Isolasi Minyak Atsiri Temu Hitam (Curcuma Aeruginosa Roxb.) Dengan Metode Destilasi Air Dan Destilasi Uap Serta Analisis Komponen Secara Gc-Ms

(1)

ISOLASI MINYAK ATSIRI TEMU HITAM

(Curcuma aeruginosa Roxb.) DENGAN METODE

DESTILASI AIR DAN DESTILASI UAP

SERTA ANALISIS KOMPONEN SECARA GC-MS

SKRIPSI

OLEH:

Ratna Mandasari

NIM 081524043

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Isolasi Minyak Atsiri Temu Hitam

(Curcuma Aeruginosa Roxb.) Dengan Metode Destilasi Air

Dan Destilasi Uap

Serta Analisis Komponen Secara Gc-Ms

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

RATNA MANDASARI

NIM 081524043

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN BAHAN SKRIPSI

ISOLASI MINYAK ATSIRI TEMU HITAM (Curcuma aeruginosa Roxb.) DENGAN METODE DESTILASI AIR DAN DESTILASI UAP

SERTA ANALISIS KOMPONEN SECARA GC-MS OLEH:

RATNA MANDASARI NIM 081524043

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal : Januari 2014

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt. Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt. NIP 195310301980031002 NIP 194908111976031001

Pembimbing II, Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt. NIP 195310301980031002

Drs. Syahrial Yoenoes, S.U., Apt.

NIP 195112061983031001 Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt. NIP 195406281983031002

Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt.

NIP 195112231980032002

Medan, Januari 2014 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “ Isolasi Minyak Atsiri Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) SenganMetode Destilasi Air Dan Destilasi Uap serta Analisis Komponen secara GC-MS” untuk memenuhi syarat dalam mencapai gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkarakterisasi simplisia, mengisolasi dan menganalisis komponen minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang temu hitam ( Curcuma aeruginosa Roxb.) secara GC-MS.

Pada kesempatan ini rasa terima kasih yang tulus penulis sampaikan atas bimbingan, petunjuk, pemberian fasilitas serta saran dan bantuan lainnya, sebelum dan selama penelitian juga disampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mensyahkan dan memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Panal Sitorus M.Si., Apt., dan Drs. Syahrial Yoenoes, SU., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.

3. Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt., Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt., dan ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt., selaku penguji yang telah menguji dan memberikan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(5)

4. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku dosen wali yang selama ini telah banyak membina dan membimbing penulis selama masa pendidikan. Pada kesempatan ini pula penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda Wagiman Suwarjo, SP dan ibunda Nuraida, serta suami dan anak tersayang yang telah dengan penuh kesabaran dan kasih sayang selalu memberi dorongan, bimbingan, nasehat serta do’a.

Semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya pada ilmu farmasi. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Januari 2014

Penulis

Ratna Mandasari


(6)

Isolasi Minyak Atsiri Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) Dengan Metode

Destilasi Air Dan destilasi Uap Serta Analisis Komponen Secara GC-MS

Abstrak

Minyak atsiri merupakan minyak menguap dengan komposisi yang berbeda-beda sesuai sumber penghasilnya. Salah satu tumbuhan penghasil minyak atsiri dan telah lama dipergunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai tumbuhan berkhasiat obat adalah temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.)

Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl dan isolasi dilakukan dengan cara destilasi air dan destilasi uap. Komponen minyak atsiri dianalisis dengan Kromatografi Gas-Spektrofotometri Massa (GC-MS)

Hasil karakterisasi simplisia temu hitam diperoleh kadar air 8,63%; kadar sari larut air 20,42%; kadar sari larut etanol 3,72%; kadar abu total 5,67%; kadar abu tidak larut asam 0,44%; penetapan kadar dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri temu hitam sebesar 1,09% v/b. Hasil penetapan indeks bias dengan destilasi air diperoleh sebesar 1,4880 dan bobot jenis diperoleh sebesar 0,9627. Hasil penetapan indeks bias dengan destilasi uap diperoleh sebesar 1,4880 dan bobot jenis diperoleh sebesar 0,9630. Hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari simplisia temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) yang diperoleh dengan destilasi air menunjukkan 9 komponen dengan 5 komponen yang memiliki konsentrasi tinggi yaitu curzerenone (34,35%), iso-velleral (12,39%), eucalyptol (5,96%), germacrone (4,08%), camphor (2,42%). Hasil analisis GC-MS simplisia temu hitam yang diperoleh dengan destilasi uap menunjukkan 25 komponen dengan 5 komponen yang memiliki konsentrasi tinggi yaitu curzerenone (33,96%), eucalyptol (11,99%), β-elemen (8,76%), furanodiene (7,60%), curcumenol (7,23%).


(7)

Isolation of Volatile Oil From Curcuma aeruginosa Roxb. Rhizome By Water Distillation And SteamDistillation

And Analyses of Components By GC-MS Abstract

Volatile oil which is also called essential oil has different composition according to the producing source. One of the essential oil-producing plants and has been used for a long time in Indonesia as a medicine is temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.).

The quantitative determination of volatile oil was accomplished by Stahl apparatus and the isolation of volatile oil was accomplished by water distillation and steam distillation.The components of volatile oil were analyzed by Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS).

The result of simplex characterization of Curcuma aeruginosa Roxb. rhizome gave water content 8.63%, water soluble extract content 20.42%, ethanol soluble extract content 3.72%, total ash content 5.67%, acid insoluble ash content 0.44%, the volatile oil content of Curcuma aeruginosa Roxb. rhizome 1.09% v/b. The refractive index of volatile oil isolated by water distillation is 1.4880 and the specific gravity was 0.9627. The refractive index by steam distillation was 1.4880 and the specific gravity was 0.9630. The results of Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) analyses of the volatile oil from Curcuma aeruginosa Roxb. rhizome by water distillation gave 9 compounds wth 5 main components such as curzerenone (34.35%), iso-velleral (12.39%), eucalyptol (5.96%), germacrone (4.08%), camphor (2.42%). The results of Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) analyses of the volatile oil from Curcuma aeruginosa Roxb by steam distillation gave 25 compounds wth 5 main components such as curzerenone (33.96%), eucalyptol (11.99%), β-elemen (8.76%), furanodiene (7.60%), curcumenol (7.23%).


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Uraian Tumbuhan ... 4

2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 4

2.1.2 Nama lain ... 4

2.1.3 Tempat tumbuh dan morfologi tumbuhan ... 4

2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan ... 5


(9)

2.2 Minyak Atsiri ... 5

2.2.1 Keberadaan minyak atsiri pada tumbuhan ... 6

2.2.2 Komposisi kimia minyak atsiri ... 6

2.2.3 Sifat fisikokimia minyak atsiri ... 7

2.2.3.1 Sifat fisika minyak atsiri ... 7

2.2.3.2 Sifat kimia minyak atsiri ... 8

2.3 Cara Isolasi Minyak Atsiri ... 9

2.3.1 Metode penyulingan ... 9

2.3.2 Metode pengepresan ... 9

2.3.3 Ekstraksi dangan pelarut menguap ... 10

2.3.4 Ekstraksi dangan lemak padat ... 11

2.3.5 Ecuelle ... 12

2.4 Analisa Komponen Minyak Atsiri ... 12

2.4.1 Kromatografi Gas ... 12

2.4.1.1 Gas pembawa... 13

2.4.1.2 Sistem injeksi ... 13

2.4.1.3 Kolom ... 13

2.4.1.4 Fase diam ... 13

2.4.1.5 Suhu ... 14

2.4.1.6 Detektor ... 15

2.5 Spektrometri Massa (MS) ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Alat–alat ... 18


(10)

3.3 Penyiapan Sampel ... 18

3.3.1 Pengambilan sampel ... 19

3.3.2 Identifikasi tumbuhan ... 19

3.3.3 Pembuatan simplisia ... 19

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 19

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik simplisia ... 19

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia ... 19

3.4.3 Penetapan kadar air ... 20

3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 20

3.4.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 21

3.4.6 Penetapan kadar abu total ... 21

3.4.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ... 21

3.4.8 Penetapan kadar minyak atsiri ... 22

3.5 Isolasi Minyak Atsiri ... 22

3.6 Identifikasi Minyak Atsiri ... 23

3.6.1 Penetapan parameter fisika ... 23

3.6.1.1 Penentuan indeks bias ... 23

3.6.1.2 Penentuan bobot jenis ... 23

3.6.2 Analisis komponen minyak atsiri ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Identifikasi Tanaman ... 25

4.2 Hasil Karakteristik Simplisia Temu Hitam ... 25

4.2.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Mikroskopik ... 25


(11)

4.2.1.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik ... 25

4.2.2 Karakterisasi Simplisia Temu Hitam ... 25

4.3 Penentuan Indeks Bias dan Bobot Jenis Minyak Atsiri Hasil Isolasi ... 27

4.4 Analisis Minyak Atsiri Rimpang Temu Hitam ... 28

4.4.1 Analisis komponen minyak atsiri dengan metode destilasi air ... 28

4.4.2 Analisis komponen minyak atsiri dengan metode destilasi uap ... 29

4.4.3 Analisis dan fragmentasi hasil spektrometri massa destilasi air ... 31

4.4.4 Analisis dan fragmentasi hasil spektrometri massa destilasi uap ... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1. Kromatogram hasil analisis GC minyak atsiri dari Destilasi

Air simplisia Temu Hitam ... 28

Gambar 4.2. Kromatogram hasil analisis GC minyak atsiri dari Destilasi Uap simplisia Temu Hitam ... 29

