Uji Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan

(1)

Uji Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan

Ekstrak Jantung Pisang Batu (Musa balbisiana Colla)

Diajukan untuk memenuhi syarat mata kuliah Praktikum Kimia Bahan Alam

Oleh: Fahri rachmat Anissa nurlely

Ameliani Sri suci mulyani

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta


(2)

ii KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah subhanallahuwata’ala atas karunia yang tak terhingga dengan selesainya penyusunan makalah yang berjudul “

Uji

Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Jantung Pisang Batu (Musa

balbisiana Colla)

”. Melalui penelitian ini, penulis berharap dapat berpartisipasi dalam membangun kemajuan ilmu pengetahuan bangsa dan dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih, terutama kepada :

1. Dosen Pembimbing kami Eka Rizky Amelia S.Si

2. Kepala Laboratorium Kimia yang telah mengizinkan kami melakukan penelitian ini. 3. Serta pihak-pihak yang tak sempat disebutkan yang telah membantu atas bantuan dan

dukungan yang tak terhingga, mohon maaf atas kekhilafan penulis.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kemajuan riset di bidang pangan khususnya dan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Penulis menyadari akan kekurangan yang tak dapat dihindari pada makalah ini, sehingga masukan kiritik dan saran sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini.

Ciputat, 20 Oktober 2013


(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 2

1.4 Tujuan Penelitian ... 2

1.5 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Pisang ... 4

2.2 Pisang Batu ... 6

2.3 Jantung Pisang ... 7

2.4 Ekstraksi ... 8

2.5 Metode Ekstraksi ... 9

2.5.1 Maserasi ... 9

2.5.2 Perkolasi ... 9

2.5.3 Sokletasi ... 10

2.6 Fitokimia ... 10

2.6.1 Alkaloid ... 11

2.6.2 Flavonoid ... 12

2.6.3 Terpenoid ... 12

2.6.4 Saponin ... 13

2.6.5 Kuinon ... 13

2.6.6 Tanin ... 14

2.6.7 Polifenol ... 14


(4)

iv BAB III METODELOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian ... 17 3.2 Bahan dan Alam ... 17 3.3 Metode Penelitian ... 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi ... 23 4.2 Uji Fitokimia ... 24 4.3 Uji Aktivitas Antioksidan ... 27 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 30 DAFTAR PUSTAKA ... 31 LAMPIRAN ... 34


(5)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pisang (Musa balbisiana Colla) merupakan tanaman buah-buahan tropika yang berasal dari Asia Tenggara, Brazil dan India. Di Asia Tenggara, pisang diyakini berasal dari Semenanjung Malaysia dan Filipina. Pisang telah lama berkembang di India yaitu sejak 500 tahun sebelum masehi dan menyebar sampai ke daerah Pasifik. Pisang memiliki peranan penting di Indonesia karena dikonsumsi oleh konsumen tanpa memperhatikan tingkat sosial (Satuhu dan Supriadi, 2000). Indonesia merupakan salah satu sentra primer keragaman pisang,baik pisang segar, olahan dan pisang liar. Lebih dari 200 jenis pisang terdapat di Indonesia. Sentra produksi pisang di Indonesia tersebar di 16 provinsi, 70 kabupaten. Provinsi tersebut antara lain NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Riau, Jawa Timur ,Jawa Barat, Jawa Tengah ,Banten, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara. Selama periode 1995 sampai 2002 luas panen pisang berfluktuasi, namun pada tahun 2003-2004 cenderung meningkat (BPS, 2003).

Di Indonesia tanaman pisang adalah tanaman yang multiguna, selain buahnya yang digunakan sebagai bahan konsumsi, daunya juga dapat digunakan sebagai pembungkus dan bakal buahnya atau yang sering dikenal sebagai jantung pisang digunakan sebagai sayur. Pisang memiliki kandungan gizi seperti karbohidrat, vitamin, mineral, air, lemak dan protein(Direktor Jenderal Bina Reproduksi Hortikultura, 2003).

Selain itu, pisang merupakan jenis buah yang mengandung banyak senyawa kimia yang bersifat antioksidan. Penelitian terhadap pisang menunjukan bahwa pisang tersebut banyak mengandung phenolik serta karotene (Fatemeh et al.,2012). Selain pada buah pisang, antioksidan juga terdapat pada kulit pisang. Antioksidan yang terdapat pada kulit pisang memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingan dengan buah pisang sendiri (Nagabhushan dan Bhide, 1988).


(6)

- 2 - Penelitian-penelitian mengenai aktivitas antioksidan pada buah maupun kulit pisang sudah banyak dilakukan namun, penelitian-pennelitian tersebut belum banyak menggunakan bakal buah atau jantung pisang khususnya jantung pisang batu (Musa balbisiana Colla). Selain itu pisang batu merupakan holtikultura asli Indonesia.Oleh karna itu, penelitian ini dilakukan guna mengetahui senyawa antioksidan pada Jantung pisang (Musa balbisiana Colla) serta aktivitas antioksidan yang terdapat pada Jantung pisang (Musa balbisiana Colla). Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi serta manfaat yang berguna bagi dunia kesehatan maupun dunia pendidikan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang timbul pertanyaan, senyawa antioksidan apa yang terdapat pada Jantung Pisang (Musa balbisiana Colla) serta bagaimanakah aktifitas antioksidan dari ekstrak etil asetat dan etanol Jantung Pisang (Musa balbisiana Colla).

1.3. Hipotesis

Aktifitas jantung pisang (Musa balbisiana Colla). Memiliki aktivitas antioksidan yang baik. Senyawa antioksidan yang terdapat pada jantung pisang (Musa balbisiana Colla) yaitu flavonoid.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1.4.1. Mengetahui senyawa antioksidan yang terdapat pada Jantung Pisang (Musa balbisiana Colla).

1.4.2. Mengetahui aktifitas antioksidan dari ekstrak etil asetat dan kloroform Jantung Pisang (Musa balbisiana Colla).

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain:

1.5.1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai manfaat Jantung Pisang (Musa balbisiana Colla) sebagai sumber antioksidan kepada masyarakat dan sebagai dasar ilmiah dalam pengembangan dan pemanfaatannya bagi kesehatan.


(7)

3 1.5.2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aktifitas antioksidan dari ekstrak Jantung Pisang (Musa balbisiana Colla) dengan pelarut etil asetat dan etanol sebagai dasar ilmiah dalam pengembangan dan pemanfaatan bagi dunia penelitian.


(8)

- 4 - BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Pisang

Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Menurut Ahli sejarah dan botani mengambil kesimpulan, bahwa tanaman pisang berasal dari Asia Tenggara yang disebarkan oleh para penyebar agama Islam (Satuhu dan Supriyadi, 2004). Di Jawa Barat, pisang biasa disebut dengan Cau sedangkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan sebagai gedang.

Menurut Astawan (2005) kata pisang berasal dari bahasa Arab, yaitu ”maus” yang oleh Linneus dimasukkan ke dalam keluarga Musaceae untuk memberikan penghargaan kepada Antonius Musa, dokter pribadi kaisar Romawi (Octaviani Agustinus) yang menganjurkan untuk memakan pisang. Itulah sebabnya dalam bahasa Latin, pisang disebut Musa paradisiacal. Tanaman pisang termasuk dalam kingdom Plantae filum Spermatophyte, kelas Angiospermae, subkelas Monocotyledone, ordo Scitamineceae, family Musaceae (Anonim, 2005), Spesies Musa Spp dan terdiri dari dua genus yaitu Ensente dan Musa. Genus Musa dibagi menjadi empat golongan yaitu Australimusa, Eumusa, Callimusa, Rodochlamys. Australimusa dan Eumusa adalah golongan yang banyak dimanfaatkan sebagai buah konsumsi. Golongan Eumusa adalah golongan yang saat ini paling banyak dibudidayakan. Kultivar pisang yang dapat dimakan dan terkenal sekarang merupakan hasil persilangan dari dua spesies liar anggota Eumusa yaitu Musa acuminata (AA) dan Musa balbisiana (BB) (Simmonds, 1959). Hasil persilangan pisang budidaya diploid tersebut menghasilkan turunan hibrid steril baik diploid, triploid maupun tetrapolid dengan genom AB, AAA, AAB, ABB dan seterusnya.

Menurut Satuhu dan Supriyadi (2004) pisang merupakan tanaman yang mudah tumbuh di sembarang tempat. Namun, agar produktivitas tanaman optimal, sebaiknya ditanam di dataran rendah. Dimana ketinggian tempat harus di bawah 1000 meter di atas permukaan laut. Di atas itu, produksi pisang kurang optimum dan waktu berbuah menjadi lebih lama serta kulitnya lebih tebal. Iklim yang dikehendaki tanaman ini


(9)

5 adalah iklim basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun. Oleh karena itu, pisang memberikan hasil yang baik pada musim hujan dan hasil yang kurang memuaskan pada musim kemarau. Jenis tanah yang disukai tanaman pisang adalah tanah liat yang mengandung kapur atau tanah alluvial dengan pH antara 4.5-7.5 (Satuhu dan Supriyadi, 2004).

