Torsi 1. Pendahuluan Perbandingan Critical Load Pada Balok Kantilever Secara Teoritis Dibandingkan Dengan Program ANSYS

Bila tegangan dalam sumbu netral sama dengan nol, dalam persamaan β.18 dapat disubstitusi dengan nol, selesaikan untuk –xy, akan diperoleh bentuk: = [ ][ 2.20 Dari Gambar 2.9 tampak bahwa tan α = -xy, sehingga persamaan 2.20 dapat ditulis sebagai: tan α = = 2.21 Jika penampang memiliki paling tidak satu buah sumbu simetri = 0: tan α = tan 2.22 II.6. Torsi II.6.1. Pendahuluan Pengaruh torsipuntir terkadang sangat berperan penting dalam desain struktur. Kasus torsi sering dijumpai pada balok induk yang memiliki balok-balok anak dengan bentang yang tak sama panjang. Profil yang paling efisien dalam memikul torsi adalah profil bundar berongga seperti cincin. Penampang ini lebih kuat memikul torsi daripada penampang bentuk I, kanal, T, siku, atau Z dengan luas yang sama. Suatu batang pejal bulat bila dipuntir, maka tegangan geser pada penampang di tiap titik akan bervariasi sesuai jaraknya dari pusat batang, dan penampang yang semula datar akan tetap datar serta hanya berputar terhadap sumbu batang. Pada tahun 1853 muncul teori klasik torsi dari Saint-Venant, ia mengatakan bahwa jika batang dengan penampang bukan lingkaran, bila dipuntir maka penampang yang semula datar tidak akan menjadi datar lagi setelah dipuntir, penampang ini menjadi terpilin warping keluar bidang.

II.6.2. Torsi Murni Pada Penampang Homogen

Perhatikan momen torsi, T, yang bekerja pada batang pejal homogen. Asumsikan tak ada pemilinan keluar bidang. Kelengkungan torsi, θ, diekspresikan sebagai: θ = 2.23 dan regangan geser , dari suatu elemen sejarak r dari pusat adalah : = = r. θ 2.24 Dari hukum Hooke, tegangan geser akibat torsi: = .G 2.25 Gambar 2.11 Torsi pada Batang Pejal Torsi T adalah sedemikian sehingga: . . G . 2.26 Mengintegralkan persamaan 2. Akan diperoleh: T = = . G = G.J . 2.27 Dengan: G adalah Modulus Geser = J adalah konstanta torsi, atau momen inersia polar untuk penampang lingkaran Tegangan geser, , dari persamaan β.24 dan 2.25 adalah: = .G = 2.28 Dari persamaan 2.28 dapat disimpulkan bahwa regangan geser akibat torsi sebanding dengan jarak dari titik pusat torsi.

II.6.2.1. Penampang Lingkaran

Perhatikan penampang berbentuk lingkaran dengan jari-jari dan dimana Gambar 2.12 Penampang Lingkaran J = = = = = = = . Jika maka = = Maka J = .2. 2. +2 Untuk = 0, maka: J = = = = = = Untuk t → 0, maka: J = . ≈ βπ.t. J = = =

II.6.2.2. Penampang Persegi

Perhatikan penampang persegi yang mengalami geser akibat torsi, pada gambar Regangan geser = Gambar 2.13 Torsi pada Penampang Persegi Regangan geser, adalah: = β. 2.29 Berdasarkan hukum Hooke, tegangan geser, , diekspresikan sebagai: = .G = t.G. = 2.30 Dari teori elastisitas, terjadi ditengah dari sisi panjang penampang persegi dan bekerja sejajar sisi panjang tersebut. Besarnya merupakan fungsi dari rasio bt dan dirumuskan sebagai: 2.31 Dan konstanta torsi penampang persegi adalah: 2.32 Besarnya dan tergantung dari rasio bt, dan ditampilkan dalam tabel 2.1 Tabel 2.1 Harga dan Untuk Persamaan 2.31 dan 2.32 bt 1,0 1,2 1,5 2,0 2,5 3,0 4,0 5,0 ∞ 4,81 4,57 4,33 3,88 3,88 3,75 3,55 3,44 3,0 0,141 0,166 0,196 0,229 0,249 0,263 0,281 0,291 0,333

II.6.2.3. Profil I, Kanal, T dan Siku

Dari Tabel tampak untuk bt yang besar maka harga dan akan cenderung konstan. Untuk penampang-penampang berbentuk I, kanal, T dan siku, maka perhitungan konstanta torsinya diambil dari penjumlahan konstanta torsi masing- masing komponenya yang berbentuk persegi, sehingga dalam hal ini: 2.33

II.6.3. Pusat geser Shear Center

Perhatikan elemen pada gambar berikut ini. Gambar 2.14 Tegangan pada Penampang Tipis Terbuka Akibat Lentur Kesetimbangan gaya dalam arah sumbu z adalah: = 0 2.34 Atau -t. 2.35 Dari persamaan 2.18: + Maka: = + 2.36 Dan = 2.37 Dari gambar 2.12, maka momen terhadap titik O CG adalah: - = = 2.38 Karena : maka = = x. - y. k Sehingga - = 2.39 Mengingat persamaan 2.37, maka: = 2.40 Dari persamaan 2.39 dan 2.40, maka diperoleh: - 2.41.a 2.41.b Titik merupakan pusat geser penampang

