan IPB yang memimpin sidang dan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. yang mewakili Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan pada ujian tertutup, atas saran dan kesediaannya membantu penulis untuk memperbaiki tulisan ini.

3. Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS. sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka serta atas saran dan kesediaannya membantu penulis untuk memperbaiki tulisan ini.

4. Dr. Herwasono Soedjito, sebagai penguji luar komisi luar IPB pada ujian terbuka dan atas sarannya untuk perbaikan tulisan ini.

5. Rektor IPB yang telah memberikan tugas belajar dan kesempatan penulis untuk melanjutkan program Doktor.

6. Dekan Fakultas Kehutanan IPB yang telah memberikan tugas belajar dan kesempatan penulis untuk melanjutkan program Doktor di IPB, sekaligus mewakili Rektor IPB sebagai ketua sidang ujian terbuka.

7. Ketua Departemen Konservasi Sumnberdaya Hutan dan Ekowisata IPB Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F yang telah memberikan tugas belajar, kesempatan dan dukungan moril dan materil kepada penulis untuk menyelesaikan program Doktor di IPB.

8. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menempuh pendidikan Doktor pada SPs-IPB.

9. Direktorat Pendidikan Tinggi, DIKNAS-RI yang telah memberikan dukungan beasiswa program doktor melalui proyek BPPS.

10. Kawan-kawan di Laboratorium Konservasi Tumbuhan : Prof. Dr. Ir. Ali M.A. Rachman; Dr. Ir. Agus Hikmat; Ir. Siswoyo, Msi.; Ir. Edhi Sandra, M.Si; Pak Mingan; Minah, dan Santa yang telah banyak memberikan inspirasi dan dukungan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan disertasi ini.


(10)

x 11. Semua kawan-kawan di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan

Ekowisata IPB yang telah banyak memberikan dukungan, kritikan dan inspirasi kepada penulis.

12. Kepala dan staf TN. Meru Betiri Ir. Nadzrun Jamil. Masyarakat Pendarung

kedawung yang banyak membantu penulis di lapangan, terutama Mbah Setomi dan Mbah Rogayah. Kawan-kawan dari LSM-KAIL : Mas Ir. Kaswinto, Mas Kirman dan isteri, Mas Halim dan isteri, Mas Budi, Mas Nur Hadi dan Mas Suparno. Juga kepada semua mahasiswa-mahasiswa yang penulis bimbing penelitiannya di TNMB mulai tahun 1993 sampai tahun 2007: Mujenah, Nana, Mirwan, Baihaki, Albert, Sofyan, Sari, Sihotang, Dewi H., Aji, Yanie, Dewi dan Joko yang telah ikut membantu dalam pengumpulan data di lapangan.

13. Bapak-bapak di IWF : Prof. Dr. Rubini (alm); Ir. Soedjadi Hartono; Prof. Dr. Abdul Bari; Prof.Dr. Kasijan Romimohtarto (alm) ; Prof.Dr. Dedi Sudarma; Drs. Djoko Setiono; Drs. Ismu S. Suwelo; Sukandi SH; dan ibu Dr. Sri Murni Soenarno, MS yang telah memberikan dukungan dan semangat.

14. Kepada teman-teman dari Puslitbang Biologi LIPI dan Kebun Raya Bogor, Dr. Y. Mogea, Dr. Irawati, Dr. Didik, serta Direktur LATIN Ir. Arif Aliadi yang telah bersedia hadir dalam ujian terbuka.

15. Kepada semua teman dan kolega yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu secara materi dan non-materi yang memungkinkan penulis menyelesaikan studi dan penelitian ini. Hanya Allah SWT. saja yang dapat membalasnya.

Penulis menyampaikan penghargaan kepada isteri Hj. Nurluklu’in Maknun dan anak-anak tercinta (Mahzhous, Putri, Zaiemah, Louayy, Rabbani, Rahmat dan Ahmad), serta Ibunda Hj. Zuraida, Ibu mertua Hj. Siti Musrifah dan kakak-kakak, adik-adik, kakak-kakak ipar dan adik-adik ipar yang telah memberikan pengertian, semangat dan dorongan.

Akhirnya izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan secara khusus yang setulus-tulusnya kepada kedua Maha Guru yang telah banyak membimbing hidup penulis hampir 30 tahun terakhir ini, yaitu YML Al Arif Billah Al Hafidz Mawlana Syeikhul Akbar Al Mufarridun Al Haji Muhammad Makmun dan

Mawlana Syeikh Al Haji DM. Asy’ari Al Hakiem,

Sebagai penutup, penulis menyadari bahwa penulisan disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, saran-saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca diterima dengan senang hati. Khususnya kepada para peneliti muda dan calon-calon doktor, penulis mengharapkan dapat meneruskan, mengembangkan dan menyempurnakan hasil-hasil penelitian ini, sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan IPTEKS konservasi keanekaragaman hayati di masa kini dan masa mendatang. Semoga disertasi ini dapat bermanfaat. Amiiiin.

Bogor, September 2007 Penulis,

Ervizal AMZU


(11)

SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI

Suatu Analisis Kedawung (

Parkia timoriana

(DC) Merr.)

Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat,

Kasus Di Taman Nasional Meru Betiri

ERVIZAL AMZU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

ABSTRACT

ERVIZAL AMZU. Community Attitude and Conservation, An Analysis on Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.) As Medicinal Plant Stimulus to the Community, Case in Meru Betiri National Park. Under supervision of KURNIA SOFYAN, LILIK BUDI PRASETYO and HARIADI KARTODIHARDJO.

Ten years of direct experience in Meru Betiri National Park (MBNP) had shown that the community attitude and conservation was one united action. Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) conservation in the natural forest of MBNP was not going well and there were no natural regeneration of kedawung for over the last 10 years.

This research studied the root of conservation problem viewed from the relation of attitude and conservation action taking shape in the field, through the study of the attitude of pendarung community to kedawung stimulus in the natural forest. Pendarung is small community in MBNP, which had conducted non-timber forest products collection for generations, one of which is kedawung.

Ideal conservation attitude toward kedawung is the motivation of crystallization of kedawung stimulus to the attitude components of cognitive,

affective and behavior/overt action. The research assessed the attitude and behavior of community and manager by conducting interview to the statements of kedawung stimulus to conservation. The stimulus being assessed were divided into three groups, which were natural stimulus (mainly stimulus related to rarity, population characteristics and regeneration, ecological function), benefit stimulus (economic and medicinal), and religious stimulus (spiritual values, ethics, culture which encourage the willingness to sacrifice for conservation).

Result of the research had obviously shown that the conservation of kedawung did not happen in the field. The root of the problem was because the three group of stimulus had not simultaneously become the stimulant to the attitude and conservation action of the community and manager. There were also no willingness to sacrifice for conservation action, both in the community and the manager. Kedawung stimulus strongly responded by the community were only the benefit stimulus (economic value) and natural stimulus (ecological function value). However, the stimulus had not encouraged the attitude and action of the community to conservation of kedawung.

The solution to the problem root of this research findings were to build the attitude of community and manager with the concept of tri-stimulus amar konservasi and to revise national park management policies, particularly regulation, and to improve the capacity and performance of human resources.

Prerequisite of the realization of conservation in the real world was the creation of the attitude of community and manager strongly encouraged by tri-stimulus amar konservasi, which was the crystallization or intact union of natural stimulus, benefit stimulus, and religious stimulus.

The implication of the research to the national park and biodiversity management was that the concept of tri-stimulus amar konservasi is the tool and gate to conduct management policies revision, started from regulation up to the substantial of management activity in the field.

Key Words : stimulus, attitude, amar, pendarung community, conservation, kedawung, national park


(13)

ABSTRAK

ERVIZAL AMZU. Sikap Masyarakat dan Konservasi, Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus di Taman Nasional Meru Betiri. Dibimbing oleh KURNIA SOFYAN, LILIK BUDI PRASETYO DAN HARIADI KARTODIHARDJO.

Pengalaman langsung (direct experience) 10 tahun di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), menunjukkan bahwa sikap masyarakat dan konservasi merupakan satu kesatuan aksi. Konservasi kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) di hutan alam TNMB tidak berjalan dengan baik dan tidak terjadinya regenerasi kedawung secara alami selama lebih dari 10 tahun terakhir.

Penelitian disertasi ini mengkaji akar permasalahan konservasi yang ditinjau dari kaitan sikap dan aksi konservasi yang terwujud di lapangan melalui kajian sikap masyarakat pendarung terhadap stimulus kedawung yang terjadi di hutan alam. Masyarakat pendarung merupakan masyarakat kecil di TNMB yang telah melakukan secara turun temurun kegiatan pengambilan hasil hutan non-kayu, diantaranya spesies kedawung.

Sikap konservasi terhadap kedawung yang ideal adalah merupakan dorongan dari kristalisasi stimulus kedawung terhadap komponen sikap cognitive, affective dan

behavior/overt action. Penelitian ini menguji sikap dan perilaku masyarakat dan pengelola dengan cara wawancara terhadap pernyataan-pernyataan stimulus kedawung untuk konservasi. Stimulus yang diujikan terdiri dari tiga kelompok, yaitu stimulus

alamiah (terutama stimulus yang berkaitan dengan kelangkaan, karakteristik populasi dan regenerasi, fungsi ekologis), stimulus manfaat (ekonomi dan obat) dan stimulus

religius (nilai-nilai spritual, etika, budaya yang mendorong terjadinya kerelaan berkorban untuk konservasi).

Hasil penelitian secara nyata menunjukkan bahwa konservasi kedawung tidak terwujud di lapangan. Akar permasalahannya adalah karena ketiga kelompok stimulus kedawung tidak secara simultan menjadi pendorong terhadap sikap dan aksi konservasi masyarakat maupun pengelola. Begitu juga tidak terjadi kerelaan berkorban untuk aksi konservasi pada masyarakat pendarung maupun pada pengelola. Stimulus kedawung yang direspon kuat oleh masyarakat hanyalah stimulus manfaat (nilai ekonomi) dan stimulus alamiah (nilai fungsi ekologis). Namun ternyata stimulus ini tidak mendorong sikap dan aksi masyarakat untuk konservasi terhadap kedawung.