Tanaman pisang sangat banyak membutuhkan zat mineral seperti kalium dan fosfor untuk pertumbuhannya (Munadjim, 1983). Mineral ini banyak terdapat di dalam tanaman yang telah membusuk seperti sampah, kompos dan lain-lain. Di samping itu, mineral kalium dan fosfor banyak terdapat di dalam tanah yang mengandung kapur. Tanaman pisang yang ditanam pada tanah biasa dapat tumbuh dengan subur dan memiliki produktivitas yang tinggi jika dilakukan pemupukan yang mengandung kalium dan fosfat (Rusmianto, 2007). Berikut adalah nilai kandungan gizi pada buah psang per 100 gram bahan dalam tabel 1.

Pisang adalah bahan pangan yang bergizi merupakan sumber karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral. Komponen karbohidrat terbesar pada buah pisang adalah pati pada daging buahnya, dan akan diubah menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa pada saat pisang matang (15-20 %) (Bello et al., 2000). Berdasarkan jenisnya pisang di kelompokkan menjadi empat jenis yaitu (1) pisang yang dapat dimakan langsung buahnya tanpa dimasak contohnya pisang kepok, susu, hijau, emas, raha, ambon dll. (2) Pisang yang dapat dimakan setelah buahnya dimasak


(10)

- 6 - (diolah terlebih dahulu) contohnya pisang tanduk, oli dan kapas. (3) Pisang yang diambil seratnya dimanfaatkan untuk keperluan tekstil dengan memanfaatkan serat batangnya. Pisang ini disebut sebagai pisang manila karena di duga berasal dari Manila., dan pisang berbiji yaitu pisang batu (pisang klutuk).

2.2 Pisang Batu

Berdasarkan jenisnya pisang batu termasuk ke dalam jenis pisang berbiji yaitu M.usa brachycarpa Back yang di Indonesia daunnya sering dimanfaatkan (Hendro Sunaryono, 2003:41). Nama lain dari tanaman ini yaitu Musa balbisiana Colla atau pisang klutuk, pisang biji dan pisang bereng. Pisang batu merupakan tanaman yang dijumpai sebagai tanaman liar atau dibudidayakan, dan diduga bahwa pisang yang umumnya dibudidayakan sekarang merupakan turunan dari Musa balbisana Colla dan Musa acuminate Colla yang banyak memiliki keanekaragaman di Muangthai, Malaysia, Indonesia, dan Papua Nugini (Anonim 1977). Tanaman budidaya biasanya tidak diambil daging buahnya tetapi diambil bagian daunnya sebagai kemasan pembungkus karena daunnya lebih tebal (banyak mengandung lapisang lilin) dibandingkan daun pisang jenis lain sehingga tidak mudah sobek atau rusak ketika diguna-kan (Irbi’ati 2002).

Tanaman pisang batu memiliki ciri-ciri pertumbuhan yaitu bersemak, berumpun, tinggi tanaman 3 meter dengan lingkar batang 60-70 cm, memiliki batang semu, berpelepah, berwarna hijau dengan atau tanpa coklat kehitaman, memiliki daun tunggal yang panjangnya 60-200cm, bentuk lanset memanjang, mudah koyak, pada permukaan bawah daun berlilin, tandan buah mencapai panjang 80-100 cm, jantung berbetuk bulat telur memiliki daun pelindung (kelopak luar) berwarna ungu dan sebelah berwarna merah, mudah rontok, mahkota bunga segitiga berwarna putih kekuningan. Buah bulat memanjang tersusun seperti sisir dua baris, berwarna hijau. Biji kecil bulat dan hitam, Daging buah putih atau kekuning-kuningan, rasa kurang manis dan tekstur agak kasar (Anonim, 2006).

Bagian dari tanaman pisang batu yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu bagian buah, akar dan daun. Buah pisang batu memiliki biji yang dapat membedakan jenis pisang ini dari pisang lainnya. Selain memiliki biji, daun pisang batu sangat tebal sehingga banyak dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan


(11)

7 tradisional. Kandungan kimia yang dimiliki oleh pisang batu yaitu serotonin dan norepinefrin yang berfungsi sebagai penenang bagi tubuh.

2.3 Jantung Pisang

Jantung pisang merupakan nama lain dari bunga pisang karena bentuknya menyerupai jantung. Jantung pisang adalah salah satu bagian dari tanamanpisang yang mempunyai warna merah keunguan. Menurut Simonds (1962, dalam Pazmino-Duren et al,. 2001), variasi pada jantung pisang berhubungan dengan kandungan antosianin yang terdapat di dalamnya. Dengan adanya antosianin tersebut pada tanaman pisang menyebabkan tanaman pisang akan tumbuh sepanjang tahun dan mudah dibudidayakan. Pada umumnya jantung pisang dimanfaatkan untuk dibuat sayur karena memiliki kandungan gizi yaitu protein, lemak, karbohidrat, kalsium, besi, fosfor, vitamin A, B dan vitamin C. Selain dibuat sayur, jantung pisang dapat pula dibuat manisan, acar, maupun lalapan. Namun, jantung pisang belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan sering dibuang begitu saja. Menurut Satuhu dan Supriyadi (2004), bunga jantung pisang berkelamin satu dan berumah satu dalam tandan. Daun penumpu bunga berjejal rapat dan tersusun secara spiral. Daun pelindung bunga atau seludang yang berada di luar berwarna merah tua dan di dalam berwarna putih kekuningan, daun pelindung berlilin dan mudah rontok denganpanjang 10-25 cm. Bunga tersusun dalam dua baris melintang. Rangkaian bunga pada pangkal merupakan bunga betina dan bisa menjadi buah. Rangkaian bunga bagian tengah merupakan bunga sempurna dan dapat menjadi buah. Sedangkan bunga yang berada di bagian pucuk adalah bunga jantan dan tidak bisa menjadi buah. Bunga betina berada di bawah bunga jantan (jika ada). Lima daun tenda bunga melekat sampai tinggi, panjangnya 6-7 cm. Benang sari 5 buah pada bunga betina tidak sempurna, bakal buah persegi, sedangkan pada bunga jantan tidak ada benang sari (Rusmianto, 2007).

Menurut Putro dan Rosita (2006), jantung pisang terdiri dari empat rasa. Keempat rasa tersebut yaitu :

a. Rasa gurih dan hambar, terdapat pada jantung pisang kepok, jantung pisang batu (klutuk), dan jantung pisang hutan.

b. Rasa asam, terdapat pada jantung pisang marlin, jantung pisang kole dan jantung pisang muli.


(12)

- 8 - c. Rasa sepat, terdapat pada jantung pisang susu, tanduk dan jantung pisang raja. d. Rasa pahit, terdapat pada jantung pisang ambon putih dan jantung pisang nangka.

Jantung pisang memiliki nilai gizi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Komposisi nilai gizi dari setiap jantung pisang berbeda-beda, hal ini dikarenakan jenis dan tempat pertumbuhannya berbeda-beda pula. Komposisi gizi jantung pisang disajikan pada Tabel 2

.

J a

n t u n

g pisang kaya akan protein, lemak, karbohidrat, kalsium, besi, fosfor, vitamin A, B dan vitamin C. Semua komponen gizi yang terdapat pada jantung pisang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia.Jantung pisang klutuk atau yang lebih dikenal dengan jantung pisang batu merupakan jenis jantung pisang yang memiliki nilai gizi tertinggi jika dibandingkan dengan jantung pisang lainnya. Jantung pisang batu memiliki warna seludang merah hati sehingga jantung pisang batu dapat dibedakan dari jantung pisang lainnya.

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya (Anonim 2013a). Proses pemisahan ekstraksi terjadi atas dasar


(13)

9 kemampuan kelarutan yang berbeda dari komponen-komponen yang terdapat di dalam campuran (Bernasconi, et al, 1987).

2.5 Metode Ekstraksi

Terdapat beberapa metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang sering digunakan pada penelitian adalah sebagai berikut :

2.5.1 Maserasi

Menurut Guenther (1987), maserasi adalah proses perendaman sampel dengan pelarut organic yang digunakan pada temperature ruang. Umumnya perendaman dilakukan 24 jam dan selanjutnya pelarut diganti dengan pelarut baru. Namun dari beberapa penelitian melakukan perendaman hingga 72 jam. Selama proses perendaman, cairan akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Kemudian zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terus berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan antara larutan di luar sel dengan larutan di dalam sel. Keuntungan cara ekstraksi dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang sederhana. Namun metode ini juga memiliki kekurangan, yaitu cara pengerjaannya yang lama dan ekstraksi yang kurang sempurna (Anonim 2013a).

2.5.2 Perkolasi

Perkolasi merupakan cara ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan pelarut melalui bahan sehingga komponen dalam bahan tersebut tertarik ke dalam pelarut (Anonim 2013 a). Pada prinsipnya, serbuk sampel ditempatkan di dalam suatu bejana silinder yang dibawahnya diberikan sekat berpori. Kemudian cairan pelarut dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut sehingga akan melarutkan zat aktif (Lestari, 2008).

Keutamaan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosis, adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi). Hasil perkolasi disebut perkolat. Perkolasi banyak digunakan untuk mengekstraksi komponen dari bahan tumbuhan. Pada


(14)

- 10 - proses perkolasi, terjadi partisi komponen yang diekstraksi, antara bahan dan pelarut. Dengan pengaliran pelarut secara berulang-ulang, maka semakin banyak komponen yang tertarik.

