TA : Pembuatan Film Pendek Tentang Free Sex Dengan Teknik Montage Trope Guna Penyadaran Hubungan Terlarang di Kalangan Mahasiswa.

(1)

MONTAGE TROPE GUNA PENYADARAN HUBUNGAN TERLARANG DI KALANGAN MAHASISWA

TUGAS AKHIR

Program Studi

DIV Komputer Multimedia

Oleh:

Ardha Adi Pratama 12510160018

FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA

INSTITUT BISNIS DAN INFORMATIKA STIKOM SURABAYA 2016


(2)

xi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan masalah ... 3

1.4 Tujuan ... 3

1.5 Manfaat ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

2.1 Pengertian Free Sex ... 5

2.2 Dampak Free Sex ... 7

2.3 Film ... 8

2.4 Film Pendek ... 9

2.5 Film Drama ... 10

2.6 Angle Kamera ... 11

2.7 Type of Shot ... 13

2.8 Pergerakan Kamera ... 18

2.9 Prinsip Kerja Membuat Film ... 19

2.10 Pengertian Editing ... 25

2.11 Tata Cahaya (Lighting) ... 27

2.12 Audio ... 32

2.13 Makna Shot ... 34

2.14 Tipografi ... 35


(3)

xii

BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA... 44

3.1 Metodologi Penelitian ... 44

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.3 Studi Eksisting ... 55

3.4 STP ... 58

3.5 Analisis Data ... 59

3.6 Keyword ... 61

3.7 Deskripsi Keyword ... 64

3.8 Analisis Warna ... 64

3.9 Analisa Tipografi ... 65

3.10 Perancangan Karya ... 66

3.11 Pra Produksi ... 68

3.11.1 Riset dan Penyusunan Konsep Dasar ... 68

3.11.2 Artistik ... 84

3.11.3 Penyutradraan ... 85

3.11.4 Manajemen Produksi ... 86

3.12 Produksi ... 93

3.13 Pasca Produksi ... 93

3.14 Publikasi ... 94

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA ... 97

4.1 Produksi ... 97

4.2 Pasca Produksi ... 100

4.3 Screenshot Film "Addicted" ... 103

4.4 Publikasi ... 105

4.5 Dokumentasi Pameran ... 106

4.5 Behind The Scene ... 108

BAB V PENUTUP ... 110

5.1 Kesimpulan ... 110


(4)

xiii

DAFTAR PUSTAKA ... 111 BIODATA PENULIS ... 113 LAMPIRAN ... 114


(5)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam Tugas Akhir ini akan dibuat sebuah film pendek bergenre drama tentang free sex di kalangan mahasiswa dengan teknik montage trope sebagai upaya penyadaran di kalangan mahasiswa. Hal ini dilatarbelakangi oleh semakin maraknya para penerus bangsa terutama di kota besar melakukan pergaulan bebas yang dapat berimplikasi pada rusaknya moral penerus bangsa, terutama dampak psikologis pelakunya. Pergaulan bebas ini diperparah dengan kemudahan mengakses konten berbau pornografi di internet dan dorongan dari kematangan seksual, namun tidak matang secara mental, serta jauhnya pengawasan orangtua karena pada fase mahasiswa, pengawasan orangtua dan pendidik sangat minim serta kurang sadar akan dampak negatif free sex.

Berdasarkan data dari hasil survey Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK-PUSBIH) tahun 2010, menunjukkan hampir 97,05 persen mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang keperawanannya saat kuliah. LSCK-PUSBIH melakukan penelitian terhadap 1.660 mahasiswi di Yogyakarta dan hasil yang mereka dapatkan 97,05 persen mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang kegadisannya dan 98 orang mengaku pernah melakukan aborsi.

Data lain diungkapkan pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)


(6)

juga pernah merilis hasil penelitian di empat kota yakni Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan Surabaya yang menunjukkan sebanyak 35,9 persen mahasiswa punya teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Sedangkan 6,9 persen responden mengaku telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah (www.okezone.com).

Upaya penyadaran bagi penerus bangsa sudah banyak dilakukan melalui internet, sex education di sekolah, dan lain sebagainya agar tetap menjunjung tinggi moral bangsa, namun sedikit mendapat respon dan pemahaman bagi mahasiswa jika hanya melalui bahasa verbal, maka penulis memilih film sebagai audio visual yang dapat merangsang panca indra audience. Dipilihnya film pendek bergenre drama dilakukan agar mudah dipahami serta penonton bisa merasakan langsung yang dirasakan oleh tokoh dalam film, selain itu film pendek juga dapat menyampaikan pesan secara utuh dengan audio visual kepada audience (Effendy, 2002: 13).

Dalam pembuatan film ini menggunakan sebuah teknik yang menjadi daya tarik audience dan teknik yang digunakan adalah teknik montage trope. Teknik montage trope adalah sistem editing yang menggunakan potongan-potongan gambar, lalu disusun menjadi satu sehingga menimbulkan kesan berbeda pada penonton (Nardi, 1977: 47).

Dari uraian di atas, penulis tertarik mengangkat free sex di kalangan mahasiswa sebagai tema Tugas Akhir berupa film pendek bergenre drama dan penulis berharap film ini dapat menyadarkan para mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa.


(7)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana membuat film pendek bertema free sex pada mahasiswa dengan genre drama?

2. Bagaimana menyatukan teknik montage trope ke dalam sebuah film pendek?

1.3 Batasan Masalah

Agar tidak menyimpang dari tujuan yang akan dicapai dalam pembuatan film pendek ini, maka pembahasan masalah dibatasi pada hal-hal sebagai berikut: 1. Membuat film pendek bertema free sex dengan dampak psikologis pelakunya. 2. Menyatukan teknik montage trope ke dalam sebuah film pendek.

1.4 Tujuan

Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah menghasilkan film pendek tentang dampak free sex di kalangan mahasiswa dengan teknik montage trope.

1. Menghasilkan film pendek tentang dampak psikologis free sex di kalangan mahasiswa.

2. Menghasilkan film pendek yang di dalamnya terdapat teknik montage trope.

1.5 Manfaat

Beberapa manfaat yang ingin dicapai dalam pembuatan film pendek pada Tugas Akhir ini yaitu:


(8)

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat menjadi referensi keilmuan proses pembuatan film pendek tentang free sex.

b. Dapat menjadi referensi keilmuan pembuatan film pendek dengan teknik montage trope.

2. Manfaat Praktis

a. Meningkatkan kesadaran pada mahasiswa di zaman sekarang agar tidak melakukan free sex karena sangat merugikan dan berdampak buruk pada sisi psikologis mahasiswa.

b. Memberikan pemahaman mengenai betapa negatifnya jika melakukan hubungan free sex di luar hubungan resmi atau pernikahan.


(9)

5

Untuk mendukung pembuatan film pendek ini, maka akan menggunakan beberapa tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka yang digunakan antara lain pengertian free sex, dampak free sex, film, film pendek, film drama, angle kamera, type of shot, pergerakan kamera, prinsip kerja membuat film, pengertian editing, tata cahaya (lighting), audio, makna shot, tipografi, dan warna.

2.1 Pengertian Free Sex

Dikutip dari website www.psychologymania.com, terdapat beberapa pendapat menurut para ahli tentang free sex, yaitu sebagai berikut:

1. Pengertian seks bebas menurut Kartono merupakan perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, di mana kebutuhan tersebut menjadi lebih bebas jika dibandingkan dengan sistem regulasi tradisional dan bertentangan dengan sistem norma yang berlaku dalam masyarakat.

2. Menurut Desmita pengertian seks bebas adalah segala cara mengekspresikan dan melepaskan dorongan seksual yang berasal dari kematangan organ seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual, tetapi perilaku tersebut dinilai tidak sesuai dengan norma karena remaja belum memiliki pengalaman tentang seksual.

3. Nevid dkk mengungkapkan bahwa perilaku seks pranikah adalah hubungan seks antara pria dan wanita meskipun tanpa adanya ikatan selama ada


(10)

ketertarikan secara fisik. Maslow mengatakan bahwa terdapat kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi manusia, salah satunya adalah kebutuhan-kebutuhan fisiologis mencakup kebutuhan dasar manusia dalam bertahan hidup yaitu kebutuhan yang bersifat instinktif, yang biasanya akan sukar untuk dikendalikan atau ditahan oleh individu, terutama dorongan seks.

4. Menurut Cynthia seks juga diartikan sebagai hubungan seksual tanpa ikatan pada yang menyebabkan berganti-ganti pasangan.

5. Menurut Sarwono menyatakan bahwa seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis, mulai dari tingkah laku yang dilakukannya, seperti sentuhan, berciuman (kissing), berciuman belum sampai menempelkan alat kelamin yang biasanya dilakukan dengan memegang payudara atau melalui oral seks pada alat kelamin tetapi belum bersenggama (necking), dan bercumbu sampai menempelkan alat kelamin yaitu saling menggesek-gesekan alat kelamin dengan pasangan namun belum bersenggama (petting), dan yang sudah bersenggama (intercourse), yang dilakukan di luar hubungan pernikahan. 6. Berdasarkan penjabaran definisi di atas, maka dapat disimpulkan pengertian

seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual terhadap lawan jenis maupun sesama jenis yang dilakukan di luar hubungan pernikahan mulai dari necking, petting, sampai intercourse dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam masyarakat yang tidak bisa diterima secara umum.


(11)

2.2 Dampak Free Sex

Menurut Sarlito W. Sarwono dalam bukunya Psikologi Remaja (Edisi Revisi) (2011: 270) dijelaskan bahwa:

Dampak dari psikologis dan yang seringkali terlupakan ketika melakukan free sex adalah akan selalu muncul rasa bersalah, marah, sedih, menyesal, malu, kesepian, tidak punya bantuan, bingung, stress, benci pada diri sendiri, benci pada orang yang terlibat, takut tidak jelas, insomnia (sulit tidur), kehilangan percaya diri, gangguan makan, kehilangan konsentrasi, depresi, berduka, tidak bisa memaafkan diri sendiri, takut akan hukuman Tuhan, mimpi buruk, merasa hampa, halusinasi, sulit mempertahankan hubungan, bahkan bisa menimbulkan salah satu penyakit psikologis yaitu skizofrenia. Skizofrenia yang merupakan penyakit gangguan jiwa berat ini diidap sekitar 24 juta penduduk dunia dan usia rentan kondisi ini berkisar antara 15 hingga 35 tahun, disebabkan karena pikiran yang cemas juga bimbang, mudah berubah mood, dan emosi labil. Para peneliti mengungkapkan bahwa faktor utama adalah salah satunya dari seks pra nikah.

Dampak dari sisi kesehatan dan fisik adalah penyakit seksual seperti HIV AIDS, sipilis, dan juga kehamilan selalu menjadi kemungkinan, bahkan ketika menggunakan kontrasepsi. Menurut studi yang dilakukan pada tahun 2008 oleh

World Health Organization (WHO) pada talkshow "Virginitas dan Fenomena Aborsi" yang digelar di Makassar, pasangan yang tinggal bersama sebagai suami istri sebelum menikah berada pada risiko perceraian yang lebih besar dan tingkat dedikasi hubungan yang lebih rendah dan meningkatkan risiko orangtua tunggal jika memiliki anak, bahkan tingkat aborsi remaja Indonesia tertinggi di Asia Tenggara yang mencapai 78 kasus per tahun.


