PARTISIPASI POLITIK PENYANDANG DISABILITAS DALAM PEMILUKADA KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2015

(1)

Diajukan Guna Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

HANGGA AGUNG BRAMANTYO 20120520124

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

Diajukan Guna Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

HANGGA AGUNG BRAMANTYO 20120520124

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Hangga Agung Bramantyo

Nomor Mahasiswa : 20120520124

Prodi : Ilmu Pemerintahan

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Menyatakan dengan ini bahwa skripsi ini dengan judul: “PARTISIPASI POLITIK PENYANDANG DISABILITAS DALAM PEMILUKADA SLEMAN TAHUN 2015” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Selanjutnya apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiasi, serta ada pihak lain yang merasa dirugikan dan menuntut, saya akan bertanggung jawab serta menerima segala konsekuensinya

Yogyakarta, 09 November 2016


(4)

MOTTO

“ALLAH AKAN MENINGGIKAN ORANG-ORANG YANG BERIMAN DI ANTARAMU DAN ORANG-ORANG YANG DIBERI ILMU

PENGETAHUAN BEBERAPA DERAJAT” (Q.S AL MUJADALAH AYAT 11)

“BARANG SIAPA YANG BERTAQWA KEPADA ALLAH NISCAYA DIA AKAN MENGADAKAN BAGINYA JALAN KELUAR”.

(Q.S ATH THALAQ AYAT 2)

“JIKA MERASAKAN UJIAN SEBESAR KAPAL, MAKA YAKINLAH BAHWA NIKMAT ALLAH SEBESAR LAUTAN”

“TETAPLAH BERUSAHA DAN SEMANGAT, KARENA SEGALA SESUATU YANG DIUSAHAKAN SEKARANG AKAN BERMANFAAT

PADA HARI ESOK”

“ONCE YOU STOP LEARNING, YOU START DYING” (ALBERT EINSTEIN)


(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Perjuangan merupakan pengalaman berharga yang dapat menjadikan kita

manusia berkualitas”

Skripsi ini Kupersembahkan untuk:

Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa

Ganjar Brian Prakoso, Dimas Sapto Adi dan seluruh keluarga besar Temanggung

Merli Nur Atiqah terkasih, all I wanna say “ga habis pikir”

Sahabat-sahabatku tersayang yang tak mungkin satu persatu aku sebutkan Almamaterku tercinta Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Teman-teman di FISIPOL angkatan 2012 yang selalu bersama dalam menghadapi suka dan duka. Semoga kita semua dapat menjadi orang-orang yang sukses,

Pejuang PIMNAS 28 Halu Oleo semangat dan inspirasi kalian takkan pernah terhenti

Cool kids at Indonesian Youth Opportunities in International Networking (IYOIN) keep up the good works guys. share and synergize

Teman- teman volunteer Peduli Indonesia, tetep semangat berbagi dan menginspirasi

Teman- teman Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (KOPHI), salam lestari


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, Sang Maha Rahman dan Rahim, yang telah memberikan segala kecerdasan, kemudahan, karunia, dan rahmat dalam penulisan skripsi yang berjudul “PARTISIPASI POLITIK PENYANDANG DISABILITAS DALAM PEMILUKADA SLEMAN TAHUN 2015 ”

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan yang baik yang menjadikan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Titin Purwaningsih S.IP, MSi. selakuKaprodi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan petunjuk, bimbingan dan kemudahan selama penulis menyelesaikan studi.

4. Bambang Eka Cahya Widodo, S.IP M,Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, ikhlas dan selalu menyempatkan waktunya untuk memberikan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh bapak/ibu dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, selama penulis kuliah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

6. Kedua orang tuaku tercinta Bapak (Ari Kuncoro) dan Ibu (Nanik Yulianti) yang telah memberikan begitu banyak dukungan, semangat dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ganjar Brian Prakoso, Dimas Sapto Adi yang selalu mendukung dan memberiku semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Merli Nur Atiqah yang selalu memberiku bantuan, motivasi, semangat tiada henti, dan menjadi tempat berkeluh kesah dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

9. Pejuang Pimnas 28 yang memberiku banyak pelajaran dan motivasi.

10.Teman-teman KKN 65 yang memberiku semangat dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, kemudahan, dan semangat dalam proses menyelesaikan skripsi ini.

Segala kritik, saran dan pengembangan penelitian selanjutnya sangat diperlukan demi penyempurnaan berikutnya.Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini.Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga Allah meridhoi dan dicatat sebagai ibadah disisiNya, amiin.

Yogyakarta, 09 November 2016


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... 1

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ...vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GRAFIK... xv

DAFTAR BAGAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... .. 1

A. Latar Belakang Masalah. ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

1. Manfaat Teoritis ... 8

2. Manfaat Praktis ... 8

E. Kerangka Dasar Teori... 9

1. Pemilihan Umum (Pemilu) ... 9

2. Pemilu Inklusif ... 11

3. Good Governance ... 14

4. Sistem Pilkada Serentak... 17

5. Partisipasi Politik ... 19

6. Penyandang Disabilitas ... 25

F. Definisi Konseptual ... 26


(9)

H. Metodologi Penelitian ... 29

1. Jenis Penelitian ... 29

2. Lokasi Penelitian ... 30

3. Teknik Pengumpulan Data ... 30

4. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 33

5. Sumber Data ... 37

6. Teknik Analisis Data ... 38

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN ... 42

A. Kabupaten Sleman... 42

1. Kondisi Geografis ... 42

2. Jumlah dan Karakteristik Penduduk ... 43

3. Karakteristik Wilayah ... 46

4. Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman ... 49

B. Profil Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sleman ... 49

1. Visi dan Misi ... 50

2. Pembagian Divisi dan Koordinator Wilayah KPU Kabupaten Sleman ... 51

3. Badan-badan Penyelenggara Pemilu KPU Kabupaten Sleman ... 52

C. Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Sleman ... 55

D. Pemilukada Sleman 2015 ... 57

1. Sekilas Pilkada Serentak 2015 ... 57

2. Visi /Misi Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ... 59

E. Penyandang Disabilitas Sleman ... 61

BAB III PEMBAHASAN ... 65

A. Deskripsi Responden ... 66

B. Hasil Penelitian ... 68

1. Partisipasi Politik Pra Pemilihan ... 68


(10)

3. Partisipasi Politik Pasca Pemilihan ... 85

4. Faktor Yang Mempengaruhi ... 88

C. Analisa Tabulasi Silang ... 98

1. Jenis Kelamin ... 99

2. Tingkat Pendidikan ... 130

3. Jenis Kedisabilitasan... 162

D. Hasil Analisa Korelasi ... 192

E. Hasil Partisipasi Pemilih Disabilitas ... 195

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 201

A. Kesimpulan ... 201

B. Saran ... 202

C. Keterbatasan Penelitian ... 204


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penyandang Disabilitas Dalam DPT Pemilukada 2015 DIY... 6

Tabel 1.2 Definisi Partisipasi Politik Menurut Para Ahli ... 20

Tabel 1.3Perbandingan Bentuk Partisipasi... 22

Tabel 1.4DPT Penyandang Disabilitas Pemilukada Sleman 2015 ... 33

Tabel 1.5Rincian Jumlah Sampel ... 36

Tabel 1.6Daftar Responden Wawancara ... 37

Tabel 2.1Jumlah Penduduk per Tahun 2011 ... 39

Tabel 2.2Jumlah Penduduk Kab. Sleman Menurut Kecamatan Th. 2011 .. 44

Tabel 2.3 Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman ... 49

Tabel 2.4 DPT Penyandang Disabilitas Pemilukada Sleman 2015 ... 62

Tabel 2.5 Penyandang diabilitas daqlam DPT Sleman 2015 ... 49

Tabel 3.1Distribusi Responden Menurut Usia ... 66

Tabel 3.2Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin ... 67

Tabel 3.3Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 67

Tabel 3.4Jawaban Responden Tentang Sosialisasi Pilkada Kab.Sleman ... 69

Tabel 3.5Jawaban Responden Tentang Antusiasme Pilkada ... 72

Tabel 3.6Jawaban Responden Tentang Pemahaman Calon ... 74

Tabel 3.7Jawaban Responden Tentang Keterlibatan Kampanye ... 77

Tabel 3.8Jawaban Responden Tentang Pemberian Hak Suara ... 79

Tabel 3.9Jawaban Responden Tentang Kesadaran Diri dalam Pilkada ... 83

Tabel 3.10Jawaban Responden Tentang Keg. Penghitungan Suara ... 85

Tabel 3.11Jawaban Responden Tentang Kegiatan Politik Informal ... 87

Tabel 3.12Jawaban Responden Tentang Informasi Pilkada... 90

Tabel 3.13Jawaban Responden Tentang Aksesibilitas Pilkada ... 93

Tabel 3.14Jawaban Responden Tentang Lingkungan ... 96

Tabel 3.15Analisa Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Sosialisasi ... 99

Tabel 3.16Analisa Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Antusiasme ... 102

Tabel 3.17Analisa Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Pemahaman Calon ... 104


(12)

Tabel 3.18Analisa Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Kampanye ... 107 Tabel 3.19Analisa Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Pemberian Hak Suara ... 110 Tabel 3.20Analisa Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Kesadaran Diri dalam Pilkada ... 113 Tabel 3.21Analisa Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Kegiatan

Penghitungan Suara ... 116 Tabel 3.22Analisa Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Kegiatan Politik Informal ... 119 Tabel 3.23Analisa Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Informasi Terkait Pilkada ... 122 Tabel 3.24Analisa Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Aksesibilitas Pilkada ... 125 Tabel 3.25Analisa Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Lingkungan... 128 Tabel 3.26Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Sosialiisasi131 Tabel 3.27Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Antusiasme Terlibat Pilkada... 134 Tabel 3.28Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemahaman Calon ... 137 Tabel 3.29Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Kegiatan Kampanye... 140 Tabel 3.30Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemberian Hak Suara ... 143 Tabel 3.31Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Kesadaran Diri Dalam Pilkada ... 146 Tabel 3.32Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Kegiatan Penghitungan Suara ... 149 Tabel 3.33Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Kegiatan Politik Informal... 152 Tabel 3.34Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Informasi Pilkada ... 155