Penyelesaian akar permasalahan dari temuan penelitian ini adalah membangun sikap masyarakat dan pengelola dengan konsep tri-stimulus amar konservasi dan memperbaiki kebijakan pengelolaan taman nasional terutama merevisi peraturan-perundangan serta meningkatkan kapasitas dan kinerja SDM pengelola.

Prasyarat terwujudnya konservasi di kehidupan dunia nyata adalah terciptanya sikap masyarakat dan sikap pengelola yang didorong kuat oleh tri-stimulus amar konservasi, yaitu kristalisasi atau kesatuan utuh dari stimulus alamiah, stimulus

manfaat dan stimulus religius.

Implikasi dari penelitian ini bagi pengelolaan taman nasional dan sumberdaya keanekaragaman hayati adalah bahwa konsep tri-stimulus amar konservasi merupakan

alat dan pintu masuk untuk melakukan penyempurnaan kebijakan pengelolaan, yaitu mulai dari peraturan perundangan sampai kepada substansi kegiatan pengelolaan di lapangan

Kata kunci : stimulus, sikap, amar, masyarakat pendarung, pengelola, konservasi, kedawung, taman nasional


(14)

SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI

Suatu Analisis Kedawung (

Parkia timoriana

(DC) Merr.)

Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat,

Kasus Di Taman Nasional Meru Betiri

ERVIZAL AMZU

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(15)

Judul : SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI

Suatu Analisis Kedawung (

Parkia timoriana

(DC) Merr.)

Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat,

Kasus di Taman Nasional Meru Betiri

Nama Mahasiswa : Ervizal Amzu

Nomor Pokok : E 061030021

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Menyetujui :

Komisi Pemimbing

Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan

Ketua

Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS

Anggota

Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pengetahuan Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MScF Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(16)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang berjudul :

SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI : Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus di Taman Nasional Meru Betiri, merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar Doktor pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juli 2007


(17)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2007

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumber

a.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,

penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam

bentuk apapun tanpa izin IPB


(18)

                           

SABAQA’L MUFARRIDUN

 (Al Hadist) 

Pasti menang orang-orang yang meng-Esakan Tuhan


(19)

x

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT serta shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW. Hanya dengan izin dan rahmat-Nya penelitian ini dapat diselesaikan dengan judul “SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI :

Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus di Taman Nasional

Meru Betiri yang hasilnya dituangkan dalam tulisan disertasi ini.

Pada kesempatan ini penulis perlu menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan, selaku ketua komisi pembimbing; Dr. Ir. Lilik B. Prasetyo, M.Sc. dan Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S. masing-masing selaku anggota komisi pembimbing yang telah dengan sabar memberikan banyak bimbingan, saran, kritikan dan semangat yang hangat untuk penyelesaian tulisan ini.

2. Prof. Dr. Ir. Ali M.A. Rachman, MA yang banyak memberikan inspirasi dan sekaligus sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup; Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS. sebagai Wakil Dekan Fakultas Kehutanan IPB yang memimpin sidang dan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. yang mewakili Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan pada ujian tertutup, atas saran dan kesediaannya membantu penulis untuk memperbaiki tulisan ini.

3. Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS. sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka serta atas saran dan kesediaannya membantu penulis untuk memperbaiki tulisan ini.

4. Dr. Herwasono Soedjito, sebagai penguji luar komisi luar IPB pada ujian terbuka dan atas sarannya untuk perbaikan tulisan ini.

5. Rektor IPB yang telah memberikan tugas belajar dan kesempatan penulis untuk melanjutkan program Doktor.

6. Dekan Fakultas Kehutanan IPB yang telah memberikan tugas belajar dan kesempatan penulis untuk melanjutkan program Doktor di IPB, sekaligus mewakili Rektor IPB sebagai ketua sidang ujian terbuka.

7. Ketua Departemen Konservasi Sumnberdaya Hutan dan Ekowisata IPB Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F yang telah memberikan tugas belajar, kesempatan dan dukungan moril dan materil kepada penulis untuk menyelesaikan program Doktor di IPB.

8. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menempuh pendidikan Doktor pada SPs-IPB.

9. Direktorat Pendidikan Tinggi, DIKNAS-RI yang telah memberikan dukungan beasiswa program doktor melalui proyek BPPS.

10. Kawan-kawan di Laboratorium Konservasi Tumbuhan : Prof. Dr. Ir. Ali M.A. Rachman; Dr. Ir. Agus Hikmat; Ir. Siswoyo, Msi.; Ir. Edhi Sandra, M.Si; Pak Mingan; Minah, dan Santa yang telah banyak memberikan inspirasi dan dukungan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan disertasi ini.


(20)

x 11. Semua kawan-kawan di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan

Ekowisata IPB yang telah banyak memberikan dukungan, kritikan dan inspirasi kepada penulis.

12. Kepala dan staf TN. Meru Betiri Ir. Nadzrun Jamil. Masyarakat Pendarung

kedawung yang banyak membantu penulis di lapangan, terutama Mbah Setomi dan Mbah Rogayah. Kawan-kawan dari LSM-KAIL : Mas Ir. Kaswinto, Mas Kirman dan isteri, Mas Halim dan isteri, Mas Budi, Mas Nur Hadi dan Mas Suparno. Juga kepada semua mahasiswa-mahasiswa yang penulis bimbing penelitiannya di TNMB mulai tahun 1993 sampai tahun 2007: Mujenah, Nana, Mirwan, Baihaki, Albert, Sofyan, Sari, Sihotang, Dewi H., Aji, Yanie, Dewi dan Joko yang telah ikut membantu dalam pengumpulan data di lapangan.

13. Bapak-bapak di IWF : Prof. Dr. Rubini (alm); Ir. Soedjadi Hartono; Prof. Dr. Abdul Bari; Prof.Dr. Kasijan Romimohtarto (alm) ; Prof.Dr. Dedi Sudarma; Drs. Djoko Setiono; Drs. Ismu S. Suwelo; Sukandi SH; dan ibu Dr. Sri Murni Soenarno, MS yang telah memberikan dukungan dan semangat.

14. Kepada teman-teman dari Puslitbang Biologi LIPI dan Kebun Raya Bogor, Dr. Y. Mogea, Dr. Irawati, Dr. Didik, serta Direktur LATIN Ir. Arif Aliadi yang telah bersedia hadir dalam ujian terbuka.

15. Kepada semua teman dan kolega yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu secara materi dan non-materi yang memungkinkan penulis menyelesaikan studi dan penelitian ini. Hanya Allah SWT. saja yang dapat membalasnya.

Penulis menyampaikan penghargaan kepada isteri Hj. Nurluklu’in Maknun dan anak-anak tercinta (Mahzhous, Putri, Zaiemah, Louayy, Rabbani, Rahmat dan Ahmad), serta Ibunda Hj. Zuraida, Ibu mertua Hj. Siti Musrifah dan kakak-kakak, adik-adik, kakak-kakak ipar dan adik-adik ipar yang telah memberikan pengertian, semangat dan dorongan.

Akhirnya izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan secara khusus yang setulus-tulusnya kepada kedua Maha Guru yang telah banyak membimbing hidup penulis hampir 30 tahun terakhir ini, yaitu YML Al Arif Billah Al Hafidz Mawlana Syeikhul Akbar Al Mufarridun Al Haji Muhammad Makmun dan

Mawlana Syeikh Al Haji DM. Asy’ari Al Hakiem,

Sebagai penutup, penulis menyadari bahwa penulisan disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, saran-saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca diterima dengan senang hati. Khususnya kepada para peneliti muda dan calon-calon doktor, penulis mengharapkan dapat meneruskan, mengembangkan dan menyempurnakan hasil-hasil penelitian ini, sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan IPTEKS konservasi keanekaragaman hayati di masa kini dan masa mendatang. Semoga disertasi ini dapat bermanfaat. Amiiiin.

Bogor, September 2007 Penulis,

Ervizal AMZU


(21)

i

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dabo Singkep (Riau), 18 Juni 1959 sebagai anak ke-3 dari 7 bersaudara dari Bapak Amir Muhammad (almarhum) dan Ibu Hj. Zuraida. Pendidikan dasar dan menengah pertama diselesaikan di Bukittinggi pada tahun 1974. Kemudian dilanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Bukittinggi dan selesai pada tahun 1977 akhir. Selanjutnya pada awal tahun 1978 penulis diterima menjadi mahasiswa undangan di tingkat persiapan bersama IPB. Akhir tahun 1978 penulis memilih masuk Fakultas Kehutanan IPB. Pada tahun 1981 penulis menjadi mahasiswa angkatan pertama Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dan lulus menjadi sarjana kehutanan dalam bidang konservasi sumberdaya hutan pada tahun 1983.

Pada tahun 1984 penulis mulai bekerja menjadi asisten dosen di Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Pada tahun 1985 diangkat menjadi PNS di Jurusan yang sama. Pada tahun 1986-1989 penulis mengikuti pendidikan S2 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup, Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa dari Ditjen Dikti dan lulus pada tahun 1989.

Pada tahun 1990 penulis ikut mendirikan Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia (POKJANASTOI) di Bogor.

Sejak tahun 2000 penulis menjabat Kepala Laboratorium Konservasi Tumbuhan dengan jabatan Lektor Kepala dibidang konservasi tumbuhan.

Penulis pernah menjadi mahasiswa pada Program Doktor Pascasarjana UI bidang studi konservasi biologi selama 2 semester (1997/1998).

Penulis menikah dengan Hj. Nurluklu’in Maknun dan dikaruniai 5 orang anak bernama Mahzhuzh Al Mutawally, Putri Syahierah, Zaiemah Asy-Syifa’, Lou-ayy Al Farouqi dan Syawkat Ar Rabbani.


