1.28 1.31 1.34 1.40 1.35 1.38 1.34 1.31 1.36 1.34 1.28 Pengolahan tanah optimum pada budidaya tebu lahan kering

70 Gambar 23 Densitas tanah kedalaman 0-30 cm hasil aplikasi metode pengolahan tanah menggunakan bajak piring metode 1, 3, dan 5 dan bajak singkal metode 2, 4, dan 6 untuk pembajakan tanah Kisaran densitas, porositas, dan tahanan penetrasi tanah sebelum pengolahan tanah adalah sebesar 1.35-1.43 gcc, 46.04-49.06, dan 21.0-27.9 kgfcm 2 , sedangkan sesudah pengolahan tanah adalah 1.29-1.38 gcc, 47.92- 51.19, dan 8.8-13.9 kgfcm 2 , sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 24, Gambar 25, Gambar 26, dan Lampiran 13. Berkurangnya nilai densitas dan tahanan penetrasi tanah, dan bertambahnya nilai porositas tanah tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan kondisi fisik tanah, yaitu dari kondisi tanah padat menjadi lebih remah.

1.42 1.28

1.36 1.31

Sub DP DH Fur Metode 1 DST gcc 1.41

1.24 1.34

1.29 Sub MP DH Fur Metode 2 DST gcc

1.43 1.40

1.32 1.32 1.35 Sub DH1 DP DH2 Fur Metode 3 DST gcc 1.39

1.42 1.35

1.37 1.38

Sub DH1 MP DH2 Fur Metode 4 DST gcc

1.35 1.34

1.32 1.31

1.31 1.36

Sub DP1 DH1 DP2 DH2 Fur Metode 5 DST gcc 1.36

1.31 1.34

1.22 1.28

1.30 Sub MP1 DH1 MP2 DH2 Fur Metode 6 DST gcc 71 Gambar 24 Densitas tanah sebelum dan sesudah pengolahan tanah di areal kebun II Densitas DST dan porositas tanah PST hasil aplikasi metode 4 dan 5 Gambar 24 dan Gambar 25 nampak berbeda bila dibandingkan dengan empat plot lainnya. Perbedaan tersebut karena selisih DST dan PST sebelum dan sesudah pengolahan tanah nampak jelas berbeda dibanding empat plot lainnya. Gambar 25 Porositas tanah sebelum dan sesudah pengolahan tanah di areal kebun II 1.42 1.4 1.43 1.39 1.35 1.36 1.31 1.29