Kelemahan dari metode ini yaitu diperlukan banyak pelarut dan waktu yang lama, sedangkan komponen yang didapat relatif tidak banyak. Keuntungannya adalah tidak memerlukan pemanasan sehingga teknik ini baik untuk substansi termolabil (yang tidak tahan terhadap panas) (Anonim 2013 a).

2.5.3 Sokletasi

Sokletasi adalah proses ekstraksi dimana sampel yang akan diekstraksi ditempatkan dalam suatu timbel yang permeabel (kertas saring) terhadap pelarut dan diletakkan di atas tabung destilasi, dididihkan dan dikondensaasikan di atas sampel. Kemudian kondesat akan jatuh ke dalam timbel dan merendam sampel dan diakumulasi sekeliling timbel. Setelah sampai batas tertentu, pelarut akan kembali masuk ke dalam tabung destilasi secara otomastis. Proses ini berulang terus dengan sendirinya di dalam alat sampai ekstraksi terjadi sempurna (Anonim, 2013a). Ekstraksi sempurna ditandai apabila cairan di kertas saring tidak berwarna lagi, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali (Sukandar et al., 2013).

2.6 Fitokimia

Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, sedangkan dalam arti luas fitokimia adalah segala jenis zat kimia atau nutrient yang diturunkan dari tumbuhan. Menurut Sukandar et al,. (2013), fitokimia berasal dari kata phytochemical. Phyto adalah tumbuhan dan Chemical adalah zat kimia. Dengan demikian fitokimia merupakan zat kimia alami yang terdapat di dalam tumbuhan dan dapat memberikan rasa, aroma atau warna pada tumbuhan itu. Akan tetapi senyawa fitokimia tidak termasuk kedalam zat gizi karena bukan berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral maupun air. Fitokimia adalah salah satu ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organik yang dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia, biosintetis, perubahan dan metabolisme, serta penyebaran secara alami dan fungsi biologis dari senyawa organik (Anonim, 2013 a). Sampai saat ini sudah sekitar 30.000 jenis fitokimia yang ditemukan dan sekitar 10.000 terkandung dalam makanan


(15)

11 (Anonim, 2013 a). Secara garis besar, fitokimia terdiri dari alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin, kuinon dan tannin.

2.7 Jenis-Jenis Senyawa Fitokimia 2.7.1 Alkaloid

Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan terdapat di tumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan). Asam amino, peptida, protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan antibiotik biasanya tidak digolongkan sebagai alkaloid. Dan dengan prinsip yang sama, senyawa netral yang secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid termasuk digolongan ini (Anonim, 2013b).

Menurut Sastrohamidjojo (1995), sifat fisika dari senyawa alkaloid yang telah diisolasi merupakan padatan Kristal dengan titik lebur yang tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid yang termasuk amorf dan beberapa seperti nikotin (20) dan konini (21) berupa cairan. Kebanyakan alkaloid tersebut tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, spesies aromatic berwarna (contoh, berberin (22) berwarna kuning dan betanin (23) merah). Pada umumnya basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organic, meskipun pseudo dan protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid quartener sangat larut dalam air.

Sedangkan sifat kimia dari alkaloid menurut Sastrohamidjojo (1995), adalah bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya pasangan electron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan electron, sebagai contoh gugus alkil, maka ketersediaan electron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat basa. Sebaliknya apabila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik electron (contoh, gugus karbonil0 maka ketersediaan pasangan electron berkurang dan pengaruh alkaloid yang ditimbulkan dapat bersifat netral atau sedikit asam. Contohnya adalah senyawa yang mengandung gugus amida.


(16)

- 12 - 2.7.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman (Rajalakshmi dan S. Narasimhan, 1985). Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia C6-C3-C6 (White dan Y. Xing, 1951; Madhavi et al., 1985; Maslarova, 2001) (Gambar 1). Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya (Hess, tt). Sistem penomoran digunakan untuk membedakan posisi karbon di sekitar molekulnya (Cook dan S. Samman, 1996).Berbagai jenis senyawa, kandungan dan aktivitas antioksidatif flavonoid sebagai salah satu kelompok antioksidan alami yang terdapat pada sereal, sayur-sayuran dan buah, telah banyak dipublikasikan. Flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan atom hidrogennya atau melalui kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk glukosida (mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang disebut aglikon (Cuppett et al.,1954).

2.7.3 Terpenoid

Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari senyawa terpen. Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan sebagian kelompok hewan. Rumus molekul terpen adalah (C5H8)n. Terpenoid disebut juga dengan isoprenoid. Hal ini disebabkan karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa isopren. Secara struktur kimia terenoid merupakan penggabungan dari unit isoprena, dapat


(17)

13 berupa rantai terbuka atau siklik, dapat mengandung ikatan rangkap, gugus hidroksil, karbonil atau gugus fungsi lainnya (Anonim 2012).

2.7.4 Saponin

Saponin adalah suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid atau triterpena. Saponin mempunyai aktifitas farmakologi yang cukup luas diantaranya meliputi: immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, antivirus, anti jamur, dapat membunuh kerang-kerangan, hipoglikemik, dan efek hypokholesterol. Saponin juga mempunyai sifat bermacam-macam, misalnya: terasa manis, ada yang pahit, dapat berbentuk buih, dapat menstabilkan emulsi, dapat menyebabkan hemolisis. Dalam pemakaiannya saponin bisa dipakai untuk banyak keperluan, misalnya dipakai untuk membuat minuman beralkohol, dalam industry pakaian, kosmetik, membuat obat-obatan, dan dipakai sebagai obat tradisional. Biarpun saponin bisa diisolasi dari binatang tingkat rendah, sebenarnya saponin ditemukan terutama dalam tumbuh-tumbuhan. Namanya diambil dari Genus suatu tumbuhan yaitu Saponaria, akar dari famili Caryophyllaceae dapat dibuat sabun. Saponin juga bisa didapatkan dalam beberapa famili tumbuhan yang lain (Anonim, 2013c).

2.7.5 Kuinon

Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbo-karbon. Untuk tujuan identifikasi kuinon dapat dibagi atas empat kelompok yaitu : benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat fenol serta mungkin terdapat dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida ataudalam bentuk kuinol (Harborne, 1987).

Senyawa-senyawa kuinon merupakan zat warna yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan yang berasal dari turunan senyawa aromatik. Menurut Hart (1983: 273)“Kuinon merupakan golongan senyawa karbonil yang unik. Senyawa ini merupakandiketon terkonjugasi siklik. Contoh paling sederhana ialah 1,4-benzokuinon. Semuakuinon berwarna dan banyak diantaranya


(18)

- 14 - berupa pigmen alami yang digunakansebagai zat warna”.Warna pigmen kuinon alam beragam, mulai dari kuning pucat sampai kehampir hitam, dan struktur yang telah dikenal jumlahnya lebih dari 450. Walaupun mereka tersebar luas dan strukturnya sangat beragam, sumbangannya terhadap warnatumbuhan tinggi nilai nisbi kecil. Jadi, pigmen ini sering terdapat dalam kulit, galihatau akar, atau dalam jaringan lain (misalnya daun), tetapi pada jaringan tersebutwarnanya tertutupi pigmen lain.

2.7.6 Tanin

Tanin adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada beberapa tanaman. Tanin mampu mengikat protein, sehingga protein pada tanaman dapat resisten terhadap degradasi oleh enzim protease di dalam silo ataupun rumen (Kondo et al., 2004). Tanin selain mengikat protein juga bersifat melindungi protein dari degradasi enzim mikroba maupun enzim protease pada tanaman (Oliveira et al., 2009), sehingga tanin sangat bermanfaat dalam menjaga kualitas silase. Tanin merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam senyawa polifenol (Deaville et al., 2010). Tanin mempunyai kemampuan mengendapkan protein, karena tanin mengandung sejumlah kelompok ikatan fungsional yang kuat dengan molekul protein yang selanjutnya akanmenghasilkan ikatan silang yang besar dan komplek yaitu protein tanin. Tanin mempunyai berat molekul 0,5-3 KD. Tanin alami larut dalam air dan memberikan warna pada air, warna larutan tanin bervariasi dari warna terang sampai warna merah gelap atau coklat, karena setiap tanin memiliki warna yang khas tergantung sumbernya (Ahadi, 2003).

2.7.7 Polifenol

Senyawa yng termasuk kedalam polifenol ini adalah semua senyawayang memiliki struktur dasar berupa fenol. Fenol sendiri merupkan struktur yangterbentuk dari benzena tersubtitusi dengan gugus –OH. Gugus – OH yang terkandungmerupakan aktivator yang kuat dalam reaksi subtitusi aromatik elektrofilik (Fessenden,1982).


(19)

15 Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Polifenol (polyphenol) merupakan senyawa kimia yang bersifat antioksidan kuat. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya. Polifenol berperan dalam memberi warna pada suatu tumbuhanseperti warna daun saat musim gugur. Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa kelompok polifenol memiliki peran sebagai antioksidan yang baik untuk kesehatan. Antioksidan polifenol dapat mengurangi risiko penyakit jantung dan pembuluh darah dan kanker. Terdapat penelitian yang menyimpulkan polifenol dapat mengurangi risiko penyakit Alzheimer.