II.6.4. Tegangan Puntir pada Profil I

Pembebanan pada bidang yang tak melalui pusat geser akan mengakibatkan batang terpuntir jika tidak ditahan oleh pengekang luar. Tegangan puntir akibat torsi terdiri dari tegangan lentur dan geser. Tegangan ini harus digabungkan dengan tegangan lentur dan geser yang bukan disebabkan oleh torsi. Torsi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni torsi murni pure torsionalSaint- Venant‟s torsion dan torsi terpilin warping torsion. Torsi murni mengasumsikan bahwa penampang melintang yang datar akan tetap datar setelah mengalami torsi dan hanya terjadi rotasi saja. Penampang bulat adalah satu-satunya keadaan torsi murni. Torsi terpilin timbul bila flens berpindah secara lateral selama terjadi torsi. Gambar 2.15 Penampang dengan Beban Torsi

II.6.4.1. Torsi Murni Saint- Venant’s Torsion

Seperti halnya kelengkungan lentur perubahan kemiringan per satuan panjang dapat diekspresikan sebagai MEI = , yakni momen dibagi kekakuan lentur sama dengan kelengkungan, maka dalam torsi murni momen M dibagi kekakuan torsi GJ sama dengan kelengkungan torsi perubahan sudut puntir ø per satuan panjang. 2.42 Dengan: M : Momen torsi murni Saint- Venant‟s Torsion G : Modulus Geser J : Konstanta torsi Menurut persamaan tegangan akibat sebanding dengan jarak ke pusat torsi

II.6.4.2. Torsi terpilin Warping

Sebuah balok yang memikul torsi , maka bagian flens tekan akan melengkung ke salah satu sisi lateral, sedang flens tarik melengkung ke sisi lateral lainnya. Penampang pada Gambar memperlihatkan balok yang puntirannya ditahan diujung- ujung, namun flens bagian atas berdeformasi ke samping arah lateral sebesar . Lenturan ini menimbulkan tegangan normal lentur tarik dan tekan serta tegangan geser sepanjang flens. Secara umum torsi pada balok dianggap sebagai gabungan antara torsi murni dan torsi terpilin. Gambar 2.16 Torsi pada Profil I

II.6.4.3. Persamaan diferensial untuk torsi pada profil I

Dari Gambar 2.16 untuk sudut ø yang kecil akan diperoleh : 2.43 Bila dideferensialkan 3 kali ke-z, maka: 2.44 Dari hubungan momen dan kelengkungan: 2.45 Dengan adalah momen lentur pada satu flens. adalah momen Inersia satu flens terhadap sumbu-y dari balok. Karena V = dMdz , maka: 2.46 Dan menyamakan persamaan dengan akan diperoleh bentuk: 2.47 Dalam Gambar 2.16, komponen momen torsi yang menyebabkan lenturan lateral dari flens, sama dengan gaya geser flens dikalikan h, sehingga: = - 2.48 Dengan , disebut sebagai konstanta torsi terpilin torsi warping Momen torsi total yang bekerja pada balok adalah jumlah dari dan , yakni: = - 2.49 Jika persamaan 2.49 dibagi dengan – 2.50 Dengan mensubstitusikan = akan didapatkan suatu persamaan dasar linear tak homogen: 2.51 Solusi persamaan dasar ini adalah: Ø = 2.52.a Atau Ø = A.sinh λz + B.cosh λz + C + fz 2.52.b Dengan λ =

II.6.4.4. Tegangan Torsi

Tegangan geser akibat torsi saint venant adalah: = 2.53 Tegangan geser akibat torsi warping. 2.54 Besarnya diambil sebagai berikut: = = 2.55 Dan dari persamaan 2.47: Sehingga dengan mengambil harga mutlaknya: . 2.56 Gambar 2.17 Perhitungan Statis Momen Q Tegangan tarik dan tekan akibat lentur lateral dari flens adalah : 2.57 Tegangan ini bervariasi secara linear sepanjang sayap, dan mencapai maksimal pada x = b2. Nilai diperoleh dari substitusi persamaan 2.43 ke 2.45 yaitu: = 2.58 Dan pada x = b2 : 2.59 2.60 Secara ringkas, 3 macam tegangan yang timbul pada profil I akibat torsi adalah: a. Tegangan geser pada web dan flens Torsi Saint Venant, b. Tegangan geser pada flens akibat lentur lateral torsi warping, c. Tegangan normal tarik dan tekan akibat lentur lateral flens Tabel 2.2 Konstanta torsi untuk berbagai jenis penampang J = 13 2bt f 3 + ht w 3 C w = ≈ J = 13 2bt f 3 + ht w 3 C w = J = 13 2bt f 3 + ht w 3 C w = BAB III PEMBAHASAN MASALAH III.1 Metode Energi III.1.1 Pendahuluan Konservasi energy pada ilmu statika di definisikan bahwa apabila suatu gaya beban dilakukan terhadap suatu konstruksi akan mengakibatkan terjadinya deformasi, artinya adanya suatu kesataraan sebab dan akibat. Dalam hal ini kita sebut bahwa gaya Potensial dari luar akan mengakibatkan perubahan di dalam konstruksi berupa deformasi yang disebut sebagai regangan. Sehingga keseimbangan antara potensi yang bekerja harus sama dengan efek yang ditimbulkan ke dalam konstruksi tersebut, dengan anggapan bahwa tidak ada energi yang hilang. Energi Potensial = Energi Regangan, dalam kondisi static pengertian energy adalah gaya dikali dengan perpindahan. ENERGY = GAYA x PERPINDAHAN Strain energy Energi regangan dU = P.dΔ U = ∫ P.dΔ Complimentary Energy Potensial energy = P.dP = ∫ Δ.dP Sebenarnya masih ada sesatan kecil bahwa U≠ atau = U + ΔU. τlek karena asumsi energy linier atau ΔU sangatlah kecil maka cukup U= III.1.2 Energi Regangan Strain Energy

a. Akibat adanya Momen M