(13)

Tabel 3.35Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Aksesibilitas Pilkada ... 157 Tabel 3.36Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Faktor

Lingkungan ... 160 Tabel 3.37Analisa Silang Antara Jenis Kedisabilitasan Dengan Sosialisasi Pilkada ... 163 Tabel 3.38Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Antusiasme Terlibat Pilkada... 166 Tabel 3.39Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemahaman Calon ... 168 Tabel 3.40Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Kegiatan Kampanye... 171 Tabel 3.41Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pemberian Hak Suara ... 173 Tabel 3.42Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Kesadaran Diri Terlibat Pilkada... 176 Tabel 3.43Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Kegiatan Penghitungan Suara ... 178 Tabel 3.44Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Kegiatan Politik Informal... 181 Tabel 3.45Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Informasi 184 Tabel 3.46Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan

AksesibilitasPilkada ... 187 Tabel 3.47 Analisa Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan

FaktorLingkungan ... 190 Tabel 3.48Hasil Korelasi Partisipasi dengan Informasi, Aksesibilitas dan Lingkungan ... 193 Tabel 3.49 Jumlah Mean Median Minimum dan Maksimum Dari Jawaban Responden ... 195


(14)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 3.1 Diagram Jawaban Responden Terhadap Sosialisasi Pilkada ... 71 Grafik 3.2Diagram Jawaban Responden Terhadap Antusiasme Pilkada .... 73 Grafik 3.3Diagram Jawaban Responden Terhadap Pemahaman Calon ... 76 Grafik 3.4 Diagram Jawaban Responden Terhadap Kegiatan Kampanye .. 78 Grafik 3.5 Diagram Jawaban Responden Terhadap Pemberian Hak Suara 82 Grafik 3.6Diagram Jawaban Responden Terhadap Kesadaran Diri ... 84 Grafik 3.7Diagram Jawaban Responden Terhadap Penghitungan Suara ... 86 Grafik 3.8 Diagram Jawaban Responden Terhadap Keg. Politik Informal 88 Grafik 3.9Diagram Jawaban Responden Terhadap Informasi Pilkada ... 92 Grafik 3.10Diagram Jawaban Responden Terhadap Aksesibilitas Pilkada 95 Grafik 3.11Diagram Jawaban Responden Terhadap Faktor Lingkungan ... 98 Grafik 3.12Bar Chart Antara Jenis Kelamin dengan Sosialisasi Pilkada ... ... 101 Grafik 3.13Bar Chart Antara Jenis Kelamin dengan Antusiasme ... 103 Grafik 3.14Bar Chart Antara Jenis Kelamin dengan Pemahaman Calon . 106 Grafik 3.15Bar Chart Antara Jenis Kelamin dengan Kampanye ... 109 Grafik 3.16Bar Chart Antara Jenis Kelamin dengan Pemberian Suara .... 112 Grafik 3.17Bar Chart Antara Jenis Kelamin dengan Kesadaran Diri ... 115 Grafik 3.18Bar Chart Antara Jenis Kelamin dengan Penghitungan Suara . ... 118 Grafik 3.19Bar Chart Antara Jenis Kelamin dengan Keg Politik Informa . ... 121 Grafik 3.20Bar Chart Antara Jenis Kelamin dengan Informasi Pilkada ... 124 Grafik 3.21Bar Chart Antara Jenis Kelamin dengan Aksesibilitas Pilkada ... 127 Grafik 3.22Bar Chart Antara Jenis Kelamin dengan Lingkungan... 130 Grafik 3.23Bar Chart Antara Tingkat Pendidikan dengan Sosialisasi Pilkada ... 133


(15)

Grafik 3.24Bar Chart Antara Tingkat Pendidikan dengan Antusiasme dalam Pilkada ... 136 Grafik 3.25Bar Chart Antara Tingkat Pendidikan dengan Pemahaman Calon ... 139 Grafik 3.26 Bar Chart Antara Tingkat Pendidikan dengan Kegiatan

Kampanye... 142 Grafik 3.27Bar Chart Antara Tingkat Pendidikan dengan Pemberian Hak Suara ... 145 Grafik 3.28Bar Chart Antara Tingkat Pendidikan dengan Kesadaran Diri Terlibat Pilkada... 148 Grafik 3.29Bar Chart Antara Tingkat Pendidikan dengan Kegiatan

Penghitungan Suara ... 151 Grafik 3.30Bar Chart Antara Tingkat Pendidikan dengan Kegiatan Politik Informal ... 154 Grafik 3.31Bar Chart Antara Tingkat Pendidikan dengan Informasi Pilkada ... 156 Grafik 3.32Bar Chart Antara Tingkat Pendidikan dengan Aksesibilitas Pilkada ... 159 Grafik 3.33Bar Chart Antara Tingkat Pendidikan dengan Faktor Lingkungan ... 162 Grafik 3.34Bar Chart Antara Jenis Kedisabilitasan dengan Sosialisasi Pilkada ... 165 Grafik 3.35Bar Chart Antara Jenis Kedisabilitasan dengan Antusiasme dalam Pilkada ... 167 Grafik 3.36 Bar Chart Antara Jenis Kedisabilitasan dengan Pemahaman Calon ... 170 Grafik 3.37Bar Chart Antara Jenis Kedisabilitasan dengan Kegiatan

Kampanye... 172 Grafik 3.38Bar Chart Antara Jenis Kedisabilitasan dengan Pemberian Hak Suara ... 175


(16)

Grafik 3.39Bar Chart Antara Jenis Kedisabilitasan dengan Kesadaran Diri dalam Pilkada ... 177 Grafik 3.40Bar Chart Antara Jenis Kedisabilitasan dengan Kegiatan

Penghitungan Suara ... 180 Grafik 3.41Bar Chart Antara Jenis Kedisabilitasan dengan Kegiatan Politik Informal ... 183 Grafik 3.42Bar Chart Antara Jenis Kedisabilitasan dengan Informasi Pilkada ... 186 Grafik 3.43Bar Chart Antara Jenis Kedisabilitasan dengan Aksesibilitas Pilkada ... 189 Grafik 3.44Bar Chart Antara Jenis Kedisabilitasan dengan Faktor Lingkungan ... 192


(17)

DAFTAR BAGAN


(18)

(19)

menjadi ukuran untuk melihat eksistensi demokrasi dalam suatu negara. Partisipasi politik penting untuk diteliti mengingat keberhasilan dari sebuah pemilu dapat dilihat dari tingkat partisipasi masyarakat. Disisi lain isu disabilitas masih menjadi perhatian khusus yang mengemuka seiring dengan perwujudan masyarakat inklusif di Yogyakarta. Kabupaten Sleman merupakan daerah dengan populasi penyandang tertinggi di wilayah Yogyakarta. Penelitian ini berfokus untuk menilik sejauh mana partisipasi politik penyandang disabilitas dalam Pemilukada Sleman 2015 dengan lokasi PPDI Sleman dan KPU Sleman. Metode penelitian menggunakanpendekatan secara kuantitatif dan kualitatif(mixed-method) terhadap total 98 responden dari 1480 penyandang disabilitas Sleman yang ditentukan melalui purposive sampling. Analisa data dilakukan menggunakan analisa tabel tunggal dan tabulasi silang melalui program SPSS.

Penelitian ini berfokus unuk membuat suatu deskripsi yang sistematis, faktual dan akurat terhadap gambaran keseluruhan partisipasi politik pada Pemilukada Sleman 2015. Huntington menjabarkan fase partisipasi politik dalam pemilu dalam fase pre-election, election and post-election. Hasil tingkat partisipasi menunjukkan angka rendah yang berimbas pada pola partisipasi yang buruk dilakukan oleh penyandang disabilitas. Tercatat 32% responden tidak memberikan hak suara pada gelaran Pemilukada tersebut. Beberapa temuan menunjukkan Pemilukada Sleman 2015 belum aksesibel dan masih jauh dari kebutuhan penyandang disabilitas.Regulasi, prosedur, maupun fasilitas yang ada belum berpihak pada keberadaan penyandang disabilitas.

Sejumlah upaya maupun inovasi dilakukan KPU Sleman diantaranya tertuang melalui sarana sosialisasi dan kebutuhan lain yang akomodatif dan berperspektif disabilitas namun masih belum mampu dirasakan masing-masing individu penyandang disabilitas. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan ditemukan beberapa faktor signifikan mempengaruhi partisipasi poltik rendah dalam Pemilukada Sleman 2015 diantaranya adalah informasi, aksesibilitas dan lingkungan.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sila keempat Pancasila yang berbunyi “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/ perwakilan” beserta Pasal 1 ayat (2) Undang- Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan komitmen konkrit serta penekanan Indonesia sebagai negara demokrasi. Kedua landasan tersebut secara implisit menghendaki bahwa kekusasaan tertinggi negara berada di tangan rakyat. Dalam negara demokratis, pemilihan umum menjadi salah satu bentuk demokratisasi. Kegiatan ini bertujuan untuk menetapkan tujuan-tujuan, serta masa depan dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan. Harapan untuk menemukan format demokrasi yang ideal mulai nampak setelah penyelenggaraan pemilu 2004 lalu yang terdiri dari pemilu legislatif dan pemilu presiden.

Secara universal pemilihan umum atau selanjutnya disebut pemilu merupakan instrumen mewujudkan kedaulatan rakyat yang bermaksud membentuk pemerintahan yang absah serta sarana mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan rakyat. Pemilu sebagai bentuk demokratisasi di Indonesia semakin nyata dengan adanya amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat ketentuan tentang pemilihan umum. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945


(21)

yakni “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang -Undang Dasar, sebagai salah satu sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat.