2.8 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam (Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik) (Dalimartha dan Soedibyo, 1999). Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Adanya kekhawatiran akan kemungkinan efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Rohdiana, 2001; Sunarni, 2005). Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif serta mampu menghambat peroksidae lipid pada makanan. Meningkatnya minat untuk mendapatkan antioksidan alami terjadi beberapa tahun terakhir ini. Antioksidan alami umumnya mempunyai gugus hidroksi dalam struktur molekulnya (Sunarni, 2005).

Antioksidan adlah senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah terjadinya reaksi oksidasi. Winarno (2002) menyatakan bahwa antioksidan adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Mekanisme kerja dari antioksidan tersebut yaitu :

a. Pemberi atom hydrogen (anti oksidan primer). Senyawa ini dapat memberikan atom hydrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*)


(20)

- 16 - atau mengubahnya kebentuk yang lebih stabil, sementara turunan dari radikal antioksidan (A*) tersebut memilki keadaan lebih stabil dibandingkan dengan radikal lipida.

b. Memperlambat laju antioksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autiiksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil.


(21)

17 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Pada penelitian kali ini di lakukan di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN) pada bulan September dan Oktober 2013. 3.2. Bahan Dan Alat

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah jantung pisang batu kering dan basah , pelarut teknis klroroform , pelarut teknis etil asetat, pelarut teknis etanol, akuades, kertas saring , aluminium foil, metanol, DPPH,HCI 2%, FeCl3 1,%,NaOH 2 N, sebuk Mg, reagen lieberman-burchard, reagen mayer, reagen dragendorff. Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah blender, rotary evaporator, soklet, vorteks,serta alat-alat gelas.

3.3. Metode Penelitian

Metode penelitian di bagi menjadi dua yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan Penelitian pendahuluan terdiri dari persiapan sampel melalui proses ekstraksi bertingkat dan persiapan larutan hasil ekstraksi. Sedangkan penelitian lanjutan terdiri dari aktivitas antioksidan dengan metode DPPH free radical scavenging activity. Selain itu dilakukan pula analisis senyawa fitokimia.


(22)

- 18 -

3.3.1. Persiapan sampel

3.3.1.1. Proses Ekstrasi

Pada penelitian pendahuluan dilakukan ekstraksi jantung pisang yang sudah dikeringkan kemudian akan diuji aktivitas antioksidannya. Ekstraksi dilakukan menggunakan metode maserasi bertingkat dengan tiga pelarut yang berbeda kepolarannya, yaitu kloroform, etil asetat, dan etanol. Pelarut yang perbandingan pe;arut yang digunakan aalah sampai pelarut merendam jantung pisang yang ingin dimaserasi dan proses ekstraksi dilakukan selama 3 x 24 jam dengan menngunakkan erlenmeyer yang ditutupi dengan alumunium foil. Tahapan ekstraksi dapat dilihat melalui tahapan berikut :


(23)

(24)

- 20 - 3.3.1.2. Pembuatan Konsentrasi Sampel

Ekstrak jantung pisang hasil pemekatan ditimbang sebanyak 0,1 gram kemudian dilarutkan kedalam 20 mL pelarut yang digunakan saat ekstraksi pada peelitian digunakan kloroform, etanol, etil asetat, dan metanol (5000 ppm). Dari 5000 ppm larutan dibuat kedalam bebrbagai konsentrasi (100 ppm, 50 ppm, 25 ppm,12,5 ppm, 6,25 ppm, 3,175 ppm).

3.3.2. Penelitian Lanjutan

3.3.2.1. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH free radical scavenging activity (Hatano et al, 1988)


(25)

21 Pada tahap ini dilakukan uji aktivitas antioksidan terhadap ekstrak jantung pisang .Pengujian aktivitas antioksidan lanjut ini dengan menggunakan metode DPPH (Hatano et al., 1988). Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode ini berdasarkan pada DPPH free radical scavanging activity. Sebanyak 2 mL larutan sampel yang sudah diukur dengan berbagai konsetrasi (100 ppm, 50 ppm, 25 ppm,12,5 ppm, 6,25 ppm, 3,175 ppm) dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan dengan 2 mL DPPH 0,002% (dilakukan dalam ruang gelap). Setiap konsentrasi dibuat duplo. Kemudian dikocok dan diinkubasi pada suhu 37 selama 30 menit lalu diukur dengan spektrofotometer UV-Vis (panjang gelombang DPPH = 517 nm). Selanjutnya dihitung nilai presentase inhibisi yang diwakili oleh IC50 dengan rumus sebagai berikut :

Persen inhibisi = x 100%

Dimana nilai persen inhibisi sebagai absis (x) dan konsentrasi ekstrak sebagai ordinat (y)

3.3.3. Uji Fitokimia

3.3.3.1. Pengujian golongan terpenoid dan steroid

Ekstrak tanaman sebanyak 2 mL dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan beberapa tetes reagen Liberman-Burchard ke dalam tabung tersebut (positif triterpenoid jika terbentuk cincin kecoklatan atau violet dan positif steroid jika berwarna hijau).


(26)

- 22 - Ekstrak tanaman sebanyak 2mL dikocok dengan menggunakan vortex ( positif jika terdapat busa yang stabil selama ±10 menit).

3.3.3.3. Pengujian golongan alkaloid

Ekstrak tanaman sebanyak 4 mL dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan dengan 0,5 mL HCl 2% ke dalam tabung tersebut. Setelah itu divortex dan dibagi kedalam 2 tabung. Tabung pertama ditambahkan 2-3 tetes Reagen Dragendorf (positif alkaloid jika terdapat endapan jingga), sedangkan tabung kedua ditambahkan 2-3 tetes Reagen Meyer (positif alkaloid jika terdapat endapan kuning).

3.3.3.4. Pengujian golongan flavonoid

Ekstrak tanaman sebanyak 2 mL dimasukkan kedalam tabng reaksi kemudian ditambahkan sedikit serbuk Mg kedalam tabung tersebut dan 1 mL HCl 2% (positif flavonoid jika timbul busa dan berwarna bening-oranye).

3.3.3.5. Pengujian golongan kuinon

Ekstrak tanaman sebanyak 2 mL dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan NaOH 2 N 1 mL kedalam tabung reaksi tersebut dan dikocok (positif jika berwarna merah).

3.3.3.6. Pengujian golongan tanin

Ekstrak tanaman sebanyak 2 mL dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan 2-3 tetes FeCl3 1% kedalam tabung tersebut dan dikocok (positif jika berwarna hjau kehitaman atau biru tinta).


(27)

23 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ekstraksi

Proses ekstraksi jatung pisang batu dilakukan dengan cara maserasi bertingkat. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar zat aktif dalam sampel bisa diekstraksi secara maksimal. Selain itu perbedaan pelarut yang digunakan bertujuan untuk mengekstraksi zat aktif yang berbeda polaritasnya sehingga bisa diekstraksi dengan baik.

Sampel kering yang telah dipotong kecil-kecil ditimbang sebanyak 50 gram yang kemudian dimaserasi menggunakan kloroform sebagai pelarut semi polar yang akan mengekstraksi senyawa non polar dalam jaringan sampel. Maserasi dilakukan selama 3x24 jam dalam suhu ruang. Kemuadian ekstrak tersebut di pekatkan dengan rotary evaporator. Selanjutnya, dengan sampel yang sama maserasi dlanjutkan dengan etil asetat dengan cara yang sama seperti maserasi menggunakan kloroform dan maserat terakhir menggunakan etanol sebagai pelarut polar yang akan mengekstraksi senyawa polar dari jaringan jantung pisang batu.Cara maserasi bertingkat ini memaksimalkan ekstraksi senyawa aktif dari sampel.

Selanjutnya ekstraksi dilakukan dengan cara sokletasi menggunakan pelarut methanol. Cara sokletasi ini memisahkan zat dari jaringan sampel jantung pisang batu dengan cara melarutkan zat tersebut dengan pelarut yang diuapkan dan diembunkan seolah pelarut yang digunakan selalu baru. Cara ini cukup efektif mengingat pelarut yang digunakan dalam jumlah yang sama tetapi kemampuan melarutkannya seperti pelarut baru dimana pelarut itu belum jenuh dengan senyawa yang diekstrak. Hasil dari setiap ekstraksi dilanjutkan dengan uji fitokimia. Hasil pekat ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4. 1 Hasil pekat ekstrak jantung pisang batu Sampel

Kering

Ekstrak Kloroform

Ekstrak Etil Asetat

Ekstrak Etanol

Sokletasi (metanol) 50 gram 3,99 gram 0,96 gram 0,57 gram 0,64 gram


(28)

- 24 - 4.2 Uji Fitokimia

Uji fitokimia dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder dari sampel. Dalam hal ini senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam jantung pisang batu diuji secara kualitatif menggunakan berbagai macam pereaksi. Hasil uji fitokimia dapat dilihat pada Tabel 4.2

Secara umum hasil uji fitokimia dari jantung pisang batu berhasil negatif. Tetapi ada beberapa senyawa yang positif yaitu flavonoid, steroid, tannin dan polifenol. Hasil uji fitokimia terhadap senyawa metabolit sekunder tersebut tidak merata pada setiap ekstrak. Hal tersebut terjadi karena perbedaan karakteristik pelarut yang sangat penting saat ekstraksi. Senyawa tertentu hanya bisa diekstraksi oleh pelarut tertentu. Selain itu polaritas pelarut sangat berperan penting dalam ekstraksi yang akan memepengaruhi hasil dari uji fitokimianya.

