Isolasi Dan Analisis Kimia Minyak Atsiri Dari Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb) Dengan Gas Kromatografi - Spektrometer Massa (GC–MS) Dan Uji Aktivitas Anti Bakteri

(1)

ISOLASI DAN ANALISIS KIMIA MINYAK ATSIRI DARI

TEMULAWAK (Curcuma xanthoriza Roxb) DENGAN GAS

KROMATOGRAFI-SPEKTROMETER MASSA (GC–MS)

DAN UJI AKTIVITAS ANTI BAKTERI

TESIS

Oleh

EFI SRIVITA SINAMBELA

107006001/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

ISOLASI DAN ANALISIS KIMIA MINYAK ATSIRI DARI

TEMULAWAK (Curcuma xanthoriza Roxb) DENGAN GAS

KROMATOGRAFI-SPEKTROMETER MASSA (GC–MS)

DAN UJI AKTIVITAS ANTI BAKTERI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

EFI SRIVITA SINAMBELA

107006001/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

Judul Tesis : ISOLASI DAN ANALISIS KIMIA MINYAK ATSIRI DARI TEMULAWAK (Curcuma xanthoriza Roxb)

DENGAN GAS KROMATOGRAFI - SPEKTROMETER MASSA (GC–MS) DAN UJI AKTIVITAS ANTI BAKTERI

Nama Mahasiswa : Efi Srivita Nomor Pokok : 107006001

Program Studi : Magister Ilmu Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Lamek Marpaung, M.Phil,Ph.D) (Dr.Mimpin Ginting.MS.)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Basuki Wirjosento,MS,Ph.D) (Dr.Sutarman,M.Sc)


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

ISOLASI DAN ANALISIS KIMIA MINYAK ATSIRI DARI TEMULAWAK

(Curcuma xanthoriza Roxb) DENGAN GAS

KROMATOGRAFI-SPEKTROMETER MASSA (GC–MS) DAN UJI AKTIVITAS ANTI BAKTERI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebut sumbernya dalam daftar pustaka

Medan, 4 Mei 2012

(Efi Srivita Sinambela) NIM.107006001


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Efi Srivita Sinambela

NIM : 107006001

Program Studi : Magister Ilmu Kimia

Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (No-Exclusive Royalty

Free Righ) atas Tesis saya yang berjudul:

ISOLASI DAN ANALISIS KIMIA MINYAK ATSIRI DARI TEMULAWAK

(Curcuma xanthoriza Roxb) DENGAN GAS

KROMATOGRAFI-SPEKTROMETER MASSA (GC–MS) DAN UJI AKTIVITAS ANTI BAKTERI

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalty Non-Ekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media,

memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan

Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 4 Mei 2012

Efi Srivita Sinambela NIM.107006001


(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 4 Mei 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D Anggota : 1. Dr. Mimpin Ginting, MS

2. Prof. Basuki Wirjosentono. MS,Ph.D 3. Prof. Dr. Jamaran Kaban, MSc 4. Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc


(7)

ISOLASI DAN ANALISIS KIMIA MINYAK ATSIRI DARI TEMULAWAK

(Curcuma xanthoriza Roxb) DENGAN GAS

KROMATOGRAFI-SPEKTROMETER MASSA (GC–MS) DAN UJI AKTIVITAS ANTI BAKTERI

ABSTRAK

Penelitian tentang isolasi dan analisis kimia minyak atsiri serta uji aktivitas

mikroba dengan metode Cork Borer dari temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb )

telah dilakukan. terhadap beberapa bakteri. Perlakuan yang diperlakukan yaitu mengisolasi minyak atrisi umbi temulawak dengan destilasi stahl dan dianlisis komponen kimianya dengan Kromotografi Gas Spektrometri Massa. Hasil Kromatografi Gas menunjukkan adanya 30 puncak yang berarti terdapat 30 komponen kimia dalam minyak atsiri umbi temulawak. Dengan Spektrometri Massa hanya 22 komponen dari 30 komponen yang dianalisis (identifikasi) berdasarkan data spektrum yang ada. Berikut ini 22 komponen kimia minyak atsiri yang

terkandung dalam umbi temulawak yaitu : α-pinen (0,68%), Kampen (1,60%),

sabinen (0,51%), Mirsen (0,67%), α-Pilandren (0,48%) ,δ-4- Carin (0,67%), 1,8 Sineol (14,64%), terpinolen (11,29%), Kamfor (7,21%), borneol (0,75%), Terpineol (0,70%), ρ-Simen(0,22%), α-Terpineol (0,78%), Piperitenon(2,20%), β -Elemen(1,38%), Zingiberen (4,55%), Cariopilen (1,45%), γ-Elemen (3,43%), β

-Farnesen (0,30%), Ar-Curcumin (0,92%), Furanodiena (5,88%), dan β

-Seskuifelandren(4,46%). Minyak atsiri dari temulawak telah di uji aktifitasnya terhadap bakteri Shigella sp (2,4 ; 4,4 ), S.aureus ( 1,6 ; 1,8 ), S,thyphii 1,2 ; 1,4 ) dan E.coli (1,0 ; 0,8 ).

Kata kunci : Temulawak, Destilasi Sthal, Minyak atsiri, GC-MS, Aktifitas


(8)

ISOLATION AND ANALYSIS CHEMICAL COMPONENT ESSENTIAL OIL OF

TEMULAWAK (Curcuma xanthoriza Roxb)

WITH GC-MS AND ANTI

BACTERIA ACTIVITY TEST

ABSTRACT

The research for isolation and analysis chemical component essential oil of temulawak

(Curcuma xanthoriza Roxb) with

GC-MS and anti bacteria activity test by Cork Borer method was conducted. The purposes of this research are to know chemical component essential oil of temulawak

(Curcuma xanthoriza

Roxb) with

GC-MS and anti bacteria activity. The treatment done was isolate the essential oil of the temulawak trought steam distillation and then it is chemical components were analyzed throught Mass Spectrometry – Gas Cromotography. The result of gas Cromatography showed 30 apeas meaning that the essential oil of temulawak contained 30 chemical components. The result of Mass Spectrometry only showed 22 out of the 30 chemical components analyzed (identified). The 22

chemical components of essential oil were : α-pinene (0,68%), Campen (1,60%), sabinen (0,51%), Mircen (0,67%), α-Pilandren (0,48%) ,δ-4- Carin (0,67%), 1,8 Cineole (14,64%), terpinolen (11,29%), Kamper (7,21%), borneol (0,75%),

Terpineol (0,70%), ρ-Cimen(0,22%), α-Terpineol (0,78%), Piperitenon(2,20%), β

-Elemen(1,38%), Zingiberen (4,55%), Caryopilen (1,45%), γ-Elemen (3,43%), β -Farnesene (0,30%), Ar-Curcumin (0,92%), Furanodiena (5,88%), dan β -Sesquiplilendren(4,46%). Also the activity test has been done and result show that for some bacteria namely Shigella sp (2,4 ; 4,4 ), S.aureus ( 1,6 ; 1,8 ), S,thyphii 1,2 ; 1,4 )dan E.coli (1,0 ; 0,8 ).

Key words : Temulawak, Sthal destilation, Essential Oil, GC-MS, Bacteria activity.


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Efi Srivita Sinambela, S.Si Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 1 April 1977

Riwayat Pendidikan : Tahun 1990 tamat dari SD Negeri 060838 Medan Tahun 1993 tamat dari SMP Negeri 17 Medan Tahun 1996 tamat dari SMA Negeri 4 Medan Tahun 2001 tamat dari FMIPA-USU

Tahun 2010 mengikuti program S2 di Pasca Sarjana – Kimia , Universitas Sumatera Utara dan tamat pada tahun 2012.

Nama Suami : Rikson AF Siburian,M.Si Nama Anak : 1. Madeline HannaTasya. 2. Nathania Yosephine. Nama Ayah : Alm.Osman Sinambela Nama Ibu : Lisken Silaen


(10)

KATA PENGANTAR

K

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat dan RahmatNya, saya dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini sebagai tugas akhir dalam jenjang Magister.

Saya menyadari bahwa Tesis ini masih banyak kekurangan, baik dalam penulisan kata mungkin juga bobot ilmiahnya. Pendapat dan saran dari pembaca diterima dengan senang hati untuk kesempurnaan Tesis ini.

Selesainya penulisan tesis ini, bukanlah semata – mata karena kemampuan saya sendiri, tetapi berkat sarana, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu saya ucapkan terima kasih kepada Universitas Sumatera Utara, karena telah memberi wadah pendidikan kepada saya untuk melanjutkan pendidikan.

Bapak Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM),Sp.A(K) sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulisuntuk menyelesaikan pendidikan Magister Kimia.

Bapak Prof.Dr.Ir.Rahim Matondang,MSi, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan Magister Kimia.

Kepada seluruh staf dosen yang memberi kuliah di Program Magister Kimia maupun pegawai yang telah banyak membantu.

Kepada Bapak Lamek Marpaung, M. Phil, Ph,D dan Bapak Dr.Mimpin Ginting,MS, sebagai pembimbing-1 dan 2 saya, dan juga kepada Bapak Prof. Basuki Wirjosentono. MS,Ph.D (Ketua Program dan dosen penguji), Bapak Prof.Dr.Jamaran Kaban MSc, serta Bapak Dr.Hamonangan Nainggolan, MSc sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi saran dan masukan.

Kepada suami saya Rikson AF Siburian dan anak anak saya Madeline dan Nathania dan keluarga yang telah banyak memberi semangat dan dorongan.


(11)

Pihak-pihak yang tidak dapat saya tuliskan satu persatu tetapi begitu banyak bantuannya selama saya mengerjakan tesis ini.

Medan, 26 April 2012 Hormat Saya,


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Manfaat Penelitian 3

1.5. Tempat Penelitian 4

1.6. Metodologi Penelitian 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Tumbuhan Temulawak 5

2.1.1. Deskripsi Temulawak 5

2.1.2. Manfaat Tanaman 6

2.1.3. Kandungan Kimia Temulawak 6

2.2. Senyawa Terpen 8

2.3. Minyak Atsiri 10

2.3.1. Sumber Minyak Atsiri 11

2.3.2. Penggunaan Minyak Atsiri 13

2.3.3. Cara Memproduksi Minyak Atsiri 14

2.3.4. Penyimpanan Minyak Atsiri 16

2.4. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS) 17

2.4.1. Kromatografi Gas 17


(13)