Selain Pemilihan Umum yang dilakukan dalam skala nasional, Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) langsung merupakan manifestasi tumbuhnya demokrasi di Indonesia seiring dengan bergulirnya desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia. Pemilukada membuka peluang yang sama dari masing masing calon atau kandidat untuk berkompetisi memperebutkan jabatan tertinggi yang memegang kekuasaan dalam suatu wilayah.

Dalam sistem demokrasi, ikut serta dalam pemilihan umum merupakan hak politik bagi setiap warga negara. Hak ini menyangkut hak untuk menyelidiki/ menjajaki alternatif yang ada dan hak untuk berpartisipasi dalam memutuskan siapa yang akan dipilih (Robert A. Dahl, 2001:68). Dengan kata lain, partisipasi langsung dari masyarakat merupakan esensi penting sebagai pengejewantahan dan penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah dan oleh rakyat dalam sistem demokrasi, keikutsertaan masyarakat dalam berpartisipasi sangatlah penting karena teori demokrasi menyebutkan bahwa masyarakat tersebut sangatlah mengetahui apa yang mereka kehendaki.

Partisipasi politik berpengaruh terhadap legitimasi masyarakat terhadap jalannya suatu pemerintahan. Adanya kebebasan rakyat dalam menjalankan partisipasi politik menjadi ukuran untuk melihat eksistensi demokrasi dalam suatu negara. Partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu dapat dipandang sebagai kontrol masyarakat terhadap suatu pemerintahan. Kontrol yang diberikan beragam tergantung dengan tingkat partisipasi politik


(22)

masing-masing. Selain sebagai inti dari demokrasi, partisipasi politik juga berkaitan erat dengan pemenuhan hak-hak politik warga negara.

Wujud dari pemenuhan hak-hak politik adalah adanya kebebasan bagi setiap warga untuk menyatakan pendapat dan berkumpul. Seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 28: “kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan, dimana hak tersebut merupakan bagian dari hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan secara lebih rinci dijabarkan dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Keikutsertaan Indonesia dalam ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik) menjadi bukti bahwa negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melindungi (to protect), memajukan (to promote), menegakan dan memenuhi (to fullfil), serta menghormati (to respect) hak-hak asasi manusia.

Disebutkan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, “Segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Lebih lanjut Pasal 28 I ayat (2)


(23)

berbunyi, “Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama dan harus diperlakukan secara sama oleh negara.

Masyarakat Indonesia beragam salah satunya adalah penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas tetaplah menjadi warga Negara yang memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama tanpa adanya diskriminasi. Dalam konteks pemilu, pemberdayaan dan peningkatan peran para penyandang disabilitas dalam pembangunan nasional perlu mendapat perhatian dan pendayagunaan yang khusus. Namun selama ini, mereka belum mendapatkan hak untuk memperoleh kesempatan dan perlakuan agar bisa bertindak dan beraktivitas sesuai dengan kondisi mereka (Zainul Daulay, 2013: 1). Hal ini tentu saja menjadi hambatan mobilitas para penyandang disabilitas guna memperoleh hak sipil dan politik terutama pada saat pemilihan umum sebagai bagian proses demokratisasi. Besar kecil suara mereka dalam pemilu, hal tersebut turut andil terhadap legitimasi tampuk kekuasaan politik dalam suatu wilayah.

Hampir setiap wilayah di Indonesia terdapat kelompok penyandang disabilitas tidak terkecuali di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta, pada tahun 2012 terdapat 22.298 orang yang menyandang disabilitas. Jumlah penyandang disabilitas di Yogyakarta semakin


(24)

meningkat signifikan khususnya pasca bencana gempa bumi pada bulan Mei 2006. Isu disabilitas menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menyusul diterbitkannya Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimera Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas. Namun dalam implementasinya masih banyak ditemukan praktik yang tidak sesuai dengan komitmen pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam rangka mewujudkan masyarakat inklusif.

Berdasakan data yang diperoleh para relawan yang diterjunkan oleh Jaringan Masyarakat Pemantau Pemilu Indonesia (JAMPPI), bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan sengaja mengabaikan hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan aksesibilitas dalam Pemilu 2004. Dari 13.609 TPS, didapatkan fakta bahwa 6.498 TPS (48%) tidak menyediakan surat suara khusus bagi pemilih tunanetra, 2.747 (20,1%) bilik suara sulit diakses pemilih penyandang disabilitas, 1.973 (14%) kotak suara tidak mudah dicapai bagi pemilih penyandang disabilitas terutamayang berkursi roda, dan 1.383 TPS (10,4%) penyandang disabilitas tidak bisa memilih sendiri pendampingnya untuk mencoblos (Muladi, 2009:261-262).

Masih terjadi pengabaian hak politik penyandang disabilitas dalam Pemilu, antara lain (Muladi, 2009: 261):

a. Hak untuk didaftar guna memberikan suara; b. Hak atas akses ke TPS;

c. Hak atas pemberian suara yang rahasia; d. Hak untuk dipilih menjadi anggota Legislatif;

e. Hak atas informasi termasuk informasi tentang pemilu; f. Hak untuk ikut menjadi pelaksana dalam pemilu.


(25)

Berikut ini merupakan data KPU Daerah Istimewa Yogyakarta terkait daftar pemilih tetap (DPT) penyandang disabilitas pada Pemilukada 2015 di tiga Kabupaten berbeda :

Tabel 1.1

Jumlah Penyandang Disabilitas Dalam DPT pemilukada 2015 DIY

No. Kabupaten Jumlah Penyandang Disabilitas Dalam DPT

1 Sleman 1.480 jiwa

2 Bantul 1.092 jiwa

3 Gunungkidul 1.232 jiwa

Sumber : KPU DIY per 30 September 2015

Pemilukada serentak tahun 2015 merupakan ajang pemilihan Kepala Daerah yang diagendakan setiap 5 tahun sekali. Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah yang mengadakan agenda tersebut dengan mengusung dua pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dengan pertimbangan bahwa jumlah populasi berbanding lurus dengan kompleksitas masalah penyelenggaraan pemilu, peneliti memilih objek penelitian di wilayah Kabupaten Sleman dengan jumlah penyandang disabilitas sebanyak 1.480 jiwa dan menempati posisi paling tinggi dengan jumlah penyandang disabilitas pada Pemilukada Serentak tahun 2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Hal ini merupakan fenomena menarik untuk menilik seberapa jauh partisipasi politik yang dilakukan oleh para penyandang disabilitas melihat fakta di lapangan aksesibilitas masih menjadi isu utama dan kendala yang menghambat mobilisasi politik kaum disabilitas di Kabupaten Sleman. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan akan pengaruh aksesibiltas pemilih


(26)

(penyandang disabilitas) dan juga peran KPU Sleman terhadap partisipasi politik para penyandang disabilitas di wilayah Sleman. Sejumlah upaya guna menjamin aksesibilitas pemilih dengan penyandang disabitas memang sudah dilakukan oleh pihak KPU Sleman. Akan tetapi lokus menarik yang belum diteliti lebih jauh adalah sejauh mana upaya tersebut membentuk partisipasi politik masyarakat penyandang disabilitas. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi peneliti untuk memilih judul penelitian “Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas Dalam Pemilukada Kabupaten Sleman Tahun 2015”. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana partisipasi politik penyandang disabilitas dalam Pemilukada Kabupaten Sleman Tahun 2015 ?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi politik penyandang disabilitas dalam Pemilukada Kabupaten Sleman Tahun 2015 ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan partisipasi politik penyandang disabilitas dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Sleman tahun 2015.

2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik penyandang disabilitas dalam Pemilukada Kabupaten Sleman Tahun 2015.


(27)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini untuk mengembangkan teori-teori yang peneliti gunakan yang relevan diantaranya teori-teori partisipasi politik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pemerintahan dan politik yang terus berkembang seiring dengan dinamika demokrasi dan kehidupan masyarakat.

Bagi kepentingan peneliti, hasil penelitian ini dapat berguna untuk menambah pengalaman, wawasan dan memahami partisipasi politik penyandang disabilitas di Kabupaten Sleman, sehingga mendapatkan gambaran mengenai kesesuaian fakta dilapangan dengan teori yang ada. 2. Manfaat Praktis

a. KPU Kabupaten Sleman

Secara praktis, diharapkan penelitian ini sebagai masukan untuk Pemerintah khususnya KPU Kabupaten Sleman untuk dapat menyusun langkah-langkah strategis untuk mempermudah sosialisasi dan aksesibilitas penyandang disabiltas dalam rangka menumbuhkan partisipasi politik di wilayah Kabupaten Sleman.

b. Partai Politik

Dalam kapasitasnya sebagai institusi yang melakukan fungsi pendidikan politik serta rekrutmen politik. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman guna memperkut fungsi partai politik serta mengakomodasi peran penyandang disabilitas dalam konteks politik.


(28)

E. Kerangka Dasar Teori

1. Pemilihan Umum (Pemilu)

a. Pengertian Pemilihan Umum (Pemilu)

Pengertian pemilihan umum yang selanjutnya disingkat pemilumenurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adildalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemilu adalah arena kompetisi untuk mengisi jabatan-jabatan politik dipemerintahan yang didasarkan pada pilihan formal dari warga Negara yang memenuhi syarat. Pada zaman modern ini pemilu menempati posisi penting karena terkait dengan beberapa hal; Pertama, pemilu menempati posisi penting bagi keberlangsungan demokrasi perwakilan. Kedua, pemilu menjadi indikator negara demokrasi. Dhal mengatakan bahwa dua dari enam ciri lembaga-lembaga politik yang dibutuhkan oleh demokrasi skala besar adalah berkaitan dengan pemilu, yaitu para pejabat yang dipilih dan pemilu yang bebas adil dan berkala. Ketiga pemilu penting dibicarakan juga terkait dengan implikasi-implikasi yang luas dari pemilu, pada fase tersebut Huntington menyebut pemilu sebagai alat serta tujuan dari demokratisasi (Pamungkas, 2009:3).