(22)

xi

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR SINGKATAN…..………... i ABSTRAK….……… ii

ABSTRACT ..………... iii

SURAT PERNYATAAN..……… v

RIWAYAT HIDUP ………. viii

PRAKATA……… ix

DAFTAR ISI ……… xi

DAFTAR TABEL ……… xiv

DAFTAR GAMBAR ……….. xv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xvii

I. PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang ……….. 1

B. Permasalahan……….. 6

C. Fokus Penelitian ………... 7 D. Tujuan Penelitian………... 8

E. Manfaat Penelitian …..……… 9

II. METODOLOGI PENELITIAN ……….

A. Kerangka Pemikiran ……….

10 10 1. Teori hubungan stimulus dan sikap ………

2. Hubungan sistem nilai dengan stimulus ... 3. Aliran informasi dalam ekosistem sebagai stimulus ……….. 4. Stimulus, sikap dan konservasi ………….………..

10 12 15 17 5. Hipotesis penelitian………. 21

B. Metoda ……… 23

1. Lokasi dan waktu penelitian ……… 24

2. Data yang dikumpulkan ……….. 25

3. Teknik pengumpulan data……… 26

4. Pengukuran sikap ………... 27

5. Tahapan penelitian ………..………... 29

6. Stimulus kedawung ……… ………… 30

7. Pengolahan dan analisis data ……….. 34

III. PROFIL TAMAN NASIONAL MERU BETIRI ………. 35

A. Sejarah Kawasan ………. 35

B. Letak dan Luas ……… 36

C. Topografi ………

1. Kelas ketinggian ………

37 37

D.

2. Kelas lereng ………... Tipe Iklim dan Hidrologi ………

38 38

E. Penutupan Vegetasi ……… 39

F. Potensi Fauna ……….. 40

G. Sejarah Lahan Tetelan di Zona Rehabilitasi……..……….. 41


(23)

xii

IV. PROFIL MASYARAKAT ………... 43

A. Masyarakat Umum ………... 1. Jumlah penduduk ………..

43 43

B.

2. Tingkat pendidikan ……… 3. Penggunaan lahan ……….. 4. Perekonomian desa ……… 5. Budaya masyarakat ……… Sejarah Masyarakat Pendarung………...

44 44 45 45 46 C. Karakteristik Masyarakat Pendarung Kedawung ….………. 49

V. PROFIL KEDAWUNG ... 51

A. Botani ………. 51

1. Morfologi ………. 51

2. Distribusi geografis ……….. 52

3. Ekologi ………. 52

B. Status Konservasi Kedawung…. ……… 54

1. Populasi ……….. 54

2. Kondisi regenerasi ……….. 55

3. Produksi biji kedawung ……….. 57

4. Penyebar biji ………... 58

5. Penyebaran spasial……….. 58

C. Status Kedawung dengan Tumbuhan Obat Lainnya……….. 65

1. Habitus………….. ………. 65

2. Khasiat ……… ……….. 65

3. Kekariban dengan spesies lain ………..……….. 66

D. Nilai Manfaat Kedawung……… 67

1. Kegunaan untuk obat……….. 67

2. Kandungan kimia………. 69

3. Nilai ekonomi ……….. 71

VI. PERMASALAHAN KONSERVASI……….. 73

A. Sikap dan Aksi Konservasi……….. 73 1. Ketidak-terkaitan stimulus dengan sikap masyarakat……….. 75 2. Ketidak-terkaitan stimulus dengan sikap pengelola………. 85 3. Bias stimulus terhadap sikap masyarakat dan pengelola... 90 4. Ketidak-sejalanan stimulus dengan aksi masyarakat... 91 5. Ketidak-sejalanan stimulus dengan aksi pengelola ... 99 6. Bias stimulus terhadap aksi masyarakat dan pengelola... 101 7. Kerelaan berkorban masyarakat …………... 102 8. Kerelaan berkorban pengelola…………... 106 9. Perbedaan pengalaman masyarakat dengan pengelola... 108 10. Ketidak-sejalanan stimulus terhadap sikap dan aksi ... 111 B. Ketidak-berlanjutan Pengetahuan Lokal ……… 114 1. Alih generasi dan intervensi informasi global ……… 116 2. Keanekaragaman hayati yang tinggi ……….……….. 117 3. Intervensi dari kebijakan pengelolaan………. 119


(24)

xiii C. Masalah Kebijakan Pengelolaan……….. 121

1. Peraturan perundangan………. 121

2. Kegiatan pengelolaan………... 123

VII.

VIII.

SINTESIS PENYELESAIAN MASALAH ……… A. Membangun Sikap Pro-konservasi ……..………... 1. Membangun sikap “tri-timulus amar konservasi” ………. 2. Menjadikan nilai religius sebagai stimulus kuat sikap konservasi.. 3. Menyambungkan dan mengembangkan pengetahuan tradisional .. B. Kebijakan Pengelolaan ……… 1. Peraturan perundangan ……… 2. Aspek legalitas pendarung sebagai kelompok masyarakat pelestari 3. Pengembangan tetelan sebagai hutan kebun kedawung …………. 4. Peningkatan kapasitas dan kinerja SDM pengelola ……….. 5. Membangun kemitraan industri jamu dengan masyarakat ……….. 6. Membangun image stimulus tumbuhan obat kedawung …………. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI………..

132 132 133 136 141 144 144 145 148 152 153 154 157

A. Kesimpulan……….. 157

B. Implikasi……….. 159

1. Teori……….. 159

2. Kebijakan ……….. 160

DAFTAR PUSTAKA ……….. 162

LAMPIRAN ………. 169


(25)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Beberapa contoh informasi kejadian alam sebagai stimulus ………….. 16 2. Rumusan pernyataan stimulus, aksi dan kerelaan berkorban untuk

konservasi kedawung yang diuji terhadap sikap masyarakat ………….. 31 3. Jumlah penduduk desa sekitar kawasan TNMB ……….. 43 4. Tingkat pendidikan masyarakat desa sekitar kawasan TNMB ………… 44 5. Pola penggunaan lahan di desa sekitar kawasan TNMB ………. 44 6. Jenis mata pencaharian penduduk desa sekita kawasan TNMB ……….. 45 7. Karakteristik masyarakat pendarung kedawung ……….. 50 8. Kondisi anakan kedawung yang tumbuh di bawah pohon induknya ….. 55 9. Kondisi diameter batang, tinggi, diameter tajuk, dugaan jumlah biji,

tanah, tumbuhan bawah dan dipanen atau tidak ……….. 56 10. Kelimpahan populasi kedawung antara bagian Barat dan bagian Timur

kawasan TNMB ………..……. 61

11. Jumlah spesies tumbuhan obat di TNMB berdasarkan habitus ……….. 65 12. Macam penyakit yang dapat diobati dengan spesies tumbuhan obat ..… 66 13. Sembilan tumbuhan obat yang sering dijumpai bersama kedawung ….. 67 14. Harga jual biji kedawung berdasarkan mata rantai perdagangannya ... 72 15. Keterkaitan stimulus dengan sikap masyarakat dan sikap pengelola ….. 74 16. Perbedaan pengalaman pendarung dengan pengelola tentang kedawung 108 17. Hasil analisis kandungan tri-stimulus amar konservasi dengan

peraturan perundangan yang terkait dengan kebijakan pengelolaan…… 122 18. Kegiatan pengelolaan yang telah dilakukan tahun 1998-2004 dan

keterkaitannya dengan tri-stimulus amar konservasi ………... 124 19. Kegiatan pengelolaan sedang dan akan dilakukan tahun 2005-2009 dan

keterkaitannya dengan tri-stimulus amar konservasi ………... 126 20. Analisis kandungan keterkaitan visi, misi, strategi, tujuan, sasaran,

kegiatan dan tugas pokok pengelola dengan tri-stimulus amar


(26)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema konsep stimulus dan sikap ... 10 2. Sistem nilai ... 14 3. Aliran informasi dalam ekosistem masyarakat tradisional ... 15 4. Hubungan sinyal kedawung, informasi kelangkaan, stimulus bagi sikap

dan informasi untuk aksi konservasi ... 19 5. Diagram tahap penelitian ... 30 6. Peta lokasi TNMB ... 36 7. Histogram kondisi populasi kedawung berdasarkan kelas diameter ... 54 8. Kelimpahan kedawung berdasar penyebaran pada kelas ketinggian ... 59 9. Kelimpahan kedawung berdasar penyebaran pada kelas kemiringan …. 59 10. Kelimpahan pohon kedawung berdasarkan jarak dengan sungai………. 60 11. Frekuensi kedawung ditemukan berdasarkan kelas luas bidang dasar

pada 129 plot pengamatan ... 61 12. Peta penyebaran spesial kedawung dan peta habitat potensial ... 62 13. Kelimpahan kedawung berdasarkan kelas jarak dengan kampung ... 63 14. Fungsi multi guna kedawung dalam masyarakat Afrika Barat ... 70 15. Keterkaitan sikap masyarakat terhadap stimulus manfaat ekonomi... 76 16. Alat dan bahan patek (a), pendarung sedang memanjat pohon (b), dan

bekas patek yang tertancap di pohon kedawung (c). ... 77 17. Sikap masyarakat terhadap stimulus nilai manfaat obat ... 79 18. Sikap masyarakat terhadap stimulus tentang kelangkaan kedawung ... 81 19. Sikap masyarakat yang terkait stimulus fungsi ekologis kedawung ... 82 20. Bentuk tajuk pohon kedawung dilihat dari kejauhan ... 84 21. Sikap pengelola yang terkait dengan stimulus manfaat ekonomi ... 86 22. Sikap pengelola terhadap nilai manfaat obat ... 88 23. Sikap pengelola terhadap kondisi populasi dan regenerasi kedawung... 89 24. Sikap pengelola terhadap nilai manfaat ekologis ... 90 25. Stimulus terkait dan bias dengan sikap pendarung dan pengelola ... 91 26. Aksi masyarakat untuk konservasi kedawung ... 92 27. Percabangan utama pohon kedawung yang dipotong masyarakat pada

waktu memanen buah kedawung... 95 28. Pertumbuhan pohon kedawung yang kerdil, sejak ditanam tahun 1994

dengan jarak tanam yang rapat 6x5 m ... 97 29. Pohon kedawung umur 3 tahun dan umur 12 tahun ……… 98 30. Pohon kedawung berumur 10 tahun ... 99 31. Aksi pengelola tidak sejalan dengan harapan konservasi ... 100 32. Bias pemahaman stimulus, tidak sejalan dengan aksi pendarung dan

aksi pengelola untuk konservasi kedawung ... 102 33. Kerelaan berkorban masyarakat belum ada untuk konservasi ... 103 34. Kerelaan berkorban pengelola untuk konservasi belum terjadi ... 107 35. Bias pemahaman stimulus, sikap dan aksi pendarung atau pengelola

untuk konservasi tidak berjalan simultan ... 112 36. Bagan ketidak-sejalanan stimulus dengan sikap dan aksi pendarung