2.4.2. Spektrum Massa 20

2.4.3. Spektroskopi Infra Merah 23

2.4.4. Sensitivitas Antimikrobial 24

2.4.5. Bakteri Escherichia coli 24

2.4.6. Bakteri Salmonella 25

2.4.7. Bakteri Shigella 26

2.4.8. Bakteri Staphylococcus aure 28

BAB 3. METODE PENELITIAN 30

3.1 Alat dan Bahan 30

3.1.1. Alat 30

3.1.2. Bahan 30

3.2. Prosedur Penelitian 30

3.2.1. Pengolahan Sampel 30

3.2.2. Pemurnian Minyak 30

3.2.3. Analisis Minyak 31

3.2.3.1. Analisis dengan GC-MS 31

3.2.3.2. Analisis dengan Spektroskopi FT-IR 31

3.2.3.3. Analisis Uji Anti Bakteri 32

3.2.3.4. Skema Penelitian 33

BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 34

4.1. Hasil Penelitian 34

4.1.1. Hasil Isolasi Minyak Atsiri dari Umbi Temulawak 34

4.1.2. Hasil Analisis dengan GC – MS 34

4.1.3. Hasil Analisis Spektrum FT-IR 35

4.2. Pembahasan 36

4.2.1. Analisis Data Spektra GC-MS 36

4.2.2. Analisis Spektrum FT-IR 82

4.2.3. Hasil Uji Sensitivitas Antimikrobial Minyak Atsiri 83

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 85

5.1. Kesimpulan 85

5.2. Saran 85

DAFTAR PUSTAKA 86


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.2. Klasifikasi Terpen 10

2.2. Sumber-sumber Minyak Atsiri 12

4.1. Senyawa Kimia Hasil Analisa GC-MS yang Terdapat pada 35

Minyak Atsiri dari Umbi Temulawak

4.2. Hasil Uji Sensitivitas Antimikrobial Minyak Atsiri dengan 83

Metode Cork Borer


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Tanaman Temulawak 6

2.2. Berbagai rumus kimia minyak atsiri temulawak 8

2.3. Bakteria Escherichia coli 24

2.4. Bakteri Shigella 27

2.5. Bakteria Staphylococcus aureus 28

4.1. Kromatogram GC-MS Sampel Minyak Atsiri Hasil 34

Isolasi dari Temulawak

4.2. Spektra FI-IR Minyak Atsiri Temulawak 36

4.3. Spektra Massa dari α-pinen 37

4.4. Pola Fragmentasi dari α- pinen 38

4.5. Spektra Massa dari Kampen 39

4.6. Pola Fragmentasi dari Kampen 40

4.7. Spektra Massa dari Senyawa Sabinen 41

4.8. Pola Fragmentasi dari Sabinen 42

4.9. Spektra Massa dari Mirsen 43

4.10. Pola Fragmentasi dari Mirsen 44

4.11. Spektra Massa Senyawa α- Pilandren 45

4.12. Pola Fragmentasi dari Senyawa α - Pilandren 46

4.13. Spektra Massa Senyawa δ- 4 – Carin 47

4.14. Pola Fragmentasi dari SenyawA δ – 4 – Carin 48

4.15 Spektra 1,8 Sineol 49

4.16. Pola Fragmentasi dari Senyawa 1,8 Sineol 50

4.17. Spektra massa dari Senyawa Terpinolen 51

4.18. Pola Fragmentasi dari Senyawa Terpinolen 52

4.19. Spektra Massa Senyawa Kamfor 53


(16)

4.21. Spektra massa senyawa Borneol 55

4.22. Pola fragmentasi senyawa Borneol 56

4.23. Spektra massa senyawa Terpineol 57

4.24. Pola fragmentasi senyawa Terpineol 58

4.25. Spektra massa senyawa ρ- Simen 59

4.26. Pola fragmentasi senyawa ρ-Simen 60

4.27. Spektra massa senyawa α–Terpineol 61

4.28. Pola fragmentasi senyawa α – Terpineol 62

4.29. Spektra massa senyawa Piperitenon 63

4.30. Pola Fragmentasi senyawa Piperitenon 64

4.31. Spektra massa senyawa β – Elemen 65

4.32. Pola Fragmentasi senyawa β – Elemen 66

4.33. Spektra massa senyawa Zingiberen 67

4.34. Pola fragmentasi senyawa Zingiberen 68

4.35. Spektra massa senyawa Cariopilen 69

4.36. Pola fragmentasi senyawa Cariopilen 70

4.37. Spektra massa senyawa γ – Elemen 71

4.38. Pola fragmentasi senyawa γ – Elemen 72

4.39. Spektra massa senyawa β – Farnesen 73

4.40. Pola fragmentasi senyawa β - Farnesen 74

4.41. Spektra massa senyawa Ar – Curcumin 75

4.42. Pola Fragmentasi senyawa Ar – Curcumin 76

4.43. Spektra massa senyawa Zingiberen 77

4.44. Pola Fragmentasi senyawa Zingiberen 78

4.45. Spektra massa senyawa Furanodiena 79

4.46. Pola Fragmentasi senyawa Furanodiena 80

4.47. Spektra massa senyawa β – Seskuifelandren 81

4.48. Pola Fragmentasi senyawa β - Seskuifelandren 82


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Spektra GC-MS 89

2 Spektra GC-MS Peak 1 90

3 Spektra GC-MS Peak 2 91

4 Spektra GC-MS Peak 3 92

5 Spektra GC-MS Peak 4 93

6 Spektra GC-MS Peak 5 94

7 Spektra GC-MS Peak 6 95

8 Spektra GC-MS Peak 7 96 9 Spektra GC-MS Peak 8 97

10 Spektra GC-MS Peak 9 98

11 Spektra GC-MS Peak 10 99

12 Spektra GC-MS Peak 11 100

13 Spektra GC-MS Peak 12 101

14 Spektra GC-MS Peak 13 102

15 Spektra GC-MS Peak 14 103

16 Spektra GC-MS Peak 15 104

17 Spektra GC-MS Peak 16 105

18 Spektra GC-MS Peak 17 106

19 Spektra GC-MS Peak 18 107

20 Spektra GC-MS Peak 19 108

21 Spektra GC-MS Peak 20 109

22 Spektra GC-MS Peak 21 110

23 Spektra GC-MS Peak 22 111

24 Spektra GC-MS Peak 23 112


(18)

26 Gambar Rimpang Temulawak 114

27 Seperangkat Alat Destilasi Stahl 115

28 Minyak Atsiri temulawak 116

29 Foto Uji Sensitifitas Antimikrobial Bakteri 117


(19)

ISOLASI DAN ANALISIS KIMIA MINYAK ATSIRI DARI TEMULAWAK

(Curcuma xanthoriza Roxb) DENGAN GAS

KROMATOGRAFI-SPEKTROMETER MASSA (GC–MS) DAN UJI AKTIVITAS ANTI BAKTERI

ABSTRAK

Penelitian tentang isolasi dan analisis kimia minyak atsiri serta uji aktivitas

mikroba dengan metode Cork Borer dari temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb )

telah dilakukan. terhadap beberapa bakteri. Perlakuan yang diperlakukan yaitu mengisolasi minyak atrisi umbi temulawak dengan destilasi stahl dan dianlisis komponen kimianya dengan Kromotografi Gas Spektrometri Massa. Hasil Kromatografi Gas menunjukkan adanya 30 puncak yang berarti terdapat 30 komponen kimia dalam minyak atsiri umbi temulawak. Dengan Spektrometri Massa hanya 22 komponen dari 30 komponen yang dianalisis (identifikasi) berdasarkan data spektrum yang ada. Berikut ini 22 komponen kimia minyak atsiri yang

terkandung dalam umbi temulawak yaitu : α-pinen (0,68%), Kampen (1,60%),

sabinen (0,51%), Mirsen (0,67%), α-Pilandren (0,48%) ,δ-4- Carin (0,67%), 1,8 Sineol (14,64%), terpinolen (11,29%), Kamfor (7,21%), borneol (0,75%), Terpineol (0,70%), ρ-Simen(0,22%), α-Terpineol (0,78%), Piperitenon(2,20%), β -Elemen(1,38%), Zingiberen (4,55%), Cariopilen (1,45%), γ-Elemen (3,43%), β

-Farnesen (0,30%), Ar-Curcumin (0,92%), Furanodiena (5,88%), dan β

-Seskuifelandren(4,46%). Minyak atsiri dari temulawak telah di uji aktifitasnya terhadap bakteri Shigella sp (2,4 ; 4,4 ), S.aureus ( 1,6 ; 1,8 ), S,thyphii 1,2 ; 1,4 ) dan E.coli (1,0 ; 0,8 ).

Kata kunci : Temulawak, Destilasi Sthal, Minyak atsiri, GC-MS, Aktifitas


(20)

ISOLATION AND ANALYSIS CHEMICAL COMPONENT ESSENTIAL OIL OF

TEMULAWAK (Curcuma xanthoriza Roxb)

WITH GC-MS AND ANTI

BACTERIA ACTIVITY TEST

ABSTRACT

The research for isolation and analysis chemical component essential oil of temulawak

(Curcuma xanthoriza Roxb) with

GC-MS and anti bacteria activity test by Cork Borer method was conducted. The purposes of this research are to know chemical component essential oil of temulawak

(Curcuma xanthoriza

Roxb) with

GC-MS and anti bacteria activity. The treatment done was isolate the essential oil of the temulawak trought steam distillation and then it is chemical components were analyzed throught Mass Spectrometry – Gas Cromotography. The result of gas Cromatography showed 30 apeas meaning that the essential oil of temulawak contained 30 chemical components. The result of Mass Spectrometry only showed 22 out of the 30 chemical components analyzed (identified). The 22

chemical components of essential oil were : α-pinene (0,68%), Campen (1,60%), sabinen (0,51%), Mircen (0,67%), α-Pilandren (0,48%) ,δ-4- Carin (0,67%), 1,8 Cineole (14,64%), terpinolen (11,29%), Kamper (7,21%), borneol (0,75%),

Terpineol (0,70%), ρ-Cimen(0,22%), α-Terpineol (0,78%), Piperitenon(2,20%), β

-Elemen(1,38%), Zingiberen (4,55%), Caryopilen (1,45%), γ-Elemen (3,43%), β -Farnesene (0,30%), Ar-Curcumin (0,92%), Furanodiena (5,88%), dan β -Sesquiplilendren(4,46%). Also the activity test has been done and result show that for some bacteria namely Shigella sp (2,4 ; 4,4 ), S.aureus ( 1,6 ; 1,8 ), S,thyphii 1,2 ; 1,4 )dan E.coli (1,0 ; 0,8 ).

Key words : Temulawak, Sthal destilation, Essential Oil, GC-MS, Bacteria activity.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada waktu obat - obatan mencapai puncak ketenaran seperti sekarang ini, ada kalanya obat tradisional dianggap sebagai hal yang tidak berguna. Cara – cara penelitian muktahir kemudian diterapkan, dan ternyata hasilnya cukup signifikan. Cara – cara penelitian tersebut justru membuka tabir rahasia khasiat – khasiat positif yang dimiliki berbagai bahan obat tradisional.Salah satunya adalah rimpang temulawak. Orang mulai berpaling kembali kepada alam semesta sebagai sumber bahan obat yang sangat berharga. Para peneliti giat mencari efek – efek positif obat – obat tradisional dan meletakkannya pada proporsi yang wajar. Akibatnya, ungkapan

back to nature atau kembali ke alam yang selama ini dilupakan, pada penutup abad ini kembali dikumandangkan.

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), merupakan tumbuhan asli

Indonesia. Indonesia kaya akan tumbuhan obat khususnya jenis temu – temuan. Dari

sekitar 70 jenis Curcurma yang tersebar di kawasan Asia Selatan, Asia Tenggara

sampai Australia Utara, tidak kurang dari 20 jenis tumbuh di Indonesia. Rimpang paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisoanal. Di samping itu, rimpang tanaman ini juga merupakan salah satu bahan ekspor yang cukup potensial. Kebutuhan temulawak dari tahun ke tahun semakin meningkat dengan berkembangnya obat – obat fitoterapi, dan semakin berkembangnya perusahaan obat tradisional di Indonesia.

Temulawak diketahui mengandung zat – zat yang dipercaya oleh nenek moyang untuk memperlancar fungsi tubuh, seperti menambah nafsu makan, melancarkan sekresi air susu ibu, memperlancar kencing, memperlancar haid dan lain lain. Di samping itu, bahan ini dianggap dapat menggobati bermacam – macam jenis


(22)

penyakit seperti: malaria, gangguan hati dan sakit kuning, pegal – pegal, sembelit, demam, sakit perut, gatal – gatal, sariawan dan sebagainya.