Menurut Muhammad A.S Hikam (1999: 16-17) setidaknya ada empat fungsi pemilu yang terpenting, yaitu legitimasi politik, terciptanya


(29)

perwakilan politik, sirkulasi elite politik, dan pendidikan politik. Melalui pemilu, legitimasi pemerintah dikukuhkan karena ia adalah pilihan warga negaranya. Selain itu, pemilu juga sebagai alat kontrol warga negara kepada penguasa apakah pemimpin yang terakhir itu masih dipercaya atau tidak. Berdasarkan hal tersebut, maka pemilu merupakan sebuah alat untuk melakukan pendidikan politik bagi warga negara agar memahami hak dan kewajibannya.

b. Asas-asas Pemilihan Umum

Pasal 22E ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berisi ketentuan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka asas pemilihan umum adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil atau biasa disingkat asas luber jurdil. Asas tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Langsung, artinya setiap warga negara dapat menggunakan hak pilihnya secara langsung. Rakyat pemilih mempunyai hak untuk memilih secara langsung memberikan suaranya menurut hati nuraninya tanpa perantara dan tanpa tingkatan (C.S.T Kansil, 1986:26);

2. Umum, artinya setiap warga negara Indonesia yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya; 3. Bebas, artinya setiap pemilih bebas memilih pemimpin sesuai


(30)

hak pilihnya dijamin keamanannya untuk melakukan pemilihan menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksanaan dari siapapun/dengan apapun (C.S.T Kansil, 1986: 26); 4. Rahasia, artinya pilihan pemimpin yang dipilih oleh setiap warga

negara berhak dirahasiakan, dan dijamin oleh peraturan perundangan; 2. Pemilu Inklusif

Pasal 25 International Covenant on Civil and Political Rights dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 menekankan konsep dasar pemilu inklusif sebagai penyelenggaraan pemilu yang setara dan aksesibel bagi setiap warga negara tanpa pembeda. Konsep inklusif diintrepretasikan sebagai ruang bagi setiap warga negara turut andil dalam proses pemilu tanpa pengecualian. Kehendak ini akan diekspresikan dalam pemilu periodik dan asli yang akan dilaksanakan dengan hak pilih universal dan sama dan akan dilaksanakan dengan pemungutan suara rahasia atau prosedur pemungutan suara bebas yang setara.

Lebih jauh Pasal 29 Convention on the Rights of Persons with Disabilities CRPD) memberikan penekanan (pemilu inklusif) bagi penyandang disabilitas untuk dapat ikut serta dalam kehidupan publik dan politik secara efektif dan penuh pada tingkat yang sama dengan yang lain, baik secara langsung ataupun melalui perwakilan yang dipilih secara bebas, termasuk hak dan kesempatan untuk memilih dan dipilih.

Menurut Ramlan Surbakti sebagaimana dikutip oleh Khairul Fahmi (2011: 276-277), tujuan pelaksanaan pemilu adalah sebagai mekanisme


(31)

untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum; sebagai mekanisme memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat melalui wakil-wakil terpilih atau partai yang memenangkan kursi, sehingga integrasi atau kesatuan masyarakat tetap terjamin; dan sebagai sarana mobilisasi, menggerakkan atau menggalang dukungan rakyat terhadap negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik.

Melibatkan orang-orang disabilitas dalam proses politik menyediakan dasar untuk mengurusutamakan keterlibatan mereka dalam semua aspek masyarakat. Selama pemilu, ranah kewarganegaraan seringkali ditampilkan pada media pemerintah dan non pemerintah, dan lalu didefinisikan dalam kesadaran publik. Ini adalah kesempatan untuk menembus stigma sosial dengan memastikan bahwa orang-orang disabilitas muncul bersama dengan warga negara lain sebagai peserta aktif dalam proses politik. Orang-orang disabilitas memainkan peranan yang sama dalam dengan semua warga negara lainnyadalam proses pemilihan, termasuk bekerja sebagai penyelenggara pemiluatau KPPS, memilih, menjadi calon pejabat, mengadvokasi kebijakan, memantau proses pemungutan dan penghitungan suara, melaporkan, mendidik pemilih, dan berkampanye untuk calon dan partai politik.

Dalam pasal 29 CRPD Convention on the Rights of Persons with Disabilities CRPD) Pihak Negara akan menjamin kepada penyandang


(32)

disabilitas hak politik beserta kesempatan untuk menggunakannya pada tingkat yang setara dengan orang lain dan akan melakukan:

1. Memastikan bahwa penyandang disabilitas dapat ikut serta dalam kehidupan publik dan politik secara efektif dan penuh pada tingkat yang sama dengan yang lain, baik secara langsung ataupun melalui perwakilan yang dipilih secara bebas, termasuk hak dan kesempatan untuk memilih dan dipilih dengan:

i. Memastikan prosedur, fasilitas, dan bahan pemungutan suara sesuai, mudah diakses serta mudah dipahami dan digunakan; ii. Melindungi hak penyandang disabilitas untuk memilih dengan

menggunakan surat suara rahasia baik di pemilu maupun di referendum umum tanpa intmidasi, dan untuk mencalonkan diri, untuk dengan efektif memegang kekuasaan dan melaksanakan semua tugas publik pada setiap tingkat pemerintahan, dengan menyediakan teknologi baru dan membantu dimana tepat;

iii. Menjamin kebebesan ekspresi dari kehendak penyandang disabilitas sebagai pemilih hingga, dimana dibutuhkan, atas permintaan mereka, memperbolehkan bantuan dalam pemungutan suara oleh orang pilihan mereka;

2. Mendorong secara aktif lingkungan dimana penyandang disabilitas dapat ikut serta secara efektif dan penuh dalam masalah urusan publik, termasuk:


(33)

i. Partisipasi dalam lembaga swadaya masyarakat dan asosiasi yang perhatian dengan kehidupan publik dan politik negara, beserta kegiatan dan administrasi partai politik;

ii. Membentuk dan bergabung dengan organisasi penyandang disabilitas untuk mewakili orang penyandang disabilitas pada tingkat internasional, nasional, regional dan lokal.

Pemilu inklusif dimaksudkan sebagai manifestasi pelaksanaan demokrasi yang sesuai degan kaidah hukum. Hukum-hukum pemilu inklusif secara garis besar harus memiliki sifat-sifat berikut (IFES, 2014:39) :

1. Hak pilih universal, termasuk orang di bawah perwalian

2. Tidak ada syarat medis atau bahasa bagi calon maupun pemilih

3. Fleksibilitas untuk mencari solusi kreatif untuk TPS yang tidak aksesibel, dengan tujuan akhir aksesibilitas permanen

4. Hak untuk memilih rahasia, dan, jika diinginkan, untuk dibantu oleh orang yang dipilih oleh pemilih

5. Penyediaan akomodasi yang wajar, seperti panduan surat suara takil. 3. Good Governance

Terminologi governance mengemuka setelah adanya studi yang dilaksanakan pada tahun 1989. Dalam studi ini, terminologi “governance”didefinisikan sebagai “the exercise of political power to manage an nation’s affair” (World Bank, 1989). Sejak publikasi tersebut, terminologi ini menjadi popular dan dijadikan sebagai kriteria dalam


(34)

bantuan pembangunan kepada Negara-negara berkembang. Terminologi “governance” lebih merupakan tradisi, institusi dan proses determinasi penyelenggaraan kekuasaan Negara yang melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan serta berdasarkan kepentingan publik.

Jika mengacu pada program World Bank dan United Nation Development Program (UNDP), orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance. Pengertian good governance sering diartikan sebagai kepemerintahan yang baik. Gunawan Sumodiningrat (1999:251) menyatakan bahwa good governance adalah upaya pemerintahan yang amanah dan untuk menciptakannya pemerintah perlu adanya desentralisasi dan sejalan kaidah penyelengaraan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Sementara itu, World Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administrasi, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (Mardiasmo, 2002:18).

Adapun karakteristik pelaksanaan good governance meliputi beberapa hal seperti berikut :

a. Participation. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga


(35)

perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

b. Rule of law. Kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.

c. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan public secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.

d. Responsiveness. Lembaga-lembaga publik harus cepat tanggap dalam melayani stakeholder.

e. Consensus orientation. Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.

f. Equity. Setiap masayarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.

g. Efficiency and effectiveness. Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif). h. Accountability. Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap

aktivitas yang dilakukan.

i. Strategic vision. Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke depan.


(36)

4. Sistem Pilkada Serentak

Penyelenggaraan Pilkada langsung menjadi tugas dan wewenang pemerintah dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum Daerah yang bertindak sebagai lembaga penyelengara Pemilu yang absah. Setiap pasang calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang akan bertarung dalam pilkada diajukan oleh partai politik peserta pemilihan atau gabungan partai politik. Pasca pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota terdapat desain baru yang diusung terkait mekanisme Pilkada. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang sedang menjabat dan dicalonkan oleh partai atau gabungan partai politik menjadi calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah maka wajib mengundurkan diri dari jabatannya sejak saat pendaftaran oleh partai politik atau gabungan partai politik.

Pada akhirnya pada tanggal 20 Januari 2015 DPR mengesahkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 menjadi UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kotadan Wakil Walikota disahkan. Pada 17 April 2015, KPU launching Pilkada serentak tahapan pelaksaan pilkada 9 Desember 2015. Ada 269 daerah terdiri atas 9 provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten yang serentak memilih kepala daerahnya. Adapun pelaksanaannya dilakukan dalam tiga tahap. Pilkada serentak tahap pertama dilaksanakan pada 9 Desember2015, untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memasuki Akhir Masa


(37)

Jabatan (AMJ) 2015 dan semester pertama 2016. Tahap kedua dilakukan pada Februari 2016 untuk AMJ semester kedua tahun 2016 dan 2017. Tahap ketiga dilaksanakan pada Juni 2018 untukdaerah yang AMJ tahun 2018 dan 2019. Secara bertahap, Pilkada serentak ini akan digunakan sebagai model Pilkada serentak pada 2027.