Gambar 4.3. Rumus bangun eucalyptol ... 32

Gambar 4.4. Rumus bangun camphor ... 32

Gambar 4.5. Rumus bangun curzerenone ... 33

Gambar 4.6. Rumus bangun germacrone ... 34

Gambar 4.7. Rumus bangun iso-velleral ... 35

Gambar 4.8. Rumus bangun eucalyptol ... 36

Gambar 4.9. Rumus bangun β-elemene ... 37

Gambar 4.10. Rumus bangun furanodiene ... 38

Gambar 4.11. Rumus bangun curzerenone ... 39


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Hasil karakterisasi simplisia temu hitam ... 26 Tabel 4.2. Hasil penentuan indeks bias dan bobot jenis minyak atsiri ... 27 Tabel 4.3. Waktu Tambat dan Konsentrasi Komponen Minyak Atsiri

Hasil Analisis GC dari Temu Hitam dengan Metode

Destilasi Air ... 29

Tabel 4.4. Waktu Tambat dan Konsentrasi Komponen Minyak Atsiri Hasil Analisis GC dari Temu Hitam dengan Metode

Destilasi Uap ...…… 30

Tabel 4.5. Komponen minyak atsiri simplisia temu hitam yang


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil identifikasi tanaman ... 45

Lampiran 2. Gambar tanaman temu hitam, rimpang temu hitam, dan simplisia ... 46

Lampiran 3. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia ... 48

Lampiran 4. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ... 49

Lampiran 5. Penetapan kadar air ... 52

Lampiran 6. Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... 53

Lampiran 7. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 54

Lampiran 8. Penetapan kadar abu total ... 55

Lampiran 9. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ... 56

Lampiran 10. Penetapan kadar minyak atsiri ... 57

Lampiran 11. Penetapan indeks bias minyak atsiri simplisia rimpang temu hitam dengan metode destilasi air ... 58

Lampiran 12. Penetapan bobot jenis minyak atsiri simplisia rimpang temu hitam dengan metode destilasi air ... 59

Lampiran 13. Penetapan indeks bias minyak atsiri simplisia rimpang temu hitam dengan metode destilasi uap ... 60

Lampiran 14. Penetapan bobot jenis minyak atsiri simplisia rimpang temu hitam dengan metode destilasi uap ... 61

Lampiran 15. Flowsheet isolasi minyak atsiri rimpang temu hitam. dengan metode destilasi air dan destilasi uap ... 62

Lampiran 16. Kromatogram GC minyak atsiri rimpang temu hitam dengan metode destilasi air ... 63

Lampiran 17. Spektrum massa dengan waktu tambat 5,392 menit ... 64

Lampiran 18. Spektrum massa dengan waktu tambat 6,783 menit ... 64


(15)

Lampiran 20. Spektrum massa dengan waktu tambat 23,467 menit ... 65

Lampiran 21. Spektrum massa dengan waktu tambat 26,450 menit ... 66

Lampiran 22. Kromatogram GC minyak atsiri rimpang temu hitam dengan metode destilasi uap ... 67

Lampiran 23. Spektrum massa dengan waktu tambat 5,383 menit ... 68

Lampiran 24. Spektrum massa dengan waktu tambat 14,992 menit ... 68

Lampiran 25. Spektrum massa dengan waktu tambat 17,775 menit ... 69

Lampiran 26. Spektrum massa dengan waktu tambat 20,817 menit ... 69

Lampiran 27. Spektrum massa dengan waktu tambat 21,475 menit ... 70

Lampiran 28. Pola fragmentasi komponen minyak atsiri rimpang temu hitam dengan metode destilasi air dan destilasi uap ... 71


(16)

Isolasi Minyak Atsiri Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) Dengan Metode

Destilasi Air Dan destilasi Uap Serta Analisis Komponen Secara GC-MS

Abstrak

Minyak atsiri merupakan minyak menguap dengan komposisi yang berbeda-beda sesuai sumber penghasilnya. Salah satu tumbuhan penghasil minyak atsiri dan telah lama dipergunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai tumbuhan berkhasiat obat adalah temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.)

Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl dan isolasi dilakukan dengan cara destilasi air dan destilasi uap. Komponen minyak atsiri dianalisis dengan Kromatografi Gas-Spektrofotometri Massa (GC-MS)

Hasil karakterisasi simplisia temu hitam diperoleh kadar air 8,63%; kadar sari larut air 20,42%; kadar sari larut etanol 3,72%; kadar abu total 5,67%; kadar abu tidak larut asam 0,44%; penetapan kadar dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri temu hitam sebesar 1,09% v/b. Hasil penetapan indeks bias dengan destilasi air diperoleh sebesar 1,4880 dan bobot jenis diperoleh sebesar 0,9627. Hasil penetapan indeks bias dengan destilasi uap diperoleh sebesar 1,4880 dan bobot jenis diperoleh sebesar 0,9630. Hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari simplisia temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) yang diperoleh dengan destilasi air menunjukkan 9 komponen dengan 5 komponen yang memiliki konsentrasi tinggi yaitu curzerenone (34,35%), iso-velleral (12,39%), eucalyptol (5,96%), germacrone (4,08%), camphor (2,42%). Hasil analisis GC-MS simplisia temu hitam yang diperoleh dengan destilasi uap menunjukkan 25 komponen dengan 5 komponen yang memiliki konsentrasi tinggi yaitu curzerenone (33,96%), eucalyptol (11,99%), β-elemen (8,76%), furanodiene (7,60%), curcumenol (7,23%).


(17)

Isolation of Volatile Oil From Curcuma aeruginosa Roxb. Rhizome By Water Distillation And SteamDistillation

And Analyses of Components By GC-MS Abstract

Volatile oil which is also called essential oil has different composition according to the producing source. One of the essential oil-producing plants and has been used for a long time in Indonesia as a medicine is temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.).

The quantitative determination of volatile oil was accomplished by Stahl apparatus and the isolation of volatile oil was accomplished by water distillation and steam distillation.The components of volatile oil were analyzed by Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS).

The result of simplex characterization of Curcuma aeruginosa Roxb. rhizome gave water content 8.63%, water soluble extract content 20.42%, ethanol soluble extract content 3.72%, total ash content 5.67%, acid insoluble ash content 0.44%, the volatile oil content of Curcuma aeruginosa Roxb. rhizome 1.09% v/b. The refractive index of volatile oil isolated by water distillation is 1.4880 and the specific gravity was 0.9627. The refractive index by steam distillation was 1.4880 and the specific gravity was 0.9630. The results of Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) analyses of the volatile oil from Curcuma aeruginosa Roxb. rhizome by water distillation gave 9 compounds wth 5 main components such as curzerenone (34.35%), iso-velleral (12.39%), eucalyptol (5.96%), germacrone (4.08%), camphor (2.42%). The results of Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) analyses of the volatile oil from Curcuma aeruginosa Roxb by steam distillation gave 25 compounds wth 5 main components such as curzerenone (33.96%), eucalyptol (11.99%), β-elemen (8.76%), furanodiene (7.60%), curcumenol (7.23%).


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak atsiri yang juga disebut minyak eteris merupakan minyak menguap dengan komposisi yang berbeda-beda sesuai sumber penghasilnya. Minyak atsiri bukan merupakan zat kimia tunggal murni, melainkan merupakan campuran zat-zat yang memiliki sifat fisika kimia berbeda-beda. Minyak atsiri dihasilkan dari bagian tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, atau biji (Lutony dan Rahmayati, 2002).

Minyak atsiri dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang kehidupan. Minyak atsiri tidak hanya digunakan sebagai pemberi bau pada pembuatan sediaan obat atau jamu, tetapi juga sebagai bahan utama karena minyak atsiri itu sendiri merupakan bahan utama dalam terapi yang mempunyai khasiat untuk menyembuhkan penyakit. Selain itu, minyak atsiri juga digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan roti, kosmetik, sabun dan banyak lagi (Koensoemardiyah, 2010).

Temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) atau sering juga disebut temu ireng merupakan tanaman semak berumur tahunan. Batangnya berwarna hijau dan agak lunak. Daunnya berbentuk bundar memanjang. Warna daun hijau tua sampai cokelat keunguan yang gelap. Rimpang temu hitam tergolong besar serta bercabang-cabang. Apabila rimpang yang tua dipotong akan terlihat berwarna biru gelap dengan warna kulit bagian luar kuning mengkilap dan ujungnya berwarna merah (Muhlisah,1999).


(19)

Tanaman yang satu genus dengan kunyit/kunir maupun temu mangga ini masih belum sepopuler saudara segenus tersebut. Pemanfaatannya belum begitu merebak, termasuk penelitian yang dilakukan terhadap efektivitas temu hitam. Rimpang temu hitam biasa digunakan untuk bahan jamu atau obat tradisional yang berkhasiat sebagai peluruh dahak, karminatif, anthelmintik dan stomakikum. (Hutapea, dkk., 2001).

Berdasarkan pertimbangan uraian di atas, penulis tertarik memanfaatkan rimpang temu hitam sebagai bahan penelitian dengan melakukan karakterisasi simplisia, isolasi, dan identifikasi komponen minyak atsirinya. Kadar minyak atsiri ditetapkan dengan alat Stahl dan komponen-komponen minyak atsiri hasil isolasi dengan cara destilasi air dan destilasi uap dianalisis secara GC-MS.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil perumusan masalah, yaitu:

1. Apakah karakteristik simplisia rimpang temu hitam yang diteliti memenuhi persyaratan menurut literatur MMI?

2. Apakah terdapat perbedaan hasil yang diperoleh antara destilasi air dan destilasi uap yang digunakan mengisolasi minyak atsiri dari simplisia rimpang temu hitam?

3. Apakah terdapat perbedaan komponen minyak atsiri dari simplisia rimpang temu hitam yang diisolasi dengan destilasi air dan destilasi uap dan yang dianalisis secara GC-MS?


(20)

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka dibuat hipotesis, yaitu:

1. Karakteristik simplisia rimpang temu hitam yang diteliti memenuhi persyaratan menurut literatur MMI.

2. Terdapat perbedaan hasil yang diperoleh dari isolasi minyak atsiri dengan destilasi air dan destilasi uap pada simplisia rimpang temu hitam.