Temulawak tidak hanya dapat digunakan sebagai ramuan tradisioanal yang sering disebut jamu, tetapi dapat dikembangkan lebih jauh menjadi produk lain yang bermanfaat di bidang industri seperti produk makanan dan minuman, kosmetik, tekstil, dan farmasi, (Hernani,2001).

Minyak atsiri merupakan zat yang memberikan aroma pada tumbuhan. Minyak atsiri memiliki komponen volatil pada beberapa tumbuhan dengan karakteristik tertentu. Saat ini, minyak atsiri telah digunakan sebagai parfum, kosmetik, bahan tambahan makanan dan obat (Buchbauer,dkk. 1991). Minyak atsiri dikenal dengan

nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile) yang merupakan

salah satu hasil metabolisme tanaman. Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri yang terdapat dalam suatu tanaman, disamping dipengaruhi oleh jenis spesies tanaman, juga oleh lingkungan tempat tumbuh, maupun metode isolasi yang digunakan (Guenther, 1990). Isolasi minyak atsiri dari bahan alam seperti nilam, kenanga, akar wangi, cengkeh, kencur dan sejenisnya dilakukan melalui penyulingan bersama air (hidrodistilasi) menggunakan alat Stahl, destilasi uap (steam distilasi) dan maserasi, menggunakan pelarut menguap (Sastrohamidjojo, 2004). Selanjutnya, analisis komponen minyak atsiri melalui analisis GC–MS yang didukung analisis spektrofotometri IR telah lama dilakukan oleh peneliti sebelumnya seperti halnya yang dilakukan dalam penentuan komposisi minyak daun Eucalyptus , minyak atsiri dari daun lengkuas (Harris, 1990).

Khasiat temulawak sebagai obat telah banyak dilaporkan, misalnya obat sakit

perut, ginjal (Lin, dkk, 1996; Yasni S, dkk, 1994); antitumor (Itokawa H, dkk, 1985);

anti oksidan, anti inflamantasi anti HIV, anti kanker prostat (Itokawa H, dkk, 2008) dan anti-inflamantasi (Ozaki Y, 1990). Shin-ichi Uehara telah melakukan penelitian terhadap tumbuhan temulawak dimana mereka telah menemukan 2 (dua) senyawa

yang di peroleh dengan metode kromatografi (Uehara,S, dkk., 1986). Literatur juga

telah melaporkan aktivitas antibakteri dari ekstrak temulawak (Sylviana, dkk, 2009)


(23)

dan juga temulawak memiliki aktivitas anti jamur dan antibiotik (Rukayadi, dkk, 2006).

Atas dasar uraian yang telah dikemukakan diatas, dalam penelitian ini dilakukan isolasi melalui destilasi bersama air menggunakan alat stahl dan analisis

komponen kimia minyak atsiri dari tumbuhan temulawak (C.xanthorrhiza Roxb.)

dengan GC – MS, IR dan uji aktivitas anti bakteri. Diharapkan dari hasil penelitian

ini disamping didapatkan informasi bahwa tumbuhan temulawak (C. xanthorrhiza

Roxb.) mengandung minyak atsiri yang kemungkinan dapat digunakan sebagai bahan

obat – obatan dan juga memberikan informasi tentang aktivitas anti bakteri dari minyak atsiri yang dihasilkan.

1.2. Permasalahan

1. Senyawa minyak atsiri apakah yang terkandung dalam temulawak (C.

xanthorrhiza Roxb.) yang diperoleh melalui destilasi Stahl?

2. Bagaimanakah aktifitas minyak atsiri yang diperoleh terhadap beberapa bakteri?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui komposisi minyak atsiri hasil destilasi Stahl dari temulawak (C.

xanthorrhiza Roxb.) dengan menggunakan GC-MS dan FT-IR.

2. Untuk mengetahui aktifitas minyak atsiri yang diperoleh terhadap beberapa

bakteri.

1.4. Manfaat Penelitian

Memberikan informasi mengenai komponen senyawa kimia dari minyak atsiri

yang diperoleh dari temulawak (C. xanthorrhiza Roxb.) dan aktivitasnya sebagai

antibakteri. Dengan demikian diharapkan akan memberi kemungkinan pemanfaatan tanaman temulawak kearah yang lebih luas dan nilai ekonominya semakin tinggi.


(24)

1.5. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara destilasi Stahl di Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam FMIPA USU Medan, untuk uji anti bakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU Medan, dan untuk menentukan komposisi kimia minyak atsiri dilakukan analisis dengan GC-MS dan FT-IR di Laboratorium Kimia Organik UGM Yogyakarta.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan skala laboratorium dan sebagai objek penelitian adalah umbi temulawak segar. Umbi temulawak diisolasi untuk mendapatkan minyak atsirinya dengan menggunakan alat destilasi Stahl dan analisis komponen minyak atsiri dengan GC-MS dan FT-IR. Jenis dan jumlah komponen dari minyak atsiri yang diperoleh di analisis dengan Gas kromatografi (GC) dengan membandingkan dengan standard. Kemudian setiap peak yang terdeteksi pada GC di analisis BM dengan MS. FT-IR digunakan untuk menganalisis gugus fungsi yang ada pada komponen kimia yang terkandung pada minyak atsiri. Kemudian untuk analisis (uji) aktifitas terhadap beberapa jenis bakteri digunakan metode Cork Borer.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan Temulawak

Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di Madura disebut sebagai temu lobak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa.

Klasifikasi ilmiah tanaman temulawak adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Keluarga : Zingiberaceae Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.(Rahmat,1995)

2.1.1. Deskripsi Temulawak

Tanaman temulawak berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84 cm dan lebar 10 – 18 cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80 cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9 – 23 cm dan lebar 4 – 6 cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan


(26)

mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 – 13 mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5 cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25 – 2 cm dan lebar 1cm.

Gambar 2.1. Tanaman Temulawak (Rahmat, 1995)

2.1.2. Manfaat Tanaman

Di Indonesia satu – satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang temulawak untuk dibuat jamu godog. Rimpang ini mengandung 48-59, 64 % zat tepung, 1,6-2,2 % kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak asiri dan dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari rimpang tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti kolesterol, anti inflamasi, anemia, anti oksidan, pencegah kanker, dan anti mikroba (Rahmat, 1995).

2.1.3. Kandungan Kimia Temulawak

Komponen – komponen yang terkandung dalam temulawak dapat digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu minyak atsiri dan golongan kurkuminoid. Minyak atsiri atau minyak menguap merupakan komponen dalam temulawak yang memberikan bau karateristik, sedangkan kurkuminuid terdiri dari beberapa zat warna kuning (Oei dkk, 1985).

Beberapa penelitian mengidentifikasi kandungan kimia minyak atsiri yang terkandung dalam rimpang temulawak. Itokawa (1985 ) melaporkan adanya empat

senyawa seskuiterpenoid bisabolan yaitu: α-kurkumen, ar-turmeron, β-atlanto dan


(27)

xantorizol. Selanjutnya dibuktikan bahwa ketiga senyawa tersebut yaitu : α -kurkumen, ar-turmeron dan xantorizol, mempunyai khasiat anti-tumor.

Ueraha (1989, 1990) berhasil mengidentifikasi tujuh senyawa seskuiterpenoid bisabolon dari fraksi larutan klorofom rimpang temulawak, setelah dideterminasi berdasarkan data spektral, konversi kimia, dan kristalografi sinar-X. Ketujuh senyawa tersebut adalah bisacuron, bisacumol, bisacurol, bisacuron epoksida, bisacuron A, bisacuron B, dan bisacuron.

Kandungan kimia minyak atsiri temulawak

Alto-Aromadendre, β–Atlanton, α–Bergamoten, β-Bisabolol, Bisacumol, Bisacuron, Bisacuron A, Bisacuron B, Bisacuron C, Bisacuron epoksida, Borneol, Isoborneol,

Kamfen, Kamfor, 1,8 Sineol, Ar-kurkumen, α- kurkumen, β- kurkumen, Kurkufenol ,

Kurzeren, Kurzerenon, P- Sinem, 2-(1,5-Dimetilheks-4-enil) 4 metilfenol, β– Elemen,

δ – Elemen, γ – Elemen, β- Famesen, Furanodienon, Germakonm,

Isofuranogermakren, Limonen, Linalol, Mirsen, α- Pinen, β- Pinen, Sabinen,

β-Seskuifelandren, α- Terpineol, Trisiklen, Turmerol, Ar-turmeron, α-Turmeron, β -turmeron, Xantorizol dan Zingiberen.


(28)

Gambar 2.2. Berbagai rumus kimia minyak atsiri temulawak

(Purnomowati,Yoganingrum,1997)

2.2. Senyawa Terpen

Terpen merupakan suatu golonga senyawa-senyawa golongan terpen dan modifikasinya, terpenoid, merupakan terutam


(29)

terpen merupakan kerangka penyusun sejumlah senyawa penting bagi makhluk hidup. Sebagai contoh, senyawa-senyawa

terpene) diambil dari produk getah

tusamturpentine).

Terpen dan terpenoid menyusun banyak tumbuhan. Kandungan minyak atsiri memengaruhi penggunaan produk rempah-rempah, baik sebagai bumbu, sebagai wewangian, serta sebagai bahan pengobatan, kesehatan, dan penyerta upacara-upacara ritual. Nama-nama umum senyawa golongan ini seringkali diambil dari nama minyak atsiri yang mengandungnya. Lebih jauh lagi, nama minyak itu sendiri diambil dari nama (nama latin) tumbuhan yang menjadi sumbernya ketika pertama kali diidentifikasi. Sebagai misal adal

diambil dari minyak yang diambil dariCitrus). Contoh lain adala

diambil dari minyak yang dihasilkan olEugenia aromatica).

Terpenoid disebut juga isoprenoid. Hal ini dapat dimengerti karena kerangka

penyusun terpena dan terpenoid adala5H8).

Terpen memiliki rumus dasar (C5H8)n, dengan n merupakan penentu kelompok

tipe terpen. Modifikasi terpen (disebut terpenoid, berarti "serupa dengan terpena") adalah senyawa dengan struktur serupa tetapi tidak dapat dinyatakan dengan rumus dasar. Kedua golongan ini menyusun banyak minyak atsiri.


(30)

Tabel 2.1. Klasifikasi Terpen

Nama Rumus Sumber

Monoterpen C10H16 Minyak Atsiri

Seskuiterpen C15H24 Minyak Atsiri

Diterpen C20H32 Resin Pinus

Triterpen C30H48 Saponin, Damar

Tetraterpen C40H64 Pigmen, Karoten

Politerpen (C5H8)n n 8 Karet Alam

2.3. Minyak Atsiri

Dalam tumbuhan, kebanyakan senyawa-senyawa yang beraroma dihasilkan melalui jalur metabolisme sekunder. Terpen merupakan persenyawaan hidrokarbon

tidak jenuh yang molekulnya tersusun dari unit isoprene (C5H8). Unit Isopren

berkondensasi dengan persambungan kepala ke ekor isopentenil pirofosfat dan dimetil pirofosfat menghasilkan terpen dalam tumbuhan.