(12)

2.3 Film

Film adalah gambar hidup atau movie atau sering disebut dengan sinema, yang merupakan bentuk dari sebuah seni, hiburan, dan bisnis. Film merupakan hasil gambar rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera atau dengan menggunakan teknik animasi (Peacock, 2001: 5).

Menurut Richard Beck Peacock dalam bukunya The Art of Movie making: Script to Screen (2001: 1-3) dijelaskan bahwa:

Film atau movie merupakan tampilan pada layar oleh kilatan atau flicker cahaya yang muncul sebanyak 24 kali (24 gambar) tiap detiknya dari lampu proyektor. Kejadian itu dapat dilihat oleh mata manusia hanya saja karena kemampuan mata manusia yang terbatas, maka potongan-potongan gambar tidak terlihat sedangkan yang muncul adalah pergerakan gambar yang halus. Fenomena ini disebut persistence of vision. Pergerakan gambar-gambar tersebut merupakan exaggeration dari ide-ide romantis kita yang liar, potret atau gambaran dari kenyataan hidup, atau hingga terjerumus pada gelapnya mimpi buruk.

Perkembangan teknologi yang pesat di dunia hiburan menjadikan film semakin banyak dikenal masyarakat. Itu yang mempengaruhi perkembangan film pada saat ini.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa film adalah suatu media audio visual yang mampu menghibur khalayak melalui berbagai macam gaya dalam menyampaikan cerita, pesan, atau pun gagasan. Cerita sebuah film merupakan hasil suatu proses ide-ide imajinatif yang diambil berdasarkan lingkungan kehidupan masyarakat sekitar.

Film memiliki beberapa genre yang akan memberikan karakteristik dalam sebuah film. Segmentasi audience dalam sebuah film akan memperhatikan jenis genrenya. Penggunaan genre dalam sebuah film akan membuat daya tarik tersediri


(13)

bagi setiap audience yang menontonya. Setiap film pendek memiliki teknik yang menjadi poin di setiap film.

2.4 Film Pendek

Film pendek secara umum dapat diterjemahkan sebagai film dengan durasi singkat dan film pendek biasanya hanya menyampaikan pesan yang singkat saja. Durasi dari film pendek kurang lebih 15-30 menit. Di Indonesia, film pendek merupakan sebuah “gerakan” yang telah lama dimulai semenjak tahun 70-an. Mahasiswa sinematografi LPKJ (Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta, Jurusan sinematografi, dibuka tahun 1971) yang kini dikenal sebagai IKJ (Institut Kesenian Jakarta) membuat apa yang mereka sebut sebagai Sinema 8, sebuah grup yang menggunakan kamera 8 mm untuk membuat karya “film mini” tepat setelah Festival Film Mini tahun 1973 di Jakarta. Effendy dalam bukunya Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser (2002: 13) menyatakan bahwa durasi film cerita pendek biasanya di bawah 60 menit.

Di banyak negara, seperti Jerman, Australia, Kanada, dan Amerika Serikat, film cerita pendek dijadikan laboratorium eksperimen dan batu loncatan bagi seseorang atau sekelompok orang untuk kemudian memproduksi film cerita panjang. Jenis film banyak dihasilkan oleh para mahasiswa jurusan film atau orang atau kelompok yang menyukai dunia film dan ingin berlatih membuat film dengan baik. Sekali pun demikian, ada juga yang memang mengkhususkan diri untuk memproduksi film pendek, umumnya hasil produksi ini dipasok kerumah-rumah produksi atau saluran televisi.


(14)

2.5 Film Drama

Semua film fiktif kebanyakan bergenre drama. Fakta pertama yaitu perkembangan script, yang menggunakan penulis struktur dramatis. Tapi ketika seseorang berkata itu adalah drama, berarti film tersebut kisah nyata dengan karakter yang nyata, penataan, situasi kehidupan, dan cerita. Drama adalah genre film terbesar, yang di dalamnya mengandung berbagai sub genre. Berikut ini merupakan beberapa macam jenis drama:

1. Drama tragedi adalah drama yang melukiskan kisah sedih. Tokoh-tokohnya menggambarkan kesedihan. Tokoh dalam drama tragedi ini disebut tragic hero artinya pahlawan yang mengalami nasib tragis.

2. Drama komedi adalah drama yang bersifat menghibur, di dalamnya terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir. Tokoh-tokoh dalam drama jenis ini biasanya tolol, konyol, atau bijaksana tetapi lucu.

3. Melodrama adalah cerita yang sentimental, artinya tokoh dan cerita yang disuguhkan mendebarkan dan mengharukan. Tokoh dalam jenis drama ini biasanya digambarkan hitam putih. Tokoh jahat digambarkan serba jahat, sebaliknya tokoh baik digambarkan sangat sempurna baiknya hingga tidak memiliki kesalahan dan kekurangan sedikit pun.

4. Dagelan (farce) adalah drama kocak dan ringan. Alurnya disusun berdasarkan perkembangan situasi tokoh. Isi cerita biasanya kasar dan vulgar. Drama jenis ini juga disebut komedi murahan atau komedi picisan.

Berdasarkan teknik pementasannya, drama dibedakan atas drama tradisional dan drama modern. Drama tradisional adalah seni drama yang berakar dan


(15)

bersumber dari tradisi masyarakat, bersifat spontan dan improvisatoris. Sedangkan drama modern adalah drama yang bertolak dari hasil sastra yang disusun untuk suatu pementasan. Jadi perbedaan utama antara drama tradisional dengan drama modern terletak pada tidak ada atau adanya naskah (www.g-excess.com).

Penulis dalam hal ini memilih drama komedi sebagai genre dalam pembuatan karya ilmiah karena sesuai dengan konsep dan batasan masalah yang ada.

2.6 Angle Kamera

Menurut Harun Misbach Yusa Biran dalam bukunya Angle Kontiniti Editing Close Up Komposisi dalam Sinematografi (1987) dijelaskan bahwa sebuah film terbentuk dari sekian banyak shot. Tiap shot membutuhkan penempatan kamera pada posisi yang paling baik bagi pandangan mata penonton, bagi tata set, dan action pada suatu saat tertentu dalam perjalanan cerita.

Pemilihan angle kamera yang seksama akan bisa mempertinggi visualisasi dramatik dari cerita. Pemilihan sudut pandang kamera secara serabutan bisa merusak atau membingungkan penonton dengan pelukisan adegan sedemikian rupa hingga maknanya sulit dipahami. Sebab itu, memilih angle kamera merupakan faktor yang amat penting dalam membangun sebuah gambar dari interest yang berkesinambungan. Macam-macam angle kamera dikelompokkan sebagai berikut:

1. Angle Kamera Obyektif

Kamera obyektif melakukan penembakan dari garis sisi titik pandang. Penonton menyaksikan peristiwa dilihatnya melalui mata pengamat yang


(16)

tersembunyi, seperti mata seseorang yang mencuri pandang. Juru kamera dan sutradara seringkali dalam menata kamera obyektifnya menggunakan titik pandang penonton.

2. Angle Kamera Subyektif

Kamera subyektif membuat perekaman film dari titik pandang seseorang. Penonton berpartisipasi dalam perisitiwa yang disaksikannya sebagai pengalaman pribadinya. Penonton ditempatkan di dalam film, baik dia sendiri sebagai peserta aktif atau bergantian tempat dengan seorang pemain dalam film dan menyaksikan kejadian yang berlangsung melalui matanya.

3. Angle Kamera Point of View

Angle kamera point of view atau yang diringkas POV merekam adegan dari titik pandangan pemain tertentu. Point of view adalah sedekat shot obyektif dalam kemampuan meng-approach sebuah shot subyektif dan tetap obyektif. Kamera ditempatkan pada sisi pemain subyektif yang titik pandangannya digunakan hingga penonton mendapat kesan berdiri beradu pipi dengan pemain yang berada di luar layar. Penonton tidak melihat kejadian melalui mata pemain, sebagaimana pada shot subyektif di mana kamera bertukar tempat dengan pemain film. Dia menyaksikan kejadian dari titik pandangan pemain, seperti berdiri tepat di tempat pemain tersebut. Jadi angle kamera tetap obyektif karena pengamat yang tak nampak itu terlibat action.


(17)

2.7 Type of Shot

Menurut M. Bayu Widagdo dalam bukunya Bikin Film Indie Itu Mudah (2007: 53) dijelaskan bahwa type of shot atau tipe-tipe pengambilan gambar terbagi menjadi beberapa macam sebagai berikut:

1. Big Close Up atau Extreme Close Up

Ukuran close up dengan framing lebih memusat/detail pada salah satu bagian tubuh atau aksi yang mendukung informasi dalam jalinan alur cerita disebut big close up.

Gambar 2.1 Big Close Up atau Extreme Close Up (Sumber: http://epixgallery.com/extreme-close-up-photos/) 2. Close Up

Close up adalah framing pengambilan gambar di mana kamera berada dekat atau terlihat dekat dengan subyek sehingga gambar yang dihasilkan atau gambar subyek memenuhi ruang frame. Close up juga disebut close shot.


(18)

Gambar 2.2 Close Up

(Sumber: http://www. hurtwoodmedia.com/) 3. Medium Close Up

Medium close up adalah pengambilan gambar dengan komposisi framing subyek lebih jauh dari close up, tetapi lebih dekat dari medium shot. Untuk metode pengambilan gambar tersebut harap diperhatikan sendi subyek.

Gambar 2.3 Medium Close Up

(Sumber: http://www.mestudios.com/filmmaking-cinematography/) 4. Medium Shot

Secara sederhana, medium shot merekam gambar subyek kurang lebih setengah badan. Pada pengambilan gambar dengan medium shot biasanya digunakan kombinasi dengan follow shot terhadap subyek bergerak. Hal itu


(19)

dimaksudkan untuk memperlihatkan detail subyek dan sedikit memberi ruang pandang subyek.

Gambar 2.4 Medium Shot

(Sumber: https://derekmeetsworld.files.wordpress.com/) 5. Medium Full Shot (Knee Shot)

Disebut knee shot karena memberi batasan framing tokoh sampai kira-kira ¾ ukuran tubuh. Pengambilan gambar semacam ini memungkinkan penonton untuk mendapatkan informasi sambungan peristiwa dari aksi tokoh tersebut. Misalnya, setelah berdiri sang tokoh membungkuk untuk mengambil suatu benda di bawah kaki tersebut. Informasi itu saja tidak diperoleh penonton hanya dari medium shot saja

Gambar 2.5 Medium Full Shot


(20)

6. Full Shot

Full shot memungkinkan pengambilan gambar dilakukan pada subyek secara utuh dari kepala hingga kakinya. Secara teknis, batasan atas diberi sedikit ruang untuk head room.

Gambar 2.6 Full Shot

(Sumber: https:// 08mjjrs.wordpress.com/) 7. Medium Long Shot

Framing camera dengan mengikutsertakan setting sebagai pendukung suasana diperlukan karena ada kesinambungan cerita dan aksi tokoh dengan setting tersebut.

Gambar 2.7 Medium Long Shot


(21)

8. Long Shot

Long shot merupakan type of shot dengan ukuran framing di antara medium long shot dan extreme long shot. Dengan kata lain, luas ruang pandangnya lebih lebar dibandingkan medium long shot dan lebih sempit dibandingkan extreme long shot.

Gambar 2.8 Long Shot (Sumber: https://www.emaze.com/) 9. Extreme Long Shot

Pengambilan gambar dengan metode extreme long shot yang hampir tak terlihat membuat artis tampak berada di kejauhan. Di sini, setting ruang ikut berperan. Obyek gambar terdiri dari artis dan interaksinya dengan ruang yang sekaligus mempertegas atau membantu imajinasi ruang cerita dan peristiwa pada penonton.