Tabel 4. 2 Hasil uji fitokimia ekstrak jantung pisang batu Senyawa

yang identifikasi

Sampel kering

Ekstrak kloroform

Ekstrak etil asetat

Ekstrak etanol

Sokletasi (metanol)

Alkaloid - - - - -

Flavonoid + - - - +

Triterpenoid - - - - -

Streroid - - - - +

Kuinon - - - - -

Tannin - - - - +

Saponin - - - - -

Polifenol + - - - -

Jantung pisang batu menunjukan reaksi positif terhadap uji flavonoid pada sampel kering dan hasil sokletasi yang menggunakan methanol. Uji Flavonoid positif jika menunjukan warna merah atau jingga. Hasil uji flavonoid pada sampel kering dan hasil sokletasi menunjukan warna merah jambu. Warna merah atau jingga yang menunjukan adanya flavonoid ini disebabkan terbentuknya garam flavilium (Achmad, 1986)


(29)

25 O

O

OH

+ HCl

OH O

OH

+

+

Flavonol Garam flavilium

Cl

-Perubahan warna pada identifikasi flavonoid adalah sifat alami flavonoid sebagai indikator alami dimana penambahan HCl akan menyababkan larutan bersuasana asam. Pada suasana ini yang diamati adalah perubahan warna jika terdapat senyawa flavonoid pada sampel. Ditinjau dari reaksi yang terjadi pada identifikasi senyawa flavonoid, penambahan serbuk Mg betujuan untuk mengikat anion Cl yang merupakan hasil samping reaksi. Garam flavilium akan berwarna merah pada suasana asam dan tidak berwarna pada suasana netral.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lydia et al., (2009) jantung pisang batu diketahui memiliki senyawa antosianin berupa delfinidin dan sianidin. Kedua senyaa ini memiliki struktur yang tidak terlalu kompleks sehingga dapat terekstrak dan teridentifikasi meski dalam jumlah yang kecil. Antosianin menurapakan senyawa yang merupakan pewarna alami merah sampai biru pada tanaman. Antosianin merupakan glikosida antosianidin yang merupan senyawa flavonoid golongan flavon. Senyawa antosianin ini merupakan senyawa dengan aktifitas sebagai antioksidan yang baik.

Jantung pisang batu bereaksi positi dengn pereaksi Liberman-Buchard yang merupakan campuran asam asetan anhidrat dan asam sulat pekat. Pada sampel kering dan ekstrak lain uji ini tidak berhasil positif tetapi pada hasi sokletasi uji ini berhasil positif. Hal ini mungkin dikarenakan pada ekstraksi menggunakan metode sokletasi pelarut yang digunkan seolah baru dehingga senyawa ini bisa terekstraksi. Sedangkan jika menggunakan metode maserasi tidak bisa mengekstraksi steroid dari jaringan jantung pisang batu karena jumlah steroidnya sedikit. Selain itu pada metode maserasi pelarut dapat terbilang jenuh untuk mengekstraksi steroid yang julmahnya sedikit karena telah mengekstraksi senyawa lain yang lebih dominan terdapat pada sampel.

Selain itu untuk menunjukan keberadaan steroid dalam jantung pisang batu telah dibuktikan oleh penelitian sebelumnya. Menurut penelitian yang dilakukan


(30)

- 26 - oleh Elly et al., dengan mengkonsumsi jantung pisang batu dapat meningkatkan produksi ASI sebesar 9,57 kali. Hal ini disebabkan karena jantung pisang batu menandung steroid yang merupakan prekursor dari hormon-hormon seks yang membantu hormo prolakton untuk merangsang pembentukan ASI.

Reaksi umum yang terjadi pada uji steroid adalah sebagai berikut:

HO H3CCOO

SO3H

1. Asam asetat anhidrat 2. H2SO4

Sterol berwarna hijau

Polifenol berhasil diidentifikasi pada sampel kering jantung pisang batu. Uji ini menunjukan perubahan warna pada larutan sampel kering yang diberi larutan FeCl3 dari warna kuning menjadi warna hijau sampai hitam. Polifenol merupakan senyawa kompleks yang memiliki banyak gugus fenol. Gugus fenol bereaksi dengan Fe membentuk Fe(OH)3 yang berwarna hijau kehitaman. Uji polifenol ini hanya dilakukan pada sampel kering untuk menguji adanya senyawa antioksidan atau tidak.

Reaksi yang umum terjadi pada uji polifenol adalah sebagai berikut:

OH HO HO

OH

OH

+ Fe Cl

3

OH

OH

+ Fe (OH)

3

Uji tanin dilakukan pada ekstrak hasil maserasi bertingkat dan hasilnya negatif. Uji tannin hanya positif pada hasil sokletasi kemungkin terjadi karena faktor yang sama pada uji steroid. Jumlah tannin pada sampel yang sedikit tidak terekstraksi oleh metode maserasi karena faktor kejenuhan. Tannin tetap terdeteks dalam jumlah sedikit pada hasil ekstraksi dengan metode sokletasi. Keberadaan


(31)

27 tannin ini di dukung dengan positifnya uji polifenol pada sampe kering. Tannin meripakan salah satu senyawa polifenol yang merupakan antioksidan.

4.3 Uji Aktivitas Antioksidan

Setelah semua sampel diuji kandngan fitokimianya, ekstrak pekat jantung pisang diuji aktifitas antioksidannya dengan menggunakan DPPH (1,1-difenil-2-pikrihidrazil). DPPH bersifat radikal bebas sehingga tidak stabil. DPPH yang radikal berwarna ungu yang akan mengikat atom H dari senywa antioksidan dan menjadikan dirinya stabil (1,1-difenil-2-pikrihidrazin) dan warnya berubah menjadi kekuningan. Sifat DPPH ini dimanfaatkan untuk mengukur antioksidan dalam suatu sampel secara kuantitatif.

N N *

O2N

O2N

NO2

N N H

O2N

O2N

NO2

1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (radikal bebas) 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin (stabil)

Pengujian aktifitas antioksidan ini dapat dilakukan karena konsentrasi antioksidan dalam sampel berbanding lurus dengan konsentrasi DPPH. Dengan menghitung absorbansi dari DPPH sebagai standar pada panjang gelombang maksimumnya yaitu 517 nm. Sampel ekstrak dari kloroform dilarutkan dalam pelarut yang sama seperti pelarut DPPH yaitu metanol sedangkan pada ekstrak etil asetat dilarutkan pada etanol agar pelarut yang digunakan sama dengan pelarut DPPH. Perlakuan ini bertujuan agar DPPH tidak menyerang pelarut yang digunakan pada ekstrak sehingga mengurangi akurasi dari pengujian kuantitatifnya. Setelah ekstrak dilarutkan kemudian diencerkan dengan konsentrasi 100, 50, 25, 12.5, 6.25, 3.125 ppm.

Setiap variasi konsentrasi sampel ditambahkan DPPH (sampel : DPPH 1:1) yang diinkubasi selama 30 menit dalam suhu ruang pada tempat yang gelap. Perlakuan ini bertujuan agar DPPH yang bersifat radikal tidak menyerang pelarut karena adanya cahaya. Setelah diinkubasi campuran diukur absorbansinya pada panjag gelombang yang sama yaitu 517nm dan ditentukan persen inhibisinya. Pengukuran ini dilakukan secara duplo unutk menembah akurasi mengukuran. Hasil


(32)

- 28 - persen inhibisi yang telah ditentukan pada variasi konsentrasi dijadikan standar untuk menghitung nilai IC50 yaitu konsentrasi antioksidan yang dibutuhka untuk menginhibisi 50 persen radikal bebas.

Hasil dari uji aktivitas anti oksidan dari jantung pisang batu dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4. 3 Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak jantung pisang batu

Ekstrak Kloroform Etil Asetat

Pelarut DPPH Metanol Etanol

Absorbansi blanko 0,497 0,241

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

rata-rata % Inhibisi

Absorbansi

rata-rata % Inhibisi

100 0,212 57,3 0,089 63,1

50 0,251 49,5 0,109 54,7

25 0,262 47,3 0,117 51,4

12,5 0,272 45,8 0,127 47,3

6,25 0,283 43,1 0,134 44,4

3,125 0,292 41,2 0,139 42,5

IC 50 49,57 ppm 31,83 ppm

Hasil pengujian aktivitas antioksidan dari sampel jantung pisang batu menunjukan aktivitas yang sangat tinggi. IC50 dari ekstrak kloroform sebesar 49,57 ppm sedangkan ekstrak etil asetat lebih tinggi aktivitas antioksidannya dari ekstrak kloroform yang ditunjukan nilai IC50 ekstrak etil asetat sebesar 31,83 ppm. Perbedaan ini menunjukan adanya pengaruh pelarut yang digunakan sangat berpengauh pada aktivitas senyawa aktif. Artinya polaritas pelarut yang digunakan sangat berarti. Dilihat dari nilai indeks polaritasnya etil asetat lebih polar dari klorofom. Etil asetat memiliki nilai indeks polaritas 4,4 sedangkan kloroform

memiliki nilai indeks polaritas sebesar 4,1

(http://macro.lsu.edu/howto/solvents/Polarity%20index.htm, diakses pada 18 Oktober 2013).