Isoprene (C5) Satuan isopenten

Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu terdapat pada fraksi minyak atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi, harum atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah – rempah serta sebagai senyawa citarasa dalam industri makanan. Monoterpen dan sekuiterpen merupakan komponen utama dari banyak minyak atsiri yang digunakan sebagai cita rasa dan


(31)

pewangi. Monoterpen dan seskuiterpen dapat dipilah-pilah berdasarkan kepada kerangka karbon dasarnya. Yang umum adalah asiklik (misalnya graniol dan fanesol), monosiklik (misalnya limonene dan bisabolena), bisiklik (misalnya α dan β-pinena). Dalam setiap golongan monoterpen dan seskuiterpen bisa terdapat senyawa hidrokarbon tak jenuh atau keton.

Minyak atsiri dapat diperoleh melalui ekstraksi tumbuh – tumbuhan yakni dari daun, bunga, akar, dan kulit kayu. Biasanya tumbuhan penghasil minyak atsiri tumbuh liar atau dibudidayakan dan biasanya tumbuhan itu berarti wangi.

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent taste), beraroma wangi sesuai dengan aroma tumbuhan penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organic dan tidak larut dalam air.Minyak atsiri itu berupa ciran jernih,tidak berwarna, tetapi selama penyimpanan akan mengental dan berwarna kekuningan atau kecoklatan. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh oksidasi dan resinifikasi (berubah menjadi dammar atau resin). Untuk mencegah atau memperlambat proses oksidasi dan resinifikasi tersebut, minyak atsiri harus dilindungi dari pengaruh sinar matahari yang dapat merangsang terjadinya oksidasi dan oksigen udara yang akan mengoksidasi minyak atsiri, (Koensoemardiyah,2010).

2.3.1. Sumber Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil akhir proses metabolisme sekunder dalam tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain termasuk family

Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauranceae, Myrataceae, rutaceae, Piperaceae, Zingiberaceae, Umbelliferae, dan Gramineae. Minyak atsiri terdapat pada setiap bagian tumbuhan yaitu di daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, akar dan rhizome (Ketaren, 1985). Minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri tertera dalam Tabel 2.2.


(32)

Tabel 2.2. Sumber-sumber Minyak Atsiri

Nama Minyak Tanaman Penghasil Bagian Tanaman

Negara Asal

Sereh wangi Cymbopogon nardus R Daun Srilanka

Nilam (patchouli) Pogostemon cablin Benth

Daun Malaysia,

Indonesia Kayu Putih

(cajuput)

Melaleuca Leucadenron

Daun Indonesia

Sereh dapur (lemon grass)

Cymbopogon citrates Daun Madagaskar,

Guetemala

Lada (pepper) Piper nigrum L Daun/buah India Timur,

Cina, Srilanka Kenanga (cananga) Cananga odorata Hook

Bunga Indonesia

Cengkeh (clove) Caryophyllus Bunga Zanzibar,

Indonesia, Madagaskar

Lavender Lavandula offcinalis

Chaix

Bunga Perancis,

Rusia

Mawar (rose) Rosa alba L Bunga Bulgaria,

Turki

Melati (jasmine) Jasminumofficinale Bunga Perancis

selatan Kapolaga

(cardamom)

Elettaria cardamomun Biji India,

amerika

Seledri (celery seed) Apium graveolen L Biji Inggris, India

Sitrun (lemon) Citrus medica Buah/Kulit

Buah

Kalifornia

Adas (fennel) foeniculum fulgares

Mill Buah/Kulit Buah Eropah, tengah, Rusia Akar wangi (Vetiver) Vetiveria zizanioides stap

Akar/rhizoma Indonesia, Lousiana

Kunyit (Turmeric) Curcuma longa Akar/rhizoma Amerika

selatan

Jahe (ginger) Zingiber officinale

Roscoe

Akar/rhizoma Jamaika

“Camphor” Cinnamomun

Camphora L

Batang/kulit buah

Formosa, Jepang


(33)

2.3.2. Penggunaan Minyak Atsiri

Penggunaan minyak atsiri dan bahan kimia volatil untuk tujuan pengobatan, kosmetik serta wangi – wangian telah dikenal dalam masyarakat sejak zaman purba. Dan kini ada kecenderungan untuk kembali ke penggunaan bahan – bahan alam, antara lain karena minyak atsiri dapat larut dalam lemak yang terdapat pada kulit, dapat diabsorbsi kedalam aliran darah, dan mempunyai kompabilitas dengan lingkungan (dapat mengalami biodegradasi dan merupakan bagian dari kesetimbangan ekosistem selama ribuan tahun) (Rojat, dkk, 1996).

Minyak atsiri merupakan sumber dari aroma kimia alami yang dapat digunakan sebagai komponen flavor dan fragrance alami dan sebagai sumber yang penting dari struktur stereospsesifik enansiomer murni yang biosintesisnya lebih murah dibandingkan dengan proses sintesis (Lawrence dan Reynold, 1992).

Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri,

misalnya industri parfum, kosmetik, “essence”, industri farmasi dan “flavoring

agent”. Dalam pembuatan parfum dan wangi-wangian, minyak atsiri tersebut

berfungsi sebagai zat pengikat bau (fixative) dalam parfum, misalnya minyal nilam,

minyak akar wangi dan minyak cendana. Minyak atsiri yang berasal dari rempah-rempah, misalnya minyak lada, minyak kayu manis, minyak jahe, minyak cengkeh, minyak ketumbar, umumnya digunakan sebagai bahan penyedap (flavoring agent) dalam bahan pangan dan minuman (Ketaren, 1985).

Minyak atsiri ini selain memberikan aroma wangi yang menyenangkan juga dapat membantu pencernaan dengan merangsang system saraf skresi, sehingga akan meningkatkan skresi getah lambung yang mengandung enzim hanya oleh stimulus aroma dan rasa bahan pangan. Selain itu juga dapat merangsang keluar cairan getah sehingga rongga mulut dan lambung menjadi basah.

Beberapa jenis minyak atsiri digunakan sebagai bahan antiseptik internal atau eksternal, bahan analgesik, haelitik atau sebagai antizimatik sebagai sedatif dan stimulant untuk obat sakit perut. Minyak atsiri mempunyai sifat membius, merangsang atau memuakkan (Guenther, 1987).


(34)

2.3.3. Cara Memproduksi Minyak Atsiri

Komponen minyak atsiri dalam tumbuhan terdapat dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga diperlukan bahan awal yang besar jumlahnya untuk memperoleh minyak atsiri yang memadai jumlahnya untuk diteliti. Ada beberapa metode untuk mendapatkan minyak atsiri antara lain:

a. Metode Penyulingan (Destilasi)

Bahan yang mengandung minyak atsiri dapat diperoleh dengan metode penyulingan (Bradesi, dkk, 1997). Bahan untuk penyulingan biasanya diambil pada pagi hari secepat mungkin setelah embun menghilang (Douglas, 1979). Ada tiga metode penyulingan yang digunakan dalam industry minyak atsiri, yaitu:

1. Penyulingan dengan air (hydrodistillation)

2. Penyulingan dengan air dan uap (hydro and steam distillation)

3. Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation)

Perbedaan antara distilasi uap langsung dengan hidrodistilasi adalah pada distilasi uap langsung tidak terjadi kontak langsung antara sampel dengan air, sedangkan hidrodistilasi sampelnya dicelupkan ke dalam air mendidih (Chalchat dan Garry, 1997).

Dalam setiap metode penyulingan bahan tumbuhan, baik dengan penyulingan uap, penyulingan air dan uap atau penyulingan air minyak atsiri hanya dapat diuapkan jika kontak langsung dengan uap panas. Minyak dalam jaringan tumbuhan mula-mula terekstraksi dari kelenjar tanaman dan selanjutnya terserap pada permukaan bahan melalui peristiwa osmosis (Guenther, 1987). Lamanya penyulingan yang dilakukan pada setiap tumbuhan tidak sama satu dengan yang lain tergantung pada mudah atau tidaknya minyak atsiri tersebut menguap, dua sampai delapan jam tersebut secara maksimal.

Metode penyulingan air banyak diterapkan di negara-negara berkembang karena alatnya yang cukup sederhana dan praktis. Beberapa bahan lebih baik disuling dengan penyulingan air, misalnya bunga mawar (Boelens dan Boelens, 1997). Bahan tersebut akan menggumpal jika disuling dengan uap, sehingga uap tidak dapat


(35)

berpenetrasi kedalam bahan, uap hanya akan menguapkan minyak atsiri yang terdapat dipermukaan gumpalan. Tetapi metode penyulingan ini juga mempunyai kelemahan, yaitu adanya penggunaan suhu yang tinggi (Pino, dkk, 1997) yang dapat mengakibatkan dekomposisi minyak (hidrolisis ester, polimerisasi dll).

b. Maserasi dengan Lemak/Minyak

Kebanyakan bahan flavor bersifat larut dalam lemak atau minyak, tetapi mempunyai range polaritas yang lebar. Minyak dapat bertindak sebagai pelarut dan merupakan medium yang dapat melindungi bahan yang mudah menguap. Lemak/minyak mempunyai daya absorbsi yang tinggi dan jika dicampur dan kontak dengan bunga yang beraroma wangi, maka lemak akan mengabsorbsi minyak yang dikeluarkan oleh bunga tersebut. Pada akhir proses, minyak dari bunga tersebut diekstraksi dari lemak dengan menggunakan alkohol dan selanjutnya alkohol dipisahkan (Guenter, 1987).

c. Ekstraksi dengan Pelarut Menguap

Metode lain yang dapat digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri adalah dengan menggunakan metode ekstraksi pelarut menguap. Contoh pelarut yang

digunakan adalah dietil eter untuk mengekstraksi daun Citrus aurantium. Dan pelarut

ini juga digunakan dalam mengekstraksi minyak Rhizome dari Curcuma ochrorhiza

Val dan lain-lain.

Jika dibandingkan dengan mutu minyak bunga hasil penyulingan, maka minyak hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut lebih mendekati aroma bunga alamiah, namun demikian metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu kesulitan penghilang residu pelarut dari ekstrak (Pino, dkk, 1997).

d. Ekstraksi dengan Karbon Dioksida Superkritis

Ekstraksi dengan karbon dioksida superkritis pada prinsipnya didasarkan pada


(36)

CO2 dimasukkan kedalam ekstraktor berupa labu yang diberi tekanan dan temperatur

yang telah diatur, kemudian CO2 dipompa kedalam separator pada tekanan dan

temperatur yang rendah, yang kemudian masuk kedalam tangki ekstraksi. Kelebihan CO2 dimurnikan kembali didalam bejana terisi arang (Charcoal trap).

Keuntungan dari metode ini antara lain adalah tidak menggunakan pelarut yang beracun, biaya murah, mampu mengisolasi senyawa termolabil tanpa diikuti denaturasi karena dilakukan pada temperatur rendah, juga kemungkinan untuk memperoleh produk baru dengan komposisi yang biasanya diperoleh dengan teknik destilasi ( Pino, 1997 ). Namun demikian metode ini juga mempunyai kekurangan yaitu dalam hal penentuan kondisi untuk ekstraksi minyak atsiri dari tumbuhan tertentu (Boelens dan Boelens, 1997).

2.3.4. Penyimpanan Minyak Atsiri

Pada proses penyimpanan minyak atsiri dapat mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh berbagai proses, baik secara kimia maupun secara fisika. Biasanya kerusakan disebabkan oleh reaksi-reaksi yang umum seperti oksidasi, resinifikasi, polimerisasi, hidrolisis ester dan interaksi gugus fungsional. Proses tersebut dipercepat (diaktivasi) oleh panas, adanya udara (oksigen), kelembaban, serta dikatalis oleh cahaya dan pada beberapa kasus kemungkinan dikatalis oleh logam (Guenther, 1987).