(22)

Gambar 2.9 Extreme Long Shot (Sumber: https://www.premiumbeat.com/)

2.8 Pergerakan Kamera

Menurut M. Bayu Widagdo dalam bukunya Bikin Film Indie Itu Mudah (2007: 68) dijelaskan bahwa pergerakan kamera adalah istilah untuk memudahkan komunikasi dengan operator kamera, yakni istilah menyebut arah gerak kamera yang dimaksudkan. Disebut pergerakan kamera karena posisi perangkat kamera yang berubah dalam proses pengambilan gambar. Ada beberapa istilah pergerakan kamera, antara lain sebagai berikut:

1. Panning

Disebut panning karena kamera bergerak menyamping secara mendatar horizontal, baik ke kiri maupun ke kanan. Dikatakan pan right jika pergerakannya menyamping ke kanan dan pan left jika bergerak menyamping ke kiri.

2. Tilting

Gerakan kamera secara vertikal, baik ke atas atau ke bawah, disebut juga tilting. Secara prinsip, tilting masih sama dengan panning, yakni posisi


(23)

kamera berada di atas tripodnya. Disebut tilt up jika kamera bergerak vertikal ke atas sedangkan tilt down jika kamera bergerak ke bawah.

3. Tracking

Gerakan tracking kamera biasanya menggunakan alat yang disebut dolly (sebuah alat yang digunakan sebagai penyangga tripod kamera dan bergerak di atas rel) atau bisa dengan hand held candid camera (kamera yang dipanggul), bisa juga dilakukan dengan bantuan stabilizer (steadycam). Ada 2 istilah dalam tracking kamera, yakni track in dan track out. Disebut track in jika gerakan kamera menarik ke belakang dan track out jika kamera bergerak mendekati obyek perekaman manusia.

4. Crane

Crane adalah gerakan kamera meninggi atau merendah dari dasar pijakan obyek. Gerakan itu akan membantu pergerakan kamera secara optimal yang tak mungkin dilakukan oleh kamera operator dengan hand held, dolly, maupun jimmy jip.

5. Following

Secara prinsip, following hampir sama dengan tracking. Namun pada praktiknya, pergerakan kamera pada following lebih moveable, artinya kamera bergerak secara aktif mengikuti ke mana pun talent bergerak.

2.9 Prinsip Kerja Membuat Film

Menurut M. Bayu Widagdo dalam bukunya Bikin Film indie Itu Mudah (2007: 53) dijelaskan bahwa prinsip kerja membuat film adalah sebagai berikut:


(24)

1. Prinsip Penggunaan Bahasa Film

Komunikasi yang tercipta melalui media film hanya berjalan satu arah yakni kepada komunikan atau penonton. Untuk menyampaikan amanat film tersebut dibutuhkan suatu media. Oleh karena itu, terdapat 3 faktor utama yang mendasari bahasa film, yaitu:

a. Gambar/Visual

Gambar dalam karya film berfungsi sebagai sarana utama. Oleh karena itu, andalkan terlebih dahulu kemampuan penyampaian melalui media gambar tersebut untuk menanamkan informasi. Gambar menjadi daya tarik tersendiri di luar alur cerita. Tak mustahil bila pemain yang bagus lebih bisa mempertajam atau menarik perhatian penonton, disamping set, properti, dan tata cahaya yang memesona sebagai pendukung suasana/mood.

b. Suara/Audio

Keberadaan suara berfungsi sebagai sarana penunjang untuk memperkuat atau mempertegas informasi yang hendak disampaikan melalui bahasa gambar. Hal tersebut dikarenakan sarana gambar belum mampu menjelaskan atau kurang efektif dan efisien, selain juga kurang realitistis. Sound effect dan ilustrasi musik akan sangat berguna untuk menciptakan mood atau suasana kejiwaan, memperkuat informasi sekaligus menyuplai, atau pun mempertegas informasi.


(25)

c. Keterbatasan Waktu

Faktor keterbatasan waktulah yang mengikat dan membatasi penggunaan kedua sarana bahasa film di atas. Oleh karena keterbatasan waktu itulah, perlu diingat bahwa hanya informasi yang penting saja yang diberikan kepenonton.

2. Mekanisme Produksi

Mekanisme produksi di sini adalah tahap-tahap yang biasa dilalui dalam proses produksi film dan disesuaikan dengan produksi film indie yang diadaptasi dari penggarapan film layar lebar berdurasi panjang.

a. Mengolah Ide Cerita

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengolah ide cerita menjadi sebuah skenario dengan beberapa tahap yang biasa dilalui agar arahnya jelas, tidak melenceng jauh dari ide dasar, dan agar kerangka ceritanya terkunci.

b. Skenario Draft Awal

Dalam hal ini adalah mengolah kembali skenario draft awal yang disetujui produser untuk kemudian dikembangkan ataupun disusutkan guna mendapatkan draft final skenario. Hal tersebut bisa dilakukan melalui beberapa kali briefing pra produksi triangle system, yakni produser, sutradara, dan penulis skenario. Salah satu tujuan pembicaraan draft final skenario adalah untuk menyesuaikan konsep produksi dengan budget yang tersedia, dengan pertimbangan durasi yang dihasilkan, serta


(26)

kemungkinan-kemungkinan lain yang menyangkut kebutuhan dan ketersediaan pada tahap produksi beikutnya.

c. Menyusun Crew Produksi

Setelah konsep produksi dan perkiraan rencana kebutuhan disepakati, perlu kiranya merekrut crew produksi yang sesuai dengan bidang yang ada di lapangan. Bisa jadi posisi penulis skenario, sutradara, produser, sekaligus kameramen dirangkap oleh satu orang saja.

d. Melengkapi Formulir Produksi

Setelah mendapatkan crew yang solid, diadakan rapat produksi bersama untuk melengkapi formulir dan berbagai catatan produksi guna menghasilkan pedoman produksi secara lengkap sebagai petunjuk pelaksanaan di lapangan.

e. Casting Pemeran

Untuk memerankan tokoh yang digambarkan dalam skenario, dibutuhkan casting pemeran. Tahap casting sebenarnya tidak mudah. Jangan sampai memilih teman sebagai pemeran utama tanpa memiliki bekal seni akting. Ada beberapa pertimbangan yang harus dipikirkan, antara lain pembawaan naskah, akting, ataupun postur tubuh yang sesuai dengan tuntutan skenario dan sutradara.

f. Reading dan Rehearsal Talent

Setelah mendapatkan talent yang sesuai dengan cast yang dibutuhkan dalam skenario, langkah selanjutnya adalah memantapkan karakter pemeran tokoh dalam cerita. Biasanya, tahap itu disebut reading dan


(27)

rehearsal talent. Pada tahap reading, talent dituntut bisa membawakan dialog dalam skenario dengan pas, meliputi dialek, pemahaman karakter yang diaminkan, mimik wajah, dan sebagainya. Sementara dalam rehearsal, talent harus menguasai blocking sesuai permintaan sutradara. Jika memungkinkan, talent bisa berlatih di lokasi yang akan digunakan dalam proses pengambilan gambar. Jika perlu, talent yang telah terpilih dikaratina dalam satu tempat khusus untuk beradaptasi antara satu sama lain dan terfokus pada film yang akan mereka bintangi.

g. Menentukan Lokasi

Departemen penyutradaraan dibantu oleh departemen produksi mencari lokasi yang sesuai dengan location on script. Boleh jadi digunakan still fotografi untuk mendapatkan beberapa gambar lokasi yang akan ditetapkan sebagai lokasi pengambilan gambar sebagai bahan pertimbangan bagi sutradara. Pertimbangan sutradara mengenai lokasi tidaklah ringan karena lokasi harus terjangkau, tersedia sumber energi, baik listrik maupun logistik, terlebih lagi konsumsi, dan juga akomodasi yang memadai untuk setiap crew pelaksana produksi.

h. Penyiapan Perangkat Produksi

Jangan lupa untuk selalu mengecek segala perangkat produksi serta kelayakan pemakaian kualitas dan kapasitas kerja supaya proses produksi yang dijadwalkan tidak terhambat.


(28)

i. Briefing Produksi

Briefing produksi juga merupakan tahap yang penting agar produksi terlaksana sesuai mekanisme dan prosedur kerja yang diinginkan. Selain itu briefing produksi merupakan langkah bagi setiap crew yang tergabung dalam pelaksana produksi untuk beradaptasi. Agar pemahaman cara kerja masing-masing, wewenang, dan batas kerjanya tidak tumpang tindih, pengaturan hendaknya disesuaikan dengan instruksi sutradara sebagai pemimpin produksi di lapangan.

j. Shoting

Setelah semua persiapan produksi dilakukan dengan tertib, langkah berikutnya adalah tahap produksi, yaitu shoting. Bisa dikatakan bahwa 70% proses produksi dihabiskan untuk tahap pra produksi. Pematangan konsep produksi pada tahap pra produksi memungkinkan pelaksanaan produksi tak banyak membuang waktu untuk membicarakan dari mana kamera merekam gambar, apa saja yang dilakukan talent saat itu, atau bahkan terlupakannya properti produksi yang harusnya ada. Dengan kata lain, pelaksanaan shoting hanya tinggal melakukan apa yang telah direncanakan secara matang pada tahap pra produksi.

k. Evaluasi Kerja Produksi

Setelah selesai melakukan pengambilan gambar usahakan untuk melakukan evaluasi kerja produksi setiap hari. Hal tersebut bertujuan agar kesalahan dan kendala produksi pada hari tersebut tak terulang kembali pada hari berikutnya.


(29)

l. Editing

Tahap berikutnya adalah tahap terakhir atau editing. Hal yang dilakukan bukanlah sekedar memilih gambar dan menggabungkannya saja tetapi lebih dari itu. Pemberian sentuhan seni juga perlu dilakukan, seperti memberi visual effect atau sound effect yang mendukung jalannya cerita. Pengenalan terhadap beberapa metode editing akan dibicarakan lebih lanjut dalam pembahasan mengenai editing.

m. Penayangan Film Perdana

Proses editing memang merupakan akhir dari proses produksi. Namun prosesnya tak berhenti sampai di situ saja. Pemasaran karya film baru saja dimulai. Pertama kali, diadakan premiere atau launching penanyangan film perdana. Dari situlah karya film siap untuk diputar dan dipertontonkan kepada masyarakat umum.

2.10 Pengertian Editing

Menurut Harun Misbach Yusa Biran dalam bukunya Angle Kontiniti Editing Close Up Komposisi dalam Sinematografi (1987) dijelaskan bahwa:

Editing film bisa diperbandingkan dengan memotong, mengasah, dan menyunting berlian. Berlian yang masih dalam bentuk bongkahan tidak bisa dikenali. Bongkah itu harus dipotong dulu, diasah, dan disunting dengan ikatan agar keindahan yang dimilikinya dapat dihargai sepenuhnya. Sama saja dengan itu, film cerita adalah tumpukan semrawut shot-shot sampai seperti juga berlian, film ini dipotong, diasah, dan disunting. Berlian dan film diperkuat oleh apa yang disingkirkan. Apa yang tinggal menuturkan cerita. Banyaknya faset dari berlian atau dari film tidak akan jelas sebelum dilakukan ‘final cut’.