(27)

37. Biji kedawung yang diolah menjadi ”camilan biji kedawung” yang gurih dijual pedagang asongan di Probolinggo (a); Dadawa makanan

khas masyarakat Afrika yang terbuat dari biji Parkia biglobosa (b) ... 115 38. Sketsa areal hutan alam yang dibabat dan diganti menjadi tanaman jati

prosesnya mulai 1955 sampai 1967, kemudian tahun 2000 dijadikan

areal rehabilitasi ... 121 39. Diagram alir “tri-stimulus amar konservasi” ... 134 40. Kristalisasi “tri-stimulus amar konservasi” ... 135 41. Sistem bagan keempat komponen religius ... 141 42. Serapan biji kedawung oleh dua industri jamu besar 1995-1999 ... 153


(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Nilai rata-rata, standar deviasi, modus dan median skor sikap

masyarakat ……… 169

2. Nilai rata-rata, Standar deviasi, modus dan median skor sikap

pengelola ……….. 170

3. Analsis Kandungan Hasil Wawancara Mendalam Kepada 10

Responden ……… 171

4. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap

masyarakat berdasarkan kels umur dengan menggunakan SPSS ... 177 5. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap

masyarakat berdasarkan etnis dengan menggunakan SPSS ... 178 6. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap

masyarakat berdasarkan tigkat pendidikan menggunakan SPSS ... 179 7. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap

masyarakat berdasarkan umur mulai mengenal kedawung dengan

menggunakan SPSS ... 180 8. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap

masyarakat berdasarkan anak dari pemanen kedawung dengan

menggunakan SPSS ... 181 9. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap

masyarakat berdasarkan lama pengalaman menggunakan SPSS ... 182 10. Korelasi antara sikap konservasi masyarakat dengan umur dan lama

pengalaman memanen kedawung berdasarkan Uji Pearson Correlation... 183 11. Spesies pohon yang hidup berdekatan dengan pohon kedawung di

TNMB ... 184 12. Analisis kedawung substansi: visi, misi, strtegi kebijakan dan tujuan

Pengelolaan TNMB terhadap konservasi dan kesejahteraan masyarakat... 185 13. Analisi kandungan tri-stimulus amar konservasi dengan peraturan

perundangan yang terkait dengan kebajikan pengelolaan taman

nasional dan serta peran serta masyarakat ... 187 14. Analisis kandungan tri-stimulus amar konservasi kegiatan pengelolaan

TNMB yang telah dilakukan pada tahun 1998-2004 ... 196 15. Kegiatan pengelolaan yang sedang dan akan dilakukan tahun

2005-2009, berkaitan dengan tri-stimulus amar konservasi ... 198 16. Sejarah Ringkas Perkembangan Desa Curahnongko (konsorsium

FAHUTAN IPB-LATIN, 1995) ... 200 17. Kondisi sosial ekonomi masyarakat desa sekitar TNMB ... 202 18. Kedawung di Afrika Barat... 204


(29)

DAFTAR SINGKATAN

AMAR = Alamiah, manfaat dan religius IPB = Institut Pertanian Bogor

LATIN = Lembaga Alam Tropika Indonesia

LSM KAIL = Lembaga Swadaya Masyarakat Konservasi Alam Indonesia Lestari lbds = luas bidang dasar

mdpl = meter dari permukaan laut MBNP = Meru Betiri National Park PA = Pelestarian Alam

SDM = Sumber Daya Manusia TNMB = Taman Nasional Meru Betiri WWF = World Wide Fund For Nature


(30)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada akhir millenium kedua dan di awal millenium ketiga ini agaknya merupakan puncak teratas atau titik kulminasi peradaban manusia terhadap hutan yang terburuk semenjak sejarah manusia ada di muka bumi ini. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang sudah sangat canggih pada masyarakat global, namun tidak diikuti dengan perkembangan sikap manusia yang terpuji terhadap alam, khususnya kepada hutan alam, bahkan menghasilkan nilai kemanusiaan yang mungkin terendah selama sejarah dunia berkembang.

Kemajuan pesat IPTEK menimbulkan kontra-produktif terhadap kelestarian dan rusaknya sumberdaya alam hayati yang menjadi modal dasar bagi kehidupan di bumi ini. Kerusakan dan pengurangan kawasan hutan di dunia telah terjadi dimana-mana, yaitu di awali dari kerusakan hutan di Amerika Utara, Amerika Serikat, Eropah, bekas wilayah Uni Soviet dan lain-lain. Kemudian dalam waktu 50 tahun terakhir ini telah terjadi kerusakan dan penyempitan kawasan hutan tropika dunia yang masih tersisa secara drastis pada hutan hujan tropika Amerika di Brazilia, hutan tropika Afrika di Zaire dan hutan tropika Malaesiana di Indonesia, Malaysia, Filipina dan Papua (Barber, Johnson dan Hafild, 1999; Meffe dan Carroll, 1994).

Hutan tropika menjadi suatu masalah politik atas berbagai alasan. Hutan tropika memuat 50 hingga 90 persen keanekaragaman hayati planet ini (Reid dan Miller, 1989). Hutan ini menjadi hunian berjuta-juta penduduk asli, suku dan penduduk tradisional lainnya yang menggantungkan nafkah mereka pada hutan dan juga dalam hal tertentu menggantungkan kelangsungan kebudayaannya (Durning, 1992; Myers, 1989). Saat ini secara global, hutan tropika sedang menciut jauh lebih cepat daripada hutan di wilayah iklim sedang (Dudley, 1992 dan WRI, 1992).

Begitu juga kerusakan hutan alam yang terjadi di Indonesia, direfleksikan dari angka kerusakan hutan alam di Indonesia mencapai 59,63 juta hektar. Kawasan hutan alam yang rusak terdiri dari hutan konservasi mencapai 4,69 juta


(31)

2 hektar, hutan lindung mencapai 10,52 juta hektar dan hutan alam produksi mencapai 44,42 juta hektar (Kementerian Lingkungan Hidup, 2004).

Tanggapan-tanggapan resmi tentang kondisi hutan dunia yang memburuk dalam dekade terakhir ini berupa upaya-upaya internasional, seperti dibentuknya Rencana Langkah-langkah Hutan Tropika(Tropical Forestry Action Plan, TFAP) dan Organisasi Internasional Kayu Tropika (International Tropical Timber Organisation, ITTO) dan peningkatan pesat rencana langkah-langkah nasional, strategi, program dan proyek. Namun, kesehatan hutan dunia terus memburuk dan juga sangat mengancam terjadinya pemanasan global. Pendekatan pengelolaan hutan yang sempit berdasarkan ilmu kehutanan tidak dapat menembus kekuatan-kekuatan ekonomi, politik dan sosial yang pada umumnya menentukan masa depan hutan itu (Barber, Johnson dan Hafild, 1999). Selama ini pendekatan pengelolaan kawasan hutan konservasi sangatlah sempit, yaitu berdasarkan ilmu konservasi konvensional yang terfokus pada aspek bio-ekologi, dan tidak memasukkan aspek-aspek ekonomi, politik dan sosio-budaya menjadi satu kesatuan pengelolaan.

Selanjutnya Barber, Johnson dan Hafild (1999) menyatakan, bahwa ada tiga rangkaian masalah tentang pandangan yang lebih luas terhadap krisis hutan dan memahami hambatan-hambatan struktural utama tentang pengelolaan kawasan hutan berkelanjutan dalam abad ke-21, yaitu pada 3 rangkaian masalah : (1) tata laksana hak milik hutan, (2) pembagian kerugian dan keuntungan pengelolaan dan penggunaan kawasan hutan, dan (3) proses politik untuk menetapkan kebijakan kehutanan.

Untuk mengetahui akar permasalahan yang termasuk pada rangkaian masalah di atas, maka perlu dilakukan penelitian yang bersifat grass root, lokal, tajam tetapi bersifat holistik yang mencakup interaksi hutan dengan masyarakat kecil sekitar hutan.

Harris dan Hillman (1989) menyatakan bahwa tumbuhan dan habitat serta budaya masyarakat tak dapat dipisahkan satu sama lain sebagai satu kesatuan utuh kehidupan manusia sejak awal keberadaannya di muka bumi. Sayangnya pengetahuan, pengalaman dan budaya ini tak dapat berkelanjutan karena adanya terjadi proses intervensi yang mengakibatkan kehidupan saat ini kehilangan arah,


(32)

3 terjadi pemutusan kelanjutan evolusi genetik tersebut dan tidak dipahami lagi oleh generasi muda.

Berdasarkan pengalaman langsung (direct experience) selama lebih dari 10 tahun di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) dalam melakukan kegiatan program konservasi tumbuhan obat kedawung bersama masyarakat, membuktikan bahwa konservasi taman nasional belum berhasil terwujud di lapangan sesuai dengan tujuan ideal suatu taman nasional (Konsorsium FAHUTAN IPB – LATIN, 2001). Berdasarkan pengalaman tersebut di atas diyakini konservasi hutan secara nyata di lapangan sangat berkaitan dengan sikap masyarakat dan sikap pengelola.