Minyak atsiri yang mengandung kadar terpen tinggi mudah mengalami kerusakan oleh proses oksidasi terutama oleh proses esterifikasi. Terpen dan turunannya biasanya mengandung atom karbon tidak jenuh, karena itu dengan adanya oksigen bisa menyebabkan pemecahan atau penataulangan dari terpen.

Sebelum penyimpanan minyak atsiri harus dibebaskan dari air, karena air merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kerusakan minyak atsiri. Penghilangan air dapat dilakukan dengan menambah natrium sulfat anhidrus, disusul dengan pengocokan, kemudian didiamkan beberapa lama, kemudian disaring. Kemudian disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kamar dan terlindungi


(37)

dari cahaya. Penyimpanan minyak dalam jumlah yang kecil sangat baik dilakukan memakai botol atau gelas berwarna gelap, sedangkan dalam jumlah yang besar dapat disimpan dalam drum yang dilapisi dengan timah atau bahan yang tidak bereaksi dengan minyak atsiri. Penyemprotan gas karbon dioksida atau nitrogen kedalam drum sebelum ditutup akan menghilangkan gas oksigen dari permukaan minyak, sehingga minyak terlindungi dari kerusakan akibat oksidasi (Guenther, 1987).

2.4. Kromatografi Gas – Spektrometri Massa (GC-MS)

Spektrometer massa memiliki 3 fungsi yang sangat penting, pertama molekul molekul ditembaki oleh elektron – electron berenergi tinggi membentuk ion – ion. Ion – ion di aselerasi dalam suatu medan elektrik. Kedua, ion – ion yang di aselerasi dipisahkan berdasarkan perbandingan massa mereka terhadap muatan di dalam medan magnet atau medan elektrik. Selanjutnya ion – ion tertentu dengan perbandingan massa terhadap muatan di deteksi oleh suatu peralatan yang mampu menghitung jumlah ion ion yang terpisah. Hasilnya di deteksi oleh detektor dan di rekam dalam rekorder. Hasil dari rekorder adalah suatu spektrum massa yakni grafik dari sejumlah partikel partikel yang di deteksi sebagai suatu fungsi perbandingan

massa terhadap muatan (Donald,et al,1979).

2.4.1. Kromatografi Gas

Kromatografi gas adalah metode kromatografi pertama yang dikembangkan pada zaman instrumen dan elektrokimia yang telah merevolusikan keilmuan selama lebih dari tiga puluh tahun.

Kromatografi gas dapat dipakai untuk setiap campuran yang setiap campuran yang sebagai komponennya atau akan lebih baik lagi jika semua komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan. Tekanan uap atau keatsirian memungkinkan komponen menguap dan bergerak bersama – sama dengan fase gerak yang berupa gas. Waktu yang diperlukan untuk memisahkan campuran sangat beragam, tergantung banyaknya komponen dalam


(38)

suatu campuran, semakin banyak komponen yang terdapat dalam suatu campuran maka waktu yang diperlukan semakin lama. Komponen campuran dapat diidentifikasi berdasarkan waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat adalah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom (Gritter J, et al, 1985).

a. Memilih Sistem

Dalam kromatografi gas terdapat empat peubah utama yaitu gas pembawa, jenis kolom dan fase diam dan suhu untuk pemisahan.

Gas Pembawa

Faktor yang mempengaruhi suatu senyawa bergerak melalui kolom kromatografi gas ialah keatsirian yang merupakan sifat senyawa itu dan aliran gas melalui kolom. Nitrogen, helium, argon, hydrogen dan karbon dioksida merupakan gas yang sering digunakan sebagai gas pembawa karena tidak reaktif serta dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering dalam tangki bervolume besar dan bertekanan tinggi.

Detektor

Detektor pilihan pertama untuk kromatografi gas adalah Detektor Ionisasi Nyala (DIN) yang memiliki kepekaan yang tinggi untuk beberapa jenis senyawa.

Fase Cair Diam

Dua segi fase harus diketahui, pertama, bagaimana cairan ditahan dalam kolom yaitu cairan itu disaputkan pada permukaan serbuk padat dalam kolom, dan yang kedua yaitu sifat kimia dari cairan itu.

b. Sistem Suhu Kolom

Kromatografi gas didasarkan pada dua sifat senyawa yang dipisahkan, kelarutan senyawa itu dalam cairan tertentu dan tekanan uapnya atau keatsiriannya. Karena tekanan uap bergantung langsung pada suhu, suhu merupakan faktor utama


(39)

dalam kromatografi gas. Suhu kolom berkisar -100o C – 400oC tergantung sifat bahan. Secara umum, pemisahan yang baik diperoleh pada suhu rendah. Sebagai

patokan dapat dipakai bahwa setiap kenaikan suhu 30oC waktu tambat menjadi

setengahnya.

Gas Pembawa

Laju aliran gas tergantung pada diameter kolom. Aliran berbanding lurus dengan penampang kolom dan penampang bergantung pada jari-jari pangkat dua (πr2

). Misalnya jika pemisahan yang baik dengan kolom 2 mm pada aliran 20 ml/menit, maka untuk menghasilkan hasil yang sama dengan kolom 4 mm diperlukan aliran 80 ml/menit. Untuk mendapatkan sistem kolom yang optimal yaitu dengan cara mengatur laju aliran gas dan menghasilkan tingkat puncak yang maksimum.

Kolom

Ada dua kolom dalam kromatografi gas yaitu: kolom kemas, terdiri atas fase cair berdiameter 1-3 mm dan panjangnya 2 m, kolom kapiler; berdiameter 0,02 - 0,2 mm dan panjangnya 15-25 m, yang berfungsi sebagai penyangga lembam untuk fase diam cair.

Detektor

Detektor adalah gawai yang ditempatkan pada ujung kolom kromatografi gas yang menganalisis aliran gas yang keluar dan memberikan data kepada perekam data yang menyajikan hasil kromatogram secara grafis. DHB (Detektor hantar bahang); didasarkan pada bahang dipindahkan dari benda panas dengan laju yang bergantung pada susunan gas yang mengelilingi benda panas. Daya hantar ini merupakan fungsi dari laju pergerakan molekul gas. Gas yang mempunyai bobot molekul yang rendah mempunyai daya hantar paling tinggi.

Detektor Ionisasi Nyala (DIN); pendeteksian DIN ialah jika dibakar, senyawa terurai membentuk pecahan sederhana bermuatan positif, biasanya terdiri atas satu karbon. Pecahan ini meninggikan daya hantar tempat lingkungan nyala, dan peningkatan daya hantar ini dapat diukur dengan mudah dan direkam.


(40)

Penanganan Sinyal

Data Kualitatif; data kromatografi gas biasanya terdiri atas waktu tambat berbagai komponen campuran. Waktu tambat diukur mulai dari titik penyuntikan sampai ketitik maksimum puncak dan sangat khas untuk senyawa tertentu dan pada kondisi tertentu. Komponen tertentu didalam campuran dapat dipisahkan dengan cara spiking jika tersedia senyawa murninya. Senyawa murni ditambahkan kedalam cuplikan yang diduga mengandung senyawa itu dan cuplikan dikromatografi.

Data Kuantitatif; Pengukuran sebenarnya yang dilakukan pada kertas grafik ialah pengukuran luas puncak. Jika puncak itu simetris atau berupa kurva Gauss tinggi puncak dapat dipakai untuk mengukur luas puncak.

2.4.2. Spektrum Massa

Spektrum massa biasa diambil pada suatu berkas sinar sebesar 70 elektron volt. Kejadian tersederhana ialah tercampaknya satu atom dari satu molekul dalam fasa gas oleh sebuah elektron dalam berkas atom dan membentuk suatu ion molekul

yang merupakan suatu kation radikal (M+).

Suatu massa elektron menyatakan massa – massa bermuatan positif terhadap (konsentrasi) nisbinya. Puncak paling kuat (tinggi) pada atom disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100 % dan kekuatan (tinggi x kepekaan) puncak – puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya, dinyatakan sebagai persentasi puncak dasar tersebut.

Puncak ion molekul biasanya merupakan puncak – puncak dengan bilangan massa tertinggi, kecuali jika terdapat puncak-puncak isotop. Puncak – puncak isotopnya yang biasa.

a. Penentuan Rumus Molekul

Penentuan rumus molekul yang mungkin dari kekuatan puncak isotop hanya dapat dilakukan jika puncak ion molekul termaksud cukup kuat hingga puncak tersebut dapat diukur dengan cermat sekali.


(41)

Misalnya suatu senyawa mengandung 1 atom karbon. Maka untuk tiap 100

molekul yang mengandung satu atom 12C, sekitar 1,08 % molekul mengandung satu

atom 13C. Karenanya molekul-molekul ini akan menghasilkan sebuah puncak M + 1

yang besarnya 1,08 % kuat puncak ion molekulnya; sedangkan atom-atom 2H yang

akan memberikan sumbangan tambahan yang amat lemah pada puncak M + 1 itu. Jika suatu senyawa mengandung sebuah atom sulfur, puncak M + 2 akan menjadi 4,4 % puncak induk.

b. Pengenalan Puncak Ion Molekul

Ada dua hal yang menyulitkan pengidentifikasian puncak ion molekul yaitu:

1. Ion molekul tidak nampak atau amat lemah. Cara penanggulangannya ialah

mengambil spectrum pada kepekaan maksimum, jika belum diketahui dengan jelas dapat juga dilihat berdasarkan pola pecahnya.

2. Ion molekul nampak tetapi cukup membingungkan karena terdapatnya beberapa

puncak yang sama atau lebih menonjol. Dalam keadaan demikian, pertama – tama soal kemurnian harus dipertanyakan. Jika senyawa memang sudah murni, masalah yang lazim ialah membedakan puncak ion molekul dari puncak M – 1 yang lebih menonjol. Satu cara yang bagus ialah dengan mengurangi berkas penembak mendekati puncak penampilan.

Kuat puncak ion molekul tergantung pada kemantapan ion molekul. Ion – ion molekul paling mantap adalah dari sistim aromatik murni. Secara umum golongan senyawa-senyawa berikut ini akan memberikan puncak-puncak ion menonjol: senyawa aromatik (alkana terkonjugasi), senyawa lingkar (alkana normal, pendek), merkaptan. Ion molekul biasanya tidak alifatik, nitrit, nitrat, senyawa nitro, nitril dan pada senyawa – senyawa bercabang. Puncak – puncak dalam arah M – 3 sampai M – 14 menunjukkan kemungkinan adanya kontaminasi (Silverstein, 1981).


(42)

Kaidah Umum untuk Mengenali Puncak-Puncak dalam Spektra

Sejumlah kaidah umum untuk mengenali puncak-puncak menonjol dalam dampak electron dapat ditulis dan dipahami dengan konsep-konsep buku kimia fisik:

1. Tinggi nisbi puncak ion molekul terbesar bagi senyawa rantai lurus dan

akan menurun jika derajat percabangan bertambah.

2. Tinggi nisbi puncak ion molekul biasanya makin kecil dengan

bertambahnya bobot molekul deret homolog; kecuali untuk ester lemak.

3. Pemecahan/pemutusan cenderung terjadi pada karbon terganti gugus alkil;

makin terganti gugus, makin mudah terputus. Hal ini merupakan akibat lebih mantapnya karboksasi tersier daripada sekunder yang lebih mantap daripada yang primer.