Hanya editing yang baik saja yang akan mampu memberi hidup pada film. Aneka ragam shot adalah tetap merupakan sekian potongan film tak karuan


(30)

sebelum semuanya itu dirakit secara ahli menuturkan cerita yang berangkaian. Editing “mengencangkan” film, menyingkirkan semua yang berlebihan, pendahuluan start, overlaps, yang tidak diperlukan dari action masuk, keluar, scene-scene tambahan, menjadi penutur yang bersinambung untuk menyajikan cerita film dengan cara yang menangkap dan menahan perhatian penonton dari sejak adegan pembukaan sampai fade out akhir.

Editor berusaha memberikan keanekaragaman visual pada film melalui pemilihan shot, aransemen, dan timing secara ahli. Ia menciptakan kembali, bukan membuat lagi rekaman kejadian untuk mencapai efek secara kumulatif yang seringkali lebih besar dari action-action dalam satu scene yang dikumpulkan bersama. Itu adalah tanggung jawab editor untuk menghasilkan film yang terbaik dari bahan yang ada. Seringkali, editor yang baik menukar konsep “picture supervisor” dengan konsep asli sutradara atau juru kamera. Hanya setelah melalui pertimbangan yang seksama mengenai kemungkinan kombinasi-kombinasi dari sekian shot serta efek-efek yang diinginkan, maka barulah editor film merakit scene-scene.

1. Metode Editing

Secara umum, proses editing film dibedakan menjadi dua metode, yakni continuity cutting dan dynamic cutting.

a. Continuity Cutting

Metode ini merupakan metode editing film yang berisi penyambungan dari dua buah adegan yang mempunyai kesinambungan.


(31)

b. Dynamic Cutting

Metode editing film yang berisi penyambungan dari dua buah adegan yang tidak mempunyai kesinambungan.

2. Teknik Editing Film

Teknik editing film dikategorikan menjadi empat jenis, yakni parallel editing, cross cutting, contrass editing, dan montage trope.

a. Parallel Editing

Yakni kalau ada dua adegan yang mempunyai persamaan waktu harus dirangkaikan silih berganti.

b. Cross Cutting

Yakni beberapa adegan yang disilang atau penyilangan dua adegan dalam waktu tidak bersamaan.

c. Contrass Editing

Yakni susunan gambar yang memperlihatkan kontradiksi dua adegan atau lebih.

d. Montage Trope

Yakni sistem editing yang mempergunakan potongan-potongan gambar lalu disusun menjadi satu sehingga menimbulkan kesan berbeda pada penonton.

2.11 Tata Cahaya (Lighting)

Dari website www.academia.edu dijelaskan bahwa tata cahaya adalah seni pengaturan cahaya dengan mempergunakan peralatan pencahayaan agar kamera mampu melihat obyek dengan jelas dan menciptakan ilusi sehingga penonton


(32)

mendapatkan kesan adanya jarak, ruang, waktu, dan suasana dari suatu kejadian yang dipertunjukkan dalam sebuah film. Seperti halnya mata manusia, kamera membutuhkan cahaya yang cukup agar bisa berfungsi secara efektif. Dengan pencahayaan, penonton akan bisa melihat seperti apa bentuk obyek, di mana dia saling berhubungan dengan obyek lainnya, dengan lingkungannya, dan kapan peristiwa itu terjadi. Banyak hal yang bisa dikerjakan bekaitan dengan peran tata cahaya tetapi fungsi dasar tata cahaya antara lain berfungsi sebagai:

1. Lighting sebagai Penerangan

Inilah fungsi paling mendasar dari tata cahaya. Lampu memberi penerangan pada pemain dan setiap obyek yang ada di dalam setting. Istilah penerangan di sini bukan hanya sekedar memberi efek terang sehingga bisa dilihat tetapi juga membantu kerja kamera agar lebih optimal, sebab bila cahaya pada sebuah lokasi sangat minim, maka kamera akan dipaksakan bekerja dengan bukaan diafragma lebar sehingga gambar akan menjadi sangat tipis dan kadang grain (bintik-bintik seperti pasir). Gambar seperti ini susah diolah pada tahap editing nantinya. Oleh karena itu, sebaiknya kita mengambil gambar dengan bukaan diafragma kecil dengan menambahkan cahaya yang cukup pada setting agar gambar yang dihasilkan lebih tebal.

2. Lighting sebagai Pembentuk Dimensi

Dengan tata cahaya kedalaman sebuah obyek dapat dicitrakan. Dimensi dapat diciptakan dengan membagi sisi gelap dan terang suatu obyek yang disinari sehingga memunculkan gradasi warna yang tipis. Jika semua obyek diterangi dengan intensitas yang sama, maka gambar yang akan tertangkap oleh kamera


(33)

menjadi datar. Dengan pengaturan tingkat intensitas serta pemilahan sisi gelap dan terang, maka dimensi subyek dan gambar akan muncul. Gambar yang mulanya terlihat dua dimensi bisa lebih memiliki kedalaman bidang. Cahaya sebagai pembentuk dimensi bisa menunjukan pemisahan antara background dengan obyek di depannya dan antara subyek dengan foreground-nya.

3. Lighting sebagai Pemilihan Fokus Perhatian

Tata cahaya dapat dimanfaatkan untuk menentukan obyek dan area yang hendak disinari. Kamera secara normal dapat melihat seluruh area setting untuk memberikan fokus perhatian pada area atau obyek tertentu, maka perlu memanfaatkan cahaya. Pemilihan ini tidak hanya berpengaruh bagi kamera, akan tetapi juga fokus perhatian penonton pada suatu obyek tertentu yang ingin kita tonjolkan bisa lebih memberi perhatian khusus.

4. Atmosfir

Yang paling menarik dari fungsi tata cahaya adalah kemampuannya menghadirkan suasana yang mempengaruhi emosi penonton. Kata “atmosfir” digunakan untuk menjelaskan suasana serta emosi yang terkandung dalam peristiwa dan setting. Tata cahaya mampu menghadirkan suasana yang dikehendaki oleh sutradara. Sejak ditemukannya teknologi pencahayaan, efek lampu dapat diciptakan untuk menirukan cahaya bulan, matahari, dan cahaya pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, warna cahaya matahari pagi berbeda dengan siang hari. Sinar mentari pagi membawa kehangatan sedangkan sinar mentari siang hari terasa panas. Inilah gambaran suasana dan emosi (look and


(34)

mood) yang dapat dimunculkan oleh tata cahaya. Berdasarkan pemahaman di atas, maka cahaya berdasarkan konsep dasar pencahayaan dapat dibedakan menjadi:

a. Natural Light/Availible Light

Cahaya natural light yang sumber cahaya dalam satu frame atau adegan maupun scene bersumber dari cahaya yang bersifat natural, misalnya cahaya pagi hari dari sebelah timur (key). Maka shot-shot dalam scene tersebut key light-nya dari arah yang sama.

b. Pictorial Light/Artificial Light

Cahaya yang bersifat artistik atau ciptaan, dibentuk sesuai kebutuhan artistik, mood sebuah adegan atau scene. Jadi arah sumber cahaya (key) dapat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan artistik gambar atau mood dari adegan tersebut.

Secara teknis tujuan penataan cahaya adalah untuk:

1. Memperoleh cahaya dasar (base light) sehingga kamera mampu melihat obyek dengan jelas.

2. Menghasilkan contrast ratio yang tepat, perbandingan antara cahaya yang kuat dan bayangan tidak menyolok, begitu juga warna-warna yang terang dengan warna yang gelap.

3. Mengatur suhu warna yang tepat sehingga warna kulit manusia akan nampak alamiah.

Secara artistik tujuan penataan cahaya adalah untuk: 1. Memperjelas bentuk dan dimensi obyek.


(35)

2. Menciptakan ilusi dari suatu realitas. 3. Menciptakan kesan/suasana tertentu.

4. Memusatkan perhatian pada unsur-unsur penting dalam suatu adegan. Three Points Lighting

Ini sudah menjadi rumusan atau formula dasar sebuah pencahayaan dalam produksi film, video, dan foto. Tiga poin penting itu terdiri atas key light, fill light, back light.

1. Key Light

Adalah pencahayaan utama yang diarahkan pada obyek. Key light merupakan sumber pencahayaan paling dominan. Biasanya key light lebih terang dibandingkan dengan fill light. Dalam desain 3 poin pencahyaan, key light ditempatkan pada sudut 45 derajat di atas subyek.

2. Fill Light

Merupakan pencahyaan pengisi, biasanya digunakan untuk menghilagkan bayangan obyek yang disebabkan oleh key light. Fill light ditempatkan berseberangan dengan subyek yang mempunyai jarak yang sama dengan key light. Intensitas pencahyaan fill light biasanya setengah dari key light.

3. Back Light

Pencahayaan dari arah belakang obyek, berfungsi untuk meberikan dimensi agar subyek tidak “menyatu” dengan latar belakang. Pencahyaan ini diletakkan 45 derajat di belakang subyek. Intensitas pencahyaan back light sangat tergantung dari pencahayaan key light dan fill light, dan tentu saja tergantung pada subyeknya. Misal back light untuk orang berambut pirang


(36)

akan sedikit berbeda dengan pencahayaan untuk orang dengan warna rambut hitam.

2.12 Audio

Dalam situs www.pengertianku.net audio adalah suara atau bunyi yang dihasilkan oleh getaran suatu benda. Agar dapat tertangkap oleh telinga manusia getaran tersebut harus kuat minimal 20 kali/detik. Suara yaitu suatu getaran yang dihasilkan oleh gesekan, pantulan, dan lain-lain antara benda-benda. Sedangkan gelombang yaitu suatu getaran yang terdiri dari amplitudo dan juga waktu. Suara dibangun oleh periode, apabila tidak berarti itu bukanlah suara.

Terdapat berbagai macam audio yang dikelompokkan berdasarkan media ataupun perangkat yang sering digunakan, diantaranya:

1. Audio streaming adalah suatu istilah yang dipakai untuk mendengarkan siaran langsung atau live melalui jaringan internet, seperti Winamp (MP3), Real Audio (RAM), dan juga Liquid Radio.

2. Pengertian audio visual adalah suatu istilah yang digunakan untuk seperangkat sound system yang dilengkapi dengan tampilan gambar, biasanya dipakai untuk presentasi.

3. Audio Modem Riser (AMR) adalah suatu istilah yang dipakai untuk sebuah kartu plug in untuk motherboard intel yang memuat sirkuit audio ataupun modem.

Selain itu, ada juga format atau ekstensi audio yang dapat ditemui sehari-hari, tapi yang umumnya dikenal oleh masyarakat antara lain :


(37)

1. MP3 adalah (MPEG, Audio Layer 3) suatu format audio yang dikembangkan oleh Fraunhoper Institute dengan memiliki bitrate 128 kbps. Dalam waktu yang singkat MP3 menjadi format paling populer dalam dunia musik digital, sebab ukuran file yang kecil dan juga kualitasnya tidak kalah dengan CD Audio.

2. WAV adalah suatu format audio yang merupakan standar suara dari de facto di Windows. Awalnya format jenis ini dijadikan jembatan untuk penghubung file yang akan dikonversi ke format yang lainnya. Tetapi seiring berkembangnya zaman, banyak para pengguna yang melewati tahap ini, pengguna dapat mengkonversi file secara langsung ke format yang diinginkannya. Format ini jarang sekali dipakai sebab ukuran file-nya yang lumayan agak besar.