3. Terdapat perbedaan komponen minyak atsiri dari simplisia rimpang temu hitam yang diisolasi dengan destilasi air dan destilasi uap dan yang dianalisis secara GC-MS.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi simplisia, mengisolasi dan menganalisis komponen minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang temu hitam secara GC-MS.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang komponen-komponen minyak atsiri pada rimpang temu hitam dan diharapkan temu hitam dapat dimanfaatkan secara optimal untuk berbagai keperluan seperti bahan obat serta bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, nama lain, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia, serta manfaat tumbuhan.

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Menurut Hutapea dan Syamsuhidayat (2001), sistematika tumbuhan temu hitam adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae Marga : Curcuma

Jenis : Curcuma aeruginosa Roxb. 2.1.2 Nama lain

Nama lain tumbuhan temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) adalah sebagai berikut: Temu erang, temu itam (Melayu), temu hitam (Minang), Koneng hideung (Sunda), temu ireng (Jawa), temu ereng (Madura), Temu leteng (Makassar), temu lotong (Bugis), Temu Ireng (Bali) (Depkes RI, 1978).

2.1.3 Tempat tumbuh dan morfologi tumbuhan

Temu hitam terdapat di Burma, Kamboja sampai Jawa. Di Jawa tumbuh pada ketinggian tempat antara 400 m sampai 750 m di atas permuakaan laut,


(22)

tumbuh liar pada daratan yang ditumbuhi rumput-rumput atau dalam hutan jati (Depkes RI, 1978).

Tumbuhan temu hitam merupakan tumbuhan terna berbatang semu, tinggi 2 m, berwarna hijau atau cokelat gelap, rimpang terbentuk dengan sempurna, bercabang-cabang kuat, sebagian berwarna biru dan sebagian berwarna putih. Tiap tumbuh mempunyai daun 2 helai sampai 9 helai, berbentuk bundar memanjang, berwarna hijau atau cokelat keunguan terang sampai gelap, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm (Depkes, 1978).

2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan

Kandungan kimia dari rimpang temu hitam adalah mengandung saponin, flavonoida, polifenol dan minyak atsiri 2% (Hutapea dan Syamsuhidayat, 2001). 2.1.5 Manfaat tumbuhan

Rimpang temu hitam berkhasiat karminatif, peluruh dahak, meningkatkan nafsu makan, anthelmintik, dan pembersih darah setelah melahirkan atau setelah haid selain itu temu hitam juga dapat berkhasiat mengobati penyakit kulit, meredakan kolik atau mulas, obat batuk, asma, dan sariawan (Muhlisah, 1999).

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap (volatile oil), minyak eteris (ethereal oil), atau minyak esensial (essential oil). Minyak atsiri dalam keadaan segar dan murni umumnya tidak berwarna, tetapi ada yang pada penyimpanan lama warnanya berubah menjadi lebih gelap karena oksidasi. Untuk mencegahnya, minyak atsiri


(23)

harus terlindung dari pengaruh cahaya, diisi penuh, ditutup rapat serta disimpan di tempat yang kering dan gelap (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.2.1 Keberadaan minyak atsiri pada tumbuhan

Minyak atsiri dihasilkan di dalam tubuh tanaman dan kemudian disimpan didalam berbagai organ. Kelenjar minyak atsiri didapat didalam tanaman (kelenjar internal) dan terdapat diluar tanaman (kelenjar eksternal) (Koensoemardiyah, 2010).

Minyak atsiri terdapat dalam berbagai jaringan tumbuhan, seperti di dalam rambut kelenjar (pada suku Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (pada suku Zingiberaceae dan Piperaceae), di dalam saluran minyak (pada suku Umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada suku Myrtaceae, Pinaceae dan Rutaceae), terkandung di dalam semua jaringan (pada suku Coniferae) (Tyler, 1976).

2.2.2 Komposisi kimia minyak atsiri

Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak (Guenther, 1987).

Menurut Guenther (1987), minyak atsiri biasanya terdiri dari beberapa campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu:

a. Golongan hidrokarbon

Senyawa yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C) dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian


(24)

sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren) dan sesquiterpen (3 unit isopren).

b. Golongan hidrokarbon teroksigenasi

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter dan peroksid. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal, ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua. Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena umumnya mempunyai aroma yang lebih wangi.

2.2.3 Sifat fisikokimia minyak atsiri

2.2.3.1 Sifat fisika minyak atsiri

Masing-masing minyak atsiri mempunyai konstituen kimia yang berbeda, tetapi dari segi fisikanya banyak yang sama. Minyak atsiri yang baru diekstraksi (masih segar) umumnya tidak berwarna atau berwarna kekuning-kuningan. Sifat-sifat fisika minyak atsiri, yaitu bau yang khas, bobot jenis, indeks bias, berSifat-sifat optis aktif. Parameter yang dapat digunakan untuk tetapan fisika minyak atsitri antara lain:

a. Bau yang khas

Minyak atsiri dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile oil) yang dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya (Guenther, 1987).


(25)

b. Bobot jenis

Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25°C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Penentuan bobot jenis menggunakan alat piknometer. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri (Guenther, 1987).

c. Indeks bias

Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Jika cahaya melewati media kurang padat ke media lebih padat, maka sinar akan membelok atau “membias” dari garis normal. Penentuan indeks bias menggunakan alat refraktometer. Indeks bias berguna untuk identifikasi suatu zat dan deteksi ketidakmurnian (Guenther, 1987). d. Putaran optik

Setiap jenis minyak atsiri mempunyai kemampuan memutar bidang polarisasi cahaya ke arah kiri atau kanan. Besarnya pemutaran bidang polarisasi ditentukan oleh jenis minyak atsiri, suhu dan panjang gelombang cahaya yang digunakan. Penentuan putaran optik menggunakan alat polarimeter (Guenther, 1987).

2.2.3.2 Sifat kimia minyak atsiri

Minyak atsiri mempunyai sifat kimia yang khas, dimana perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari kerusakan minyak yang mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak, misalnya oleh proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi (resinifikasi) (Guenther, 1987).

a. Oksidasi Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutama terjadi pada ikatan rangkap dalam


(26)

terpen. Peroksida yang bersifat labil akan berisomerisasi dengan adanya air, sehingga membentuk senyawa aldehid, asam organik dan keton yang menyebabkan perubahan bau yang tidak dikehendaki (Guenther, 1987).

b. Hidrolisis

Proses hirolisis terjadi dalam minyak atsiri yang mengandung ester. Proses hidrolisis ester merupakan proses pemisahan gugus OR dalam molekul ester sehingga terbentuk asam bebas dan alkohol. Ester akan terhidrolisis secara sempurna dengan adanya air dan asam sebagai katalisator (Guenther, 1987).

c. Resinifikasi (polimerisasi)

Beberapa fraksi dalam minyak atsiri dapat membentuk resin, yang merupakan senyawa polimer. Resin ini dapat terbentuk selama proses pengolahan (ekstraksi) minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu tinggi serta selama penyimpanan. Resinifikasi menyebabkan minyak atsiri memadat dan berwarna gelap (Guenther, 1987).

2.3 Cara isolasi minyak atsiri

Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1) penyulingan (distillation), 2) pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak padat, 5) ecuelle.

2.3.1 Metode penyulingan

a. Penyulingan dengan air (water distillation)

Pada metode ini, bahan tumbuhan direbus dalam air mendidih dalam satu wadah. Minyak atsiri akan dibawa oleh uap air yang kemudian didinginkan dengan mengalirkannya melalui pendingin. Hasil sulingan adalah minyak atsiri


(27)

yang belum murni. Perlakuan ini sesuai untuk minyak atsiri yang tidak rusak oleh pemanasan (Guenther, 1987).

b. Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation)

Bahan tumbuhan yang akan disuling dengan metode penyulingan air dan uap ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlobang-lobang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Ketel diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan, uap air akan naik bersama minyak atsiri kemudian dialirkan melalui pendingin. Hasil sulingannya adalah minyak atsiri yang belum murni (Guenther, 1987).

c. Penyulingan dengan uap (Steam distillation)

Pada metode ini bahan tumbuhan dialiri uap panas dengan tekanan tinggi. Uap air selanjutnya dialirkan melalui pendingin dan hasil sulingan adalah minyak atsiri yang belum murni. Cara ini baik digunakan untuk bahan tumbuhan yang mempunyai titik didih yang tinggi (Guenther, 1987).

2.3.2 Metode pengepresan

Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah, atau kulit buah yang memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke permukaan bahan (Guenther, 1987).

2.3.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap

Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan


(28)

mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air, terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga misalnya bunga cempaka, melati, mawar dan kenanga. Pelarut yang umum digunakan adalah petroleum eter, karbon tetra klorida dan sebagainya (Guenther, 1987).

2.3.4 Ekstraksi dengan lemak padat

Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu enfleurasi dan maserasi.

a. Enfleurasi (Enfleurage)

Pada proses ini, absorbsi minyak atsiri oleh lemak digunakan pada suhu rendah (keadaan dingin) sehingga minyak terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh panas. Metode ini digunakan untuk mengekstraksi beberapa jenis minyak bunga yang masih melanjutkan kegiatan fisiologisnya dan memproduksi minyak setelah bunga dipetik. Hasilnya disebut ekstrait (Guenther, 1987).

b. Maserasi (Maceration)

Pada cara ini absorbsi minyak atsiri oleh lemak dalam keadaan panas pada suhu 80oC selama 1,5 jam. Cara ini dilakukan terhadap bahan tumbuhan yang bila dilakukan penyulingan atau enfleurasi akan menghasilkan minyak atsiri dengan rendeman yang rendah. Setelah selesai pemanasan, campuran disaring panas-panas, jika perlu kelebihan lemak pada ampas disiram dengan air panas. Kemudian dilakukan penyulingan untuk memperoleh minyak atsiri (Guenther, 1987).