4. Adanya ikatan rangkap, struktur lingkar dan terlebih – lebih cincin

aromatik (heteroatom) memantapkan ion molekul hingga meningkatkan pembentukannya.

5. Ikatan rangkap mendukung pemecahan alil dan menghasilkan ion

karbonium alil.

6. Cincin jenuh denderung melepas rantai samping pada ikatan-α. Hal ini

tidak lain daripada kejadian khusus percabangan. Muatan positif cenderung menyertai sibir cincin. Cincin tak jenuh dapat mengalami reaksi Retro-Diels-Alder.

7. Dalam senyawa aromatik terganti gugus alkil, pemecahan paling mungkin

terjadi pada ikatan berlokasi beta terhadap cincin menghasilkan ion benzyl talunan termantapkan atau iontropilium.

8. Ikatan C-C yang bersebelahan dengan heteroatom cenderung terpecah,

meninggalkan muatan pada sibiran yang mengandung heteroatom yang electron tak- ikatannya menciptakan kemantapan talunan.

9. Pemecahan sering berkaitan dengan penyingkiran molekul netral mantap

yang kecil, misalnya karbon monooksida, olefin, ammonia, hidrogen


(43)

sulfida, hidrogen sianida, merkaptan, ketena atau alkohol. (Silverstein, 1981).

2.4.3. Spektroskopi Inframerah

Penggunaan spektrofotometri infra merah untuk maksud analisa lebih banyak ditujukan untuk identifikasi suatu senyawa.Hal ini disebabkan spectrum infra merah senyawa organik bersifat khas, artinya senyawaan yang berbeda akan mempunyai spectrum yang berbeda pula. Selain dari senyawaan isomer-optik, tidak satu pun antara dua senyawaan yang mempunyai kurva serapan infra merah yang identik.

Alat spektrofotometer infra merah pada dasarnya terdiri dari komponen komponen pokok yang sama dengan alat spektrofotometer ultra lembayung dan sinar tampak,yaitu terdiri sumber sinar, monokromator berikut alat alat optic seperti cermin dan lensa, sel tempat cuplikan, detector, amplifier, dan alat dengan skala pembacaan

atau alat perekam spectrum (recorder).

Sumber sinar infra merah pada umumnya berupa zat padat inert yang

dipanaskan dengan listrik, sehingga mancapai suhu antara 1.500 – 2.000o K.Akibat

pemanasan ini akan dipancarkan sinar kontinu yang menyerupai sinar yang dipancarkan oleh benda hitam.

Daerah penyerapan terpenting dalam spectrum infra merah adalah:

a. Daerah vibrasi regang hydrogen 3700 – 2700 cm-1

Ditemukan puncak puncak serapan maksimum di daerah ini hanya disebabkan oleh vibrasi regang antara hydrogen dengan suatu atom lain.

b. Daerah vibrasi regang ikatan ganda tiga, 2700 – 1850 cm-1.

Gugus fungsional yang menyerap di daerah ini terbatas, karena itu ada atau tidak adanya serapan tersebut dalam suatu molekul dapat segera di lihat.

c. Daerah ikatan ganda dua, 1950 – 1550 cm-1.

Vibrasi regang gugusan karbonil memberikan puncak serapan di seluruh daerah ini.Keton, aldehid, asam asam, amida, karbonat semunya mempunyai puncak serapan di sekitar 1700 cm-1.


(44)

d. Daerah sidik jari “ finger-print “ , 1500 – 700 cm-1.

Di daerah ini perbedaan sedikit saja dari molekul, adanya subtitusi denga gugus fungsional yang berbeda akan menyebabkan perubahan yang menyolok pada distribusi puncak serapannya (Noerdin.D, 1986).

2.4.4. Sensitivitas Antimikrobial

Banyak zat kimia dapat menghambat atau mematikan mikroorganisme berkisar dari unsur logam berat seperti perak dan tembaga sampai kepada molekul organic yang kompleks seperti persenyawaan ammonium kwartener. Berbagai substansi tersebut menunjukkan efek antimikrobialnya dalam berbagai cara dan terhadap permukaan benda atau bahan juga berbeda-beda; ada yang serasi dan ada yang bersifat merusak.

2.4.5. Bakteri Escherichia coli

Escherichia coli, atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu jenis spesies utam ditemukan dalam

Gambar 2.3. Bakteria Escherichia coli

E. coli merupakan bakteri berbentuk batang dengan panjang sekitar 2 mikrometer dan sekitar 0.5 mikrometer. Volume sel E. coli berkisar 0.6-0.7

micrometer kubik. Bakteri ini termasuk umumnya hidup pada rentang 20 – 40oC,

optimum pada 37 oC. Kita mungkin banyak yang tidak tahu jika di usus besar

manusia terkandung sejumlah E. coli yang berfungsi membusukkan sisa-sisa


(45)

makanan. Dari sekian ratus strain E. coli yang teridentifikasi, hanya sebagian kecil bersifat pathogen, misalnya strain O157 : H7. Bakteri yang namanya berasal dari sang penemu Theodor Escherich yang menemukannya di tahun 1885 ini merupakan jenis bakteri yang menjadi salah satu tulang punggung dunia bioteknologi. Hampir semua

rekayasa genetika di dunia bioteknologi selalu melibatkan E. coli akibat genetikanya

yang sederhana dan mudah untuk direkayasa. Riset di E. coli menjadi model untuk

aplikasi ke bakteri jenis lainnya. Bakteri ini juga merupakan media cloning yang paling sering dipakai. Teknik recombinant DNA tidak dapat tanpa bantuan bakteri ini.

Banyak industri kimia mengaplikasikan teknologi fermentasi yang memanfaatkan E.

coli. Misalnya dalam produksi obat-obatan (insulin, antiobiotik), high value chemicals (1-3 propanediol, lactate). Secara teoritis, ribuan jenis produk kimia yang dihasilkan oleh bakteri ini asal genetikanya sudah direkayasa sedemikian rupa guna menghasilkan jenis produk tertentu yang diinginkan. Jika mengingat besarnya peranan ilmu bioteknologi dalam aspek-aspek kehidupan manusia, maka tidak dapat dipungkiri juga betapa besar manfaat E. coli bagi kita.(Levinson,2008).

2.4.6. Bakteri Salmonella

Salmonella adalah suat

tongkat yang menyebabka

spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilka

Salmonella dinamai dari

sebenarnya, rekannya yang pertama kali menemukan bakteri ini t

adalah penyebab utama darifoodborne

diseases). Pada umumnya

pencernaan. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut ciri orang yang mengalami dalam waktu 8-72 jam setelah memakan makanan yang terkontaminasi oleh Salmonella. Gejala lainnya adal


(46)

kandungannya serta orang lanjut usia. Hal ini disebabkan karena kekebalan tubuh mereka yang menurun. Kontaminasi Salmonella dapat dicegah dengan mencuci tangan dan menjaga kebersihan makanan yang dikonsumsi. Penyebab penyakit Typus (Hepatitis A atau dulu orang menyebutnya sebagai penyakit kuning karena

seluruh tubuh si penderita berwarna kekuningan) adalah bakteri bernama Salmonella

typhi. Sumber penyebab hepatitis, lebih banyak disebabkan kuman yang menempel di bekas cucian gelas, sendok, piring dan sebagainya dengan kondisi air cucian yang tak diganti, tangan yang kotor. Bakteri ini umumnya terdapat dalam makanan yang sudah basi, daging mentah, maupun kotoran.

2.4.7. Bakteri Shigella

Shigella adalah

berbentuk-tongkat yang berhubungan dekat deng

Shigella merupakan penyebab dari penyakit

Shigella juga menyebabkan penyakit pada

lainnya.

Gambar 2.4. Bakteri Shigella

Batang ramping, tidak berkapsul, tidak bergerak, tidak membentuk spora,

gram negatif. Bentuk cocobasil dapat terjadi pada biakan muda. Shigella adalah

fakultatif anaerob tetapi paling baik tumbuh secara aerobic. Koloninya konveks, bulat, transparan dengan pinggir-pinggir utuh mencapai diameter kira-kira 2mm dalam 24 jam. Kuman ini sering ditemukan pada perbenihan diferensial karena


(47)

ketidakmampuannya meragikan laktosa. Shigella mempunyai susunan antigen yang kompleks. Terdapat banyak tumpang tindih dalam sifat serologic berbagai spesies dan sebagian besar kuman ini mempunyai antigen O yang juga dimiliki oleh kuman

enterik lainnya. Antigen somatic O dari Shigella adalah lipopolisakarida. Kekhususan

serologiknya tergantung pada polisakarida. Terdapat lebih dari 40 serotipe. Klasifikasi Shigella didasarkan pada sifat-sifat biokimia dan antigenik.

Disentri merupakan penyakit yang sangat sering kita jumpai di masyarakat. Umumnya penyakit disentri ini menyerang masyarakat menengah ke bawah dimana tingkat pengetahuannya tentang sanitasi dan kebersihan lingkungan sangatlah terbatas. Disentri adalah suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak di usus besar bagian tengah yang disebut colon ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: sakit di perut yang sering disertai dengan berak-berak, dan tinja mengandung darah dan lendir. Adanya darah dan lekosit dalam tinja merupakan suatu bukti bahwa kuman penyebab disentri tersebut menembus dinding kolon dan bersarang di bawahnya. Dulu dikenal hanya dua macam disentri berdasarkan penyebabnya, yakni disentri basiler yang disebabkan oleh Shigella spp. dan disentri amuba yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica.

2.4.8. Bakteri Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus (S. aureus) adal

menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilka

tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter

sekitar 0,8-1,0 µm. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu

pembelahan 0,47 jam. S. aureus merupaka

biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit. Keberadaan S. aureus pada

saluran pernafasan atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit,


(48)

luka, atau perlakuan menggunaka sehingga terjadi pelemahan inang.

Gambar 2.5. Bakteria Staphylococcus aureus

Klasifikasi S. aureus Kingdom : Monera Divisio : Firmicutes Class : Bacilli Order : Bacillales

Family : Staphylococcaceae Genus : Staphilococcus

Species : Staphilococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif, tidak bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur. Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin.(Rya,Ray,2004).


(49)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.2Alat dan Bahan 3.2.1Alat

Peralatan yang digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri adalah Seperangkat alat destilasi Sthal,untuk menganalisa komponen minyak atsiri di gunakan GC-MS model Shimadzu dan FT-IR sedangkan untuk uji aktivitas terhadap bakteri digunakan beberapa peralatan alat gelas.

3.2.2Bahan

Bahan yang digunakan adalah umbi dari temulawak segar yang di ambil dari

daerah Ayahanda, Kelurahan Medan Petisah,Sumatera Utara, Na2SO4 anhidrat dan

air.

3.3Prosedur Penelitian 3.2.1. Pengolahan sampel

Umbi temulawak dibersihkan,dirajang, diblender dan di timbang kemudian di masukkan kedalam labu Sthal bersama air. Alat Sthal dihubungkan lalu selanjutnya dilakukan destilasi melalui pemanasan menggunakan penangas minyak sehingga diperoleh destilat bersama air. Destilasi diakhiri apabila destilat yang keluar jernih dan dilakukan pemisahan dari minyak atsiri yang diperoleh.

3.2.2. Pemurnian Minyak

Minyak yang diperoleh dari destilasi Stahl masih mengandung air sehingga dilakukan penambahan natrium sulfat anhidrat untuk mengikat airnya kemudian minyak dipisahkan dengan menggunakan speed.