1.37 1.38

1.36 1.30 1 2 3 4 5 6 Metode pengolahan tanah di areal kebun II Sebelum olah tanah gcc Setelah olah tanah gcc 46.42 47.17 46.04 47.55 49.06 48.68 50.57 51.19 48.43 47.92 48.68 51.07 1 2 3 4 5 6 Metode pengolahan tanah di areal kebun II Sebelum olah tanah Setelah olah tanah 72 Selisih DST dan PST sebelum dan sesudah pengolahan tanah adalah hampir sama akibat aplikasi metode 4. Kegiatan pengolahan tanah metode 4 tersebut diawali dengan disk harrowing DH1 setelah subsoiling. Perubahan DST setelah dilakukan DH1 tersebut nampak sangat kecil karena pada saat DH1 tersebut relatif tidak terjadi pemotongan dan pembalikan tanah, bahkan cenderung menyebabkan pemadatan tanah, yakni dari DST sebesar 1.39 gcc menjadi 1.42 gcc Gambar 23. Oleh karena pada saat dilakukan DH1 tersebut terjadi pemadatan tanah maka tindakan pengolahan tanah berikutnya MP-DH2-Fur hanya mampu menyebabkan perubahan DST yang sangat kecil, sehingga selisih DST sebelum pengolahan tanah 1.39 gcc dan DST sesudah pengolahan tanah 1.38 gcc menjadi sangat kecil. DST rata-rata sebelum diolah metode 5 adalah paling rendah 1.35 gcc. Tindakan pengolahan tanah berikutnya DP1-DH1-DP2-DH2 hanya mampu menyebabkan perubahan DST yang kecil Gambar 23. Pada saat dilakukan furrowing Fur terjadi pemadatan tanah, yakni dari 1.31 gcc setelah DH2 menjadi 1.36 gcc setelah Fur. Hal ini menyebabkan DST setelah pengolahan tanah menjadi lebih besar dibanding DST sebelum pengolahan tanah . Gambar 26 Tahanan penetrasi tanah pada kedalaman 0-30 cm pada saat sebelum dan sesudah pengolahan tanah di areal kebun II 21.20 25.30 21.00 27.40 27.90 25.90 8.80 9.40 13.50 10.50 9.80 13.90 1 2 3 4 5 6 Metode pengolahan tanah di areal kebun II Sebelum olah tanah kgfcm2 Setelah olah tanah kgfcm2 73 Besarnya nilai densitas, porositas, dan tahanan penetrasi tanah yang dibentuk oleh 6 metode pengolahan tanah relatif tidak sama. Densitas tanah hasil pengolahan tanah metode 1, 2, dan 6 lebih rendah, atau porositas tanahnya lebih tinggi, dibanding ketiga metode lainnya Gambar 24 dan Gambar 25. Nilai densitas tanah hasil pengolahan tanah metode 2 1.29 gcc lebih rendah dibanding metode 1 1.31 gcc. Bajak singkal diaplikasikan pada metode 2, sedangkan pada metode 1 diaplikasikan bajak piring. Bajak singkal dikenal sebagai alat bajak yang mampu menghasilkan pembalikan tanah yang lebih baik dibanding bajak piring. Singkal dirancang khusus untu k menyempurnakan pembalikan tanah yang terpotong oleh pisau bajak. Pembalikan tanah yang lebih baik tersebut menyebabkan penguburan seresah dan sisa-sisa tanaman menjadi lebih sempurna, dan aerasi tanah yang terbentuk bertambah besar Buckingham 1984, sehingga densitas tanah yang terbentuk menjadi lebih kecil dibanding hasil pengolahan tanah menggunakan bajak piring. Porositas tanah hasil aplikasi metode 1, 2, dan 6 tersebut bernilai lebih dari 50, dimana porositas tanah terbesar adalah 51.11 metode 2. Menurut Davies et al. 1993 struktur tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman dicirikan mempunyai porositas tanah sekitar 60. Hal ini berarti bahwa porositas tanah metode 2 adalah yang paling mendekati nilai 60 tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa aplikasi metode 2 berpotensi menghasilkan pertumbuhan dan produksi tebu tertinggi karena mempunyai densitas tanah terendah dan porositas tanah terbaik tertinggi. Hubungan Antara Intensitas Pengolahan Tanah dan Sifat Fisik-Mekanik Tanah Densitas dan tahanan penetrasi tanah rata-rata hasil pengolahan tanah pada kedalaman 0 -30 cm yang terbentuk akibat aplikasi metode 1 dan 2 1.29-1.31 gcc dan 8.80-9.40 kgfcm 2 lebih rendah dibanding keempat metode lainnya 1.35- 1.38 gcc dan 9.80-13.90 kgfcm 2 , sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 24 dan Gambar 26. Hasil ini menunjukkan bahwa metode pengolahan tanah intensitas paling rendah subsoiling-plowing-harrowing-furrowing metode 1 dan 2 tersebut menghasilkan densitas dan tahanan penetrasi tanah yang lebih rendah dibanding empat metode pengolahan tanah lainnya. Kondisi ini terjadi karena dengan intensitas pengolahan tanah yang lebih tinggi menyebabkan kepadatan 74 tanahnya bertambah akibat bertambahnya frekuensi lintasan roda traktor dan implemen pengolahan tanahnya Gambar 21. Hubungan antara intensitas pengolahan tanah dan densitas tanah, dan hubungan antara intensitas pengolahan tanah dan tahanan penetrasi tanah dapat dilihat dalam Gambar 27 dan Gambar 28. Gambar 27 Hubungan antara intensitas pengolahan tanah dan densitas tanah rata-rata di areal kebun II

1.31 1.37