(29)

2.3.5 Ecuelle

Metode ini digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri yang terdapat pada buah-buahan seperti jeruk dengan cara menembus lapisan epidermis sampai ke dalam jaringan yang mengandung minyak atsiri. Buah-buahan digelindingkan di atas papan yang permukaannya bergerigi runcing untuk melukai kulit buah. Kemudian tetesan minyak yang keluar dikumpulkan dalam suatu wadah (Claus, 1961).

2.4 Analisa Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS 2.4.1 Kromatografi gas

Kromatografi gas merupakan metode untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organic yang mudah menguap dan senyawa-senyawa-senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Kegunaan umum dari kromatografi gas adalah untum melakukan pemisahan dan identifikasi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan juga untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran (Rohman, 2007).

Ada 2 jenis kromatografi gas:

1. Kromatografi gas-cair (KGC)

Pada kromatografi ini, fase diam yang digunakan adalah cairan yang diikatkan pada suatu bahan pendukung (support material) sehingga solut akan terlarut dalam fase diam sehingga mekanisme sorpsi-nya adalah partisi (Rohman, 2007).

2. Kromatografi gas-padat


(30)

kimia dalam suatu bahan berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak akan membawa campuran menuju kolom. Campuran dalam fase gerak akan berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam campuran berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda, interaksi komponen dengan fase diam dengan waktu yang paling cepat akan keluar pertama dari kolom dan yang paling lambat akan keluar paling akhir (Gritter, dkk., 1985). 2.4.1.1 Gas pembawa

Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni, dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai. Keuntungannya adalah karena semua gas ini harus tidak reaktif, dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki bertekanan tinggi. Gas pembawa yang sering dipakai adalah Helium (He), Argon (Ar), Nitrogen (N2), Hidrogen (H2), dan Karbon dioksida (CO2) (Agusta, 2000).

2.4.1.2 Sistem injeksi

Sampel yang akan dikromatografi dimasukkan kedalam ruang suntik, melalui gerbang suntik yang biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri (terpisah dari kolom) dan biasanya 10-15ºC lebih tinggi dari suhu kolom maksimum. Seluruh sampel akan menguap setelah sampel disuntikkan (Rohman, 2007).

2.4.1.3 Kolom

Kolom dapat dibuat dari tembaga, baja nirkarat (stainless steel), aluminium, dan kaca yang berbentuk lurus, lengkung, melingkar. Ada dua macam kolom, yaitu kolom kemas dan kolom kapiler (McNair dan Bonelli, 1988). Kolom kemas adalah pipa yang terbuat dari logam, kaca atau plastik yang berisi


(31)

penyangga padat yang inert. Fase diam, baik berwujud padat maupun cair, diserap atau terikat secara kimia pada permukaan penyangga padat tersebut. Kolom kemas (packed column) mempunyai diameter 0,5 cm dan panjang sampai 5-10 meter m (Agusta, 2000).

Kolom kapiler kini lebih banyak digunakan untuk menganalisis komponen minyak atsiri. Hal ini disebabkan oleh kelebihan kolom tersebut yang memberikan hasil analisis dengan daya pisah yang tinggi dan sekaligus memiliki sensitivitas yang tinggi. Bahan kolom biasanya dari gelas baja tahan karat atau silika. Fase diam bersifat sebagai cairan berupa lapisan film dilapiskan pada dinding kolom bagian dalam. Keuntungan kolom kapiler adalah jumlah sampel yang dibutuhkan sedikit dan pemisahan lebih sempurna. Kolom kapiler biasanya mempunyai diameter 0,1 mm dan mencapai panjang 30 m (Agusta, 2000).

2.4.1.4 Fase diam

Fase diam disapukan dalam permukaan medium, atau lapiskan pada dinding kapiler. Fase diam yang umum digunakan pada kolom adalah fase diam padat dan fase diam cair. Akan tetapi pada kolom kapiler lebih banyak digunakan fase cair yang disebut denga n istilah film thickness. Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya yaitu nonpolar, sedikit polar, semi polar, dan sangat polar (Agusta, 2000).

2.4.1.5 Suhu

Tekanan uap sangat tergantung pada suhu, maka suhu merupakan faktor utama dalam GC. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang berbeda, yaitu: suhu injektor, suhu kolom, suhu detektor.


(32)

a. Suhu injektor

Suhu pada injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan sedemikian cepat. Tapi sebaliknya, suhu harus cukup rendah untuk mencegah peruraian atau penataan ulang kimiawi (rearrangement) akibat panas (McNair dan Bonelli, 1988).

b. Suhu kolom

Pemisahan dapat dilakukan pada suhu tetap (isotermal), atau pada suhu yang berubah secara terkendali (suhu diprogram, temperature programming). GC isotermal paling baik dilakukan pada analisis rutin atau jika kita mengetahui agak banyak mengenai sifat sampel yang akan dipisahkan. Pilihan awal yang baik adalah suhu beberapa derajat di bawah titik didih komponen utama sampel. Pada GC suhu diprogram, suhu dinaikkan mulai dari suhu tertentu sampai suhu tertentu yang lain dengan laju yang diketahui dan terkendali dalam waktu tertentu. Penaikkan suhu dapat secara linear dengan laju yang kita tentukan, bertahap, isotermal yang diikuti dengan peningkatan secara linear, linear diikuti dengan isotermal, atau multilinear (laju berbeda saat berlainan) (Gritter, dkk., 1985). c. Suhu detektor

Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan air atau hasil samping yang terbentuk pada proses pengionan tidak mengembun (McNair dan Bonelli, 1988).

2.4.1.6 Detektor

Menurut McNair dan Bonelli (1988), ada dua detektor yang populer yaitu detektor hantar-termal (thermal conductivity detector) dan detektor pengion nyala (flame ionization detector).


(33)

a. Detektor hantar-termal (Thermal Conductivity Detector, TCD)

Detektor ini menggunakan kawat pijar wolfram yang dipanaskan dengan dialiri arus listrik yang tetap. Gas pembawa mengalir terus menerus melewati kawat pijar yang panas tersebut dan suhu dibuat dengan laju tetap. Bila molekul cuplikan yang bercampur dengan gas pembawa melewati kawat pijar meningkat. Perubahan tahanan ini mudah diukur dengan jembatan Wheatstone dan sinyalnya ditangkap oleh perekam dan tampak sebagai suatu puncak. Prinsip kerjanya didasarkan pada kenyataan bahwa kemampuan suatu gas menghantar panas dari kawat pijar merupakan fungsi bobot molekul gas tersebut.

b. Detektor pengion nyala (Flame Ionization Detector, FID)

Hidrogen dan udara digunakan untuk menghasilkan nyala. Suatu elektroda pengumpul yang bertegangan arus searah ditempatkan diatas nyala dan mengukur hantaran nyala. Dengan hidrogen murni, hantaran sangat rendah, tetapi ketika senyawa organik dibakar, hantaran naik dan arus yang mengalir dapat diperkuat ke perekam.

Jenis detektor lain adalah Flame Photometric Detector (FPD) yang digunakan untuk indikasi selektif dari fosfor dan sulfur. Nitrogen Phosphorous Detector (NPD) yang digunakan untuk senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen dan fosfor. Electron Capture Detector (ECD) yang digunakan untuk senyawa-senyawa organik kelompok elektrofilik (elektro negatif), seperti halogen, peroksida dan nitro. Mass Spectrometric Detector (MSD) yaitu merupakan sambungan langsung dari suatu spektrometer massa dengan suatu kolom dalam kromatografi gas kapiler.


(34)

2.5 Spektrometri Massa (MS)

Pada spektrometri massa (MS) molekul senyawa organik (sampel) ditembak dengan berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energi yang tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion positif yang lebih kecil (ion fragmen). Spektrum massa merupakan grafik antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan (m/z, m/e) (Supratman, 2010).

Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak paling kuat (tertinggi) pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein, et. al., 1986).


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian meliputi penyiapan sampel, karakterisasi simplisia, isolasi dan analisis komponen minyak atsiri dari simplisia rimpang temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) secara GC-MS.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian adalah alat-alat gelas laboratorium, neraca kasar (Ohaus), neraca listrik (Mettler Toledo), seperangkat alat Stahl, seperangkat alat destilasi uap, seperangkat alat destilasi air, oven, mikroskop, Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS) model Shimadzu QP 2010 S.

3.2 Bahan-bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah rimpang temu hitam, air suling, Etanol 96%, Sudan III, Toluen pro analisis (E.Merck), Kloroform pro analisis (E.Merck), dan Natrium Sulfat anhidrat pro analisis (E.Merck), Kloralhidrat (E.Merck), Kloroform (E.Merck), HCl pro analisis (E.Merck).

3.3 Penyiapan Sampel

Penyiapan sampel meliputi pengambilan sampel, identifikasi sampel, serta pembuatan simplisia.


(36)

3.3.1 Pengambilan sampel

Sampel temu hitam diambil dari Desa Padang Brahrang Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain.

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 45.

3.3.3 Pembuatan simplisia

Rimpang dibersihkan dari tanah yang melekat dan dicuci dengan air hingga bersih, lalu ditiriskan. Kemudian rimpang dirajang secara melintang dengan ketebalan 3-4 mm, lalu ditimbang. Selanjutnya dikeringkan di lemari pengering pada suhu 50-60°C sampai simplisia rapuh (sekitar satu minggu) kemudian ditimbang.

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia 3.4.1 Pemeriksaan makroskopik simplisia

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari simplisia temu hitam. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 46-47.

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat lalu ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati dibawah mikroskop. Untuk melihat minyak atsiri serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi sudan III. Sedangkan untuk melihat pati serbuk


(37)

simpisia diatas kaca objek yang telah ditetesi air. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 48.