3. AAC (Advanced Audio Coding) adalah suatu format audio yang menjadi standar untuk MPEG (Motion Picture Experts Group). Sejak standar MPEG-2 diberlakukan pada tahun 1997, sample rate yang ditawarkan sampai dengan 96 KHz atau dua kali sample rate MP3 (MPEG, Audio Layer 3). Kualitas format audio dengan ini cukup baik sekali, bahkan pada bitrate yang paling rendah sekalipun. Salah satu pengguna format audio ini ialah iTunes, toko musik online besutan Apple dan juga piranti atau perangkat pendukung terkemuka untuk format audio ini juga berasal dari produknya Apple yaitu Ipod.

4. WMA (Windows Media Audio) adalah suatu format audio yang ditawarkan oleh perusahaan teknologi terbesar di dunia yaitu Microsoft Corporation.


(38)

Format audio yang satu ini sangat disukai oleh vendor musik online sebab dukungannya terhadap DRM (Digital Right Management) yaitu suatu fitur yang dipakai untuk mencegah pembajakan musik. Selain itu, menurut isu atau gosip yang beredar format audio ini memiliki kualitas yang lebih baik dari pada formaat AAC maupun MP3.

5. Ogg Vorbis adalah satu-satunya format audio yang gratis atau terbuka untuk umum. Kelebihannya ialah terletak pada kualitas audio yang tinggi walaupun pada bitrate rendah sekalipun.

6. Real Audio adalah suatu format audio yang sering ditemui pada bitrate rendah. Format jenis ini dikembangkan oleh Real Networks, digunakan untuk layanan streaming audio pada bitrate 128 kbps atau lebih dengan memakai standar AAC MPEG-4.

7. MIDI adalah suatu format audio yang biasanya digunakan untuk ringtone pada handphone, sebab ukuran file-nya yang kecil tapi sayangnya format audio ini hanya cocok untuk suara yang dihasilkan oleh synthesizer.

2.13 Makna Shot

Menurut Deddy Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (2005) dijelaskan bahwa:

Ambilan (shot), sudut pengambilan (angle), dan gerakan (motion) kamera juga ternyata menimbulkan pengaruh yang berbeda pada khalayak pemirsa. Misalnya, close up mengesankan detail dan keintiman. Lalu extreme close up mengesankan detail emosional, keintiman, dan detail gesture tokoh. Medium shot menunjukan hubungan perorangan, kesan objective, netral, dan tidak memihak. Long shot berarti konteks lingkup dan jarak, juga untuk mendepersonalisasikan dan mengurangi keterlibatan emosional. Full shot bermakna hubungan sosial.


(39)

Adapun gerakan dan sudut pengambilan yang bermakna, seperti pan down (kamera diarahkan ke bawah) meremehkan atau mengesankan pihak yang disorot lebih rendah dalam status, pan up (kamera diarahkan ke atas) mengesankan pihak yang disorot lebih berkuasa atau lebih tinggi dalam status, zoom in (kamera masuk ke dalam) bermakna observasi, fokus gerakan kamera yang lambat menimbulkan kesan lembut dan romantis, sedangkan pergerakan kamera cepat menimbulkan kesan yang dramatis. Contoh pembawa acara berita televisi tampak berwibawa jika ditampilkan dengan wajah penuh dan bahu mengisi seluruh layar. Maknanya berubah ketika ia berpaling ke arah orang yang akan diwawancarai di sampingnya, dilihat lebih jauh menandakan penyusutan statusnya untuk sementara.

2.14 Tipografi

Dalam jurnal desain Deddi Duto Hartanto yang berjudul Pemilihan Typografi dalam Judul Film dijelaskan bahwa:

Film merupakan media komunikasi dari berbagai teknologi dan unsur-unsur kesenian. Film mewakili realitas dalam bentuk imaji maupun realita. Film menunjukkan yang ditinggalkan pada masa lampau, cara menghadapi masa kini, dan dalam perkembangannya film bukan lagi sebagai usaha menampilkan “citra bergerak” (moving images), namun juga telah diikuti oleh muatan kepentingan tertentu misalnya politik, kapitalisme, hak asasi manusia, atau life style seseorang. Perkembangan film begitu pesat, bukan saja dari negara-negara yang sudah maju perfilmannya tetapi juga sampai negara yang memulai menata industri filmnya.

Hollywood (USA), Bollywood (India), dan Hongkong merupakan perusahaan yang sudah mengglobalkan film-filmnya. Pesatnya perkembangan film ini juga tampak dari penampilan judul film itu sendiri. Judul film yang ditulis dengan tepat merupakan daya tarik tersendiri yang mendorong seseorang untuk


(40)

menonton film tersebut. Berikut ini akan diuraikan beberapa contoh tipografi film menurut karakter cerita film yang bersangkutan.

1. Film Roman Klasik

Dari dua film yang berbeda angka tahun pembuatannya film Titanic versi lama menggunakan tipografi yang berkesan kokoh dan kuat. Shadow di belakang huruf tersebut memberikan kesan dimensional. Bentuk tipografi utamanya huruf "A", derajat kemiringan tidak sama dengan huruf-huruf lainnya, posisi tipografi tersebut benar-benar “eye catching”. Sementara itu, Titanic versi baru memiliki style lebih modern dengan komposisi simetris pewarnaan lebih elegan dan hormonis.

Penampilan tipografinya dengan menggunakan bentuk huruf roman kapital klasik berserif sangat sesuai dengan karakter kapal Titanic itu yang berkesan mewah, ekslusif, dan klasik. Dari dua film tersebut jelas pemilihan tipografi dan ilustrasi film berpengaruh pada latar belakang waktu pembuatan film tersebut dibuat.

2. Film Epos Klasik

Ketiga film dengan setting klasik memiliki karakter yang sama mulai dari model baju tokoh, cerita, suasana, alat perang, dan tipografinya. Film Braveheart menggunakan tipografi roman kapital klasik yang hampir sama dengan tipografi film Titanic versi baru tapi pada huruf "A" lebih memberikan aksen dengan lingkaran kecil atau titik, tidak menggunakan garis.


(41)

Karakter huruf roman yang banyak dipengaruhi budaya kerajaan Romawi, garis tebal tipis pada stroke-nya dengan sudut lengkung menjadi khas pada film bertema setting klasik. Film The Man In The Iron Mask dengan tipografi yang karakter stroke-nya sama dengan Braveheart memodifikasi tipografi dengan kesan “monumental”, hal ini bisa dilihat dari komposisi letak judul film tersebut. Huruf "M" pada kata Man, huruf "I" pada kata Iron, dan huruf "M" pada kata Mask dibuat lebih besar dan panjang ke bawah, mirip dengan bentuk-bentuk bangunan arsitektural monumen. Aksen huruf "O" pada kata Iron dibubuhi suatu tanda ikonografi yang menguatkan kesan klasik. Kalau diamati bentuk huruf "O" pada kata Iron dilihat dari stroke-nya merupakan prototype struktur dasar bangunan-bangunan arsitektural Romawi seperti bentuk lengkung pada bangunan kubah.

Film The Lord Of The Ring (The Two Towers), kesan dimensional tampak sekali dari bentuk tipografi judul filmnya. Dengan menggunakan jenis huruf “old style” yang mempunyai ciri khas bertemunya stem dan serif membuat sudut lengkung, kemudian stroke huruf yang tebal-tipisnya sangat kontras, kesan monumental lebih jelas dibanding judul film The Man In The Iron Mask karena judul film The Lord Of The Ring menggunakan tekstur dalam stroke tipografinya. Tekstur yang digunakan hampir sama dengan judul film Dinosours, tekstur yang dibuat dengan menggunan efek pada komputer grafis ini lebih berkesan seperti pagar rumah kuno yang berkarat. Penggunaan tekstur lebih memperkuat karakter tipografi yang semakin kokoh, klasik, kuat, seperti karakter pada cerita filmnya.


(42)

3. Film Petualangan Futuristik

Tipografi pada judul film tentang kehidupan binatang purba dinosaurus ini mempunyai perbedaan dan kesamaan. Film The Lost World Jurassic Park merupakan film pertama petualangan dinosaurus. Film yang banyak menggunakan animasi ini tipografi judul filmnya sudah dimodifikasi sedemikian rupa dengan pendekatan karakter binatang dinosaurus itu sendiri. Kalau diperhatikan ilustrasi dengan judul filmnya terlihat hubungan keduanya sangat mendukung. Karakter fosil dinosaurus menjadi sumber ide dari pembuatan karakter judul filmnya. Modifikasi dari huruf-huruf sans serif contemporary diolah melalui komputer grafis dengan spesial effect dimensional atau kesan meruang. Bentuk komposisi judul film The Lost World ini efektif untuk promosinya karena bisa di-crop untuk sarana corporate identity sebagai judul sekaligus sebagai logo film itu sendiri.

Film Dinosaurs produksi Walt Disney ini melanjutkan kesuksesan film Jurassic Park. Kedua film tersebut menggunakan animasi dan spesial effect sebagai andalannya. Typografi Dinosaurs menggunakan karakter seperti tanah keras, dan karakter tanah keras ini diperkuat detail tekstur kulit dinosaurus yang mengesankan seperti tanah kering berlubang-lubang. Judul film Dinosaurs tampak kurang efektif dan komunikatif, penggunaan warna-warna panas seakan tenggelam oleh kotak-kotak kecil besar detail kulit wajah dinosaurus. Pusat perhatian poster ini tidak pada judul filmnya tapi pada mata dinosaurusnya.


(43)

Kedua tipografi judul film tersebut memiliki karakter sama pada penggunaan teksturnya. Selain itu, kesan keras dan kuat tercermin dari background yang melatarbelakangi judul film The Lost World Jurassic Park. Latar belakang tekstur hutan kering dibuat effect bebatuan. Pada film Dinosaurs effect detail permukaan atau pori-pori kulit muka dinosaurus mengesankan bebatuan juga. 4. Film Superhero

Film Batman Forever menggunakan custom typeface

roman, sebuah jenis font yang dibuat khusus oleh Maseeh Ravani dan Mark Van Bronkhorst untuk merefleksikan karakteristik film tersebut dengan memberikan action kuat, serta memiliki paduan nuansa modern dan elegan (Sihombing, 2001). Stroke pada tipografi Batman Forever ini kalau diamati mengambil ide dari bentuk-bentuk runcing sebagai karakter khas kontur dari tokoh Batman.

Tampilan poster film Phantoms sama sekali tidak memperlihatkan wajah Phantoms. Kekuatan poster film ini terletak pada ilustrasi dan judul filmnya. Tipografi yang menggunakan font jenis haettenschweiler mengungkapkan kesan misterius dengan efek hurufnya yang dibuat motion blur ke bawah, aksentuasi judul film terletak pada huruf "T" pada judul filmnya. Bagi seseorang yang belum pernah sama sekali mengetahui tokoh superhero Phantoms mungkin akan menebak dan dibuat penasaran melihat tipografi judul film tersebut.

Komposisi tipografi judul film The Mask of Zorro tenggelam lebih terlihat inisial "Z" sebagai inisial dari Zorro si superhero. Pemilihan tipografi


(44)

transisional yang di-ekspand dengan ciri khas pertemuan stem dan serif lengkung ini dibuat seperti pada bentuk tipografi Batman Forever yang mengambil bentuk runcing. Bentuk runcing pada film The Mask of Zorro terletak pada serif-nya, dipilih serif karena mengambil ide runcing goresan pedang sebagai senjata andalan Zorro.

