Bila tegangan dalam sumbu netral sama dengan nol, dalam persamaan β.18
dapat disubstitusi dengan nol, selesaikan untuk –xy, akan diperoleh bentuk:
= [ ][
2.20 Dari Gambar 2.9
tampak bahwa tan α = -xy, sehingga persamaan 2.20 dapat ditulis sebagai:
tan α =
=
2.21
Jika penampang memiliki paling tidak satu buah sumbu simetri = 0:
tan α = tan 2.22
II.6. Torsi II.6.1. Pendahuluan
Pengaruh torsipuntir terkadang sangat berperan penting dalam desain struktur. Kasus torsi sering dijumpai pada balok induk yang memiliki balok-balok anak dengan
bentang yang tak sama panjang. Profil yang paling efisien dalam memikul torsi adalah profil bundar berongga seperti cincin. Penampang ini lebih kuat memikul torsi
daripada penampang bentuk I, kanal, T, siku, atau Z dengan luas yang sama. Suatu batang pejal bulat bila dipuntir, maka tegangan geser pada penampang
di tiap titik akan bervariasi sesuai jaraknya dari pusat batang, dan penampang yang semula datar akan tetap datar serta hanya berputar terhadap sumbu batang.
Pada tahun 1853 muncul teori klasik torsi dari Saint-Venant, ia mengatakan bahwa jika batang dengan penampang bukan lingkaran, bila dipuntir maka
penampang yang semula datar tidak akan menjadi datar lagi setelah dipuntir, penampang ini menjadi terpilin warping keluar bidang.
II.6.2. Torsi Murni Pada Penampang Homogen
Perhatikan momen torsi, T, yang bekerja pada batang pejal homogen. Asumsikan tak ada pemilinan keluar bidang.
Kelengkungan torsi, θ, diekspresikan sebagai: θ =
2.23 dan regangan geser , dari suatu elemen sejarak r dari pusat adalah :
= =
r.
θ 2.24
Dari hukum Hooke, tegangan geser akibat torsi: = .G
2.25
Gambar 2.11 Torsi pada Batang Pejal Torsi T adalah sedemikian sehingga:
. .
G
. 2.26
Mengintegralkan persamaan 2. Akan diperoleh: T =
= .
G
=
G.J
. 2.27
Dengan: G adalah Modulus Geser = J adalah konstanta torsi, atau momen inersia polar untuk penampang
lingkaran Tegangan geser, , dari persamaan β.24 dan 2.25 adalah:
= .G = 2.28
Dari persamaan 2.28 dapat disimpulkan bahwa regangan geser akibat torsi sebanding dengan jarak dari titik pusat torsi.
II.6.2.1. Penampang Lingkaran
Perhatikan penampang berbentuk lingkaran dengan jari-jari dan dimana
Gambar 2.12 Penampang Lingkaran J =
= =
= =
= =
. Jika
maka =
= Maka J =
.2. 2.
+2
Untuk = 0, maka: J =
= =
=
= =
Untuk t → 0, maka: J =
. ≈ βπ.t.
J =
= =
II.6.2.2. Penampang Persegi
Perhatikan penampang persegi yang mengalami geser akibat torsi, pada gambar Regangan geser =
Gambar 2.13 Torsi pada Penampang Persegi
Regangan geser, adalah: = β.
2.29
Berdasarkan hukum Hooke, tegangan geser, , diekspresikan sebagai: = .G = t.G. =
2.30 Dari teori elastisitas,
terjadi ditengah dari sisi panjang penampang persegi dan bekerja sejajar sisi panjang tersebut. Besarnya merupakan fungsi dari rasio bt dan
dirumuskan sebagai: 2.31
Dan konstanta torsi penampang persegi adalah: 2.32
Besarnya dan
tergantung dari rasio bt, dan ditampilkan dalam tabel 2.1 Tabel 2.1 Harga
dan Untuk Persamaan 2.31 dan 2.32
bt 1,0 1,2
1,5 2,0
2,5 3,0
4,0 5,0
∞ 4,81
4,57 4,33
3,88 3,88
3,75 3,55
3,44 3,0
0,141 0,166 0,196 0,229 0,249 0,263 0,281 0,291 0,333
II.6.2.3. Profil I, Kanal, T dan Siku
Dari Tabel tampak untuk bt yang besar maka harga dan
akan cenderung konstan. Untuk penampang-penampang berbentuk I, kanal, T dan siku, maka
perhitungan konstanta torsinya diambil dari penjumlahan konstanta torsi masing- masing komponenya yang berbentuk persegi, sehingga dalam hal ini:
2.33
II.6.3. Pusat geser Shear Center
Perhatikan elemen pada gambar berikut ini.
Gambar 2.14 Tegangan pada Penampang Tipis Terbuka Akibat Lentur Kesetimbangan gaya dalam arah sumbu z adalah:
= 0 2.34
Atau
-t.
2.35 Dari persamaan 2.18:
+
Maka:
=
+ 2.36
Dan = 2.37
Dari gambar 2.12, maka momen terhadap titik O CG adalah: -
= =
2.38 Karena :
maka =
= x. - y.
k
Sehingga -
= 2.39
Mengingat persamaan 2.37, maka:
= 2.40
Dari persamaan 2.39 dan 2.40, maka diperoleh: -
2.41.a 2.41.b
Titik merupakan pusat geser penampang
II.6.4. Tegangan Puntir pada Profil I
Pembebanan pada bidang yang tak melalui pusat geser akan mengakibatkan batang terpuntir jika tidak ditahan oleh pengekang luar. Tegangan puntir akibat torsi
terdiri dari tegangan lentur dan geser. Tegangan ini harus digabungkan dengan tegangan lentur dan geser yang bukan disebabkan oleh torsi.