Konservasi kedawung di hutan alam TNMB tidak berjalan dengan baik, hal ini ditunjukkan oleh tidak terjadinya regenerasi kedawung secara alami selama lebih 10 tahun terakhir. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sejak tahun 1993 sampai tahun 2006 di kawasan TNMB tentang kondisi populasi kedawung hanya ditunjukkan oleh 3 individu anakan dan 136 individu pohon dewasa, sedangkan individu tingkat pancang dan tingkat tiang sama sekali tidak ada. Ini sangat beda dengan pohon bendo (Artocarpus elasticus Rein ex. Bl.)) yang melimpah di TNMB pada berbagai tingkat anakan sampai tingkat pohon.

Begitu juga kedawung yang ditanam bersama dan oleh masyarakat pada tahun 1994 sebanyak 1870 bibit di demplot rehabilitasi seluas 7 hektar saat ini pertumbuhannya sangat lambat dan kerdil, karena ditanam dengan jarak tanam yang rapat, yaitu 5 m x 6 m. Penjarangan selama ini tidak pernah dilakukan karena terkendala dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Kedawung dalam skala nasional termasuk satu diantara 30 spesies tumbuhan obat langka Indonesia dengan status kelangkaan dan ancaman jarang, populasinya di Indonesia menurun, bahkan dirasakan mulai jarang dijumpai di habitat aslinya. Biji kedawung sangat sukar berkecambah tanpa perlakuan, sedangkan persentase perkecambahannya di alam sangat kecil (Wiriadinata, 1992). Proses regenerasi kedawung dapat dipastikan secara alami di hutan alam terjadi dengan sangat lambat. Sehingga kalau tidak ada intervensi kebijakan dan campur tangan manusia dalam pengembang-biakannya dapat dipastikan akan punah.


(33)

4 Fakta di lapangan membuktikan bahwa pohon kedawung yang ditanam oleh pengelola dan masyarakat (didampingi oleh konsorsium IPB-LATIN) pada tahun 1989 sampai 1994 di blok Wonowiri, saat ini pohon kedawung telah berumur sekitar 13-18 tahun dan tidak satu pohonpun yang berhasil berbuah.

Hasil-hasil penelitian mengenai aspek bioekologi dan kelangkaannya yang dilakukan di TNMB sampai 2006, diketahui bahwa kedawung adalah termasuk spesies pohon hutan yang besar dengan tajuk (canopy) strata A (strata tajuk tertinggi), bersifat intoleran (tidak suka naungan), sehingga regenerasinya secara alami di hutan tropika primer sangat sulit terjadi. Hal ini ditunjukkan dengan sulitnya menjumpai individu pohon remajanya di habitat hutan alam. Pohon ini hidupnya soliter dengan sesamanya, tetapi hidup berdampingan dan menaungi berbagai spesies tumbuhan lainnya, yang terdiri beraneka bentuk habitus pohon, liana, perdu maupun tumbuhan bawah (Mirwan, 1994; Dewi, 1999; Rinekso, 2000; Winara, 2001; Zuhud et.al, 2003; Subastian, 2007).

Pola penyebaran spasial kedawung di kawasan TNMB bagian barat lebih bersifat mengelompok dibanding dengan pola penyebaran spasialnya pada kawasan bagian timur (Subastian, 2007). Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat pendarung1) diduga berpengaruh terhadap konservasi kedawung di TNMB, yaitu fenomena ini diduga adanya pengaruh masyarakat pendarung

dulunya dalam pola penyebaran biji kedawung di hutan alam.

Berdasarkan manfaatnya kedawung merupakan salah satu spesies tumbuhan obat yang dikenal sebagai obat penyakit pencernaan (perut kembung). Biji kedawung merupakan kelompok 10 bahan baku yang terbanyak dibutuhkan industri jamu di Jawa (Mujenah, 1993; Sandra dan Kemala, 1994; Purwandari, 2001). Kedawung di TNMB merupakan pohon tumbuhan obat yang bernilai ekonomi bagi masyarakat pendarung, yaitu sebagai sumber mata pencaharian pada saat musim kemarau dan paceklik.

Berdasarkan keterangan di atas, pohon kedawung baik secara bioekologis maupun secara sosio-ekonomi masyarakat merupakan spesies penting di TNMB dan spesies ini sedang menuju kelangkaan. Hal inilah yang menjadi stimulus _______________________________________________________________

1 )

Istilah digunakan untuk kelompok masyarakat yang mengambil hasil hutan non kayu, biasanya mereka bermalam di hutan 2-5 hari.


(34)

5 memilih spesies kedawung sebagai salah satu spesies tanaman pokok untuk dikembangkan di lahan rehabilitasi.

Penelitian disertasi ini mengkaji akar permasalahan konservasi yang ditinjau dari kaitan sikap dan aksi konservasi masyarakat dan pengelola yang terwujud di lapangan. Penelitian ini dilakukan melalui kajian kasus tentang sikap masyarakat pendarung terhadap sinyal dan stimulus kedawung (Parkia timoriana

(DC) Merr.) yang terjadi di hutan alam. Masyarakat pendarung merupakan

masyarakat kecil di TNMB yang melakukan kegiatan pengambilan hasil hutan non-kayu, antara lain terhadap spesies tumbuhan pohon obat kedawung. Kegiatan masyarakat pendarung ini di TNMB sudah berlangsung secara turun temurun lebih dari 50 tahun yang lalu.

Penelitian ini juga menggunakan pengalaman dan data dari hasil kegiatan domestikasi dan budidaya kedawung di lahan rehabilitasi tetelan2) yang dilakukan sejak tahun 1993 bersama dan oleh masyarakat sekitar TNMB.

Selama ini tidak ditemukan penelitian mengenai sinyal, stimulus atau informasi karakteristik bioekologi suatu spesies yang dikaitkan dengan sikap masyarakat untuk kegiatan konservasinya. Walaupun sudah banyak penelitian yang mengaitkan konservasi dengan sikap masyarakat, namun penelitian mengenai sikap masyarakat dan konservasi yang dikaitkan dengan stimulus tumbuhan tidak ditemukan.

Suatu spesies tumbuhan yang banyak berinteraksi dengan manusia dalam jangka waktu yang panjang, diyakini konservasi dan bioekologinya banyak terkait dengan sikap dan perilaku manusia. Konservasi atau keberlanjutan suatu spesies dapat terjadi apabila sikap dan perilaku manusia tersebut sesuai dengan kebutuhan hidup spesies itu di alam. Artinya konservasi kedawung dapat berlangsung apabila sinyal dari kedawung di alam yang menginformasikan kelangkaan dapat ditangkap dan dipahami oleh masyarakat maupun pengelola menjadi stimulus atau pendorong sikap masyarakat maupun sikap pengelola untuk aksi konservasinya.

Pengertian stimulus adalah sinyal, fenomena dan informasi yang diperlihatkan oleh kedawung yang dapat dipahami dan menjadi pendorong atau perangsang masyarakat untuk bersikap dan berperilaku konservasi. Seperti halnya _______________________________________________________________

2)


(35)

6 dalam masyarakat Afrika Barat nilai kedawung ini telah menjadi stimulus bagi sikap dan aksi konservasi masyarakat lokalnya (Hall, Tomlinson, Oni, Buchy dan Aebischer, 1997; Quedraogo, 1995; Shao, 2002).

Kelompok masyarakat kecil yang dipilih untuk diteliti adalah masyarakat

pendarung kedawung, karena mereka inilah orang yang paling dekat dan paling banyak berinteraksi dengan kedawung selama ini.

Penelitian ini dilakukan secara bertahap, yaitu terdiri dari penelitian pendahuluan dalam bentuk klarifikasi dan verifikasi hasil-hasil penelitian tentang karakteristik bioekologi kedawung kepada beberapa tokoh masyarakat pendarung dan pengelola. Hal ini bertujuan terutama untuk merumuskan pernyataan-pernyataan stimulus kedawung dan pernyataan-pernyataan aksi konservasi yang disesuaikan dengan bahasa dan pengalaman masyarakat, sehingga dapat dijadikan sebagai alat ukur sikap yang valid. Selanjutnya dilakukan penelitian wawancara langsung secara sensus untuk menguji sikap masyarakat pendarung dan sikap pengelola dengan menggunakan pernyataan-pernyataan yang telah disusun seperti yang disebutkan di atas. Sehingga dari hasil penelitian ini dapat diketahui sejauh mana stimulus kedawung ini menjadi sikap dan aksi masyarakat untuk konservasinya

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang diungkapkan di atas dapat dikemukakan rumusan permasalahan penelitian secara umum, dalam bentuk pertanyaan penelitian, sebagai berikut : “Mengapa sampai saat ini belum terwujud cita-cita ideal taman nasional dalam kenyataan, yaitu terpeliharanya potensi keanekaragaman hayati alamiah dan asli dari suatu ekosistem hutan primer dan sekaligus bermanfaat dan dimanfaatkan sebesar besarnya secara berkelanjutan bagi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat ?

Apa dan mengapa tujuan ideal taman nasional belum terwujud, penulis mencoba mengaktualisasikan dengan kasus konservasi kedawung. Khususnya lagi fokus penelitian ini adalah yang berhubungan dengan sikap masyarakat dan sikap pengelola taman nasional terhadap stimulus kedawung untuk aksi


(36)

7 konservasi. Pertanyaan-pertanyaan berikut ini merupakan rincian permasalahan yang diharapkan dapat diperoleh jawaban yang tajam dari penelitian, yaitu : 1. Apakah sikap masyarakat berkaitan erat dengan stimulus kedawung yang telah

dan sedang terjadi di kawasan taman nasional ?

2. Apakah sikap pengelola taman nasional berkaitan erat dengan stimulus

kedawung yang telah dan sedang terjadi di kawasan taman nasional ?