3.4.3 Penetapan kadar air a. Penjenuhan Toluen

Sebanyak 200 ml toluen dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu ditambahkan 2 ml air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama ± 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,5 ml. b. Penetapan kadar air simplisia

Kemudian kedalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,5 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992). Hasil dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 52. 3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama


(38)

diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995). Hasil dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 53.

3.4.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95 % dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 1050C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995). Hasil dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 54.

3.4.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 500-600ºC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes, 1995; WHO, 1992). Hasil dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 55.

3.4.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu didihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam


(39)

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dan dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Depkes, 1995). Hasil dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 56.

3.4.8 Penetapan kadar minyak atsiri

Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl. Caranya : sebanyak 15 g simplisia yang telah diserbukkan dimasukkan kedalam labu alas bulat berleher pendek, lalu ditambahkan air suling sebanyak 300 ml. Labu diletakkan diatas pemanas listrik, lalu dihubungkan dengan pendingin dan alat penampung berskala. Buret diisi dengan air sampai penuh, selanjutnya dilakukan destilasi. Setelah penyulingan selesai, biarkan tidak kurang dari 15 menit, catat volume minyak atsiri pada buret. Hitung kadar minyak atsiri dalam % v/b (Depkes, 1980). Hasil dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 57.

3.5 Isolasi Minyak Atsiri

Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan metode penyulingan uap (steam distillation) dan penyulingan air (water distillation).

Caranya: sebanyak 200 g sampel dimasukkan dalam labu alas bulat berleher panjang 2 L yang telah dirangkai dalam perangkat alat destilasi uap. Hal yang sama juga dilakukan pada metode destilasi air yaitu sampel dimasukkan dalam labu alas bulat yang telah dirangkai dalam seperangkat alat destilasi air. Destilasi dilakukan selama 4-5 jam. Minyak atsiri yang diperoleh ditampung dalam corong pisah lalu dipisahkan antara minyak dengan air. Kemudian minyak atsiri yang diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat, dikocok dan didiamkan selama 1


(40)

hari. Minyak atsiri dipipet dan disimpan dalam botol berwarna gelap. Minyak yang diperoleh kemudian dianalisis dengan GC-MS.

3.6 Identifikasi Minyak Atsiri 3.6.1 Penetapan parameter fisika 3.6.1.1 Penentuan indeks bias

Penentuan indeks bias dilakukan menggunakan alat Refraktometer Abbe. Caranya: Alat Refraktometer Abbe dihidupkan. Prisma atas dan prisma bawah dipisahkan dengan membuka klem dan dibersihkan dengan mengoleskan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol. Cuplikan minyak diteteskan ke prisma bawah lalu ditutup. Melalui teleskop dapat dilihat adanya bidang terang dan bidang gelap lalu skrup pemutar prisma diputar sedemikian rupa, sehingga bidang terang dan gelap terbagi atas dua bagian yang sama secara vertikal. Dengan melihat skala dapat dibaca indeks biasnya. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 43 dan Lampiran 12, halaman 59.

3.6.1.2 Penentuan bobot jenis

Penentuan bobot jenis dilakukan dengan menggunakan alat Piknometer. Caranya: Piknometer kosong ditimbang dengan seksama, lalu diisi dengan air suling dan ditimbang. Kemudian piknometer dikosongkan dan dibilas beberapa kali dengan alkohol dan dikeringkan dengan bantuan hairdryer. Piknometer diisi dengan minyak selanjutnya dilakukan seperti pengerjaan pada air suling. Hasil bobot minyak atsiri diperoleh dengan mengurangkan bobot piknometer yang diisi minyak atsiri dengan bobot piknometer kosong. Bobot jenis minyak atsiri adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot minyak atsiri dengan bobot air suling


(41)

dalam piknometer (Ditjen POM, 1995). Hasil dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 60 dan Lampiran 14, halaman 61.

3.6.2 Analisis komponen minyak atsiri

Penentuan komponen minyak atsiri yang diperoleh dari simplisia temu hitam dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU dengan menggunakan seperangkat alat Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS) model Shimadzu QP 2010S.

Kondisi analisis adalah jenis kolom kapiler Rtx-5MS, dengan panjang kolom 30 m, diameter kolom 0,25 mm, suhu injektor 230oC, gas pembawa He dengan laju alir 1,3 ml/menit. Suhu kolom terprogram (temperature programming) dengan suhu awal 80oC selama 3 menit, lalu dinaikan perlahan-lahan dengan rate kenaikan 5,0oC/menit sampai mencapai suhu akhir 250oC yang dipertahankan selama 5 menit.

Cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan membandingkan spektrum massa dan komponen minyak atsiri yang diperoleh (Unkwonn) dengan data Library yang memiliki tingkat kemiripan (Similarity Indeks) tertinggi. Gambar alat Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS) model Shimadzu QP 2010S dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 51.


(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tanaman

Hasil identifikasi yang dilakukan di Pusat Penelitian Biologi–LIPI Bogor terhadap tanaman temu hitam yang diteliti adalah jenis Curcuma aeruginosa Roxb. dari suku Zingiberaceae. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 45.

4.2 Hasil Karakteristik Simplisia Temu Hitam 4.2.1 Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik 4.2.1.1 Hasil pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik rimpang temu hitam kulit rimpang tua berwarna putih kotor, jika diiris rimpang akan tampak seperti cincin berwarna biru atau kelab, diameter kira-kira 2 cm.

4.2.1.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia rimpang temu hitam terdapat fragmen sel-sel parenkim berisi minyak yang berwarna kuning kecoklatan, jaringan gabus, serta berkas pembuluh kayu. Gambar dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 48.

4.2.2 Karakterisasi Simplisia Temu Hitam

Hasil karakterisasi simplisia temu hitam dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5-10, halaman 52-57.


(43)

Tabel 4.1. Hasil Karakterisasi Simplisia Temu Hitam No Pemeriksaan

Karakterisasi Simplisia

Kadar yang

diperoleh (%) Syarat Menurut MMI (%) 1. Kadar air 8,63 Tidak lebih dari 10

2. Kadar sari yang larut

dalam air 20,42

Tidak kurang dari 19,6 3. Kadar sari yang larut

dalam etanol 3,72

Tidak kurang dari 2,4

4. Kadar abu total 5,67 Tidak lebih dari 6,1 5. Kadar abu yang tidak

larut dalam asam 0,44

Tidak lebih dari 2,4 6. Penetapan kadar

minyak atsiri 1,09 2

Kadar air dalam simplisia menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam simplisia yang digunakan, dari hasil penelitian diperoleh kadar air simplisia temu hitam adalah 8,63%. Pengeringan merupakan suatu usaha untuk menurunkan kadar air bahan sampai tingkat yang diinginkan. Kadar air yang cukup aman, maka simplisia tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Apabila simplisia yang dihasilkan tidak cukup kering maka kemungkinan akan terjadi pertumbuhan jamur dan jasad renik lainnya. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10% (Depkes, 1995).

Penetepan kadar sari dilakukan terhadap 2 pengujian yaitu kadar sari larut dalam air dan etanol. Penetapan kadar sari simplisia menyatakan jumlah zat yang tersari dalam cairan penyari. Dari hasil karakterisiasi simplisia, temu hitam memiliki kadar sari yang larut dalam air sebesar 20,42%, lebih besar dari kadar sari yang larut dalam etanol yaitu sebesar 3,72 %.

Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan dalam etanol dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dalam air dan etanol dari


(44)

suatu simplisia. Senyawa yang bersifat polar dan larut dalam air akan tersari oleh air. Sedangkan senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air dan larut dalam etanol akan tersari oleh etanol.

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui jumlah material yang tersisa setelah pembakaran, dari hasil penelitian diketahui bahwa kadar abu total pada simplisia temu hitam 5,67%. Kadar abu tidak larut dalam asam adalah kadar abu yang berasal dari luar, dari hasil penelitian kadar abu tidak larut asam simplisia temu hitam 0,44%.

Abu total terbagi dua yang pertama abu fisiologis adalah abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan abu non fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan dari luar (seperti pasir dan tanah) yang terdapat pada permukaan simplisia. Kadar abu tidak larut asam untuk menentukan jumlah silika, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida (WHO, 1992).

Penetapan kadar minyak atsiri dengan menggunakan alat Stahl diketahui bahwa minyak atsiri temu hitam 1,09 %

4.3 Penentuan Indeks Bias dan Bobot Jenis Minyak Atsiri Hasil Isolasi

Hasil penentuan indeks bias dan bobot jenis minyak atsiri hasil isolasi dapat dilihat pada Tabel 4.2. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11-14, halaman 58-61.

Tabel 4.2. Hasil Penentuan Indeks Bias dan Bobot Jenis Minyak Atsiri

No. Metode Indeks Bias Bobot Jenis

1. Destilasi air 1,4880 0,9627


(45)

Hasil penelitian nilai bobot jenis minyak atsiri temu hitam dengan metode destilasi air yaitu 0,9627 dengan nilai indeks bias 1,4880. Hasil penelitian nilai bobot jenis minyak atsiri temu hitam dengan metode destilasi uap yaitu 0,9630 dengan nilai indeks bias 1,4880. Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa penetapan indeks bias dan bobot jenis minyak atsiri dari temu hitam dengan metode destilasi uap adalah lebih besar dibandingkan dengan metode destilasi air.

4.4 Analisis Minyak Atsiri Rimpang Temu Hitam dengan GC-MS 4.4.1 Analisis komponen minyak atsiri dengan metode destilasi air

Hasil analisis GC minyak atsiri dari simplisia temu hitam yang diperoleh dengan cara destilasi air diperoleh 9 puncak.. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kromatogram Hasil Analisis GC Minyak Atsiri dari Destilasi Air Simplisia Temu Hitam

Hasil analisis GC-MS minyak atisiri Temu Hitam yang diperoleh dengan cara destilasi air diperoleh 5 puncak utama dari 9 puncak pada kromatogram GC yaitu curzerenone, iso-velleral, eucalyptol, germacrone, dan camphor. Waktu tambat dan konsentrasi kelima komponen minyak atsiri temu hitam hasil analisis Gas Chromatography (GC) dapat dilihat pada Tabel 4.3. Pola fragmentasi


(46)

komponen minyak atsiri temu hitam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28, halaman 71-74.