Torsi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni torsi murni pure torsionalSaint-
Venant‟s torsion dan torsi terpilin warping torsion. Torsi murni mengasumsikan bahwa penampang melintang yang datar akan tetap datar setelah
mengalami torsi dan hanya terjadi rotasi saja. Penampang bulat adalah satu-satunya keadaan torsi murni. Torsi terpilin timbul bila flens berpindah secara lateral selama
terjadi torsi.
Gambar 2.15 Penampang dengan Beban Torsi
II.6.4.1. Torsi Murni Saint- Venant’s Torsion
Seperti halnya kelengkungan lentur perubahan kemiringan per satuan panjang dapat diekspresikan sebagai
MEI =
, yakni momen dibagi kekakuan lentur sama dengan kelengkungan, maka dalam torsi murni momen M dibagi kekakuan torsi GJ
sama dengan kelengkungan torsi perubahan sudut puntir ø per satuan panjang. 2.42
Dengan: M : Momen torsi murni Saint-
Venant‟s Torsion G
: Modulus Geser J
: Konstanta torsi Menurut persamaan tegangan akibat
sebanding dengan jarak ke pusat torsi
II.6.4.2. Torsi terpilin Warping
Sebuah balok yang memikul torsi , maka bagian flens tekan akan melengkung ke
salah satu sisi lateral, sedang flens tarik melengkung ke sisi lateral lainnya. Penampang pada Gambar memperlihatkan balok yang puntirannya ditahan diujung-
ujung, namun flens bagian atas berdeformasi ke samping arah lateral sebesar .
Lenturan ini menimbulkan tegangan normal lentur tarik dan tekan serta tegangan geser sepanjang flens.
Secara umum torsi pada balok dianggap sebagai gabungan antara torsi murni dan torsi terpilin.
Gambar 2.16 Torsi pada Profil I
II.6.4.3. Persamaan diferensial untuk torsi pada profil I
Dari Gambar 2.16 untuk sudut ø yang kecil akan diperoleh : 2.43
Bila dideferensialkan 3 kali ke-z, maka:
2.44 Dari hubungan momen dan kelengkungan:
2.45 Dengan
adalah momen lentur pada satu flens. adalah momen Inersia satu flens terhadap sumbu-y dari balok. Karena V =
dMdz
, maka: 2.46
Dan menyamakan persamaan dengan akan diperoleh bentuk: 2.47
Dalam Gambar 2.16, komponen momen torsi yang menyebabkan lenturan lateral
dari flens, sama dengan gaya geser flens dikalikan h, sehingga: = -
2.48
Dengan , disebut sebagai konstanta torsi terpilin torsi warping
Momen torsi total yang bekerja pada balok adalah jumlah dari dan
, yakni: =
- 2.49
Jika persamaan 2.49 dibagi dengan –
2.50
Dengan mensubstitusikan =
akan didapatkan suatu persamaan dasar linear tak homogen:
2.51 Solusi persamaan dasar ini adalah:
Ø = 2.52.a
Atau Ø = A.sinh λz + B.cosh λz +
C
+
fz
2.52.b Dengan λ =
II.6.4.4. Tegangan Torsi
Tegangan geser akibat torsi saint venant adalah: =
2.53 Tegangan geser akibat torsi warping.
2.54 Besarnya
diambil sebagai berikut: =
= 2.55
Dan dari persamaan 2.47:
Sehingga dengan mengambil harga mutlaknya: .
2.56
Gambar 2.17 Perhitungan Statis Momen Q
Tegangan tarik dan tekan akibat lentur lateral dari flens adalah : 2.57
Tegangan ini bervariasi secara linear sepanjang sayap, dan mencapai maksimal pada x = b2. Nilai
diperoleh dari substitusi persamaan 2.43 ke 2.45 yaitu:
=
2.58 Dan pada x = b2 :
2.59
2.60 Secara ringkas, 3 macam tegangan yang timbul pada profil I akibat torsi adalah:
a. Tegangan geser
pada web dan flens Torsi Saint Venant,
b. Tegangan geser
pada flens akibat lentur lateral torsi warping,
c. Tegangan normal tarik dan tekan
akibat lentur lateral flens
Tabel 2.2 Konstanta torsi untuk berbagai jenis penampang
J = 13 2bt
f 3
+ ht
w 3
C
w
= ≈
J = 13 2bt
f 3
+ ht
w 3
C
w
=
J = 13 2bt
f 3
+ ht
w 3
C
w
=
BAB III PEMBAHASAN MASALAH
III.1 Metode Energi
III.1.1 Pendahuluan
Konservasi energy pada ilmu statika di definisikan bahwa apabila suatu gaya beban dilakukan terhadap suatu konstruksi akan mengakibatkan terjadinya
deformasi, artinya adanya suatu kesataraan sebab dan akibat. Dalam hal ini kita sebut bahwa gaya Potensial dari luar akan mengakibatkan perubahan di dalam konstruksi
berupa deformasi yang disebut sebagai regangan. Sehingga keseimbangan antara potensi yang bekerja harus sama dengan efek yang ditimbulkan ke dalam konstruksi
tersebut, dengan anggapan bahwa tidak ada energi yang hilang. Energi Potensial = Energi Regangan, dalam kondisi static pengertian energy adalah gaya dikali dengan
perpindahan.
ENERGY = GAYA x PERPINDAHAN
Strain energy Energi regangan
dU = P.dΔ U = ∫ P.dΔ
Complimentary Energy Potensial energy
= P.dP = ∫ Δ.dP
Sebenarnya masih ada sesatan kecil bahwa U≠ atau = U + ΔU. τlek karena
asumsi energy linier atau ΔU sangatlah kecil maka cukup U=
III.1.2 Energi Regangan Strain Energy
a. Akibat adanya Momen M