(50)

3.2.3. Analisis Minyak

3.2.3.1. Analisis dengan GC-MS

Cuplikan dari minyak atsiri disuntikkan kedalam tempat sampel pada alat GC-MS untuk mendapatkan kromatogram dan Mass Spektra masing masing senyawa, yang sebelumnya kondisi peralatan telah di atur sebagai berikut:

Column Oven Temp. : 80,0 0C

Injection Temp. : 310,00 0C

Injection Mode : Spilit

Flow Control Mode : Pressure

Pressure : 16,5 kPa

Total flow : 80,0 mL/min

Column Flow : 0,50 mL/min

Linear Velocity : 26,1 cm/sec

Purge Flow : 0,3 mL/min

Split Ratio : 158,4

High Pressure injection : OFF

Carrier Gas Saver : OFF

Oven Temp. Program

Rate Temperatur (0C) Hold Time(min)

- 80,0 5,00

10,00 305,0 25,00

3.2.3.2. Analisis dengan Spektroskopi FT-IR

Cuplikan minyak dioleskan pada pelat NaCl, kemudian ditempatkan pada tempat sampel. Disinari dengan inframerah pada alat spektrofotometer IR untuk selanjutnya spektrumnya direkam pada detektor IR.


(51)

3.2.3.3. Analisis Uji Anti Bakteri

Uji anti bakteri dengan metode Cork Borer:

1. Bagi cawan petri menjadi 2 kwadran

2. Tuang media Mueller Hinton Agar (MHA) ke dalam petri, biarkan hingga

memadat, dan beri label nama bakteri.

3. Celupkan tangkai cotton swab steril ke dalam suspense biakan.

4. Usap permukaan media dengn cotton swab secara merata dan biarkan hingga

mengering.

5. Lubangi media dengan cork borer , tuangkan ekstrak uji sampai memenuhi bagian

media yang telah dilubangi

6. Inkubasi dengan suhu 370C selama 24 jam

7. Amati dan ukur zona hambat yang terbentuk pada setiap kwadran

8. Dihitung Indeks antimikrobial dari zona hambat yang terbentuk pada setiap

kwadran, dengan rumus:

...(3.1)

Metode pengujian anti bakteri dilakukan setelah diperoleh minyak atsiri dari umbi temulawak. Dilakukan pengujian aktivitas minyak atsiri temulawak terhadap 4

jenis bakteri yakni bakteri Staphylococcus aureus, Thypii, Shigella sp. dan

Escherichia coli.

Indeks Antimikrobial = diameter zona hambat – diameter cork borer Diameter cork borer


(52)

3.2.3.4. Skema Penelitian Umbi temu lawak (segar)

Alat Sthal

Residu (Ampas) Destilat (Minyak Atsiri + Air)

Hasil Analisis

ditimbang dirajang diblender

didestilasi sthal

Analisis GC-MS Uji anti bakteri Analisis FTIR

+ Na2SO4 anhidrat

Minyak Atsiri Air

dianalisis

Hasil Analisis Hasil Analisis

dibersihkan

dipisahkan

Minyak Atsiri Na2SO4.xH2O

Dipisahkan / speed


(53)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1.Hasil isolasi minyak atsiri dari umbi temulawak

Dari sampel sebanyak 1,5 kg umbi temulawak segar diperoleh minyak atsiri sebanyak 14 ml.

4.1.2. Hasil Analisis dengan GC – MS

Minyak Atsiri yang diperoleh secara penyulingan destilasi uap dianalisis denga Gas Cromatography Mass- Spectroscopy / GC – MS

Pemeriksaan (analisa) dengan GC-MS menghasilkan kromatogram dengan 30 peak (Puncak) ,senyawa seperti pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kromatogram GC-MS Sampel Minyak Atsiri Hasil Isolasi dari Temulawak

Dari kromatogram tersebut diatas dari dalam sampel terdeteksi 30 jenis senyawa dengan konsentrasi masing masing seperti pada Tabel 4.1.


(54)

Tabel 4.1. Senyawa Kimia Hasil Analisa GC-MS yang terdapat pada Minyak Atsiri dari Umbi Temulawak

No. Peak

RT (menit) Massa Rumus Senyawa Rumus Molekul Nama Senyawa % Area

1 6,066 136 C10H16 α-pinen 0,68

2 6,438 136 C10H16 Kampen 1,60

3 6,946 136 C10H16 Sabinen 0,51

4 7,248 136 C10H16 Mirsen 0,67

5 7,660 136 C10H16 α-Pilandren 0,48

6 7,946 136 C10H16 δ-4-Carin 0,67

7 8,372 154 C10H18O 1,8 Sineol 14,64

8 9,639 136 C10H16 Terpinolen 11,29

9 10,872 152 C10H16O Kamfor 7,21

10 11,248 139 C10H18O Borneol 0,75

11 11,448 154 C10H18O Terpineol 0,70

12 11,533 150 C10H14O ρ-Simen 0,22

13 11,688 154 C10H18O α-Terpineol 0,78

14 14,388 150 C10H14O Piperitenon 2,20

15 15,199 189 C15H24 β-Elemen 1,38

16 15,316 189 C15H24 Zingiberen 1,19

17 15,729 204 C15H24 Cariopilen 1,45

18 15,828 204 C15H24 γ-Elemen 3,43

19 15,985 204 C15H24 β-Farnesen 0,30

20 16,461 202 C15H22 Ar-curcumin 0,92

21 16,673 204 C15H24 Zingiberen 4,55

22 16,782 216 C15H20O Furanodiena 5,88

23 16,908

*

* * 0,99

24 17,081 204 C15H24 β-Seskuifelandren 4,46

25 17,494 * * * 1,74

26 17,575 * * * 0,51

27 17,771 * * * 3,86

28 18,218 * * * 1,74

29 19,051 * * * 18,76

30 19,433 * * * 6,43

* = Tidak ada dalam standar

4.1.3. Hasil analisis Spektrum FT-IR

Pemeriksaan (analisa) dengan spektroskopi FI-IR menghasilkan spektrum vibrasi seperti pada Gambar 4.2.


(55)

Gambar 4.2. Spektra FI-IR Minyak Atsiri Temulawak

Spektrum FI-IR diatas memberikan puncak-puncak vibrasi pada daerah bilangan

gelombang : 3749,62 cm-1; 3464,15 cm-1; cm-1; 2731,20 cm-1; 2345,44 cm-1;

2090,84 cm-1; 1743,65 cm-1; 1681,93 cm-1; 1620,21 cm-1; 1442,75 cm-1 ; 1373,32 cm

-1

; 1303,88 cm-1; 1211,30 cm-1; 1165,00 cm-1; 1111,00 cm-1; 1041,56 cm-1; 987,55 cm

-1

; 879,54 cm-1 ; 817,82 cm-1 dan 732,95 cm-1.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Analisis Data Spektra GC-MS

Untuk menentukan komposisi minyak atsiri Temulawak (Curcuma

xanthorrhiza Roxb.) maka hasil spektrum massa dari masing-masing puncak

unknown dibandingkan dengan spektrum massa senyawa yang ada pada daftar library GC-MS. Dari sebanyak 30 jenis senyawa yang terdeteksi berdasarkan spektra MS yang dihasilkan dapat diidentifikasi sebanyak 22 jenis senyawa yang massa rumus senyawa sampel sesuai dengan spektrum standar.Senyawa tersebut adalah sebagai berikut:


(56)

1. Puncak dengan Rt 6,067 (menit)

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16 sebanyak 0,68 %.

Spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136. Dengan

membandingkan spektra unknown dengan spektra massa yang diperoleh dengan

spektra pada standar, senyawa tersebut adalah α – pinen (Gambar 4.3).

Gambar 4.3. Spektra Massa dari α-pinen

(a = sampel ; b = standar librari )

Puncak ion molekul pada m/e = 136 menunjukkan MR daripada salah satu

isomer senyawa golongan monoterpen (C10H16) yaitu α- pinen, di ikuti puncak

fragmentasi pada m/e = 121 yang merupakan pelepasan radikal metil serta puncak

pada m/e = 93 (121 - C2H4).Puncak puncak fragmen pada m/e = 105(121 – CH4) dan

m/e = 77 (105 – C2H4). Secara hipotesis pola fragmentasi dari senyawa tersebut

seperti pada Gambar 4.4.

(a)

(b)


(57)

Gambar 4.4 Pola Fragmentasi dari α- pinen

2. Puncak dengan Rt 6,438 (menit)

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16 sebanyak

1,60 %. Data spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136.

Dengan membandingkan data spektra unknown dengan spektra massa yang diperoleh

dengan data spektra pada library, yang lebih mendekati senyawa tersebut adalah


(58)

Gambar 4.5 Spektra Massa dari Kampen (a = sampel ; b = standar librari )

Puncak ion molekul pada m/e 136 yang merupakan berat molekul dari

Kampen. Selanjutnya diikuti fragmen m/e 121 sebagai hasil terlepasnya radikal CH3,

dan kemudian diikuti dengan puncak fragmentasi m/e 93 dan merupakan lepasnya

C2H4, lalu puncak pragmentasi m/e 79 merupakan lepasnya CH2. Secara hipotesis

pola fragmentasi dari senyawa tersebut seperti pada Gambar 4.6 berikut:

(a)

(b)


(59)

Gambar 4.6 Pola Fragmentasi dari Kampen

3. Puncak dengan Rt 6,946 (menit)

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16, sebanyak 0,51 %.

Data spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136. Dengan

membandingkan data spektra unknown dengan spektra massa yang diperoleh dengan

data spektra pada library, yang lebih mendekati adalah senyawa Sabinen (Gambar


(60)

Gambar 4.7 Spektra Massa dari Senyawa Sabinen (a = sampel ; b = standar librari )

Puncak ion molekul pada m/e 136 yang merupakan berat molekul dari Sabinen. Selanjutnya diikuti puncak fragmentasi m/e 121 sebagai hasil terlepasnya

radikal CH3, kemudian diikuti dengan puncak fragmentasi m/e 93 dan merupakan

lepasnya C2H4 dan m/e 77 merupakan terlepasnya CH4. Secara hipotesis pola

fragmentasi dari senyawa tersebut seperti pada Gambar 4.8 berikut.

(a)

(b)


(61)

Gambar 4.8 Pola Fragmentasi dari Sabinen

4. Puncak dengan Rt 7,284 (menit)

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H18 sebanyak

0,67 %. Data spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136.


(62)

dengan data spektra pada library, yang lebih mendekati senyawa tersebut adalah senyawa Mirsen (Gambar 4.9).

Gambar 4.9 Spektra massa dari Mirsen (a = sampel ; b = standar librari )

Dimana spektrum masa memberikan puncak ion molekul pada m/e 136 yang merupakan berat molekul dari Mirsen. Selanjutnya diikuti puncak fragmen m/e 121

sebagai hasil terlepasnya radikal CH3, dan kemudian diikuti dengan puncak

fragmentasi m/e 93 dan merupakan lepasnya C2H4 dan m/e 41 yang merupakan

lepasnya C2H4. Secara hipotesis pola fragmentasi dari senyawa tersebut seperti pada

Gambar 4.10 berikut.


(63)

Gambar 4.10 Pola Fragmentasi dari Mirsen

5. Puncak dengan Rt 7,660 (menit)

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H18 sebanyak

0,48 %. Data spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136.