Ditinjau dari hasil uji fitokimia yang menunjukan bahwa tannin terdapat dalam jantung pisang batu hanya diperlihatkan oleh hasil sokletasi karena hasil ekstrak lain tidak positif terhadap identifikasi tannin. Dalam hal ini yang lebih berperan aktif sebagai senyawa antioksidan adalah antosianin golonga flavonoid.


(33)

29 Antosianin merupaka pigmen alami yang juga merupakan golongan polifenol. Secara fisik dapat dilihat bahwa jantung pisang batu berwarna warna merah dimana intersitas warna tersebut menunjukan kandungan antosianin sebagai pigmen warna merah. Selain itu, penelitian Lydia et al., menunjukan bahwa kandungan antosianin pada jantung pisang batu sebesar 909,44 mg ± 225,97 mg/100 g berat kering,meskipun hal ini dipengaruhi oleh kualits sampel yang memilki latar belakang tempat dan kondisi lingkungan pohon sampel tumbuh. Tetapi dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin merah warna kelopak dari jantung pisang maka semakin tinggi kandungan antioksidannya.


(34)

- 30 - BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan dengan sampel jantung pisang batu ini adalah sebagai berikut:

1. Ekstrak pekat yang didapatkan menggunakan pelarut kloroform seberat 3,99 gram, pelarut etil asetat seberat 0,96 gram, pelarut etanol 0,57 gram, pelarut methanol seberat 0,64 gram.

2. Hasil uji fitokimia menunjukan bahwa jantung pisang mengandung senyawa flavonoid, steroid, polifenol, tannin.

3. Ekstrak jantung pisang batu memiliki aktivitas antioksidan yang sangat tinggi. 4. Ekstrak jatung pisang batu dengan pelarut kloroform menghasilkan IC50

sebesar 49,57 pmm sedangkan dengan pelarut etil asetat didapatkan IC50 sebesar 31,83 ppm.

5. Aktifitas antioksidan dapat ekstrak jantung pisang batu sebagian besar berasal dari senyawa antosinin yang termasuk golongan flavonoid sekaligus polifenol. 5.2 Saran

Adanya kekurangan dalam penelitian ini mengharuskan penelitian selanjutnya di lakukan dengan tujuan memperjelas dan melengkapi kekurangan dari penelitian ini. Adapun saran yang dapat diajukan sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilanjutkan ketingkat yang lebih sfesifik seperti karakterisasi senyawa yang terdapat dalam setiap ekstrak seperti penentuan strukrur atau isolasi dan uji aktivitas lainnya.

2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jantung pisang batu agar manfaatnya bisa diketahui dan dibuktikan secara ilmiah sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal khalayak umum.


(35)

31 DAFTAR PUSTAKA

Agro inovasi. “Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang,” Diunduh dari: URL:

http://www.litbang.deptan.go.id/special/publikasi/doc_hortikultura/pisang/pisa ng-bagian-b.pdf. .[diunduh pada: 14 okrober 2013].

Ahadi, 2003. Dalam. Anonim. 2012a. “Tinjauan Pustaka Tanin,“ http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61538/BAB%20II%20 Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=3 [19 Oktober 2013, pukul 15:01 WIB. Anonim. 1977. Buah-buahan. Bogor: Lembaga Biologi Nasional. hlm: 105.

Anonim. 2005. “Kandungan dan manfaat pisang,” Http://mydiarest.blogspot.com.[18 Oktober 2013, pukul 21.00].

Anonim. 2006. “Pisang,” Http://www.idionline.org [19 Oktober 2013, pukul 21.12 wib].

Anonim. 2012. “Biosintesis Terpenoid,”

zhttp://widyaistianichem.blogspot.com/2012/10/biosintesis-terpenoid.html . [19 Oktober 2013, pukul 14:24 wib].

Anonim. 2011.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16577/4/Chapter%20II.pdf Diunduh pada tanggal 18 Oktober 2013

Anonim. 2013a. “Ekstraksi,” http://ardydii.wordpress.com/2013/03/10/ekstraksi/ [18 Oktober 2013, pukul 22.00 wib].

Anonim. 2013 b. “Alkaloid,” http://hersipa.wordpress.com/alkaloid/ [19 Oktober 2013, pukul 13.19 wib].

Anonim. 2013c. “Saponin,” http://mhanafi123.files.wordpress.com/2012/11/saponin-makalah.pdf [19 Oktober 2013, pukul 14:32 wib].

Aspiatun. 2004. “Mutu dan Daya Terima Nugget Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

dengan Penambahan Jantung Pisang.” Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat

dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Astawan, M. 2005. “Pisang Buah Kehidupan,” Http://www.kompas.com [30 November 2006]

Astawan, M., 2008. “Pisang. Sebagai Buah.” Kehidupan. www.edukasi.kompas.com Bello-Pérez, L.A. A. De Francisco, E.Agama-Acevedo, F. Gutierrez-Meraz, F. J.L.

García-Suarez. 2005.”Morphological and Molecular Studies of Banana Starch. SAGE Publications,” DOI: 10: 1177.

Bernasconi, Gester, Hauser, Stauble, Schneiner. 1987. Terjemah Lienda Handojo. Teknologi Kimia Bagian 2. PT Pradnya Pramita, Jakarta.

Cook, N. C. and S. Samman. (1996). Review Flavonoids-Chemistry, Metabolism, Cardioprotective Effect, And Dietary Sources, J. Nutr. Biochem (7): 66-76 Cuppett, S., M. Schrepf and C. Hall III. (1954). Natural Antioxidant – Are They

Reality. Dalam Foreidoon Shahidi: Natural Antioxidants, Chemistry, Health Effect and Applications, AOCS Press, Champaign, Illinois: 12-24.

Dalimartha, S. dan Soedibyo, M. (1999). Awet Muda Dengan Tumbuhan Obat dan Diet Supleme., Trubus Agriwidya, Jakarta. hal. 36-40.

Deaville et al., 2010. Dalam. Anonim. 2012a. “Tinjauan Pustaka Tanin ,“ http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61538/BAB%20II%20 Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=3 [19 Oktober 2013, pukul 15:01 wib].


(36)

- 32 - Endra, Yuli. 2006. “Analisis Proksimat Dan Komposisi Asam Amino Buah Pisang Batu (Musa balbisiana Colla),” [Skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Fatemeh, S. R., Saifullah, R., Abbas, F. M. A. and Azhar, M. E. Total phenolics, flavonoids and antioxidant activity of banana pulp and peel flours: influence of variety and stage of ripeness. International Food Research Journal 19 (3): 1041-1046 (2012).

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri. UI Pres, Jakarta.

Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: ITB. Dalam. Anonim. 2011. “ Antrakuinon,”http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24745/4/Chapte r%20II.pdf [19 Oktober 2013, pukul 14:40 wib].

Hart, H. 1983. Kimia Organik. Terjemahan Suminar, Jakarta: Erlangga. Dalam. Anonim.

2011.“Antrakuinon,”http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24745/4/ Chapter%20II.pdf [19 Oktober 2013, pukul 14:40 wib].

Irbi’ati HH. 2002. “Karakterisasi sifat fisikokimia dan mekanis daun pisang batu sebagai bahan kemasan,” [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kondo et al., 2004. Dalam. Anonim. 2012a. “Tinjauan Pustaka Tanin ,“ http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61538/BAB%20II%20 Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=3 [19 Oktober 2013, pukul 15:01 wib]. Lestari, E. 2008. Toksisitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanusamaryllifolius

Roxb.) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Artikel Karya Ilmiah. Semarang : Universitas Diponegoro.

Lestario, Lydia Ninan,. dkk. 2009. “Kandungan Antosianin Dan Antosianidin Dari Jantung Pisang Klutuk (Musa brachycarpa Back) Dan Pisang Ambon ( Musa

acuminata Colla),” J.Teknol. dan Industri Pangan, Vol. XX No. 2

Molyneux, P. 2003. The use of stable free radical diphenylpicrylhidrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity.

http://www.aseanbiodiversity.info/Abstract/53004092.pdf Diunduh pada tanggal 18 Oktober 2013

Musita, Nanti. 2009. “Kajian Kandungan Dan Karakterisik Pati Resisten Dari

Berbagai Varietas Pisang,” Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. Vol.14, No.1 : 68-79.