Ada beberapa poin dalam perubahan regulasi pilkada yang kemudian disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 diantaranya adalah penguatan pendelegasian tugas kepada KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilihan disertai dengan adanya penguatan bahwa kedua lembaga tersebut secara atributif diberikan tugas oleh Undang-undang. Atas dasar pertimbangan legitimasi yang cukup ditetapkan ambang batas kemenangan 0%, yang berarti hanya ada satu putaran pemilihan. Alasannya untuk efisiensi baik waktu maupun anggaran.Selain itu dengan syarat dukungan baik dari partai politik atau gabungan partai politik dan calon perseorangan yang sudah dinaikkan maka sesungguhnya para calon sudah memiliki dasar legitimasi yang cukup. Syarat dukungan penduduk untuk calon perseorangan dinaikkan 3,5%, sehingga threshold perseorangan antara 6,5%-10% tergantung daerah dan jumlah penduduknya (pasal 41 ayat 1 dan 2 UU 8 tahun 2015).


(38)

5. Partisipasi Politik a. Pengertian

Istilah partisipasi politik telah digunakan dalam berbagai pengertian yang berkaitan dengan perilaku, sikap dan persepsi yang merupakan syarat mutlak bagi partisipasi politik. Huntington dan Nelson dalam bukunya Partisipasi Politik di Negara Berkembang memaknai partisipasi politik sebagai:

“By political participation we mean activity by private citizens designed to influence government decision-making. Participation may be individual or collective, organized or spontaneous, sustained or sporadic, peaceful or violent, legal or illegal, effective or ineffective. (partisipasi politik adalah kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh Pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif)”

Dalam definisi tersebut partisipasi politik lebih berfokus pada kegiatan politik rakyat secara pribadi dalam proses politik, seperti memberikan hak suara atau kegiatan politik lain yang dipandang dapat mempengaruhi pembuatan kebijakan politik oleh Pemerintah dalam konteks berperan serta dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Berbagai definisi partisipasi politik dari para pakar ilmu politik secara eksplisit memaknai partisipasi politik bersubstansi core political activity yang bersifat personal dari setiap warga negara secara sukarela untuk berperan serta dalam proses pemilihan umum untuk memilih para pejabat publik, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penetapan kebijakan publik.


(39)

Tabel 1.2

Definisi Partisipasi Politik Menurut Para Ahli

Konsep Indikator

Kevin R. Hardwick

Partisipasi politik memberi perhatian pada cara-cara warga negara berinteraksi dengan pemerintah, warga negara berupaya menyampaikan kepentingan- kepentingan mereka terhadap pejabat-pejabat publik agar mampu mewujudkan kepentingan-kepentingan tersebut.

1. Terdapat interaksi antara warga negara dengan pemerintah

2. Terdapat usaha warga Negara untuk mempengaruhi pejabat publik.

Miriam Budiardjo

Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).

1.Berupa kegiatan individu atau kelompok

2. Bertujuan ikut aktif dalam ke-hidupan politik, memilih pimpinan publik atau mempengaruhi kebijakan publik.

Ramlan Surbakti

Partisipasi politik ialah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Partisipasi politik berarti keikutsertaan warga negara biasa (yang tidak mempunyai kewenangan) dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.

1.Keikutsertaan warga negara dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik 2. Dilakukan oleh warga negara biasa

Michael Rush dan Philip Althoft

Partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik.

1.Berwujud keterlibatan individu dalam sistem politik 2.Memiliki

tingkatan-tingkatan partisipasi Huntington

dan Nelson

Partisipasi politik ... kegiatan warga negara (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan kebijakan oleh pemerintah

1. Berupa kegiatan bukan sikap-sikap dan kepercayaan 2. Memiliki tujuan

mempengaruh kebijakan publik

3. Dilakukan oleh warga negara (biasa)

Herbert McClosky

Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.

1. Berupa kegiatan-kegiatan sukarela

2. Dilakukan oleh warga negara

3. Warga negara terlibat dalam proses-proses politik

Sumber: Sosiologi Politik; Konsep dan Dinamika Perkembangan Kajian Berdasarkan beberapa definisi konseptual partisipasi politik yang dikemukakan beberapa sarjana ilmu politik tersebut, secara substansial menyatakan bahwa setiap partisipasi politik yang dilakukan termanifestasikan dalam kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata dilakukan,


(40)

atau tidak menekankan pada sikap-sikap. Dapat disimpulkan bahwa partisipasi politik adalah suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan peran serta masyarakat baik langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah yang menyangkut kepentingan masyarakat.

Hal ini dapat disimpulkan beberapa bentuk partisipasi politik yang ada dalam pemilu.Partisipasi tersebut dibagi menjadi tiga fase dimulai dari tahap pra pemilihan, pemilihan dan pasca pemilihan.

b. Bentuk Partisipasi Politik

Dalam buku Perbandingan Sistem Politik Indonesia yang dikutip oleh Masoed dan MacAndrew 1981, Almond membedakan partisipasi politik atas dua bentuk, pertama partisipasi politik konvensional yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern. Kedua partisipasi politik non konvensional yaitu suatu bentuk partispasi politik yang tidak lazim dilakukan dalam kondisi normal, bahkan dapat berupa kegiatan illegal, penuh kekerasan dan revolusioner.


(41)

Tabel 1.3

Perbandingan Bentuk Partisipasi

Konvensional Non Konvensional

1. Pemberian suara 2. Diskusi politik 3. Kegiatan kampanye 4. Membentuk dan bergabung dalam kelomok kepentingan 5. Komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif

1. Pengajuan petisi 2. Berdemonstrasi 3. Konfrontasi 4. Mogok

5. Tindakan kekerasan politik harta benda(pengeboman, pembakaran)

6. Tindakan kekerasan politik terhadap manusia (penculikan, Pembunuhan)

7. Perang gerilya dan revolusi Sumber :Almond dalam Mas’oed dan MacAndrews (1986)

Pemikiran Almond tersebut dapat dikatakan bahwa partisipasi politik dapat dilihat dalam dua bentuk, yakni partisipasi politik yang bersifat umum, atau partisipasi politik tanpa kekerasan serta partisipasi politik yang dilakukan oleh warga masyarakat dalam bentuk koersif atau jalur konflik.

Adapun pengertian partisipasi politik menurut David P. Roth dan Wilson dalam bukunya “The Comparative Study Of Politics” membuat tipologi partisipasi politik atas dasar piramida partisipasi yang menunjukan bahwa semakin tinggi intensitas dan derajat keterlibatan aktifitas politik seseorang, maka semakin kecil kuantitas orang yang terlibat didalamnya.

Identitas dan derajat keterlibatan yang tinggi dalam aktifitas politik dikenal sebagai aktifis.Adapun yang masuk dalam kelompok aktifis adalah pemimpin dan para fungsionaris partai atau kelompok kepentingan yang mengurus organisasi secara penuh waktu (FullTime). Termasuk


(42)

didalamnya kategori ini adalah kegiatan politik yang dipandang menyimpang atau negatif seperti membunuh politik, teroris, atau pelaku pembajakan untuk meraih tujuan politik. Lapisan berikutnya setelah lapisan puncak piramida dikenal sebagai partisipasi. Kelompok ini mencakup berbagai aktifitas seperti petugas atau juru kampanye, mereka yang terlibat dalam program atau proyek sosial, sebagai pelobi politik, aktif dalam partai politik atau kelompok kepentingan.

Lapisan selanjutnya adalah kelompok pengamat, mereka ikut dalam kegiatan politik yang menyita waktu, tidak menuntut prakarsa sendiri, tidak intensif dan jarang melakukannya. Sedangkan lapisan terbawah adalah kelompok yang apolitis yaitu kelompok orang yang tidak peduli terhadap sesuatu yang berhubungan dengan politik. Mereka tidak memberikan sedikitpun terhadap masalah politik (Budiardjo 2008 : 7-9).

Partisipasi politik masyarakat dapat terealisasi dengan mempertimbangkan adanya pemberdayaan dan pendidikan politik. Dengan pemberdayaan ,masyarakat akan dapat memahami kapasitasnya sendiri dan bagaimana dapat turut serta membangun sense of belonging terhadap proses pemilu. Pemberdayaan juga akan mengembangkan kapasitas sampai sejauh mana tingkat partisipasi dapat dilakukan. Dimana menurut Rachmawati (2003: 17) paling tidak ada empat level yaitu berbagi informasi (information sharing), konsultasi (consultation), pembuatan keputusan (decision making), serta memprakarsai tindakan (initiating action). Huntington dalam Rachmawati (2003: 21) menjelaskan partisipasi


(43)

yang ideal merupakan proses yang berkelanjutan dari tahap awal, saat dan akhir pemilu.

i. Pre-election, fase ini menjadi momentum penting terkait keterlibatan masyarakat dalam kegiatan menjajaki alternatif pilihan (sosialisasi, kampanye) dan proses penyusunan regulasi atau peraturan, diantaranya dituangkan dalam bentuk upaya individu/ kelompok melobi (lobbying) ,menghubungi (contacting) para pemangku kebijakan.

ii. Election, partisipasi masyarakat dapat dilihat dari pemberian hak suara yang diprakarsai oleh aspirasinya sendiri, bukan partisipasi yang dimobilisir (mobilized) oleh pengaruh dari luar. Kegiatan ini mencakup setiap kegiatan yang bertujuan untuk mempengaruhi dan menentukan hasil pemilu.

iii. Post-election, keterlibatan maupun pasrtisipasi masyarakat dapat dilihat melalui keikutsertaannya dalam wadah yang berguna untuk memantau, mengontrol dan memberi kontribusi bagi kinerja pemerintahan melalui fasilitas secara sistematis, diantaranya melalui kegiatan diskusi, terlibat organisasi, maupun tindakan violence, demonstrasi/ anarkisme.