Dengan membandingkan data spektra unknown dengan spektra massa yang diperoleh

dengan data spektra pada library, yang lebih mendekati senyawa tersebut adalah senyawa α- Pilandren (Gambar 4.11)


(64)

Gambar 4.11. Spektra massa senyawa α- Pilandren (a = sampel ; b = standar librari )

Puncak ion molekul pada m/e 136 yang merupakan berat molekul dari α -

Pilandren. Selanjutnya diikuti puncak fragmen m/e 93 sebagai hasil terlepasnya

radikal C3H7, dan pada puncak m/e 77 dan merupakan lepasnya CH4. Secara hipotesis

pola fragmentasi dari senyawa tersebut seperti pada Gambar 4.12 berikut.

(a)

(b)


(65)

Gambar 4.12 Pola Fragmentasi dari senyawa α - Pilandren

6. Puncak dengan Rt 7,946 (menit)

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16 sebanyak

0,67 %. Data spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul m/e 136. Dengan

membandingkan data spektra unknown dengan spektrum massa yang diperoleh

dengan data spektra pada library, yang lebih mendekati adalah δ- 4 – Carin (Gambar 4.13).


(66)

Gambar 4.13 Spektra massa senyawa δ- 4 – Carin (a = sampel ; b = standar librari )

Puncak ion molekul pada m/e 136 yang merupakan berat molekul dari δ- 4 –

Carin. Selanjutnya diikuti fragmen m/e 121 sebagai hasil terlepasnya radikal CH3,

dan kemudian diikuti dengan fragmen m/e 93 merupakan lepasnya C2H4 dan m/e 77

merupakan lepasnya CH4. Secara hipotesis pola fragmentasi dari senyawa tersebut

seperti pada Gambar 4.14 berikut.

(a)

(b)


(67)

Gambar 4.14 Pola Fragmentasi dari senyaw δ – 4 – Carin

7. Puncak dengan Rt 8,372 (menit)

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H18O sebanyak

14,64 %. Data spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 154.

Dengan membandingkan data spektra unknown dengan spektra massa yang diperoleh

dengan data spektra pada library, yang lebih mendekati adalah senyawa 1,8 Sineol (Gambar 4.15).


(68)

Gambar 4.15 Spektra 1,8 Sineol

(a = sampel ; b = standar librari )

Puncak ion molekul pada m/e 154 yang merupakan berat molekul dari 1,8 Sineol. Selanjutnya diikuti fragmen m/e 125 sebagai hasil terlepasnya radikal C2H5,

kemudian di ikuti dengan fragmen pada m/e 81 yang merupakan lepasnya CH2CHOH

lalu m/e 43 yang merupakan lepasnya C3H2. Secara hipotesis pola fragmentasi dari

senyawa tersebut seperti pada Gambar 4.16 berikut.

(a)

(b)


(69)

Gambar 4.16 Pola Fragmentasi dari senyawa 1,8 Sineol

8. Puncak dengan Rt 9,639 (menit)

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16 sebanyak

11,29 %. Data spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136.

Dengan membandingkan data spektra unknown dengan spektrum massa yang

diperoleh dengan data spektra pada library, yang lebih mendekati adalah senyawa Terpinolen (Gambar 4.17).


(70)

Gambar 4.17 Spektra massa dari senyawa Terpinolen (a = sampel ; b = standar librari )

Puncak ion molekul pada m/e 136 yang merupakan berat molekul dari Terpinolen. Selanjutnya diikuti fragmen m/e 121 sebagai hasil terlepasnya radikal

CH3, kemudian diikuti dengan fragmen pada m/e 93 merupakan lepasnya C2H4 dan

m/e 79 merupakan lepasnya CH2. Secara hipotesis pola fragmentasi dari senyawa

tersebut seperti pada Gambar 4.18 berikut.

(a)

(b)


(71)

Gambar 4.18 Pola Fragmentasi dari senyawa Terpinolen

9. Puncak dengan Rt 10,872 (menit)

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16O sebanyak

7,21 %. Data spektrum massa menunjukkan pincak ion molekul pada m/e 152.


(72)

diperoleh dengan data spektra pada library, yang lebih mendekati adalah senyawa Kamfor (Gambar 4.19).

Gambar 4.19 Spektra massa senyawa Kamfor (a = sampel ; b = standar librari )

Dimana spektrum masa memberikan puncak ion molekul pada m/e 152 yang merupakan berat molekul dari senyawa Kamfor. Selanjutnya diikuti fragmen m/e 137

sebagai hasil frakmentasi terlepasnya radikal CH3, kemudian diikuti dengan puncak

fragmen m/e 95 yang merupakan lepasnya C3H6. Secara hipotesis pola fragmentasi

dari senyawa tersebut seperti pada Gambar 4.20 berikut.

(a)

(b)


(73)

Gambar 4.20 Pola Fragmentasi dari senyawa Kamfor

10. Puncak dengan Rt 11,248 (menit)

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H18O sebanyak

0,75 % . Spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 154. Dengan

membandingkan data spektra unknown dengan spektra massa yang diperoleh dengan

data spektra pada library, yang lebih mendekati adalah senyawa Borneol (Gambar 4.21).


(74)

Gambar 4.21 Spektra massa senyawa Borneol (a = sampel ; b = standar librari)

Puncak ion molekul pada m/e 154 yang merupakan berat molekul dari Borneol. Selanjutnya diikuti puncak fragmen m/e 139 sebagai hasil fragmentasi

terlepasnya radikal CH3, kemudian di ikuti dengn fragmen m/e 121 yang merupakan

lepasnya H2O lalu m/e 95 yang merupakan lepasnya C2H2. Secara hipotesis pola

fragmentasi dari senyawa tersebut seperti pada Gambar 4.22 berikut.

(a)

(b)


(75)

Gambar 4.22 Pola fragmentasi senyawa Borneol

11.Puncak dengan Rt 11,448 (menit)

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H18O sebanyak


(76)

Dengan membandingkan data spektra unknown dengan spektrum massa yang diperoleh dengan data spektra pada library, yang lebih mendekati adalah senyawa Terpineol (Gambar 4.23).

Gambar 4.23 Spektra massa senyawa Terpineol (a = sampel ; b = standar librari)

Puncak ion molekul pada m/e 154 yang merupakan berat molekul dari senyawa Terpineol. Selanjutnya diikuti fragmen m/e 136 sebagai hasil fragmentasi

terlepasnya H2O, kemudian di ikuti dengn fragmentasi m/e 121 yang merupakan

fragmentasi lepasnya radikal CH3 lalu m/e 93 yang merupakan fragmentasi lepasnya

C2H4, selanjutnya puncak pada m/e 69 yang merupakan fragmentasi lepasnya C2H3.

Secara hipotesis pola fragmentasi dari senyawa tersebut seperti pada Gambar 4.24 berikut.

(a)

(b)


(77)

Gambar 4.24 Pola fragmentasi senyawa Terpineol

12.Puncak dengan Rt 11,533 (menit)

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H14O sebanyak


(78)

membandingkan data spektra unknown dengan spektra massa yang diperoleh dengan

data spektra pada library, yang lebih mendekati adalah senyawa ρ- Simen (Gambar

4.25).

Gambar 4.25 Spektra massa senyawa ρ- Simen

(a = sampel ; b = standar librari)

Puncak ion molekul pada m/e 154 yang merupakan berat molekul dari ρ

-Simen. Selanjutnya diikuti fragmen m/e 135 sebagai hasil fragmentasi terlepasnya

radikal CH3, kemudian di ikuti dengan puncak m/e 117 yang merupakan fragmentasi

lepasnya H2O m/e 91 yang merupakan fragmentasi lepasnya C2H2, kemudian m/e 65

yang merupakan pragmentasi lepasnya C2H2. Secara hipotesis pola fragmentasi dari

senyawa tersebut seperti pada Gambar 4.26 berikut.

(a)

(b)


(79)

Gambar 4.26 Pola fragmentasi senyawa ρ-Simen

13. Puncak dengan Rt 11,688 (menit)

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H18O sebanyak

0,78 %. Spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 154. Dengan

membandingkan data spektra unknown dengan spektra massa yang diperoleh dengan

data spectra pada librari, yang lebih mendekati adalah senyawa α- Terpineol (Gambar 4.27).


(80)

Gambar 4.27 Spektra massa senyawa α–Terpineol (a = sampel ; b = standar librari)

Puncak ion molekul pada m/e 154 yang merupakan berat molekul dari α-

Terpineol. Selanjutnya diikuti fragmen m/e 136 sebagai hasil fragmentasi terlepasnya

H2O, kemudian di ikuti dengan puncak fragmentasi pada m/e 121 yang merupakan

fragmentasi lepasnya ion radikal CH3, lalu m/e 93 yang merupakan fragmentasi

lepasnya C2H4,dan juga puncak fragmen m/e 81 merupakan fragmentasi lepasnya

C4H7 dari m/e 136 dan m/e 93 dengan fragmentasi lepasnya C3H7 dari m/e 136.

Secara hipotesis pola fragmentasi dari senyawa tersebut seperti pada Gambar 4.28 berikut.

(a)

(b)


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Lampiran 29. Foto Uji Sensitifitas Antimikrobial Bakteri

Foto Uji Sensitifitas Antimikrobial Bakteri Staphylococcus Aureus

Foto Uji Sensitifitas Antimikrobial Bakteri Escherichia coli


(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Senyawa Kimia Minyak Atsiri Daun Kari (Murraya Koenigii L.) Dengan GC – MS Dan Uji Aktivitas Anti Bakteri

39 208 108

Isolasi Minyak Atsiri Temu Hitam (Curcuma Aeruginosa Roxb.) Dengan Metode Destilasi Air Dan Destilasi Uap Serta Analisis Komponen Secara Gc-Ms

10 121 91

Isolasi Dan Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Dari Daun Jinten (Coleus Aromatikus Benth) Dengan GC – MS Dan Uji Anti Bakteri

9 52 104

Isolasi Dan Analisis Kimia Minyak Atsiri Dari Bunga Kecombrang (Etlingera Elatior) Dengan Gas Kromatografi-Spektrometer Massa (GC-MS) Dan Uji Aktivitas Anti Bakteri

0 0 19

Isolasi Dan Analisis Kimia Minyak Atsiri Dari Bunga Kecombrang (Etlingera Elatior) Dengan Gas Kromatografi-Spektrometer Massa (GC-MS) Dan Uji Aktivitas Anti Bakteri

0 0 2

Isolasi Dan Analisis Kimia Minyak Atsiri Dari Bunga Kecombrang (Etlingera Elatior) Dengan Gas Kromatografi-Spektrometer Massa (GC-MS) Dan Uji Aktivitas Anti Bakteri

0 0 5

Isolasi Dan Analisis Kimia Minyak Atsiri Dari Bunga Kecombrang (Etlingera Elatior) Dengan Gas Kromatografi-Spektrometer Massa (GC-MS) Dan Uji Aktivitas Anti Bakteri

2 7 22

Isolasi Dan Analisis Kimia Minyak Atsiri Dari Bunga Kecombrang (Etlingera Elatior) Dengan Gas Kromatografi-Spektrometer Massa (GC-MS) Dan Uji Aktivitas Anti Bakteri

1 7 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Temulawak - Isolasi Dan Analisis Kimia Minyak Atsiri Dari Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb) Dengan Gas Kromatografi - Spektrometer Massa (GC–MS) Dan Uji Aktivitas Anti Bakteri

0 0 24

ISOLASI DAN ANALISIS KIMIA MINYAK ATSIRI DARI TEMULAWAK (Curcuma xanthoriza Roxb) DENGAN GAS KROMATOGRAFI-SPEKTROMETER MASSA (GC–MS) DAN UJI AKTIVITAS ANTI BAKTERI TESIS

0 0 18