5. Film Thriller

Ketiga film Lethal Weapon memiliki tipografi judul film yang konsisten, perubahan hanya pada bentuk dan warnanya saja. Lethal Weapon 1 ilustrasi posternya menggunakan hitam putih, hal ini menjadikan judul filmnya lebih menonjol. Karakter dinamis dan modern tampak dari pemilihan huruf sans serif italic didukung dengan warna merah menyala mengidentikkan film action. Pada Lethal Weapon 2, penekanan judul film pada angka "2" yang dibuat hand drawing dengan kesan dinamis dan mobile, judul film yang berwarna putih lebih di-condensed dengan komposisi center letak sebelah kiri. Judul film Lethal Weapon 3 merupakan gabungan antara Lethal Weapon 1 dan 2, hal ini tampak pada penggunaan tipografi yang kembali seperti ke Lethal Weapon 1. Sementara itu angka 3 mengadopsi dari Lethal Weapon 2. 6. Film Komedi

Font atau tipografi dalam film-film komedi tentu sangat berbeda dengan font drama lainnya ciri khas font dalam judul film-film komedi biasanya berwarna cerah atau sesuai dengan tema film dan berukuran besar dipadukan dengan design font yang lucu dan menarik penonton, seperti halnya film Red Cobex, Maju Kena Mundur Kena, dan film-film drama komedi lainnya.


(45)

Dalam hal ini penulis memilih font drama komedi karena sesuai dengan konsep dan genre film yang akan di buat.

2.15 Warna

Dari website www.idseducation.com dijelaskan bahwa selain bentuk, warna merupakan salah satu elemen penting dalam mutimedia. Sebab sadar atau tidak, setiap warna akan memberikan efek tersendiri bagi suatu film dan juga yang melihat. Setiap warna, bahkan hitam putih sekali pun mengandung arti dan makna tersendiri yang dapat menyampaikan suatu pesan tertentu. Oleh karena itu, pengetahuan akan psikologi warna akan menjadi nilai plus bagi orang mutimedia. 1. Warna Merah

Arti makna warna merah yakni megimplikasikan passion, energi, bahaya, agresi, seksual, kehangatan, dan panas. Penelitian menunjukkan bahwa warna merah bisa menstimulasi nafsu makan, karena itulah banyak restoran atau produk makanan yang menggunakan warna merah untuk logo mereka. Warna merah anak membuat logomu terlihat lebih dinamis.

2. Warna Oranye

Arti makna warna oranye sering dianggap sebagai warna dari inovasi dan pemikiran modern. Warna ini juga mengandung arti muda, fun, serta keterjangkauan.

3. Warna Kuning

Arti makna warna kuning merupakan warna yang cerah, hangat, dan bersahabat. Selain merah, warna ini juga merupakan salah satu warna yang dapat menstimulasi nafsu makan. Tetapi kamu harus berhati-hati dalam


(46)

pemakaiannya karena warna ini juga mengandung konotasi negatif seperti warna yang menandakan rasa pengecut dan juga digunakan dalam rambu-rambu peringatan.

4. Warna Hijau

Arti makna warna hijau biasanya digunakan ketika ingin menonjolkan sifat natural dan beradab dari suatu perusahaan. Warna ini juga memiliki arti lain, seperti pertumbuhan dan kesegaran, karenanya warna ini populer digunakan oleh produk-produk organik, makanan vegetarian, dan produk finansial. 5. Warna Biru

Arti makna warna biru adalah warna yang paling sering digunakan untuk logo perusahaan. Warna ini menyiratkan profesionalisme, pemikiran yang serius, integritas, ketulusan, dan ketenangan. Biru juga diasosiasikan dengan otoritas dan kesuksesan. Karena itulah warna ini populer digunakan oleh institusi finansial dan badan pemerintah.

6. Warna Ungu

Arti makna warna ungu mengesankan kemewahan dan royalty. Warna ini sejak lama diasosiasikan dengan gereja, mengimplikasikan kebijaksanaan, dan martabat. Sepanjang sejarah yang ada, warna ini telah menjadi warna dari harta dan kekayaan.

7. Warna Hitam

Arti makna warna hitam memiliki makna dosa, keburukan, suram, kejangkitan, ketidaktulusan dan keadaan yang bersalah, penentang aturan, misterius.


(47)

8. Warna Putih

Arti makna warna putih secara general dihubungkan dengan kemurnian, kebersihan, kesederhanaan, dan kenaifan. Pada prakteknya, logo berwarna putih akan selalu membutuhkan bidang berwarna agar terlihat pada background putih. Oleh karena itu, perusahaan biasanya akan membuat versi berwarna dari logo putih mereka agar dapat digunakan pada background berwarna putih.

9. Warna Coklat

Arti makna warna coklat memiliki makna maskulin dan seringkali digunakan untuk produk-produk yang berhubungan dengan alam terbuka dan aktivitas outdoor.

10. Warna Merah Muda (Pink)

Arti makna warna merah muda (pink) dapat menjadi warna yang menyenangkan dan menggoda, akan tetapi kesan feminin dari warna ini membuatnya sering dihindari produk-produk yang tidak ditargetkan khusus untuk wanita.

Penting bagi seorang desainer grafis untuk mengetahui psikologi warna agar logo yang dihasilkan lebih efektif dari segi tampilan dan efek yang ditimbulkan.

Dalam hal ini penulis memilih warna merah sebagai warna dominan di dalam konsep pembuatan karya ilmiahnya, arena sesuai dengan konsep dan batasan masalah yang ada.


(48)

44

Bab III ini menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam pengolahan data serta perancangan dalam pembuatan film pendek. Penjelasan konsep dan pokok pikiran dalam film pendek ini akan menjadi dasar rancangan karya yang dibuat.

3.1 Metodelogi Penelitian

Menurut Soehartono dalam bukunya Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya (1995: 55) dijelaskan bahwa metode penelitian adalah cara atau strategi menyeluruh untuk menemukan atau memperoleh data yang diperlukan. Untuk mendapatkan hasil yang ingin dicapai sesuai dengan tujuan penelitian, maka dalam pembuatan film pendek tentang free sex ini diperlukan suatu metode.

Salah satu unsur terpenting dalam metodologi penelitian adalah penggunaan metode ilmiah tertentu yang digunakan sebagai sarana yang bertujuan untuk mengidentifikasi besar kecilnya obyek atau gejala dan mencari pemecahan masalah yang sedang diteliti sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Metodologi dalam penelitian ini menggunakan penelitian secara kualitatif, dimana menurut Sugiyono dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif (2005: 34) dijelaskan bahwa penelitian kualitatif merujuk dan berciri pada penulis


(49)

mengamati, mencatat, bertanya, dan menggali sumber yang erat hubungannya dengan obyek yang akan diteliti, kemudian disusun lalu dirumuskan.

Dengan demikian, penulis menggunakan secara kualitatif dikarenakan penelitian kualitatif merujuk dan berciri pada penulis mengamati, mencatat, bertanya, dan menggali sumber yang erat hubungannya dengan obyek yang akan diteliti, kemudian disusun lalu dirumuskan, seperti observasi, wawancara, dan menggali sumber-sumber yang ada melalui studi literatur dan studi pustaka.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah data berupa suatu pernyataan (statement) tentang sifat, keadaan, kegiatan tertentu dan sejenisnya (Gulo, 2002: 110). Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor penting demi keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan apa alat yang digunakan. Data yang diperlukan dalam Tugas Akhir ini meliputi data tentang free sex, dampak psikologi, penyadaran, dan mahasiswa. Data data tersebut dideskripsikan sebagai berikut:

1. Free Sex

Pada tahap ini, pengumpulan data lebih terarah pada free sex. Pengumpulan data dilakukan untuk menemukan keyword yang digunakan sebagai pedoman pembuatan Tugas Akhir ini. Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Wawancara 1

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna


(50)

dalam suatu topik tertentu (Sugiyono, 2008: 72). Dalam kajian ini, wawancara dilakukan dengan ahli dalam bidangnya masing-masing. Wawancara dilakukan dengan Weni Endahing Warni, M.Psi., Psikolog. Beliau merupakan Dosen Psikologi di Universitas Hang Tuah Surabaya dan sebagai sekretaris 1 pengurus pusat Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (IPPI). Wawancara dilakukan pada hari Kamis tanggal 7 April 2016 pukul 14:05 di gedung Fakultas Psikologi Universitas Hang Tuah Surabaya, dan hasil dari wawancara sebagai berikut:

Free sex merupakan perilaku penyimpangan di luar sebuah hubungan resmi dan pernikahan atau tanpa adanya pernikahan. Seks bebas awalnya didasari dengan sebuah ketertarikan satu sama lain dan seks bebas umumnya melalui beberapa tahap, seperti berkencan, berciuman, dan diteruskan dengan bersenggama, dikarenakan dalam usia tersebut rasa ketertarikan terhadap seksual sangat tinggi dan matang, namun matang untuk berhubungan seksual saja dan belum matang untuk mentalitas, dalam artian belum siap mengontrol dan mengantisipasi efek dari sebuah hubungan seks tersebut yang pastinya tanpa ikatan, karena usia 14-21 tahun adalah usia sekolah dan kuliah seorang remaja sehingga seks bebas identik dengan seks pra nikah. Minimnya kontrol dari orang tua dan pendidik merupakan salah satu faktor utama juga dari free sex itu sendiri. Keyword: Penyimpangan, Tanpa Pernikahan.


(51)

b. Wawancara 2

Wawancara kedua dilakukan dengan Bagong Suyanto Dr., Drs., M.Si. Beliau merupakan Dosen Sosiologi di Universitas Airlangga Surabaya. Wawancara dilakukan pada hari Senin tanggal 6 Juni 2016 pukul 15:00 di gedung Fakultas Sosiologi Universitas Airlangga Surabaya, dan hasil dari wawancara sebagai berikut:

Free sex dari kacamata sosiologi merupakan perilaku penyimpangan dan pelanggaran norma-norma yang ada, baik agama juga sosial. Hal ini didasari dari efek pergaulan bebas, didukung dengan pengawasan orang tua atau pun pendidik sangat minim hingga akhirnya para mahasiswa ini bebas bergaul dan mencoba berbagai hal sampai berhubungan, seperti dalam hubungan pernikahan secara seksual, namun tanpa adanya ikatan pernikahan yang resmi.

Keyword: Penyimpangan, Tanpa Pernikahan. c. Studi Literatur

Studi literatur merupakan metode pengumpulan data dengan cara mencari referensi, literatur atau bahan-bahan teori yang diperlukan dari berbagai sumber wacana yang berkaitan dengan pembuatan film pendek ini. Dalam tahap ini materi yang dibutuhkan adalah tentang film pendek dan seks bebas.

Menurut Iwan Januar dalam bukunya Sex Before Married? #1 (2011: 12) dijelaskan bahwa:

Manusia adalah mahkluk seksual. Seksualitas diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan baik secara fisik maupun


(52)

psikologis. Perilaku seks bebas adalah perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu, dan seks bebas merupakan segala bentuk perilaku penyimpangan aktivitas seksual dari sebuah ketertarikan kepada lawan jenis maupun sesama jenis. Seks bebas juga segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk perilaku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, berciuman, bercumbu, dan bersenggama. Obyek seksual dapat berupa orang, baik sesama jenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri.