Pada tahap pra pemilu ada momentum penting terkait keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan regulasi atau peraturan. Secara informal masyarakat perlu dibukakan ruang partisipasinya untuk untuk dapat mengatur lingkungannya sendiri sesuai kebutuhan spesifiknya.


(44)

Selain itu pelaksanaan kampanye yang diharapkan masyarakat dapat mengaksesnya secara adil dan tanpa tekanan dari pihak manapun.

Pada tahap pelaksanaan pemilu, partisipasi masyarakat dapat dilihat dari pemberian hak suara yang diprakarsai oleh aspirasinya sendiri, bukan partisipasi yang dimobilisir oleh pengaruh dari luar. Dan setelah itu pada tahap pasca pemilu peran aktif masyarakat dalm mengawasi jalannya pemungutan suara yang berujung pada terjaminnya penghitungan dan penilaian hasil pemilu secara makro. Pada fase ini keterlibatan maupun pasrtisipasi masyarakat dapat dilihat melalui keikutsertaannya dalam wadah yang berguna untuk memantau, mengontrol dan memberi kontribusi bagi kinerja pemerintahan melalui fasilitas secara sistematis. 6. Penyandang Disabilitas

a. Pengertian Penyandang Disabilitas

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat menggunakan istilah penyandang cacat untuk menyebut penyandang disabilitas, yang berarti setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/ atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental, dan penyandang cacat fisik dan mental.

Sementara itu, Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Disabilitas menggunakan istilah yang lebih halus, yaitu


(45)

penyandang disabilitas yang definisinya adalah setiap orang yang mengalami gangguan, kelainan, kerusakan, dan/atau kehilangan fungsi organ fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu tertentu atau permanen dan menghadapi hambatan lingkungan fisik dan sosial, yang meliputi gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan bicara, gangguan motorik dan mobilitas, cerebral palsy, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, autis, epilepsi, tourette’s syndrome, gangguan sosialitas, emosional, dan perilaku, dan retardasi mental. Penyandang disabilitas terdiri dari tiga (3) kelompok, yaitu (Muladi, 2009: 253-254)

I. Penyandang disabilitas fisik, meliputi:

a) Penyandang disabilitas tubuh (tuna daksa); b) Penyandang disabilitas netra (tuna netra); c) Penyandang disabilitas tuna wicara/rungu;

d) Penyandang disabilitas bekas penderita penyakit kronis (tuna daksa dan lara kronis)

II. Penyandang disabilitas mental, meliputi:

a) Penyandang disabilitas mental (tuna grahita); b) Penyandang disabilitas ekspsikotik (tuna laras);

III. Penyandang disabilitas fisik dan mental atau disabilitas ganda F. Definisi Konseptual

Definisi konseptual bertujuan untuk menjelaskan pembatasan pengertian antara konsep satu dengan yang lain. Konsep tersebut merupakan


(46)

abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dan sejumlah karakteristik kejadian, hal ini digunakan agar dalam penulisan tidak terjadi kesalahpahaman. Adapun definisi konseptual yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Pemilihan Umum

Adalah proses pengambilan suara oleh rakyat dalam suatu pemilihan yang dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil guna menyalurkan hak serta aspirasi politik.

2. Pemilukada

Adalah pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung di Kabupaten Sleman Tahun 2015.

3. Partisipasi Politik

Dalam penelitian ini adalah keterlibatan individu dalam setiap tahapan Pemilukada Kabupaten Sleman Tahun 2015

4. Penyandang Disabilitas,

Pengertian penyandang disabilitas dalam penelitian ini merujuk pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya. Penyandang disabilitas dalam penelitian ini adalah penyandang disabilitas yang telah mempunyai hak pilih, yaitu yang pada saat diselenggarakannya Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Sleman tahun 2015 telah genap berumur 17


(47)

(tujuh belas) tahun atau telah kawin, namun memiliki kesulitan dalam menggunakan hak pilihnya karena keterbatan fisik dan/atau mentalnya, yaitu tuna netra, tuna wicara/rungu, tuna daksa dan tuna ganda.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang berfungsi memberikan batasan-batasan tertentu sebagai variable pengukuran untuk mencapai tujuan penelitian. Dalam penelitian ini untuk mengukur partisipasi politik penyandang disabilitas dalam Pilkada Kabupaten Sleman tahun 2015 digunakan definisi operasional sebagai berikut :

A. Bentuk-bentuk partisipasi politik : 1. Tahap Pra Pemilihan

a. Partisipasi dalam sosialisasi Pemilukada b. Motivasi diri terlibat politik

c. Pemahaman akan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah d. Ketelibatan kegiatan kampanye pasangan calon kepala daerah dan

wakil kepala daerah 2. Tahap Pemilihan

a. Memberikan hak suara dalam Pemilukada

b. Kesadaran untuk berpartisipasi dalam Pemilukada 3. Tahap Pasca Pemilihan

a. Mengetahui kegiatan penghitungan suara dalam Pemilukada

b. Partisipasi dalam diskusi politik informal, rapat umum dan sebagainya


(48)

4. Faktor yang mempengaruhi (Informasi, Aksesibiltas, Lingkungan) H. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang prosedur pemecahan masalahnya diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek peneliti saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya yang meliputi interpretasi data dan analisis data (Hadari Nawawi, 2000: 63).

Maxfield menjelaskan bahwa peneitian deskriptif ini termasuk dalam studi kasus atau penelitian kasus (case study) yaitu penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan dari studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari suatu kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat yang khas tersebut akan dijadikan suatu hal yang umum (Nazir, 1999: 66).

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu deskripsi yang sistematis, faktual dan akurat tentang gambaran keseluruhan partisipasi politik penyandang disabilitas, baik bersifat teknis maupun substantif pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Sleman 2015.


(49)

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan setting lokasi maupun obyek penelitian pada komunitas Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kabupaten Sleman yang merupakan komunitas penyandang disabilitas terbesar di DIY dengan jumlah anggota sebesar 6.361 orang dengan beberapa kedisabilitasan yang berbeda. Hal ini mempertimbangkan keterwakilan populasi yang berasal dari berbagai wilayah Kabupaten Sleman.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penentuan subjek penelitian dalam penelitian ini dilakukan secara purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2010: 299). Pemilihan subjek penelitian secara purposive didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan tujuan penelitian (Nurul Zuriah, 2007: 124). Pertimbangan yang digunakan peneliti dalam penentuan subjek penelitian adalah pertama, subjek penelitian memiliki kewenangan dalam memberikan aksesibilitas pemilu bagi penyandang disabilitas di Kabupaten Sleman. Kedua subjek penelitian berkecimpung atau terlibat langsung dalam pelayanan akses pemilu bagi penyandang disabilitas di Kabupaten Sleman. Ketiga subjek penelitian merupakan pihak yang secara langsung perlu mendapatkan pelayanan khusus dalam pelaksanaan pemilihan umum.


(50)

a. Kuesioner

Adalah teknik pengumpulan data dengan cara menyerahkan daftar pertanyaan kepada sampel atau responden yang kemudian diisi sendiri oleh responden. Kuesioner merupakan pertanyaan terstruktur yang diisi sendiri oleh responden atau diisi oleh pewawancara yang membacakan pertanyaan kemudian mencatat jawaban yang diberikan (Sulisyo-Basuki, 2006: 110). Dalam penelitian ini kuesioner ditujukan kepada subjek penelitian yang secara langsung mendapatkan pelayanan khusus dalam Pemilukada yaitu masyarakat penyandang disabilitas Sleman yang terdiri dari tuna rungu/wicara, tuna netra, tuna grahita, tuna daksa, tuna ganda dan telah terdaftar sebagai DPT pada Pemilukada Sleman 2015.

b. Wawancara

Teknik wawancara (depth interview) merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi verbal dengan tujuan untuk mendapatkan informasi penting yang diinginkan, yaitu dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama teknik ini adalah adanya kontak langsung dengan tatap muka antara pencari informasi dan sumber informasi (Nurul Zuriah, 2007: 179).

Wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada pertama pihak yang memiliki kewenangan dalam memberikan aksesibilitas pemilu bagi penyandang disabilitas di Kabupaten Sleman (KPU


(51)

Sleman). Kedua, berkecimpung atau terlibat langsung dalam pelayanan akses pemilu bagi penyandang disabilitas di Kabupaten Sleman (PPDI Sleman). Dan ketiga, pihak yang secara langsung perlu mendapatkan pelayanan khusus dalam pelaksanaan pemilihan umum yaitu masyarakat penyandang disabilitas itu sendiri.

c. Observasi

Menurut S. Margono dalam Nurul Zuriah (2007 : 173), teknik observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengambilan data menggunakan observasi dimaksudkan untuk melakukan pengamatan secara langsung proses pelaksanaan pemilihan umum oleh penyandang disabilitas di Kabupaten Sleman dalam menggunakan hak pilihnya. Hal ini untuk memungkinkan peneliti menggunakan penggunaan pendekatan induktif.

Macam observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi terus terang, yaitu peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data bahwa peneliti sedang melakuan penelitian (Sugiyono, 2012: 312). Dalam penelitian ini, observasi dilaksanakan di KPU Sleman, PPDI Sleman dan juga observasi nonpartisipan kepada masyarakat penyandang disabilitas itu sendiri.