Tabel 4.3. Waktu Tambat dan Konsentrasi Komponen Minyak Atsiri Hasil Analisis GC dari Temu Hitam dengan Metode Destilasi Air

No Nama komponen Waktu tambat

(menit)

Rumus molekul

Berat molekul

Kadar (%)

1. Eucalyptol 5,395 C10H18O 154 5,96

2. Camphor 6,784 C10H16O 152 2,42

3. Curzerenone 20,723 C15H18O2 230 34,82

4. Germacrone 23,469 C15H22O 218 4,08

5. Iso-velleral 26,450 C15H20O2 232 12,39

4.4.2 Analisis komponen minyak atsiri dengan metode destilasi uap

Hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari simplisia dari temu hitam yang diperoleh dengan cara destilasi uap diperoleh 25 puncak. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Kromatogram Hasil Analisis GC Minyak Atsiri dari Destilasi Uap Simplisia Temu Hitam

Hasil analisis GC-MS minyak atisiri Temu Hitam yang diperoleh dengan cara destilasi uap diperoleh 5 puncak utama dari 25 puncak pada kromatogram GC yaitu curzerenone, eucalyptol, β-elemene, furanodiene, dan curcumenol Waktu tambat dan konsentrasi kelima komponen minyak atsiri temu hitam hasil analisis Gas Chromatography (GC) dapat dilihat pada Tabel 4.4.


(47)

Tabel 4.4. Waktu Tambat dan Konsentrasi Komponen Minyak Atsiri Hasil Analisis GC dari Temu Hitam dengan Metode Destilasi Uap

No Nama komponen Waktu tambat

(menit) Rumus molekul Berat molekul Kadar (%)

1 Eucalyptol 5,386 C10H18O 154 11,99

2 Β-elemene 15,009 C15H24 204 8,76

3 Furanodiene 17,783 C15H20O 216 7,60

4 Curzerenone 20,838 C15H18O2 230 33,96

5 Curcumenol 24,526 C15H22O2 234 7,23

Komponen-komponen minyak atsiri temu hitam yang diperoleh dengan cara destilasi air dan destilasi uap dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Komponen minyak atsiri simplisia temu hitam yang diperoleh dengan cara destilasi air dan destilasi uap

Nama komponen Destilasi air Destilasi uap

Allyl Ionone +

-Alpha-Terpinene - +

Alpha-Terpineol - +

Beta-Elemene - +

Beta-Farnesene - +

Beta-Selinene - +

Bicyclogermacrene - +

Camphene - +

Camphor + +

Caryophyllene - +

Cembrene A + -

Cembrene - +

Curcumenol - +

Curzerenone + +

dl-Limonene - +

Elemol - +

Eucalyptol + +

Furanodiene - +

Gamma-Elemene - +

Germacrene-D - +

Germacrone + -

Isoborneol - +

Iso-Velleral + +


(48)

Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dilihat terdapat perbedaan jumlah komponen minyak atsiri. Komponen minyak atsiri yang diperoleh melalui destilasi uap lebih banyak daripada komponen minyak atsiri dari destilasi air.

Menurut Harris (1987), perbedaan suhu yang relatif lebih tinggi yang menyebabkan proses ekstraksi minyak atsiri pada destilasi uap akan berjalan lebih baik dibandingkan pada destilasi air. Menurut Guenther (1987), pada destilasi air, minyak atsiri dari bahan akan keluar ke media pembawa (air), kemudian baru akan menguap bersama-sama dengan air setelah proses pemanasan dilakukan. Oleh karena itu banyak kandungan minyak atsiri yang masih tertinggal dalam air, sehingga randemen minyak atsiri menjadi tidak maksimal. Faktor ini menyebabkan mengapa minyak atsiri dari tanaman yang sama jika diekstraksi dengan penyulingan air,penyulingan air dan uap dan penyulingan uap menghasilkan minyak dengan rendamen, komposisi dan sifat fisiko-kimia yang berbeda.

4.4.3 Analisis dan fragmentasi hasil spektrometri massa destilasi air

Anlisis dan fragmentasi hasil spektrometri massa komponen minyak atsiri dari temu hitam dengan metode destilasi air adalah sebagai berikut:

1. Puncak dengan waktu tambat 5,392 menit

Puncak dengan waktu tambat 5,392 menit mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 139, 125, 81, 77, 43. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17, halaman 64.

Hasil spektrum massa unknown dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (94%), maka senyawa dapat disimpulkan sebagai eucalyptol (C10H18O) dengan rumus bangun yang terlihat pada Gambar 4.3.


(49)

Gambar 4.3. Rumus bangun eucalyptol

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan CH3

dari puncak ion molekul

C10H18O menghasilkan fragmen [C9H15O]+ dengan m/z 139. Pelepasan CH2

menghasilkan fragmen [C8H13O]

+

dengan m/z 125. Pelepasan C2H4O

menghasilkan fragmen [C6H9]+ dengan m/z 81. Pelepasan C3H2 menghasilkan

fragmen [C3H7]+ dengan m/z 43. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat

pada Lampiran 28, halaman 71.

2. Puncak dengan waktu tambat 6,783 menit

Puncak dengan waktu tambat 6,783 menit mempunyai M+ 152 diikuti fragmen m/z 137, 123, 95, 81, 55, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 18 halaman 64.

Hasil spektrum massa unknown dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (92%), maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai camphor (C10H16O) dengan rumus bangun yang terlihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Rumus bangun camphor

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 152 yang merupakan berat molekul dari C H O. Pelepasan CH• dari puncak ion molekul


(50)

C10H16O menghasilkan fragmen [C9H13O]

+

dengan m/z 137. Pelepasan CH2

menghasilkan fragmen [C8H11O]+ dengan m/z 123. Pelepasan CO menghasilkan fragmen [C7H11]+ dengan m/z 95. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C6H9]+

dengan m/z 81. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C4H7]+ dengan m/z 55.

Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C3H5]+ dengan m/z 41. Pola fragmentasi

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28, halaman 71. 3. Puncak dengan waktu tambat 20,725 menit.

Puncak dengan waktu tambat 20,725 menit mempunyai M+ 230 diikuti fragmen m/z 215, 201, 187, 175, 145, 107, 53, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 19, halaman 65.

Spektrum massa unknown dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (81%), maka senyawa dapat disimpulkan sebagai Curzerenone (C15H18O2) dengan rumus bangun yang terlihat pada Gambar 4.5.

O

Gambar 4.5. Rumus bangun Curzerenone

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 230 yang merupakan berat molekul dari C15H18O2. Pelepasan CH3

dari puncak ion molekul

C15H18O2. menghasilkan fragmen [C14H15O2.]+ dengan m/z 215. Pelepasan CH2

menghasilkan fragmen [C13H13O2]

+

dengan m/z 201. Pelepasan CH2 menghasilkan

fragmen [C12H11O2]

+

dengan m/z 187. Pelepasan C menghasilkan fragmen [C11H11O2]+ dengan m/z 175. Pelepasan CH2O menghasilkan fragmen [C10H9O]+


(51)

107. Pelepasan C3H2O menghasilkan fragmen [C4H5]

+

dengan m/z 53. Pelepasan C menghasilkan fragmen [C3H5]+ dengan m/z 41. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28, halaman 73 .

4. Puncak dengan waktu tambat 23,467 menit Puncak dengan waktu tambat 23,467 menit mempunyai M+ 218 diikuti fragmen m/z 218, 203, 175, 161, 147, 135, 121, 107, 67, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 20, halaman 65.

Spektrum massa unknown dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (82%), maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai germacrone (C15H22O) dengan rumus bangun yang terlihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Rumus bangun germacrone

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 216 yang merupakan berat molekul dari C15H22O. Pelepasan CH3

dari puncak ion molekul C15H22O menghasilkan fragmen [C14H19O]

+

dengan m/z 203. Pelepasan CO menghasilkan fragmen [C13H19]+ dengan m/z 175. Pelepasan CH2 menghasilkan

fragmen [C12H17]+ dengan m/z 161. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen

[C11H15]+ dengan m/z 147. Pelepasan C menghasilkan fragmen [C10H15]+ dengan

m/z 135. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121.

Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11]+ dengan m/z 107. Pelepasan C3H4


(52)

fragmen [C3H5]+ dengan m/z 41. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat

pada Lampiran 28, halaman 73.

5. Puncak dengan waktu tambat 26,450 menit

Puncak dengan waktu tambat 26,450 menit mempunyai M+ 232 diikuti fragmen m/z 217, 203, 173, 135, 81, 67, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 21, halaman 66.

Spektrum massa unknown dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (72%), maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai iso-velleral (C15H20O2) dengan rumus bangun yang terlihat

pada Gambar 4.7.

CH=O

CH=O Gambar 4.7. Rumus bangun iso-velleral

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 232 yang merupakan berat molekul dari C15H20O2. Pelepasan CH3

dari puncak ion molekul C15H20O2 menghasilkan fragmen [C14H17O2]+ dengan m/z 217. Pelepasan CH2

menghasilkan fragmen [C13H15O2]+ dengan m/z 203. Pelepasan CH2O

menghasilkan fragmen [C12H13O]+ dengan m/z 173. Pelepasan C3H2

menghasilkan fragmen [C9H11O]+ dengan m/z 135. Pelepasan C3H2O

menghasilkan fragmen [C6H9]+ dengan m/z 81. Pelepasan CH2 menghasilkan

fragmen [C5H7]+ dengan m/z 67. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C3H5]+

dengan m/z 41. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28, halaman 74.