Keyword: Tanpa Pernikahan, Penyimpangan. 2. Dampak Psikologis dari Free Sex

Pada tahap ini, pengumpulan data lebih terarah pada dampak psikologis dari free sex. Pengumpulan data dilakukan untuk menemukan keyword yang digunakan sebagai pedoman pembuatan Tugas Akhir ini. Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Wawancara 1

Wawancara dilakukan dengan Weni Endahing Warni, M.Psi., Psikolog. Beliau merupakan Dosen Psikologi di Universitas Hang Tuah Surabaya dan sebagai sekretaris 1 pengurus pusat Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (IPPI). Wawancara dilakukan pada hari Kamis tanggal 7 April 2016 pukul 14:20 di gedung Fakultas Psikologi Universitas Hang Tuah Surabaya, dan hasil dari wawancara sebagai berikut:

Mahasiswa yang melakukan seks bebas pasti akan berdampak ke sisi psikologisnya, seperti akan timbul penyakit psikologis biopolar ataupun yang lainnya, yaitu akan timbul rasa ketakutan, candu atau ketergantungan, merasa bahagia yang overload (mania), mood gampang


(53)

berubah, mudah stress, dan depresi. Juga sebenarnya candu atau ketergantungan seks bebas kurang lebih sama dampaknya seperti candu narkoba, akan menimbulkan efek negatif kepada pelakunya karena dari candu seks bebas hanya memproduksi hormon testosteron pada otak yang overload dan menimbulkan rasa bahagia berlebih hingga hormon yang lain akan menurun dan kinerja otak untuk hal lain juga akan menurun, selain itu kemauan untuk belajar pun pasti akan menurun.

Keyword: Gelisah, Ketergantungan. b. Studi Literatur

Menurut Iwan Januar dalam bukunya Sex Before Married? #1 (2011: 14) dijelaskan bahwa:

Pelaku seks sebelum pernikahan umumnya akan merasakan ketergantungan atau candu, ketakutan, kegelisan, dan depresi karena takut akan dampak dari seks bebas itu sendiri yang sebenarnya telah mereka ketahui, seperti dampak sosial ketahuan oleh orang tua, teman, guru, dan orang lain, juga dampak fisik seperti hilangnya keperawanan atau keperjakaan, hamil, HIV, dan kesehatan lainnya. Karena itu seks bebas sebenarnya sangat berdampak ke sisi psikologis pelakunya, hanya saja orang jarang menyoroti dampak dari sisi psikologis, yang terbanyak hanya dari sisi fisik, kesehatan, dan sosial.

Keyword: Gelisah, Ketergantungan. c. Observasi

Dalam Tugas Akhir ini, data observasi yang didapat bersumber langsung dari pengamatan langsung di lapangan. Metode observasi dilakukan untuk mengenal lebih dalam tentang materi yang akan diteliti dengan mengadakan pengamatan aktif terhadap dua mahasiswa dan satu mahasiswi yang berkuliah di Universitas Swasta dan Negeri di Kota


(54)

Surabaya. Menurut hasil pengamatan di lapangan dari pengamatan sisi psikologis mahasiswa dan mahasiswi yang telah melakukan seks bebas sangat terlihat semangat di perkuliahan menurun, adanya ketakutan, kecemasan, susah untuk tidur, selalu ketergantungan dan gelisah ketika tidak bersama pasangan, mudah putus asa, stress, dan depresi ketika mengalami kesulitan dalam perkuliahan karena yang dipikirkan dan diinginkan hanya seks bebas dan beranggapan hanya seks bebas yang dapat menghilangkan stress dan merasa bahagia setelah melakukannya. Keyword: Gelisah, Ketergantungan.

Gambar 3.1 Observasi Perilaku Seks Bebas Mahasiswa (Sumber: Olahan Peneliti)

3. Upaya Penyadaran

Pada tahap ini, pengumpulan data lebih terarah pada upaya penyadaran dampak free sex. Pengumpulan data dilakukan untuk menemukan keyword yang digunakan sebagai pedoman pembuatan Tugas Akhir ini. Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:


(55)

a. Wawancara 1

Wawancara dilakukan dengan Weni Endahing Warni, M.Psi., Psikolog. Beliau merupakan Dosen Psikologi di Universitas Hang Tuah Surabaya dan sebagai sekretaris 1 pengurus pusat Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (IPPI). Wawancara dilakukan pada hari Kamis tanggal 7 April 2016 pukul 14:45 di gedung Fakultas Psikologi Universitas Hang Tuah Surabaya, dan hasil dari wawancara sebagai berikut:

Dari sisi psikologis, mahasiswa pelaku atau pun yang tidak sebenarnya sangat bisa menghindari ataupun membuat perubahan perilaku agar tidak menjadi pelaku seks bebas lagi, seperti menerapkan perilaku positif, salah satunya mendekatkan diri dengan Tuhan sebagai dasar landasan utama diri, lalu dapat juga membuat perubahan perilaku dengan tidak mengakses konten-konten berbau pornografi yang sangat berdampak buruk, hingga berolahraga karena olahraga bisa menetralisir hormon testosteron yang berlebih dalam fase kematangan usia, dan yang terakhir adalah mengingat dampak buruk seks bebas seperti akan menimbulkan depresi ketika ditinggal pasangan, ketergantungan, dan perilaku buruk lainnya.

Keyword: Perubahan, Perilaku. b. Wawancara 2

Wawancara kedua dengan Bagong Suyanto Dr., Drs., M.Si. Beliau merupakan Dosen Sosiologi di Universitas Airlangga Surabaya. Wawancara dilakukan pada hari Senin tanggal 6 Juni 2016 pukul 15:20


(56)

di gedung Fakultas Sosiologi Universitas Airlangga Surabaya, dan hasil dari wawancara sebagai berikut:

Dari kacamata sosiologi, perubahan perilaku pelaku seks bebas sangat perlu dan harus segera berubah, mengingat seks bebas adalah sebuah perilaku penyimpangan dan pelanggaran norma sosial maupun agama sekali pun. Merubah perilaku yang menyimpang ini sangat mungkin untuk dilakukan, seperti halnya merubah ke perilaku positif, seperti melakukan kegiatan sosial dan lainnya, mempunyai pedoman, dan menjunjung tinggi norma agama dan sosial, seperti tidak berduaan di tempat sepi dan pergi ke tempat ramai ataupun tempat positif, seperti perpustakaan atau yang lainnya.

Keyword: Perubahan, Perilaku. c. Observasi

Dalam Tugas Akhir ini, data observasi yang didapat bersumber langsung dari pengamatan langsung di lapangan. Metode observasi dilakukan untuk mengenal lebih dalam tentang materi yang akan diteliti. Dengan mengadakan pengamatan aktif terhadap satu mahasiswa dan satu mahasiswi yang berkuliah di Universitas Swasta dan Negeri di Kota Surabaya. Menurut hasil pengamatan di lapangan dari pengamatan sebenarnya perubahan perilaku atau menghindari perilaku seks bebas ini sangat bisa dilakukan, seperti halnya tidak berduaan di tempat sepi atau berpacaran di kos-kosan atau kontrakan, dan mengikuti kegiatan positif di kampus, berkarya, juga menghindari pergaulan buruk dari lingkungan


(57)

sekitar dan hasutan dari teman atau orang lain, hingga mendekatkan diri kepada Tuhan sebagai pondasi jati diri dan pedoman kita.

Keyword: Perubahan, Perilaku. 4. Mahasiswa

Pada tahap ini, pengumpulan data lebih terarah pada karakter mahasiswa. Pengumpulan data dilakukan untuk menemukan keyword yang digunakan sebagai pedoman pembuatan Tugas Akhir ini. Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Wawancara 1

Wawancara dilakukan dengan Weni Endahing Warni, M.Psi., Psikolog. Beliau merupakan Dosen Psikologi di Universitas Hang Tuah Surabaya dan sebagai sekretaris 1 pengurus pusat Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (IPPI). Wawancara dilakukan pada hari Kamis tanggal 7 April 2016 pukul 15:04 di gedung Fakultas Psikologi Universitas Hang Tuah Surabaya, dan hasil dari wawancara sebagai berikut:

Karakter mahasiswa umumnya berani dan agresif karena pada fase mahasiswa seseorang akan merasa punya kedudukan paling tinggi dalam pendidikan, dalam intelektual, dan termasuk juga dari segi sosial karena tidak banyak seseorang yang mampu untuk menjadi mahasiswa. Selain itu, karakter yang aktif dan juga bebas karena dalam fase mahasiswa sangat minim pengawasan dari orangtua maupun pendidik dan juga sangat aktif karena wawasan mahasiswa mulai luas dan banyak berbagai hal yang ingin diketahuinya.


(58)

Keyword: Aktif, Agresif. b. Wawancara 2

Wawancara kedua dengan Bagong Suyanto Dr., Drs., M.Si. Beliau merupakan Dosen Sosiologi di Universitas Airlangga Surabaya. Wawancara dilakukan pada hari Senin tanggal 6 Juni 2016 pukul 15:20 di gedung Fakultas Sosiologi Universitas Airlangga Surabaya, dan hasil dari wawancara sebagai berikut:

Mahasiswa dari sisi sosial adalah manusia yang berintelektual dan kasta manusia terpelajar yang paling tinggi. Oleh karena itu, mahasiswa umumnya sangat proaktif terhadap segala sesuatu yang terjadi di sekelilingnya dan sangat agresif jika ditentang atau ada yang berlawanan karena mungkin dalam fase mahasiswa adalah tingkat di mana emosional remaja dan didukung wawasan dan kematangan para remaja saat usia ini mencapai puncaknya.

Keyword: Aktif, Agresif. c. Studi Literatur

Menurut Sarlito W. Sarwono dalam bukunya Psikologi Remaja (2011: 22) dijelaskan bahwa:

Pengertian karakter mahasiswa adalah setiap orang remaja yang berumur sekitar 18-22 tahun memiliki banyak karakteristik, seperti misalnya berani dan sangat ambisius, selalu ingin menentang dan menang, juga selalu aktif dalam semua hal baru dan wawasan, juga kegiatan yang sedang trending atau yang dianggap mereka sangat menarik bagi mereka. Sifat aktif, ambisius, selalu ingin menang, dan menentang ini dalam mahasiswa sangat umum karena dalam fase ini pencarian jati diri seorang remaja akan dimulai dan mereka akan proaktif mencari jalan dan jati diri mereka masing-masing lewat semua bidang keinginannya.


(59)

Kebebasan juga karakter utama mahasiswa karena mereka akan merasa sudah dewasa, mandiri, dan sudah saatnya aturan dan pengawasan dari orangtua harus berhenti.

Karakter-karakter itulah yang sebenarnya dapat membuat mahasiswa menjadi proaktif ke hal baik dan buruk, namun tidak jarang juga menjadi reaktif ke hal baik. Karena dengan kebebasan, ambisius, pencarian jati diri, dan selalu aktif, mahasiswa dapat terjerumus ke hal negatif, seperti narkoba, seks bebas, kemalasan, bahkan dapat merusak diri dengan hal-hal lain seperti dalam tampilan dan sebagainya.

Tidak jarang juga dampak dari hal-hal tersebut memperburuk mereka sebagai mahasiswa, baik dalam akademik juga pada sosial dan psikologisnya, seperti contohnya akan menjadi malas, menjadi gunjingan orang atau pun psikologisnya yang menjadi labil, juga tempramental karena semua dampak tersebut.

Keyword: Aktif, Ambisius.

3.3 Studi Eksisting

Dalam pengerjaan film pendek, diperlukan sebuah studi eksisting guna mengamati karya yang telah ada sebelumnya. Karya yang sudah ada dikaji untuk memperoleh kelebihan dari tiap karya tersebut untuk diimplementasikan dalam film pendek ini. Dalam hal ini, dipilih film pendek drama komedi yang berjudul "Xtra-Xtra Large (XXL)" dan "Timun”.