(52)

4. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

Pelaksanaan penelitian senantiasa akan selalu berhadapan dengan masalah populasi, sebab suatu pengujian masalah selalu berhubungan dengan sekelompok subjek baik manusia, gejala ataupun peristiwa (Arikunto,2002 :115). Berangkat dari pendapat ahli tersebut maka dalam penelitian ini populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat penyandang disabilitas Kabupaten Sleman yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilukada Kabupaten Sleman sebanyak 1.480 jiwa. Peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Pemilihan subjek penelitian secara purposive didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut pautyang erat dengan tujuan penelitian (Nurul Zuriah, 2007: 124).

Tabel 1.4

DPT Penyandang Disabilitas dalam Pilkada Kabupaten Sleman 2015

No Jenis Disabilitas Jumlah (jiwa)

1 Tuna Daksa 407

2 Tuna Netra 238

3 Tuna Rungu/ Wicara 253

4 Tuna Grahita 358

5 Tuna Ganda (disabilitas lainnya) 224

Total 1480 jiwa

Sumber:diolah dari database KPU Sleman per 9 Desember 2015

Atas pertimbangan beberapa macam disabilitas yang berbeda, peneliti melakukan teknik purposive sampling guna menentukan sebaran responden yang mewakili data penelitian. Untuk mengetahui jumlah


(53)

sampel dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rumus Taro Yamane , sebagai berikut :

� = � × �2 +

� = × . 2 +

n = 93,6 dibulatkan menjadi 94 responden

Keterangan : n = jumlah sampel N = jumlah populasi

D = presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90%

Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa jumlah sampel penelitian adalah 94 responden penyandang disabilitas di Kabupaten Sleman yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap Pilkada 2015. Selanjutnya dari keseluruhan sampel akan dibagi berdasarkan jenis kedisabilitasan yang berbeda, dengan persebaran sebagai berikut :

�� = ��� × �

ni = jumlah sampel tiap kelompok disabilitas n = jumlah sampel yang mewakili populasi

Ni = banyak sub-populasi setiap kelompok disabilitas N = jumlah keseluruhan populasi


(54)

�� = ��� × � �� = × �� = ,

Dari rumus diperoleh 25,85 dibulatkan menjadi 26 responden tuna daksa

b. Tuna Netra �� = ��� × � �� = × �� = ,

Dari rumus diperoleh 15,11 dibulatkan menjadi 15 responden tuna netra

c. Tuna Rungu/wicara �� = ��� × � �� = × �� = ,

Dari rumus diperoleh 16,06 dibulatkan menjadi 16 responden tuna rungu/wicara

d. Tuna Grahita


(55)

�� = × �� = ,

Dari rumus diperoleh 22,73 dibulatkan menjadi 23 responden tuna grahita

e. Tuna Ganda

�� = ��� × � �� = × �� = ,

Dari rumus diperoleh 14,22 dibulatkan menjadi 14 responden tuna ganda. Berdasarkan perhitungan diatas, maka dapat diperoleh sebaran sampel sebagai berikut :

Tabel 1.5 Rincian Jumlah Sampel

No Jenis Disabilitas Populasi Sampel

1 Tuna Daksa 407 26

2 Tuna Netra 238 15

3 Tuna Rungu/ Wicara 253 16

4 Tuna Grahita 358 23

5 Tuna Ganda (disabilitas lainnya) 224 14

Jumlah 1480 jiwa 94 responden

Sumber : data yang dikelola 2015

Adapun penentuan sampel kulitatif ditetapkan melalui teknik purposive sampling dengan beberapa pertimbangan tertentu, yang selanjutnya dapat dijabarkan sebagai berikut:


(56)

Tabel 1.6

Daftar Responden Wawancara KPU Sleman

1 Ahmad Shidqi, S.Th.I., M.Hum

Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sleman sekaligus menjabat sebagai Ketua Divisi Perencanaan, Data Informasi, Organisasi dan Pengembangan SDM.

2 Indah Sri Wulandari, SE, M.Sc.

Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Humas, sekaligus menangani pemilih penyandang disabilitas.

PPDI Sleman

1 Dr. Ahmad Sholeh, M Si

Ketua PPDI Kabupaten Sleman

Penyandang Disabilitas

1 Ratna Dewi

Setianingsih

Mantan Sekretaris Persatuan Penyandang Cacat Sleman (PPCS), penyandang disabilitas daksa

2 Supriyatno Penyandang disabilitas netra 3 Mudo Diharjo Penyandang disabilitas rungu 4 Dhona Darmawan Penyandang disabilitas grahita

5 Mamang Penyandang disabilitas ganda

5. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Adapun sumber data penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:


(57)

a. Data primer

Merupakan data yang didapat dari sumber pertama.Penelitian ini mengumpulkan data primer dari jawaban responden atas pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Dalam hal ini data primer diambil dari hasil analisa kuisioner terhadap penyandang disabilitas, hasil observasi peneliti dan juga hasil wawancara terhadap responden penelitian. b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data atau informasi yang telah dikumpulkan oleh pihak lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Data ini merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Dalam penelitian ini data sekunder mencakup data/arsip (data dokumenter) buku, jurnal, laporan tahunan, dan dokumen lain dari KPU Sleman maupun PPDI Sleman yang menunjang penelitian.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Bogdan dan Biklen (dalam Lexy J. Moleong, 2007: 248) merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisa data tabel tunggal untuk menganalisis data (kuantitatif) masing-masing variabel


(58)

dengan menggunakan presentase sederhana, kemudian hasil penelitian ini juga akan dianalisa dengan perhitungan tabulasi silang (cross tabulation) menggunakan program SPSS. Sementara teknik analisis data kualitatif yang dilakukan secara induktif, adapun gambaran mengenai data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati. Adapun langkah-langkah atau tahapan dalam analisis data adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode penyebaran kuesioner, wawancara, dan observasi. Ketiga metode tersebut cukup relevan dan representatif terhadap penelitian ini.

b. Reduksi data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan (Miles dan Huberman (1992:16)). Langkah-langkah yang dilakukan adalah menajamkan analisis, menggolongkan atau pengkategorisasian ke dalam tiap permasalahan melalui uraian singkat, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sehingga dapat ditarik dan diverifikasi.

Data yang di reduksi antara lain seluruh data mengenai permasalahan penelitian. Data yang di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih spesifik dan mempermudah peneliti


(59)

melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencari data tambahan jika diperlukan. Semakin lama peneliti berada di lapangan maka jumlah data akan semakin banyak, semakin kompleks dan rumit. Oleh karena itu, reduksi data perlu dilakukan sehingga data tidak bertumpuk agar tidak mempersulit analisis selanjutnya.

c. Interpretasi data

Penyajian data merupakan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. (Miles dan Huberman, 1992 : 17). Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk uraian naratif, bagan, hubungan antar kategori serta diagram analisa menggunakan program SPSS.

d. Penarikan kesimpulan dan generalisasi data

Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah usaha untuk mencari atau memahami makna/arti, keteraturan, pola-pola, penjelasan,alur sebab akibat atau proposisi. Sebelum melakukan penarikan kesimpulan terlebih dahulu dilakukan reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan atau verifikasi dari kegiatan-kegiatan sebelumnya. Sesuai dengan pendapat Miles dan Huberman, proses analisis dilakukan secara interaktif, secara bolak-balik diantara kegiatan reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan atau verifikasi selama waktu penelitian. Penarikan kesimpulan


(60)

merupakan tahap akhir dari kegiatan analisis data.Penarikan kesimpulan ini merupakan tahap akhir dari pengolahan data.


(61)

BAB II

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

A. Kabupaten Sleman

1. Kondisi Geografis

Kabupaten Sleman merupakan salah satu dari 5 wilayah atau Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah Kabupaten Sleman membentang dari Sungai Opak pada sisi timur sampai Sungai Progo pada sisi barat dan perbatasan Kabupaten Bantul, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Gunung Kidul pada sisi selatan, dan pada sisi utara sampai dengan lereng Gunung Merapi. Dengan posisi tersebut menjadikan Kabupaten Sleman sebagai wilayah hulu dari Daerah Istimewa Yogyakarta.

. Secara geografis wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110°15’13” sampai dengan 110°33’00” Bujur Timur dan 7°34’51” sampai dengan 7°47’03” Lintang Selatan. Di sebelah utara, wilayah Kabupaten Sleman berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten KulonProgo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten GunungKidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 ha atau 574,82 km2 atau sekitar 18% dari luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang seluas 3.185,80 km2. Jarak terjauh utara-selatan wilayah Kabupaten Sleman 32 km,


(62)

sedangkan jarak terjauh timur-barat 35 km. Dalam perspektif mata burung, wilayah Kabupaten Sleman berbentuk segitiga dengan alas di sisi selatan dan puncak di sisi utara.

Secara administratif, Kabupaten Sleman terdiri atas 17 wilayahkecamatan, 86 desa, dan 1.212 Padukuhan. Kecamatan dengan wilayah paling luas adalah Cangkringan (4.799 ha), dan yang paling sempit adalah Berbah (2.299 ha). Kecamatan dengan padukuhan terbanyak adalah Tempel (98 padukuhan), sedangkan kecamatan dengan padukuhan paling sedikit adalah Turi (54 padukuhan). Kecamatan dengan Desa terbanyak adalah Tempel (8 desa), sedangkan Kecamatan dengan Desa paling sedikit adalah Depok (3 desa).

2. Jumlah dan Karakteristik Penduduk

Jumlah penduduk pada tahun 2011 tercatat sebanyak 1.125.369 jiwa. Penduduk laki-laki berjumlah 559.302 jiwa (49,70%), perempuan 566.067 jiwa (50,30%) dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,73% dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 305.376. Penduduk Kabupaten Sleman sebagian besar berada pada rentang usia produktif 15-60 tahun. Struktur penduduk Kabupaten Sleman terlihat dalam tabel berikut. Pada tahun 2011 sumber mata pencaharian penduduk Kabupaten Sleman terbesar bergerak di sektor pertanian yakni sebanyak 28,6% dan sektor jasa sebanyak 24,39%.