(53)

4.4.4 Analisis dan fragmentasi hasil spektrometri massa destilasi uap

Analisis dan fragmentasi hasil spektrometri massa komponen minyak atsiri dari temu hitam dengan metode destilasi uap adalah sebagai berikut:

1. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 5,383 menit

Puncak dengan waktu tambat 5,392 menit mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 139, 125, 81, 77, 43. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 23, halaman 68.

Spektrum massa unknown dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (97%), maka senyawa dapat disimpulkan sebagai eucalyptol (C10H18O) dengan rumus bangun yang terlihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Rumus bangun eucalyptol

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan CH3

dari puncak ion molekul

C10H18O menghasilkan fragmen [C9H15O]+ dengan m/z 139. Pelepasan CH2

menghasilkan fragmen [C8H13O]

+

dengan m/z 125. Pelepasan C2H4O

menghasilkan fragmen [C6H9]+ dengan m/z 81. Pelepasan C3H2 menghasilkan

fragmen [C3H7]+ dengan m/z 43. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat


(54)

2. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 14,992 menit

Puncak dengan waktu tambat 14,992 menit mempunyai M+ 204 diikuti fragmen m/z 204, 189, 175, 161, 147, 133, 107, 93, 55, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 24, halaman 68.

Spektrum massa unknown dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (96%), maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai β-elemene (C15H24) dengan rumus bangun yang terlihat pada Gambar 4.9.

CH : CH2 Me H2C : CMe MeC : CH2

Gambar 4.9. Rumus bangun β-elemene

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 204 yang merupakan berat molekul dari C15H24. Pelepasan CH3

dari puncak ion molekul C15H24 menghasilkan fragmen [C14H21]

+

dengan m/z 189. Pelepasan CH2

menghasilkan fragmen [C13H19]+ dengan m/z 175. Pelepasan CH2 menghasilkan

fragmen [C12H17]+ dengan m/z 161. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen

[C11H15]+ dengan m/z 147. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C10H13]+

dengan m/z 133. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C8H11]+ dengan m/z

107. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan

C3H2 menghasilkan fragmen [C4H7]+ dengan m/z 55. Pelepasan CH2

menghasilkan fragmen [C3H5]+ dengan m/z 41. Pola fragmentasi selengkapnya


(55)

3. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 17,775 menit

Puncak dengan waktu tambat 17,775 menit mempunyai M+ 216 diikuti fragmen m/z 216, 201, 187, 173, 159, 133, 119, 91, 77, 65, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 25, halaman 69.

Hasil spektrum massa unknown dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (84%), maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai furanodiene (C15H20O) dengan rumus bangun yang terlihat pada Gambar 4.10.

Gambar 4.10. Rumus bangun dari senyawa furanodiene

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 216 yang merupakan berat molekul dari C15H20O. Pelepasan CH3

dari puncak ion molekul

C15H20O. menghasilkan fragmen [C14H17O.]+ dengan m/z 201. Pelepasan CH2

menghasilkan fragmen [C13H15O]

+

dengan m/z 187. Pelepasan CH2 menghasilkan

fragmen [C12H13O]+ dengan m/z 173. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen

[C11H11O]

+

dengan m/z 159. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C9H9O.]

+

dengan m/z 133. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H7O]+ dengan m/z 119.

Pelepasan CO menghasilkan fragmen [C7H7]+ dengan m/z 91. Pelepasan CH2

menghasilkan fragmen [C6H5]

+

dengan m/z 77. Pelepasan C menghasilkan fragmen [C5H5]+ dengan m/z 65. Pelepasan 2C menghasilkan fragmen [C3H5]+ dengan m/z 41. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28, halaman 72.


(56)

4. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 20,817 menit

Puncak dengan waktu tambat 20,817 menit mempunyai M+ 230 diikuti fragmen m/z 230, 215, 201, 187, 175, 145, 107, 53, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 26, halaman 69.

Hasil spektrum massa unknown dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (81%), maka senyawa dapat disimpulkan sebagai Curzerenone (C15H18O2) dengan rumus bangun yang terlihat pada Gambar 4.11.

O

Gambar 4.11. Rumus bangun Curzerenone

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 230 yang merupakan berat molekul dari C15H18O2. Pelepasan CH3

dari puncak ion molekul

C15H18O2. menghasilkan fragmen [C14H15O2.]+ dengan m/z 215. Pelepasan CH2

menghasilkan fragmen [C13H13O2]

+

dengan m/z 201. Pelepasan CH2 menghasilkan

fragmen [C12H11O2]

+

dengan m/z 187. Pelepasan C menghasilkan fragmen [C11H11O2]+ dengan m/z 175. Pelepasan CH2O menghasilkan fragmen [C10H9O]+

dengan m/z 145. Pelepasan C3H2 menghasilkan fragmen [C7H7O]

+

dengan m/z 107. Pelepasan C3H2O menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan

C menghasilkan fragmen [C3H5]

+

dengan m/z 41. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28, halaman 73.


(57)

5. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 21,475 menit

Puncak dengan waktu tambat 21,475 menit mempunyai M+ 234 diikuti fragmen m/z 234, 219, 201, 173, 147, 133, 105, 93, 67, 41. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27, halaman 70.

Spektrum massa unknown dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (84%), maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai curcumenol (C15H22O2) dengan rumus bangun yang terlihat pada Gambar 4.12.

Gambar 4.12. Rumus bangun curcumenol

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 234 yang merupakan berat molekul dari C15H22O2. Pelepasan CH3

dari puncak ion molekul

C15H22O2 menghasilkan fragmen [C14H19O2]+ dengan m/z 219. Pelepasan H2O

menghasilkan fragmen [C14H17O]

+

dengan m/z 201. Pelepasan CO menghasilkan fragmen [C13H17]+ dengan m/z 173. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen

[C11H15]+ dengan m/z 147. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C10H13]+

dengan m/z 133. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C8H9]+ dengan m/z 105.

Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C6H7]+ dengan m/z 79. Pelepasan C

menghasilkan fragmen [C5H7]+ dengan m/z 67. Pelepasan C2H2 menghasilkan

fragmen [C31H5]+ dengan m/z 41. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia rimpang temu hitam diperoleh

kadar air 8,63%; kadar sari larut air 20,42%; kadar sari larut etanol 3,72%; kadar abu total 5,67%; kadar abu tidak larut asam 0,44%; penetapan kadar dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri temu hitam sebesar 1,09% v/b. Hasil penetapan indeks bias dengan destilasi air diperoleh sebesar 1,4880 dan bobot jenis diperoleh sebesar 0,9627. Hasil penetapan indeks bias dengan destilasi uap diperoleh sebesar 1,4880 dan bobot jenis diperoleh sebesar 0,9630. Karakterisasi simplisia temu hitam telah memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia.

2. Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dengan metode destilasi air menunjukkan 9 komponen sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dengan metode destilasi uap menunjukkan 25 komponen.

3. Hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari simplisia temu hitam yang diperoleh dengan destilasi air menunjukkan lima komponen utama yaitu curzerenone dengan kadar 34,82%; iso-velleral dengan kadar 12,39%; eucalyptol dengan kadar 5,96%; germacrone dengan kadar 4,08%; camphor dengan kadar 2,42%. Sementara hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari simplisia temu hitam yang diperoleh dengan destilasi uap


(59)

menunjukkan enam komponen utama yaitu curzerenone dengan kadar 33,96 %; eucalyptol dengan kadar 11,99%; β-elemene dengan kadar 8,76%; furanodiene dengan kadar 7,60%; curcumenol dengan kadar 7,23%.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian ini disarankan kepada peneliti selanjutnya, agar dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menguji aktivitas dari minyak atsiri temu hitam seperti uji aktivitas antibakteri.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A. (2011). Perbandingan Komponen Kimia Rimpang Temu Hitam (Curcuma aeruginosa, Roxb.) Dan Temu Putih (C. Zedoaria) Yang Tumbuih Di Indonesia Dengan Gajutsu (C.zedoaria) Asal Jepang. http://mot.farmasi.ugm.ac.id/files/tehitam_andrea.revisi.pdf&sa. Tanggal akses 3 Januari 2011.

Agusta, A. (2000). Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia, Bandung: Penerbit ITB. Hal. 29, 111.

Claus, E.P. (1961). Pharmacognosy. Edisi empat. Philadelphia: Lea & Febiger. Hal. 117-121.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1030-1031.

Depkes RI. (1978). Materia Medika Indonesia. Jilid II. Cetakan I. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Hal. 14-16.

Depkes RI. (1980). Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Cetakan I. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Hal. 99-108.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Cetakan I. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Hal. 319-325.

Gritter, R.J., Bobbit, J.M., Swahrting, A.T. (1985). Introduction of Chromatography. Penerjemah: Kosasih Padmawinata. (1991). Pengantar Kromatografi. Edisi ke-3. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 36-39.

Guenther, E. (1987). The Essential Oils. Terjemahan: Semangat Ketaren. Minyak Atsiri.. Jilid I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 42-45, 133-140.

Gunawan, D., dan Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid I. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 107.

Harris, R., (1987). Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 79-80.

Hutapea, J.R., dan Syamsuhidayat, S., (2001). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid II. Jakarta: Penerbit Depkes RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Hal. 101-102.

Koensoemardiyah. (2010). A to Z Minyak Atsiri. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Hal. 43.


(61)

Lutony, T.L., dan Rahmayati, Y. (2002). Produksi Dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 1-33.

McNair, H., dan Bonelli, E.J., (1988). Basic Gas Chromatography. Penerjemah: Kosasih Patmawinata. Dasar Kromatografi Gas. Edisi ke-5. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 7-14.

Muhlisah, F. (1999). Temu-Temuan & Empon-Emponan. Jakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 60-63.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Hal. 419.

Supratman, U. (2010). Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Widya Padjajaran. Hal. 268.