Nurhidayah bt. Pazil,Siti.2009.Perbandingan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Pisang Raja (Musa AAB „Pisang Raja‟) dengan Vitamin A, Vitamin C dan Katekin Melalui Penghitungan Bilangan Peroksida.[SRIPSI]. Depok: FK UI

Oliveira et al., 2009. Dalam. Anonim. 2012a. “Tinjauan Pustaka Tanin ,“ http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61538/BAB%20II%20 Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=3 [19 Oktober 2013, pukul 15:01 wib]. Pazmino-Duran, EA, Giusti MM, Wrolstad RE, Gloria MB. A. 2001. “Anthocyanins

from Banana Bracts (Musa X paradisiaca) as Potential Food Colorant,” Food Chemistry 73 : 321-332.

Rajalakshmi, D dan S. Narasimhan. (1985). “Food Antioxidants: Sources and Methods of Evaluation dalam D.L. Madhavi: Food Antioxidant, Technological, Toxilogical and Health Perspectives. Marcel Dekker Inc., Hongkong: 76-77. Redha, Abdi. 2010. “Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif Dan Peranannya Dalam


(37)

33 Rohdiana, D.(2001). Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol Dalam Daun Teh,

Majalah Jurnal Indonesia 12, (1), 53-58.

Rusmianto. 2007. “Penambahan Isolat Protein Kedelai Pada Pembuatan Dendeng Jantung Pisang Batu (Musa brachycarpa Back),” Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Samsu, H, Farid, Masruroh, Luluk,. 2008.“Perancangan Dan Pembuatan Otomatisasi Pada Alat Pengeringan Sale Pisang Berbasis Mikrokontroler Renesa

R8C/13,” Jurnal Neutrini. Vol.1 No, 1

Sastrohamidjojo, Hardjono. 1995. “Sintesis Bahan Alam,” Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Satuhu, S., Ahmad Supriyadi. 2004. Budi daya, “Pengolahan dan Prospek Pasar

Pisang. Penebar Swadaya,” Jakarta.

Simmonds, N. W. 1959. “Bananas,” John Willey and Sons Inc. New York. 466p.\ Suhartono, E., Fujiati, Aflanie, I. (2002). Oxygen toxicity by radiation and effect of

glutamic piruvat transamine (GPT) activity rat plasma after vitamine C treatmen, Diajukan pada Internatinal seminar on Environmental Chemistry and Toxicology, Yogyakarta.

Sukandar, Dede et al,. 2013. “Petunjuk Praktikum Kimia Bahan Alam,” Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) : UIN Jakarta.

Sunarni,T., (2005). Aktivitas Antioksidan Penangkap Radikal Bebas Beberapa kecambah Dari Biji Tanaman Familia Papilionaceae, Jurnal Farmasi Indonesia 2 (2), 2001, 53-61.

Sunaryono, Hendro. 2003. “Pengenalan Jenis Tanaman Buah-Buahan dan Bercocok Tanam Buah-Buahan Penting di Indonesia.” Bandung : Sinar Baru Algensindo

http://macro.lsu.edu/howto/solvents/Polarity%20index.htm diakses pada tanggal 19 Oktober 2013 pikul 21.35

Wattimena, M, Mulyani, Bintoro, S.V.P.”Kualitas Bakso Berbahan Dasar Daging

Ayam Dan Jantung Pisang Dengan Bahan Pengikat Tepung Sagu,” Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol.2 No. 1 : 36-39.

White, P.J. and Y. Xing. (1954). Antioxidants from Cereals and Legumes dalam Foreidoon Shahidi : Natural Antioxidants, Chemistry, Health Effect and Applications. AOCS Press, Champaign, Illinois: 25-63.


(38)

- 34 - LAMPIRAN

Pelarut DPPH menggunakan methanol dan absorbansinya 0,497 pada panjang gelombang 517 nm

Tabel 1 Data absorbansi uji antioksidan pada ekstrak kloroform

Ekstrak kloroform

konsentrasi (ppm) absorbansi 1 absorbansi 2 absorbansi rata-rata

% inhibisi

100 0,207 0,217 0,212 57,3

50 0,244 0,268 0,251 49,5

25 0,258 0,266 0,262 47,3

12,5 0,265 0,279 0,272 45,8

6,25 0,277 0,289 0,283 43,1

3,175 0,277 0,291 0,284 42,8

Grafik 1 Standard konsentrasi ekstrak terhadap % indihibisi uji antiokdsidan

IC50 ekstrak kloroform y = 0,142x + 42,96 50 = 0,142x + 42,96 0,142x = 50 – 42,96 = 7,04 x = 49,57 ppm

y = 0,142x + 42,96 R² = 0,978

0 10 20 30 40 50 60 70

3 34 62 93

%Inhibisi

Konsentrasi (ppm)

Ekstrak kloroform

Ekstrak Kloroform Linear (Ekstrak Kloroform)


(39)

35 DPPH yang digunakan menggukanan pelarut etanol dengan absorbansi 0,241 yang diukur pada panjang gelombang 517 nm

Tabel 2 Data absorbansi Uji Antioksidan ekstrak etil asetat

Ekstrak Etil Asetat

konsentrasi (ppm) absorbansi 1 absorbansi 2 absorbansi rata-rata

% inhibisi

100 0,086 0,092 0,089 63,1

50 0,096 0,122 0,109 54,7

25 0,107 0,117 0,112 49,1

12,5 0,106 0,148 0,127 47,3

6,25 0,119 0,149 0,134 44,4

3,175 0,127 0,152 0,139 42,5

Grafik 2 Standard konsentrasi ekstrak etil aseta terhadap % indihibisi uji antiokdsidan

IC50 ekstrak etil asetat y = 0,202x + 43,57 50 = 0,202x + 43,57 0,202x = 50 – 43,57 = 6,43 x = 31,83 ppm

y = 0,202x + 43,57 R² = 0,977

0 10 20 30 40 50 60 70

3 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 94

% Inhibisi

Konsenrasi (ppm)

Ekstrak Etil Asetat

Ekstrak Etil Asetat Linear (Ekstrak Etil Asetat)


(1)

- 30 - BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan dengan sampel jantung pisang batu ini adalah sebagai berikut:

1. Ekstrak pekat yang didapatkan menggunakan pelarut kloroform seberat 3,99 gram, pelarut etil asetat seberat 0,96 gram, pelarut etanol 0,57 gram, pelarut methanol seberat 0,64 gram.

2. Hasil uji fitokimia menunjukan bahwa jantung pisang mengandung senyawa flavonoid, steroid, polifenol, tannin.

3. Ekstrak jantung pisang batu memiliki aktivitas antioksidan yang sangat tinggi. 4. Ekstrak jatung pisang batu dengan pelarut kloroform menghasilkan IC50

sebesar 49,57 pmm sedangkan dengan pelarut etil asetat didapatkan IC50 sebesar 31,83 ppm.

5. Aktifitas antioksidan dapat ekstrak jantung pisang batu sebagian besar berasal dari senyawa antosinin yang termasuk golongan flavonoid sekaligus polifenol. 5.2 Saran

Adanya kekurangan dalam penelitian ini mengharuskan penelitian selanjutnya di lakukan dengan tujuan memperjelas dan melengkapi kekurangan dari penelitian ini. Adapun saran yang dapat diajukan sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilanjutkan ketingkat yang lebih sfesifik seperti karakterisasi senyawa yang terdapat dalam setiap ekstrak seperti penentuan strukrur atau isolasi dan uji aktivitas lainnya.

2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jantung pisang batu agar manfaatnya bisa diketahui dan dibuktikan secara ilmiah sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal khalayak umum.


(2)

31 DAFTAR PUSTAKA

Agro inovasi. “Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang,” Diunduh dari: URL:

http://www.litbang.deptan.go.id/special/publikasi/doc_hortikultura/pisang/pisa ng-bagian-b.pdf. .[diunduh pada: 14 okrober 2013].

Ahadi, 2003. Dalam. Anonim. 2012a. “Tinjauan Pustaka Tanin,“ http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61538/BAB%20II%20 Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=3 [19 Oktober 2013, pukul 15:01 WIB. Anonim. 1977. Buah-buahan. Bogor: Lembaga Biologi Nasional. hlm: 105.

Anonim. 2005. “Kandungan dan manfaat pisang,” Http://mydiarest.blogspot.com.[18 Oktober 2013, pukul 21.00].

Anonim. 2006. “Pisang,” Http://www.idionline.org [19 Oktober 2013, pukul 21.12 wib].

Anonim. 2012. “Biosintesis Terpenoid,”

zhttp://widyaistianichem.blogspot.com/2012/10/biosintesis-terpenoid.html . [19 Oktober 2013, pukul 14:24 wib].

Anonim. 2011.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16577/4/Chapter%20II.pdf Diunduh pada tanggal 18 Oktober 2013

Anonim. 2013a. “Ekstraksi,” http://ardydii.wordpress.com/2013/03/10/ekstraksi/ [18 Oktober 2013, pukul 22.00 wib].

Anonim. 2013 b. “Alkaloid,” http://hersipa.wordpress.com/alkaloid/ [19 Oktober 2013, pukul 13.19 wib].

Anonim. 2013c. “Saponin,” http://mhanafi123.files.wordpress.com/2012/11/saponin-makalah.pdf [19 Oktober 2013, pukul 14:32 wib].