(63)

Tabel 2.1

Jumlah Penduduk per Tahun 2011 No Struktur Usia

(tahun)

Jumlah Laki-laki

Jumlah Perempuan

Total

1 0 – 4 32.088 30.285 62.373

2 5 – 9 38.799 36.371 75.170

3 10 – 14 40.252 37.453 77.705

4 15 – 19 37.461 35.289 72.750

5 20 – 24 37.095 36.334 73.429

6 25 – 29 49.703 50.034 99.737

7 30 – 34 55.938 54.872 110.810

8 35 – 39 51.435 51.699 103.134

9 40 – 44 48.386 48.432 96.818

10 45 – 49 39.475 40.390 79.865

11 50 – 54 32.822 34.389 67.211

12 55 – 59 26.945 26.944 53.889

13 60 – 64 17.862 19.636 37.498

14 65 – 69 16.253 18.349 34.602

15 70 – 74 13.219 16.037 29.256

16 75 ke atas 21.569 29.553 51.122

Total 559.302 566.067 1.125.369

Sumber : http// slemankab.go.id

Meningkatnya jumlah penduduk di Kabupaten Sleman dipengaruhi oleh mutasi penduduk yang cukup dinamis. Pada tahun 2009 penduduk yang lahir sebanyak 10.967 jiwa, penduduk yang mati sebanyak 4.806 jiwa, penduduk yang


(64)

datang sebanyak 17.840 jiwa dan penduduk yang pergi sebanyak 11.507 jiwa, sehingga terjadi migrasi netto sebesar 6.333 jiwa.

Pengembangan Wilayah Kabupaten Sleman sebagai bagian integral dari Daerah Istimewa Yogyakarta tidak dapat terlepas dari kawasan-kawasan bawahan seperti Daerah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sesuai dengan kondisi dan potensi wilayah serta sosial ekonomi masyarakat, pengembangan pembangunan Kabupaten Sleman lebih diarahkan sebagai pusat pendidikan, lumbung pangan DIY, pengembangan kebudayaan sebagai pendukung kepariwisataan DIY, sentra industri kecil dan menengah, agro industri dan industri jasa.

Dengan comparative advantage yang dimiliki Kabupaten Sleman, menjadikan Sleman sebagai alternatif skala nasional untuk tujuan investasi baik dalam hal pendidikan maupun bisnis bagi masyarakat luar daerah. Hal ini berpengaruh pada demografi Kabupaten Sleman karena banyaknya pendatang dari luar daerah bahkan dari luar negeri. Dalam perkembangannya, Kabupaten Sleman dapat diibaratkan sebagai miniatur Indonesia. Walaupun demikian kehidupan masyarakat Sleman baik penduduk asli maupun pendatang dapat berinteraksi dengan baik, sesuai dengan nilai-nilai kultur budaya tanpa meninggalkan kultur budaya masing-masing etnik


(65)

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk Kab. Sleman Menurut Kecamatan Th. 2011

No Kecamatan Laki – laki Perempuan Jumlah

1 Kecamatan Gamping 47.343 47.530 94.873

2 Kecamatan Godean 37.362 37.890 75.252

3 Kecamatan Moyudan 18.394 19.396 37.790

4 Kecamatan Minggir 18.925 19.986 38.911

5 Kecamatan Seyegan 26.489 27.383 53.872

6 Kecamatan Mlati 48.732 49.136 97.868

7 Kecamatan Depok 65.787 64.872 130.659

8 Kecamatan Berbah 25.528 25.768 51.296

9 Kecamatan Prambanan 32.959 30.344 63.303

10 Kecamatan Kalasan 36.253 36.752 73.005

11 Kecamatan Ngemplak 30.449 31.476 61.925

12 Kecamatan Ngaglik 49.468 50.043 99.511

13 Kecamatan Sleman 34.182 35.072 69.254

14 Kecamatan Tempel 32.580 33.564 66.144

15 Kecamatan Turi 19.761 20.422 40.183

16 Kecamatan Pakem 18.857 19.504 38.361

Jumlah 559.302 566.067 1.125.369

Sumber : http// slemankab.go.id

3. Karakteristik Wilayah

Berdasarkan karakteristik sumberdaya yang ada, wilayah Kabupaten Sleman terbagi menjadi 4 wilayah, yaitu :

a. Kawasan lereng Gunung Merapi, dimulai dari jalan yang menghubungkan kota Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan (ringbelt) sampai dengan puncak gunung Merapi. Wilayah ini merupakan sumber daya air dan


(1)

IDENTITAS RESPONDEN (KERAHASIAAN TERJAMIN) Nomor Angket :... (Diisi peneliti)

Usia :... Tahun

Jenis Kelamin : 1. Laki-Laki 2. Perempuan Tingkat Pendidikan : 1. SD/MI/Kebawah 4. D1/D2/D3/D4

2. SMP/MTs 5. S1 3. SMA/SMK/MA 6. S2/S3

Jenis Pekerjaan : 1. PNS 5. Pelajar/Mahasiswa 2. TNI/POLRI 6. Ibu Rumah Tangga 3. Pegawai Swasta 7. Lainnya,... 4. Wiraswasta

PETUNJUK PENGISIAN

1. Berilah tanda centang (√) atau silang (x) pada jawaban yang Bapak/Ibu/Sdr/i pilih.

2. Mohon dalam memberikan jawaban yang sejujurnya, tidak perlu ragu untuk memilih jawaban yang sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu/Sdr/i. Identitas Bapak/Ibu/Sdr akan kami rahasiakan

PARTISIPASI POLITIK PENYANDANG DISABILITAS DALAM PILKADA SLEMAN 2015 KETERANGAN JAWABAN

1 = Sangat Tidak Yakin/Sangat Tidak Setuju/Sangat Tidak Puas 2 = Tidak Yakin/Tidak Setuju/Tidak Puas

3 = Ragu-Ragu 4 = Yakin/Setuju/Puas

5 = Sangat Yakin/Sangat Setuju/Sangat Puas (Jenis Jawaban Menyesuaikan Pertanyaan)

No Pertanyaan Jawaban

1 2 3 4 5

Pra Pemilihan

1. Apakah anda mengikuti sosialisasi pilkada yang dilakukan KPU Sleman?

2. Apakah Anda selalu memiliki antusias untuk berpartisipasi dalam pemilu?

3. Seberapa paham anda tentang calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam pilkada lalu?

4. Apakah anda terlibat dalam kegiatan kampanye pasangan calon Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah?

Pemilihan

5. Apakah anda menggunakan hak suara dalam pilkada 2015 lalu? 6. Apakah anda memiliki kesadaran sendiri dalam berpartisipasi? Pasca Pemilihan

7. Apakah anda mengikuti kegiatan penghitungan suara pilkada?

8. Apakah anda sering mengikuti kegiatan politik atau organisasi informal?

Faktor yang mempengaruhi

9. Apakah menurut anda informasi tentang pilkada sudah cukup jelas diberikan?

10. Bagaimana kemudahan fasilitas yang diberikan penyelenggara saat pilkada?

11. Apakah keluarga mendukung dan membantu anda dalam pilkada lalu?


(2)

PEDOMAN WAWANCARA

KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) KABUPATEN SLEMAN

1. Bagaimana persiapan KPU Kabupaten Sleman dalam menjamin pelaksanaan hak pilih bagi pemilih di Kabupaten Sleman?

2. Bagaimana upaya KPU Kabupaten Sleman untuk meminimalisir angka golongan putih (golput) di kalangan Pemilih Disabilitas?

3. Bagaimana upaya KPU Kabupaten Sleman dalam melakukan sosialisasi terhadap penyandang disabilitas?

4. Apakah KPU Kabupaten Sleman menyediakan alat peraga khusus dalam melaksanakan sosialisasi Pilkada Kabupaten Sleman tahun 2015 untuk mempermudah pemahaman penyandang disabilitas?

5. Bagaimana upaya KPU Kabupaten Sleman dalam memberikan aksesibilitas Pilkada Kabupaten Sleman tahun 2015 bagi penyandang disabilitas?

6. Fasilitas apa saja yang disediakan KPU Kabupaten Sleman bagi pemilih penyandang disabilitas?

7. Apakah ada anggaran khusus dalam sosialisasi maupun penyediaan fasilitas Pilkada Kabupaten Sleman tahun 2015 bagi penyandang disabilitas? Berapa jumlahnya?Sumber dana untuk anggaran tersebut diperoleh/dianggarkan darimana? 8. Apa saja kendala KPU Kabupaten Sleman dalam memberikan aksesibilitas Pilkada

Kabupaten Sleman tahun 2015 bagi penyandang disabilitas?

9. Bagaimana upaya KPU Kabupaten Sleman dalam mengatasi kendala yang muncul agar aksesibilitas penyandang disabilitas dalam pemilu tetap terjamin?


(3)

PEDOMAN WAWANCARA

PERSATUAN PENYANDANG DISABILITAS INDONESIA (PPDI) SLEMAN

1. Bagaimana strategi PPDI Sleman dalam memperjuangkan terlaksananya hak pilih bagi penyandang disabilitas?

2. Bagaimana upaya PPDI Sleman dalam persiapan Pemilukada 2015 lalu?

3. Menurut PPDI Sleman, apa saja kendala yang dihadapi penyandang disabilitas dalam menggunakan hak pilihnya?

4. Sejauh ini, apakah KPU Kabupaten Sleman sebagai penyelenggara pemilu sudah memberikan akses yang baik bagi penyandang disabilitas?

5. Apakah fasilitas yang diberikan oleh KPU Kabupaten Sleman sudah mampu memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas untuk menggunakan hak pilihnya secara mandiri? Jika belum,fasilitas apa saja yang memang dibutuhkan oleh penyandang disabilitas?


(4)

(5)

(6)