3. Apakah sikap masyarakat dan sikap pengelola berkaitan erat atau bias dengan

stimulus kedawung guna keberlanjutan konservasi di habitat alaminya ? 4. Apakah keterkaitan stimulus kedawung dan aksi konservasi oleh masyarakat

berjalan simultan ?

5. Apakah keterkaitan stimulus kedawung dan aksi konservasi oleh pengelola berjalan simultan ?

6. Apakah terjadi bias pemahaman stimulus kedawung dengan aksi konservasi oleh masyarakat dan pengelola ?

7. Apakah sikap dan aksi konservasi oleh masyarakat dilandasi kesediaan-kerelaan berkorban ?

8. Apakah sikap dan aksi konservasi oleh pengelola dilandasi kesediaan-kerelaan berkorban ?

9. Apakah ada perbedaan pengalaman antara masyarakat dengan pengelola ? 10. Apakah masyarakat dan atau maupun pengelola memahami bahwa stimulus

kedawung, sikap dan aksi konservasi itu seharusnya dilaksanakan simultan ?

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah mengetahui secara mendalam dan rinci tentang sikap masyarakat dan sikap pengelola terhadap stimulus kedawung yang sedang berlangsung saat ini di kawasan TNMB. Masyarakat yang dimaksud terdiri dari individu-individu masyarakat pendarung yang sudah berpengalaman dan berulang-ulang selama lebih 10 tahun berinteraksi dengan pohon kedawung, terutama dalam kegiatan pengambilan buahnya di hutan taman nasional. Berdasarkan alasan atau argumen di atas, maka ditetapkan asumsi penelitian ini bahwa masyarakat pendarung kedawung merupakan kelompok masyarakat yang


(37)

8 paling bisa menangkap sinyal menjadi stimulus untuk mendorong sikap dan aksi konservasi kedawung di TNMB.

D. Tujuan Penelitian

Mengetahui faktor-faktor pendorong berupa stimulus apa saja yang terkait kuat dengan sikap masyarakat maupun pengelola secara aktual di lapangan. Sekaligus mengetahui dan memastikan kelompok stimulus kuat (evoking stimulus) apa saja yang seharusnya menjadi pendorong dan perangsang sikap masyarakat dan pengelola untuk aksi konservasi, sehingga terwujud tujuan ideal taman nasional seperti apa yang telah disebutkan dalam permasalahan di atas.

Penelitian ini dilakukan dan didekati dengan contoh kasus konservasi kedawung di TNMB, melalui perumusan tujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui stimulus kedawungapa saja yang terkait dengan sikap masyarakat 2. Mengetahui stimulus kedawung apa saja yang terkait dengan sikap pengelola 3. Mengetahui keterkaitan stimulus kedawung antara sikap masyarakat dengan

sikap pengelola untuk konservasi

4. Mengetahui stimulus kedawung apa saja yang terkait dengan aksi masyarakat untuk konservasi

5. Mengetahui stimulus kedawung apa saja yang terkait dengan aksi pengelola untuk konservasi

6. Mengetahui stimulus kedawung apa saja yang bias dengan aksi masyarakat dan aksi pengelola untuk konservasi

7. Mengetahui sikap yang terkait dengan kerelaan berkorban masyarakat untuk aksi konservasi.

8. Mengetahui sikap yang terkait dengan kerelaan berkorban pengelola untuk aksi konservasi

9. Mengetahui perbedaan pengalaman dalam sikap dan aksi konservasi antara masyarakat dan pengelola

10. Mengetahui ketidak sejalanan stimulus kedawung dengan sikap dan aksi konservasi antara masyarakat dan pengelola.


(38)

9

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini menghasilkan rumusan akar permasalahan dan sekaligus sintesis penyelesaian masalah bagi pengelolaan kawasan konservasi taman nasional ditinjau dari sikap masyarakat dan implikasi konservasinya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai alat (tool) untuk membantu penyelesaian masalah pengelolaan untuk mendukung terwujudnya tujuan ideal taman nasional atau bentuk kawasan hutan konservasi lainnya.

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat menjadi “pintu masuk” bagi penyusunan, perbaikan dan penyempurnaan peraturan perundangan sampai kepada program aksi di lapangan, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan hutan konservasi maupun kawasan hutan lainnya.


(39)

II. METODOLOGI PENELITIAN

A.

Kerangka Pemikiran

1. Teori hubungan stimulus dan sikap

Menurut Rosenberg dan Hovland (1960), sikap merupakan kecenderungan bertindak (tend to act), kesediaan bereaksi atau berbuat terhadap sesuatu hal dalam masyarakat, menunjukkan bentuk, arah, dan sifat yang merupakan dorongan, respon dan refleksi dari stimulus. Sikap berisikan komponen berupa

cognitive (pengalaman, pengetahuan, pandangan, dan lain-lain), affective (emosi, senang, benci, cinta, dendam, marah, masa bodoh, dan lain-lain) dan behavioral /

overt actions (perilaku, kecenderungan bertindak).

Berikut ini dikemukakan skema konsep sikap menurut Rosenberg dan Hovland (1960) dalam bukunya berjudul “ Attitude Organization and Change” :

Gambar 1. Skema konsep stimulus dan sikap

Menurut Rosenberg (1960) dan Krech, Crutchfield & Ballachey (1962), pembentukan sikap dipengaruhi oleh faktor dari luar berupa stimulus. Individu menanggapi lingkungan luarnya bersifat selektif, ini berarti bahwa apa yang datang dari luar tidak semuanya begitu saja diterima, tetapi individu mengadakan seleksi mana yang akan diterima, mana yang akan ditolak atau tidak direspon, yaitu tidak menjadi stimulus. Hal ini berkaitan erat dengan apa yang telah ada dalam komponen cognitive dan affective pada diri individu dalam menanggapi stimulus dari luar. Hal ini akan menentukan apakah sesuatu stimulus dapat diterima atau tidak, karena itu faktor individu justru merupakan faktor penentu.

Stimulus (individuals, situations, social issues, social groups, and other “attitude objects”)

Attitudes

Affective: Sympathetic nervous responses Verbal statement of affective

Cognitive: Perceptual responses Verbal statement of beliefs

Behavior: Overt actions (tand to act) Verbal statement concerning behavior Measurable Independent

variables

Intervening variables


(40)

11 Rosenberg (1960) mengemukakan teori “affetive-cognitive consistency” dalam hal sikap (attitudes), teori ini kadang disebut dengan teori “dua faktor”. Teori ini memusatkan perhatian pada hubungan komponen cognitive dan komponen affective. Komponen affective berhubungan dengan bagaimana perasaan yang timbul pada seseorang yang menyertai sikapnya, dapat positif tetapi juga dapat negatif terhadap stimulus. Bila seseorang mempunyai sikap yang positif terhadap stimulus, maka ini berarti adanya hubungan pula dengan nilai-nilai positif yang lain yang berhubungan dengan stimulus tersebut, demikian juga dengan sikap yang negatif. Ini berarti menurut Rosenberg (1960), bahwa komponen affective akan selalu berhubungan dengan komponen cognitive dan hubungan tersebut dalam keadaan konsisten. Ini berarti pula bahwa bila seseorang mempunyai sikap yang positif terhadap sesuatu stimulus, maka indeks

cognitive-nyajuga akan tinggi, demikian sebaliknya.

Suatu hal yang penting dalam penerapan teori Rosenberg (1960) ialah dalam kaitannya dengan perubahan sikap. Karena hubungan komponen affective

dengan komponen cognitive konsisten, maka bila komponen affective berubah maka komponen cognitive-nya juga akan berubah. Pada umumnya dalam rangka pengubahan sikap, orang akan mengubah dahulu komponen cognitive-nya, hingga akhirnya komponen affective-nya akan berubah. Dalam rangka pengubahan sikap, Rosenberg (1960) mencoba mengubah komponen affective terlebih dahulu dan dengan berubahnya komponen affective akan berubah pula komponen cognitive -nya, yang akhirnya akan berubah pula sikapnya.

Jadi pada dasarnya komponen sikap cognitive (objektif) adalah berupa rasionalitas yang didasarkan pada pengalaman sendiri atau pengetahuan yang menjadikan seseorang anggota masyarakat membentuk perilakunya. Komponen sikap affective (subjektif) cenderung membangkitkan emosional baik suka maupun sedih atau tidak suka terhadap suatu stimulus yang merangsang untuk berbuat atau bertindak. Komponen sikap yang ketiga behavioral/overt action

adalah kecenderungan bertindak nyata yang merupakan operasional dan kristalisasi komponen cognitive dan affective.


(41)

12 2. Hubungan sistem nilai dengan stimulus

Pengertian cognitive dalam sikap tidak hanya mencakup tentang pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan stimulus, melainkan juga mencakup beliefs atau kepercayaan tentang hubungan antara stimulus itu dengan

sistem nilai yang ada dalam diri individu (Rosenberg, 1960; dan Krech, Crutchfield & Ballachey, 1962).

Pemahaman tentang sistem nilai dalam suatu masyarakat tradisional atau masyarakat kecil sekitar hutan yang relevan dengan penelitian ini antara lain:

Nilai ekonomi. Nilai ini berkaitan erat dengan pandangan praktis atau pragmatis, yang bahkan menjadi pegangan banyak orang, terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan dan tujuan yang ingin dicapai, baik pada tingkat individu, kelompok maupun masyarakat. Kehadiran nilai ini mendorong manusia bersikap realistik, baik menentukan tujuannya maupun dalam menentukan standar tingkat kepuasan yang ingin diperoleh. Nilai ini relatif mudah diamati dan diukur sehingga sering dikaitkan “harga” padanya (Siagian, 2004). Nilai varietas tanaman tradisional seperti tumbuhan dan hewan yang kurang dikenal akan tetapi mempunyai nilai nutrisi atau tumbuhan obat yang dipanen dari hidupan liar ternyata dapat menyediakan basis ekonomi yang penting bagi masyarakat membantu mereka untuk menyangga dan menopang hidupnya di kala rawan pangan (Soedjito dan Sukara, 2006).