Silverstein, R.M., Bassler, G.C., dan Morrill, T.C. (1986). Laboratory Investigations in Organic Chemistry. Penerjemah: Hartomo dan Anny Victor. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 3-81, 305-308.

Tyler, V.E. (1976). Pharmacognosy. Edisi tujuh. Philadelphia: Lea and Febiger. Hal. 139

Unang. (2010). Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Penerbit Widya Padjadjaran. Hal.260-279.

WHO. (1992). Quality Control Methods For Medicinal Plant Material. Switzerland: WHO. Hal. 19 – 25.


(62)

(63)

Lampiran 2. Gambar Tanaman Temu Hitam, Rimpang Temu Hitam dan Simplisia Temu Hitam.

1

2

Keterangan:

1 : Tumbuhan Temu Hitam 2 : Rimpang Temu Hitam


(64)

Lampiran 2. (lanjutan)

3

4

5 Keterangan:

3 : Irisan Rimpang Temu Hitam 4 : Simplisia Rimpang Temu Hitam


(65)

Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia Rimpang Temu Hitam

1

2

3 4 5 6

Keterangan gambar dengan perbesaran 10x10: 1 : Jaringan Parenkim berisi sel minyak 2 : Rambut Penutup

3 : Jaringan Gabus

4 : Jaringan Parenkim berisi butir pati

5 : Pembuluh kayu


(66)

Lampiran 4. Alat-alat yang digunakan pada penelitian

1

2

Keterangan: 1 : Alat Stahl


(67)

Lampiran 4. (lanjutan)

3

4

Keterangan:

3 : Seperangkat alat destilasi air 4 : Seperangkat alat destilasi uap


(68)

Lampiran 4. (lanjutan)

5

6

7 Keterangan:

5 : Alat refraktometer Abbe

6 : Piknometer


(69)

Lampiran 5. Penetapan Kadar Air

Kadar Air = x100%

sampel Berat I Volume II Volume  v/b

Sampel I Volume I = 1,8 ml Volume II = 2,2 ml

Berat sampel = 5,023g

Kadar air = 100%

023 , 5 8 , 1 2 , 2 x

= 7,96%

Sampel II Volume I = 2,2 ml Volume II = 2,6 ml Berat sampel = 5,021 g

Kadar air = 100%

021 , 5 6 , 2 2 , 2 x

= 7,97%

Sampel III Volume I = 2,6 ml Volume II = 3,1 ml Berat sampel = 5,026 g

Kadar air = 100%

026 , 5 1 , 3 6 , 2 x

= 9,95%

Kadar air rata – rata =

3 % 95 , 9 % 97 , 7 % 96 ,

7  


(70)

Lampiran 6. Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Kadar sari larut dalam air = 100% 20 100 x x sampel Berat sari Berat b/b Sampel I

Berat sampel = 5,0140 g Berat sari = 0,2010 g

Kadar sari larut air = 100% 20 100 0140 , 5 2019 , 0 x x g g

= 20,04%

Sampel II

Berat sampel = 5,0110 g Berat sari = 0,2060 g

Kadar sari larut air = 100% 20 100 0110 , 5 2060 , 0 x x g g

= 20,55%

Sampel III

Berat sampel = 5,0330 g Berat sari = 0,2080 g

Kadar sari larut air = 100% 20 100 0330 , 5 2080 , 0 x x g g

= 20,66%

Kadar rata – rata =

3 % 66 , 20 % 55 , 20 % 04 ,

20  


(1)

Lampiran 25. Spektrum massa dengan waktu tambat 17,775 menit


(2)

(3)

Lampiran 28. Pola fragmentasi komponen minyak atsiri dari temu hitam dengan metode destilasi air dan destilasi uap

1. Eucalyptol

+ -CH3· -CH2

[C10H18O]. m/z 204 [C9H15O]+ m/z 139 [C8H13O]+ m/z 125

15 14 -C2H4O -C3H2

[C6H9]+ m/z 81 [C3H7]+ m/z 43

44 38

2. Camphor

+ -CH3· -CH2

[C10H16O]. m/z 152 [C9H13O]+ m/z 137

15 14 -CO -CH2

[C8H11O]+ m/z 123 [C7H11]+ m/z 95 [C6H9]+ m/z 81

28 14

-C2H2 -CH2

[C4H7]+ m/z 55 [C3H5]+ m/z 41


(4)

3. β-elemene

CH : CH2 Me H2C : CMe MeC : CH2

+ -CH3· -CH2

[C15H24]. m/z 204 [C14H21]+ m/z 189 [C13H19]+ m/z 175

15 14 -CH2 -CH2 -CH2

[C12H17]+ m/z 161 [C11H15]+ m/z 147

14 14 14

-CH2 -CH2

[C10H13]+ m/z 133 [C9H11]+ m/z 121 [C8H9]+ m/z 107

14 14

-CH2 -C2H2 -C2H2

[C7H7]+ m/z 107 [C5H5]+ m/z 67 [C5H5]+ m/z 67

14 26 26

4. Furanodiene

+ -CH3· -CH2

[C15H20O]. m/z 216 [C14H17O]+ m/z 189

15 14 -CH2 -CH2

[C13H15O]+ m/z 187 [C12H13O]+ m/z 173

14 14

-C2H2 -CH2

[C11H11O]+ m/z 159 [C9H9O]+ m/z 133

26 14

-CO -CH2

[C8H7O]+ m/z 119 [C7H7]+ m/z 91 [C6H5]+ m/z 77

28 14

-C -2C


(5)

5. Curzerenone

O

+ -CH3· -CH2

[C15H18O2]. m/z 230 [C14H15O2]+ m/z 215

15 14 -CH2 -C

[C13H13O2]+ m/z 201 [C12H11O2]+ m/z 187

14 14

-CH2O -C3H2

[C11H11O2]+ m/z 175 [C10H9O]+ m/z 145

30 38

-C3H2O -C

[C7H7O]+ m/z 107 [C4H5]+ m/z 53 [C3H5]+ m/z 41

54 12

6. Germacrone

+ -CH3· -CO

[C15H22O]. m/z 218 [C14H19O]+ m/z 203

15 28 -CH2 -CH2

[C13H19]+ m/z 175 [C12H17]+ m/z 161

14 14

-C -CH2

[C11H15]+ m/z 147 [C10H15]+ m/z 135 [C9H13]+ m/z 121

12 14 -CH2 -C3H4 -C2H2

[C8H11]+ m/z 107 [C5H7]+ m/z 67

14 40

[C3H5]+ m/z 41


(6)

7. Curcumenol

+ -CH3· -H2O

[C15H22O2]. m/z 234 [C14H19O2]+ m/z 219

15 18 -CO -C2H2

[C14H17O]+ m/z 201 [C13H17]+ m/z 173

28 26

-CH2 -C2H4

[C11H15]+ m/z 147 [C10H13]+ m/z 133

14 28

-CH2 -2C

[C8H9]+ m/z 105 [C7H7]+ m/z 93 [C5H7]+ m/z 67

14 24

-C2H2

[C3H5]+ m/z 41

26

8. Iso-velleral

CH=O

CH=O

+ -CH3· -CH2

[C15H20O2] . m/z 232 [C14H17O2]+ m/z 217

15 14 -CH2O -C3H2

[C13H15O2]+ m/z 203 [C12H13O]+ m/z 173

30 38 -CH2 -C3H2O

[C9H11O]+ m/z 135 [C6H9]+ m/z 81 [C6H9]+ m/z 81

14 54 -CH2 -C2H2

[C5H7]+ m/z 67 [C3H5]+ m/z 41 14 26


Dokumen yang terkait

Analisis Secara GC-MS Komponen Minyak Atsiri dari Rimpang Tanaman Jerangau (Acorus calamus) Hasil isolasi Menggunakan Metode Hidrodestilasi Dibandingkan dengan Destilasi Uap

8 80 131

Isolasi Minyak Atsiri dari Simplisia Kulit Kayu Sintok (Cinnamomum sintoc Blume) dengan Metode Destilasi Uap dan Air serta Analisis Komponennya Menggunakan GC-MS

12 102 84

Analisis Secara GC-MS Komponen Minyak Atsiridaririmpang Tanaman Jerangau (Acoruscalamus) Hasilisolasi menggunakan metode Hidrodestilasi Dibandingkan Dengan Destilasi Uap

0 47 131

Isolasi Dan Analisis Kimia Minyak Atsiri Dari Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb) Dengan Gas Kromatografi - Spektrometer Massa (GC–MS) Dan Uji Aktivitas Anti Bakteri

30 208 138

Analisis Secara Gc-Ms Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Tanaman Jerangau (Acoruscalamus) Hasil Isolasi Menggunakan Metode Hidrodestilasi Dibandingkan Dengan Destilasi Uap

7 81 131

Karakterisasi Simplisia, Isolasi Dan Analisi Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Dan Daun Kunyit (Curcuma Domestica Val.) Kering Secara Gc-Ms

1 51 92

ANALISIS SECARA GC-MS KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG TANAMAN JERANGAU (Acorus calamus) HASIL ISOLASI MENGGUNAKAN METODE HIDRODESTILASI DIBANDINGKAN DENGAN DESTILASI UAP SKRIPSI DIAN ARINI SEMBIRING 070802034

0 0 16

Isolasi Minyak Atsiri dari Simplisia Kulit Kayu Sintok (Cinnamomum sintoc Blume) dengan Metode Destilasi Uap dan Air serta Analisis Komponennya Menggunakan GC-MS

0 0 24

Isolasi Minyak Atsiri dari Simplisia Kulit Kayu Sintok (Cinnamomum sintoc Blume) dengan Metode Destilasi Uap dan Air serta Analisis Komponennya Menggunakan GC-MS

0 0 16

ISOLASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA KULIT KAYU SINTOK (Cinnamomum sintoc Blume) DENGAN METODE DESTILASI UAP DAN AIR SERTA ANALISIS KOMPONENNYA MENGGUNAKAN GC-MS SKRIPSI

0 0 15