(60)

1. XXL

Gambar 3.2 XXL (2013) (Sumber: Dokumentasi Penulis)

XXL (gambar 3.3) adalah sebuah film pendek bergenre drama komedi yang bertema pengaruh film porno yang dia tonton mempengaruhi dia, terobsesi mempunyai alat kelamin yang besar seperti para bintang porno laki-laki, hingga suatu hari dia membuat roti di dalam oven kemudian mengembang, dan dia pun ingin mengembangkan alat kelaminnya tersebut, dimasukkanlah alat kelaminnya, kemudian menjadi besar hingga menembus tembok rumah, dilihat oleh sebuah pekerja bangunan, dan dipotonglah karena dikira sebuah pipa.


(61)

2. Timun

Gambar 3.3 Timun (2014) (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Film pendek ini berlatar belakang realita remaja di zaman informatika yang mereka berpacaran pasti juga melakukan hubungan seks, film ini juga menggunakan setting kos-kosan sebagai tempat melakukan free sex yang dilakukan hampir setiap hari dan setiap kesempatan karena candu yang mereka idap, bahkan remaja putri merasa tidak puas dengan pacarnya ketika berhubungan seks.

Table 3.1 Analisis Data Eksisting

Film Kelebihan Kekurangan

XXL Pengambilan gambar sangat bagus

Warna cenderung datar

Timun Cerita yang sangat unik Pengambilan gambar kurang bagus Sumber: Olahan Penulis

Dari analisis data pada tabel, disimpulkan bahwa setiap film memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan dan kekurangan dari film


(62)

tersebut akan dijadikan referensi serta bahan acuan dalam pembuatan karya. Dari hasil studi eksisting dapat diperoleh beberapa keyword, yaitu Variasi Gambar, Variasi Warna.

3.4 STP

Segmentasi dan targeting dari sisi geografis ditujukan untuk masyarakat kota karena tema dari Tugas Akhir ini adalah tentang mahasiswa yang melakukan seks bebas di Kota Surabaya. Dari sisi demografi masyarakat Kota Surabaya masih terlalu luas sehingga lebih ditargetkan kepada usia remaja sampai dewasa antara 16-40 tahun karena usia remaja merupakan salah satu pelaku seks pra nikah. Sesuai yang ada dalam buku Psikologi Remaja karangan Sarlito W. Sarwono (2011: 32) dijelaskan bahwa:

Di usia remaja antara 16-21 tahun adalah usia kematangan dengan penuh dorongan seksual. Namun disamping itu, hanya kematangan seksual saja, dari sisi psikologis dan mental sangat belum karena di usia remaja masih banyak penundaan usia pernikahan dan dalam psikologis labil, bahkan masih dalam kewajiban bersekolah. Ketika di usia ini nekad melakukan hubungan seksual tanpa adanya ikatan pernikahan maka sangat fatal dari psikologis yang akan kecanduan dan bisa menimbulkan penyakit sikologi remaja yang sangat banyak diderita remaja yaitu skyzofrenia.

Sedangkan positioning dalam STP ini dimaksudkan untuk menjadi sarana pendukung pengetahuan tentang seks bebas di kalangan mahasiswa.


(63)

Tabel 3.2 STP

STP Film Pendek Tentang Free Sex

Segmentation & Targeting

Geografis Indonesia

Demografis

Usia: 18 ke atas

Jenis Kelamin: laki-laki dan perempuan Psikografis Kelas sosial menengah ke atas.

Positioning

Film pendek ini sebagai upaya penyadaran dan kalangan mahasiswa mengerti bagaimana dampak dari seks bebas.

Sumber: Olahan Penulis

3.5 Analisis Data

Setelah melakukan pengumpulan data maka proses selanjutnya adalah analisis data. Data yang telah didapat dari berbagai sumber dikualifikasikan menurut dari mana data itu didapat. Lalu diolah dengan mencari mana yang paling identik atau yang selalu ada saat proses pengumpulan data dalam bentuk tabel.

Dari wawancara dan studi literatur yang telah dilakukan (lihat tabel 3.3), diapatkan keyword berupa Tanpa Pernikahan dan Penyimpangan.

Tabel 3.3 Pengumpulan Keyword Free Sex

Wawancara Studi Literatur Observasi Keyword Tanpa Pernikahan Tanpa Pernikahan Tanpa Pernikahan

Penyimpangan Penyimpangan Penyimpangan


(64)

Dari wawancara, studi literatur, dan observasi yang telah dilakukan (lihat tabel 3.4), didapatkan keyword berupa Ketergantungan dan Gelisah.

Tabel 3.4 Pengumpulan Keyword Dampak Psikologis

Wawancara Studi Literatur Observasi Keyword Ketergantungan Ketergantungan Ketergantungan Ketergantungan

Gelisah Gelisah Gelisah Gelisah

Sumber: Olahan Penulis

Dari wawancara dan observasi yang telah dilakukan (lihat tabel 3.5), didapatkan keyword berupa Perubahan dan Perilaku.

Tabel 3.5 Pengumpulan Keyword Penyadaran

Wawancara Studi Literatur Observasi Keyword

Perubahan Perubahan Perubahan

Perilaku Perilaku Perilaku

Sumber: Olahan Penulis

Dari wawancara dan studi literatur yang telah dilakukan (lihat tabel 3.6), didapatkan keyword berupa Aktif dan Agresif.

Tabel 3.6 Pengumpulan Keyword Karakter Mahasiswa

Wawancara Studi Literatur Observasi Keyword

Aktif Aktif Aktif

Agresif Agresif Agresif


(65)

3.6 Keyword

Berdasarkan dari hasil pencarian data dengan melakukan wawancara dan lain-lain didapatkan kalimat-kalimat yang digunakan sebagai pencarian keyword/kata kunci. Dari hasil pengumpulan data maka dilakukan analisa dari target pasar dan tujuan film pendek tentang free seks di kalangan mahasiswa ini dibuat. Analisis ini berguna untuk mencari keyword yang kemudian akan diterapkan dalam film. Berikut pada gambar 3.5 adalah bagan keyword.

Gambar 3.4 Keyword (Sumber: Olahan Penulis)

Dari analisa keyword utama pada gambar 3.4, hasil dari analisa data didapatkan dari tiga materi yang ada di dalam judul Tugas Akhir, yaitu free sex, dampak psikologis, penyadaran, dan mahasiswa. Dari materi free sex terdapat dua keyword, yaitu keyword Tanpa Pernikahan dan Penyimpangan. Tanpa pernikahan


(1)

94

1. Editing

Pada tahap ini, akan dilakukan editing secara digital dengan menggunakan salah satu perangkat lunak yang diperuntukkan untuk menyunting. Dalam proses editing, seluruh shot video digabungkan menjadi satu kesatuan. Selain proses menggabungkan shot video, dalam proses editing juga menambahkan ilustrasi musik untuk menambah kesan dramatis dalam film pendek.

2. Mastering

Tahap mastering ini digunakan mastering jenis DVD (Digital Video Disk) di mana dengan jenis ini akan dapat menunjukkan hasil maksimal dalam kualitas hasil pembuatan film pendek ini. Dan untuk lebih jelas dan lebih lengkapnya bisa dilihat didalam bab IV.

3.14 Publikasi

Setelah selesai mengolah seluruh hasil film dalam proses editing maka penulis akan melakukan publikasi. Media yang digunakan penulis untuk publikasi adalah poster dan DVD. Kemudian diimplementasikan ke dalam bentuk cetak berupa poster dan DVD. Berikut konsep dan sketsa dari desain publikasi dari film pendek ini:

1. Konsep

Penulis menggunakan konsep pada poster dan label DVD dengan menampilkan satu peran utama dan pewarnaan yang sesuai dengan analisis keyword serta pemberian transparansi gambar-gambar kejadian yang ada dalam film pada peran utama. Hal ini dimaksudkan agar menunjukan proses mengingat dari peran utama.


(2)

95

2. Poster

Gambar 3.15 Poster (Sumber: Olahan Penulis) 3. Cover DVD

Gambar 3.16 Cover DVD (Sumber: Olahan Penulis)


(3)

96

4. Label DVD

Gambar 3.17 Label DVD (Sumber: Olahan Penulis)


(4)

110

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan proses pengerjaan Tugas Akhir ini. Maka diambil kesimpulan bahwa pembuatan film pendek tentang Free Sex di kalangan mahasiswa terdiri dari beberapa tahap, yaitu pra produksi seperti penulisan naskah dan ide konsep, produksi film, pasca produksi seperti editing, rendering, dan publikasi.

5.2 Saran

Berdasarkan pengalaman penulis saat pengerjaan Tugas Akhir ini maka didapat saran penelitian lanjutan sebagai berikut:

1. Perbaikan dalam segi visual. 2. Peningkatan strory.

3. Penambahan variasi pengambilan angle.

Masih banyak kekurangan yang ada dalam pengerjaan karya mau pun dalam karya itu sendiri. Tugas akhir ini masih terkendala masalah pengaturan waktu pengerjaan. Demikian saran yang didapat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca bahkan bagi penelitian lanjutan.


(5)

111

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Biran, Harun Misbach Yusa. 1987. Angle, Kontiniti, Editing, Close Up, Komposisi dalam Sinematografi. Jakarta: Yayasan Citra.

Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra.

Effendy, Heru. 2002. Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser. Jakarta: Yayasan Konfiden.

Gulo, W. 2002. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.

Januar, Iwan. 2011. Sex Before Married? #1 (Panduan Aman Anti Seks Bebas). Depok: Gema Insani.

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosdakarya.

Nardi, Leo. 1977. Penuntun Kinematografi 8mm. Bandung: Yayasan Foto Indonesia.

Nugroho, Eko. 2008. Pengenalan Teori Warna. Jogja: Andi Publisher.

Santoso, Ensadi J. 2013. Bikin Video Dengan Kamera DSLR. Jakarta: Media Kita. Sarwono, Sarlito W. 2011. Psikologi Remaja (Edisi Revisi). Depok: Raja Grafindo

Persada.

Soehartono, Irawan. 2008. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Rosdakarya.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.

Peacock, Richard Beck. 2001. The Art of Moviemaking: Script to Screen. Prentice hall: Longman Inc. US.


(6)

112

Sumber Jurnal

Hartanto, Deddi Duto. Jurnal. 2013. Pemilihan Tipografi dalam Judul Film. Surabaya. Universitas Kristen Petra Surabaya.

Mudjiono, Yoyon. Jurnal. 2001. Kajian Semiotika dalam Film. Surabaya. Universitas Kristen Petra Surabaya.

Sumber Internet

Angka Ketidak Perawanan Remaja. 2013. http://news.okezone.com/read/2010/ 11/29/338/398238/bkkbn-separuh-remaja-di-jabodetabek-tak-perawan.

Diakses tanggal 1 Desember 2015.

Camera & Framing (Dasar Estetika). 2015. https://www.academia.edu/8030635/ Camera_and_Framing_Dasar_Estetika.

Diakses tanggal 4 November 2015.

Definisi Film. 2012. Internet. http://www.bimbingan.org/definisi-film.htm.

Diakses tanggal 24 September 2014.

Dampak negatif Seks bebas. 2014. https://www.academia.edu/6384144/

Seks_Bebas_Pada_Remaja_ditinjau_dari_Pandangan_Psikologi. Diakses

tanggal 30 Oktober 2015.

Mengenal dasar membuat film. 2013. Internet.