Nilai sosio-budaya. Manusia adalah makhluk sosial, setiap individu sangat mendambakan penerimaan yang ikhlas oleh orang lain terhadap keberadaannya. Manusia tidak hidup sendiri di dunia ini akan tetapi, dikelilingi oleh komunitas dan alam semesta sekitarnya. Manusia harus memelihara hubungan baik dengan sesamanya, cinta kepada sesama, cinta dan rela berkorban untuk hak-hak generasi mendatang, mengutamakan kepentingan bersama ketimbang kepentingan pribadi, bersifat harmoni dalam interaksi dengan orang lain dan lingkungan alam. Hal ini merupakan contoh nilai-nilai sosial-budaya yang penting. Nilai sosial-budaya sangat perlu ditanamkan, dikembangkan dan dipupuk dalam kehidupan berkelompok dan bermasyarakat karena akan memperlancar segala usaha dan kebersamaan dalam komunitas, untuk mencapai tujuan bersama (Siagian, 2004 dan Fathoni, 2006). Contoh manfaat sosio-budaya dalam masyarakat adat adalah


(42)

13 sistem spritual dan kepercayaan masyarakat yang terpusat pada konsep sifat keramat, seperti hutan keramat dan lansekap keramat yang dapat berperan penting dalam konservasi keanekaragaman hayati (Soedjito dan Sukara, 2006).

Nilai sosio-ekologi. Manusia hidup sangat tergantung kepada keberlanjutan sediaan sumberdaya alam dalam jangka panjang. Manusia secara fisik biologis merupakan bagian dari ekosistem alam di bumi ini. Manusia tidak dapat hidup tanpa terpeliharanya sistem lingkungan alam yang sehat dan berkelanjutan, seperti terpeliharanya fungsi ekosistem hutan untuk stabilisasi fungsi-fungsi hidrologis,

daur oksigen, perlindungan kesuburan tanah dan longsor, menjaga stabilitas iklim, perlindungan sumberdaya keanekaragaman hayati, menjaga kesimbangan lingkungan, dan lain-lain. Kesemua ini merupakan contoh nilai-nilai ekologis yang sangat penting bagi keberlanjutan hidup manusia sepanjang masa. Nilai ekologis ini sangat erat hubungannya dan saling mendukung dengan nilai-nilai sosial, yang merupakan motivator untuk melakukan aksi bersama mencapai tujuannya, seperti halnya tujuan konservasi (McNeely, 1992). Cara bagaimana masyarakat melestarikan dan memanipulasi kekompleksan keanekaragaman hayati dan ekosistem memberi kontribusi kepada ketahanan ekosistem dan memperkuat kapasitas masyarakat dalam menanggulangi perubahan lingkungan (Soedjito dan Sukara, 2006).

Nilai religius. Nilai-nilai religius menempati peringkat yang sangat tinggi dalam kehidupan seorang yang beradab. Dikatakan demikian karena nilai-nilai religius berkaitan dengan kebenaran Ilahi yang bersifat absolut yang berangkat dari dan bermuara pada hak asasi manusia yang paling asasi, yaitu hubungan seseorang dengan Penciptanya. Sesungguhnya nilai religius tidak semata-mata berkaitan dengan kehidupan keagamaan seseorang, akan tetapi tercermin juga dalam kehidupan sehari-hari seperti menjunjung tinggi nilai-nilai luhur tertentu, seperti kejujuran, kesediaan berkorban, kesetiaan dan lain sebagainya (Siagian, 2004). Nilai-nilai religius inilah merupakan motivator utama dalam sejarah kehidupan umat manusia yang hidup dimasa hayat nabi-nabi yang telah menjadi

stimulus yang efektif dalam membangun sikap dan perilaku manusia di zaman itu. Begitu juga nilai-nilai religius agama Shinto yang merupakan kepercayaan rakyat Jepang kepada Kaisar Keramat Keturunan Dewa, dapat dipergunakan oleh


(43)

14 para pemimpin Jepang sebagai energi stimulus untuk melaksanakan pembangunan atas nama Kaisar yang keramat. Unsur-unsur ajaran Shinto itu terjalin langsung ke dalam kehidupan kekeluargaan dan kehidupan sehari-hari orang Jepang, sehingga menjadi jaminan partisipasi sepenuhnya dari setiap individu rakyat Jepang dalam pembangunan. Nilai ini pula yang menjadi motivasi utama bagi perilaku orang Jepang setelah perang dunia kedua berakhir dalam membangun negaranya (Koentjaraningrat, 1974 dan Siagian, 2004).

Keterputusan suatu “sistem nilai” yang sudah mengakar di masyarakat secara turun temurun dengan “sistem nilai” baru yang diterapkan, seperti yang dibahas dalam “teori sistem nilai” yang dikemukan oleh Ndraha (2003), akan menimbulkan discontinuity, inconsistency, disparity dan distorsion. Sesuatu yang terpenting mungkin bukan yang terbaik, sementara yang terbaik belum tentu yang paling benar. Jadi yang ideal adalah, jika suatu hal merupakan yang terpenting, terbaik, dan juga terbenar. Kombinasi dari berbagai kategori nilai terpenting, terbaik dan terbenar pada skala masing-masing itulah yang membentuk sistem nilai dan titik temu. Ndraha (2005) mengemukakan, bahwa suatu nilai terputus atau tidak bertemu karena nilai tersebut tidak berada atau lepas dari sistem nilainya. Misalnya bangunan sistem nilai N dengan menggunakan tiga sumbu dengan nilai skala (X,Y dan Z) : penting (nilai-guna), baik (nilai-etika/moral), dan benar (nilai-fakta). Sistem nilai N tersebut dapat digambarkan seperti di bawah ini :

(Sumber: Ndraha, 2005)

Gambar 2. Sistem nilai Salah

(X) Benar (nilai fakta) Penting (nilai guna)

(Y)

Buruk

Tak Penting(nilai guna) (Z)


(44)

15 Gambar di atas dapat dibuat suatu “sistem nilai kedawung” yang direfleksikan dari stimulus, yaitu N= f(X,Y,Z). Sumbu Y “penting” adalah stimulus kedawung berupa nilai-guna/manfaat kedawung, sumbu X “baik” adalah stimulus kedawung berupa nilai-etik, moral, kerelaan, sikap atau perilaku untuk konservasi, dan sumbu Z “benar” adalah stimulus kedawung berupa nilai-fakta bioekologi dan kondisi populasi/regenerasi untuk terwujudnya konservasi. Walaupun sistem nilai dapat berubah, dan nilai N di dalam sistempun dapat berubah, namun N harus selalu berada di dalam ruang sistem sumbu X, Y dan Z, yaitu dalam gambar ruang pada skala garis kontinu, bukan berada dalam gambar ruang garis putus-putus. Apabila nilai terlepas dari sistemnya, maka terjadi keterputusan nilai, sehingga terjadilah discontinuity, inconsistency, disparity dan

distortion terhadap konservasi kedawung.

3. Aliran informasi dalam ekosistem sebagai stimulus

Menurut Rachman (1996), masyarakat tradisional menggunakan informasi alam sebagai pedoman utama untuk melakukan aksi atau tindakan dalam kehidupan mereka berinteraksi dengan lingkungan habitat alami. Pakar antropologi pertanian IPB yang pernah menjadi murid dari Terry A. Rambo yang disebutkan di atas menggambarkan aliran informasi dalam suatu ekosistem masyarakat tradisional sebagai berikut :

(Sumber : Rachman, 1996)

Gambar 3. Aliran informasi dalam ekosistem masyarakat tradisional Selanjutnya Rachman (1996) mengemukakan di dalam masyarakat

tradisional terjadi tukar menukar informasi antara sistem sosial masyarakat dengan ekosistemnya, yaitu antara lain berupa :

a. Input dari ekosistem ke sistem sosial masyarakat. Input ini antara lain dapat berbentuk informasi (misal: suara, penglihatan/visual).

b. Input dari sistem sosial masyarakat ke ekosistem. Input informasi yang diperoleh sistem sosial masyarakat dapat menghasilkan informasi baru sebagai input terhadap ekosistem, misalnya informasi untuk aksi konservasi. Energi

dan materi

Sinyal Stimulus

Ditangkap pikiran masyarakat

Keputusan

Aksi atau tindakan


(1)

xiii

C. Masalah Kebijakan Pengelolaan……….. 121

1. Peraturan perundangan………. 121

2. Kegiatan pengelolaan………... 123

VII. VIII. SINTESIS PENYELESAIAN MASALAH ……… A. Membangun Sikap Pro-konservasi ……..………... 1. Membangun sikap “tri-timulus amar konservasi” ………. 2. Menjadikan nilai religius sebagai stimulus kuat sikap konservasi.. 3. Menyambungkan dan mengembangkan pengetahuan tradisional .. B. Kebijakan Pengelolaan ……… 1. Peraturan perundangan ……… 2. Aspek legalitas pendarung sebagai kelompok masyarakat pelestari 3. Pengembangan tetelan sebagai hutan kebun kedawung …………. 4. Peningkatan kapasitas dan kinerja SDM pengelola ……….. 5. Membangun kemitraan industri jamu dengan masyarakat ……….. 6. Membangun image stimulus tumbuhan obat kedawung …………. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI……….. 132 132 133 136 141 144 144 145 148 152 153 154 157 A. Kesimpulan……….. 157

B. Implikasi……….. 159

1. Teori……….. 159

2. Kebijakan ……….. 160

DAFTAR PUSTAKA ……….. 162

LAMPIRAN ………. 169


(2)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Beberapa contoh informasi kejadian alam sebagai stimulus ………….. 16 2. Rumusan pernyataan stimulus, aksi dan kerelaan berkorban untuk

konservasi kedawung yang diuji terhadap sikap masyarakat ………….. 31 3. Jumlah penduduk desa sekitar kawasan TNMB ……….. 43 4. Tingkat pendidikan masyarakat desa sekitar kawasan TNMB ………… 44 5. Pola penggunaan lahan di desa sekitar kawasan TNMB ………. 44 6. Jenis mata pencaharian penduduk desa sekita kawasan TNMB ……….. 45 7. Karakteristik masyarakat pendarung kedawung ……….. 50 8. Kondisi anakan kedawung yang tumbuh di bawah pohon induknya ….. 55 9. Kondisi diameter batang, tinggi, diameter tajuk, dugaan jumlah biji,

tanah, tumbuhan bawah dan dipanen atau tidak ……….. 56 10. Kelimpahan populasi kedawung antara bagian Barat dan bagian Timur

kawasan TNMB ………..……. 61 11. Jumlah spesies tumbuhan obat di TNMB berdasarkan habitus ……….. 65 12. Macam penyakit yang dapat diobati dengan spesies tumbuhan obat ..… 66 13. Sembilan tumbuhan obat yang sering dijumpai bersama kedawung ….. 67 14. Harga jual biji kedawung berdasarkan mata rantai perdagangannya ... 72 15. Keterkaitan stimulus dengan sikap masyarakat dan sikap pengelola ….. 74 16. Perbedaan pengalaman pendarung dengan pengelola tentang kedawung 108 17. Hasil analisis kandungan tri-stimulus amar konservasi dengan

peraturan perundangan yang terkait dengan kebijakan pengelolaan…… 122 18. Kegiatan pengelolaan yang telah dilakukan tahun 1998-2004 dan

keterkaitannya dengan tri-stimulus amar konservasi ………... 124 19. Kegiatan pengelolaan sedang dan akan dilakukan tahun 2005-2009 dan

keterkaitannya dengan tri-stimulus amar konservasi ………... 126 20. Analisis kandungan keterkaitan visi, misi, strategi, tujuan, sasaran,

kegiatan dan tugas pokok pengelola dengan tri-stimulus amar


(3)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema konsep stimulus dan sikap ... 10

2. Sistem nilai ... 14

3. Aliran informasi dalam ekosistem masyarakat tradisional ... 15

4. Hubungan sinyal kedawung, informasi kelangkaan, stimulus bagi sikap dan informasi untuk aksi konservasi ... 19

5. Diagram tahap penelitian ... 30

6. Peta lokasi TNMB ... 36

7. Histogram kondisi populasi kedawung berdasarkan kelas diameter ... 54

8. Kelimpahan kedawung berdasar penyebaran pada kelas ketinggian ... 59

9. Kelimpahan kedawung berdasar penyebaran pada kelas kemiringan …. 59 10. Kelimpahan pohon kedawung berdasarkan jarak dengan sungai………. 60

11. Frekuensi kedawung ditemukan berdasarkan kelas luas bidang dasar pada 129 plot pengamatan ... 61

12. Peta penyebaran spesial kedawung dan peta habitat potensial ... 62

13. Kelimpahan kedawung berdasarkan kelas jarak dengan kampung ... 63

14. Fungsi multi guna kedawung dalam masyarakat Afrika Barat ... 70

15. Keterkaitan sikap masyarakat terhadap stimulus manfaat ekonomi... 76

16. Alat dan bahan patek (a), pendarung sedang memanjat pohon (b), dan bekas patek yang tertancap di pohon kedawung (c). ... 77

17. Sikap masyarakat terhadap stimulus nilai manfaat obat ... 79

18. Sikap masyarakat terhadap stimulus tentang kelangkaan kedawung ... 81

19. Sikap masyarakat yang terkait stimulus fungsi ekologis kedawung ... 82

20. Bentuk tajuk pohon kedawung dilihat dari kejauhan ... 84

21. Sikap pengelola yang terkait dengan stimulus manfaat ekonomi ... 86

22. Sikap pengelola terhadap nilai manfaat obat ... 88

23. Sikap pengelola terhadap kondisi populasi dan regenerasi kedawung... 89

24. Sikap pengelola terhadap nilai manfaat ekologis ... 90

25. Stimulus terkait dan bias dengan sikap pendarung dan pengelola ... 91

26. Aksi masyarakat untuk konservasi kedawung ... 92

27. Percabangan utama pohon kedawung yang dipotong masyarakat pada waktu memanen buah kedawung... 95

28. Pertumbuhan pohon kedawung yang kerdil, sejak ditanam tahun 1994 dengan jarak tanam yang rapat 6x5 m ... 97

29. Pohon kedawung umur 3 tahun dan umur 12 tahun ……… 98

30. Pohon kedawung berumur 10 tahun ... 99

31. Aksi pengelola tidak sejalan dengan harapan konservasi ... 100

32. Bias pemahaman stimulus, tidak sejalan dengan aksi pendarung dan aksi pengelola untuk konservasi kedawung ... 102

33. Kerelaan berkorban masyarakat belum ada untuk konservasi ... 103

34. Kerelaan berkorban pengelola untuk konservasi belum terjadi ... 107

35. Bias pemahaman stimulus, sikap dan aksi pendarung atau pengelola untuk konservasi tidak berjalan simultan ... 112

36. Bagan ketidak-sejalanan stimulus dengan sikap dan aksi pendarung dan pengelola untuk konservasi kedawung ... 113


(4)

37. Biji kedawung yang diolah menjadi ”camilan biji kedawung” yang gurih dijual pedagang asongan di Probolinggo (a); Dadawa makanan

khas masyarakat Afrika yang terbuat dari biji Parkia biglobosa (b) ... 115

38. Sketsa areal hutan alam yang dibabat dan diganti menjadi tanaman jati prosesnya mulai 1955 sampai 1967, kemudian tahun 2000 dijadikan areal rehabilitasi ... 121

39. Diagram alir “tri-stimulus amar konservasi” ... 134

40. Kristalisasi “tri-stimulus amar konservasi” ... 135

41. Sistem bagan keempat komponen religius ... 141


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Nilai rata-rata, standar deviasi, modus dan median skor sikap

masyarakat ……… 169 2. Nilai rata-rata, Standar deviasi, modus dan median skor sikap

pengelola ……….. 170 3. Analsis Kandungan Hasil Wawancara Mendalam Kepada 10

Responden ……… 171 4. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap

masyarakat berdasarkan kels umur dengan menggunakan SPSS ... 177 5. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap

masyarakat berdasarkan etnis dengan menggunakan SPSS ... 178 6. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap

masyarakat berdasarkan tigkat pendidikan menggunakan SPSS ... 179 7. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap

masyarakat berdasarkan umur mulai mengenal kedawung dengan

menggunakan SPSS ... 180 8. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap

masyarakat berdasarkan anak dari pemanen kedawung dengan

menggunakan SPSS ... 181 9. Rincian hasil analisis ragam satu arah (oneway anova) sikap

masyarakat berdasarkan lama pengalaman menggunakan SPSS ... 182 10. Korelasi antara sikap konservasi masyarakat dengan umur dan lama

pengalaman memanen kedawung berdasarkan Uji Pearson Correlation... 183 11. Spesies pohon yang hidup berdekatan dengan pohon kedawung di

TNMB ... 184 12. Analisis kedawung substansi: visi, misi, strtegi kebijakan dan tujuan

Pengelolaan TNMB terhadap konservasi dan kesejahteraan masyarakat... 185 13. Analisi kandungan tri-stimulus amar konservasi dengan peraturan

perundangan yang terkait dengan kebajikan pengelolaan taman

nasional dan serta peran serta masyarakat ... 187 14. Analisis kandungan tri-stimulus amar konservasi kegiatan pengelolaan

TNMB yang telah dilakukan pada tahun 1998-2004 ... 196 15. Kegiatan pengelolaan yang sedang dan akan dilakukan tahun

2005-2009, berkaitan dengan tri-stimulus amar konservasi ... 198 16. Sejarah Ringkas Perkembangan Desa Curahnongko (konsorsium

FAHUTAN IPB-LATIN, 1995) ... 200 17. Kondisi sosial ekonomi masyarakat desa sekitar TNMB ... 202 18. Kedawung di Afrika Barat... 204


(6)

DAFTAR SINGKATAN

AMAR = Alamiah, manfaat dan religius IPB = Institut Pertanian Bogor

LATIN = Lembaga Alam Tropika Indonesia

LSM KAIL = Lembaga Swadaya Masyarakat Konservasi Alam Indonesia Lestari lbds = luas bidang dasar

mdpl = meter dari permukaan laut MBNP = Meru Betiri National Park PA = Pelestarian Alam

SDM = Sumber Daya Manusia TNMB = Taman Nasional Meru Betiri WWF = World Wide Fund For Nature


Dokumen yang terkait

Beberapa Aspek Ekologi Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr) di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur

0 7 63

Status Rizobwm Dan Cendawan Mikoriza Arbuskula (Cma) Pada Kedawung (Parkia Timoriana (Dc.) Merr.) Di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur

0 16 58

Sikap masyarakat dan konservasi suatu analisis kedawung sebagai stimulus tumbuhan obat bagi masyarakat, kasus di Taman Nasioal Meru Betiri

0 3 224

Pengetahuan Masyarakat Dan Konservasi Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.) Di Taman Nasional Meru Betiri

0 10 61

Bioecological of kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) medicinal plant in natural forest Meru Betiri National Park

0 18 9

Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Kesesuaian Habitat Kedawung (Parkia timoriana (D.C) merr) di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur

0 14 87

Sikap masyarakat dan konservasi suatu analisis kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) sebagai stimulus tumbuhan obat bagi masyarakat, kasus di Taman Nasioal Meru Betiri

0 9 385

Community’s Attitudes and Conservation: An Analysis of of Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.), Stimulus of Medicinal Plant for the Community, Case in Meru Betiri National Park

0 12 11

Sikap Masyarakat Dan Konservasi Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus Di Taman Nasional Meru Betiri

4 56 224

PEMANFAATAN TuMBuHAN OBAT OlEH MASYARAkAT DI SEkITAR TAMAN NASIONAl MERu BETIRI Utilization of medicinal plants by people around of Meru Betiri National Park

0 0 10