Aspiatun. 2004. “Mutu dan Daya Terima Nugget Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dengan Penambahan Jantung Pisang.” Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Astawan, M. 2005. “Pisang Buah Kehidupan,” Http://www.kompas.com [30 November 2006]

Astawan, M., 2008. “Pisang. Sebagai Buah.” Kehidupan. www.edukasi.kompas.com Bello-Pérez, L.A. A. De Francisco, E.Agama-Acevedo, F. Gutierrez-Meraz, F. J.L.

García-Suarez. 2005.”Morphological and Molecular Studies of Banana Starch. SAGE Publications,” DOI: 10: 1177.

Bernasconi, Gester, Hauser, Stauble, Schneiner. 1987. Terjemah Lienda Handojo. Teknologi Kimia Bagian 2. PT Pradnya Pramita, Jakarta.

Cook, N. C. and S. Samman. (1996). Review Flavonoids-Chemistry, Metabolism, Cardioprotective Effect, And Dietary Sources, J. Nutr. Biochem (7): 66-76 Cuppett, S., M. Schrepf and C. Hall III. (1954). Natural Antioxidant – Are They

Reality. Dalam Foreidoon Shahidi: Natural Antioxidants, Chemistry, Health Effect and Applications, AOCS Press, Champaign, Illinois: 12-24.

Dalimartha, S. dan Soedibyo, M. (1999). Awet Muda Dengan Tumbuhan Obat dan Diet Supleme., Trubus Agriwidya, Jakarta. hal. 36-40.

Deaville et al., 2010. Dalam. Anonim. 2012a. “Tinjauan Pustaka Tanin ,“ http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61538/BAB%20II%20 Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=3 [19 Oktober 2013, pukul 15:01 wib].


(3)

- 32 - Endra, Yuli. 2006. “Analisis Proksimat Dan Komposisi Asam Amino Buah Pisang Batu (Musa balbisiana Colla),” [Skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika Dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Fatemeh, S. R., Saifullah, R., Abbas, F. M. A. and Azhar, M. E. Total phenolics, flavonoids and antioxidant activity of banana pulp and peel flours: influence of variety and stage of ripeness. International Food Research Journal 19 (3): 1041-1046 (2012).

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri. UI Pres, Jakarta.

Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: ITB. Dalam. Anonim. 2011. “ Antrakuinon,”http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24745/4/Chapte r%20II.pdf [19 Oktober 2013, pukul 14:40 wib].

Hart, H. 1983. Kimia Organik. Terjemahan Suminar, Jakarta: Erlangga. Dalam. Anonim.

2011.“Antrakuinon,”http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24745/4/ Chapter%20II.pdf [19 Oktober 2013, pukul 14:40 wib].

Irbi’ati HH. 2002. “Karakterisasi sifat fisikokimia dan mekanis daun pisang batu sebagai bahan kemasan,” [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kondo et al., 2004. Dalam. Anonim. 2012a. “Tinjauan Pustaka Tanin ,“ http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61538/BAB%20II%20 Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=3 [19 Oktober 2013, pukul 15:01 wib]. Lestari, E. 2008. Toksisitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanusamaryllifolius

Roxb.) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Artikel Karya Ilmiah. Semarang : Universitas Diponegoro.

Lestario, Lydia Ninan,. dkk. 2009. “Kandungan Antosianin Dan Antosianidin Dari

Jantung Pisang Klutuk (Musa brachycarpa Back) Dan Pisang Ambon ( Musa

acuminata Colla),” J.Teknol. dan Industri Pangan, Vol. XX No. 2

Molyneux, P. 2003. The use of stable free radical diphenylpicrylhidrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity.

http://www.aseanbiodiversity.info/Abstract/53004092.pdf Diunduh pada tanggal 18 Oktober 2013

Musita, Nanti. 2009. “Kajian Kandungan Dan Karakterisik Pati Resisten Dari Berbagai Varietas Pisang,” Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. Vol.14, No.1 : 68-79.

Nurhidayah bt. Pazil,Siti.2009.Perbandingan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Pisang Raja (Musa AAB „Pisang Raja‟) dengan Vitamin A, Vitamin C dan Katekin Melalui Penghitungan Bilangan Peroksida.[SRIPSI]. Depok: FK UI

Oliveira et al., 2009. Dalam. Anonim. 2012a. “Tinjauan Pustaka Tanin ,“ http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61538/BAB%20II%20 Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=3 [19 Oktober 2013, pukul 15:01 wib]. Pazmino-Duran, EA, Giusti MM, Wrolstad RE, Gloria MB. A. 2001. “Anthocyanins

from Banana Bracts (Musa X paradisiaca) as Potential Food Colorant,” Food

Chemistry 73 : 321-332.

Rajalakshmi, D dan S. Narasimhan. (1985). “Food Antioxidants: Sources and Methods of Evaluation dalam D.L. Madhavi: Food Antioxidant, Technological, Toxilogical and Health Perspectives. Marcel Dekker Inc., Hongkong: 76-77. Redha, Abdi. 2010. “Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif Dan Peranannya Dalam


(4)

33 Rohdiana, D.(2001). Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol Dalam Daun Teh,

Majalah Jurnal Indonesia 12, (1), 53-58.

Rusmianto. 2007. “Penambahan Isolat Protein Kedelai Pada Pembuatan Dendeng

Jantung Pisang Batu (Musa brachycarpa Back),” Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Samsu, H, Farid, Masruroh, Luluk,. 2008.“Perancangan Dan Pembuatan Otomatisasi

Pada Alat Pengeringan Sale Pisang Berbasis Mikrokontroler Renesa

R8C/13,” Jurnal Neutrini. Vol.1 No, 1

Sastrohamidjojo, Hardjono. 1995. “Sintesis Bahan Alam,” Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Satuhu, S., Ahmad Supriyadi. 2004. Budi daya, “Pengolahan dan Prospek Pasar

Pisang. Penebar Swadaya,” Jakarta.

Simmonds, N. W. 1959. “Bananas,” John Willey and Sons Inc. New York. 466p.\ Suhartono, E., Fujiati, Aflanie, I. (2002). Oxygen toxicity by radiation and effect of

glutamic piruvat transamine (GPT) activity rat plasma after vitamine C treatmen, Diajukan pada Internatinal seminar on Environmental Chemistry and Toxicology, Yogyakarta.

Sukandar, Dede et al,. 2013. “Petunjuk Praktikum Kimia Bahan Alam,” Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) : UIN Jakarta.

Sunarni,T., (2005). Aktivitas Antioksidan Penangkap Radikal Bebas Beberapa kecambah Dari Biji Tanaman Familia Papilionaceae, Jurnal Farmasi Indonesia 2 (2), 2001, 53-61.

Sunaryono, Hendro. 2003. “Pengenalan Jenis Tanaman Buah-Buahan dan Bercocok Tanam Buah-Buahan Penting di Indonesia.” Bandung : Sinar Baru Algensindo

http://macro.lsu.edu/howto/solvents/Polarity%20index.htm diakses pada tanggal 19 Oktober 2013 pikul 21.35

Wattimena, M, Mulyani, Bintoro, S.V.P.”Kualitas Bakso Berbahan Dasar Daging Ayam Dan Jantung Pisang Dengan Bahan Pengikat Tepung Sagu,” Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol.2 No. 1 : 36-39.

White, P.J. and Y. Xing. (1954). Antioxidants from Cereals and Legumes dalam Foreidoon Shahidi : Natural Antioxidants, Chemistry, Health Effect and Applications. AOCS Press, Champaign, Illinois: 25-63.


(5)

- 34 - LAMPIRAN

Pelarut DPPH menggunakan methanol dan absorbansinya 0,497 pada panjang gelombang 517 nm

Tabel 1 Data absorbansi uji antioksidan pada ekstrak kloroform

Ekstrak kloroform

konsentrasi (ppm) absorbansi 1 absorbansi 2 absorbansi rata-rata

% inhibisi

100 0,207 0,217 0,212 57,3

50 0,244 0,268 0,251 49,5

25 0,258 0,266 0,262 47,3

12,5 0,265 0,279 0,272 45,8

6,25 0,277 0,289 0,283 43,1

3,175 0,277 0,291 0,284 42,8

Grafik 1 Standard konsentrasi ekstrak terhadap % indihibisi uji antiokdsidan

IC50 ekstrak kloroform y = 0,142x + 42,96 50 = 0,142x + 42,96 0,142x = 50 – 42,96 = 7,04 x = 49,57 ppm

y = 0,142x + 42,96 R² = 0,978

0 10 20 30 40 50 60 70

3 34 62 93

%Inhibisi

Konsentrasi (ppm)

Ekstrak kloroform

Ekstrak Kloroform Linear (Ekstrak Kloroform)


(6)

35 DPPH yang digunakan menggukanan pelarut etanol dengan absorbansi 0,241 yang diukur pada panjang gelombang 517 nm

Tabel 2 Data absorbansi Uji Antioksidan ekstrak etil asetat

Ekstrak Etil Asetat

konsentrasi (ppm) absorbansi 1 absorbansi 2 absorbansi rata-rata

% inhibisi

100 0,086 0,092 0,089 63,1

50 0,096 0,122 0,109 54,7

25 0,107 0,117 0,112 49,1

12,5 0,106 0,148 0,127 47,3

6,25 0,119 0,149 0,134 44,4

3,175 0,127 0,152 0,139 42,5

Grafik 2 Standard konsentrasi ekstrak etil aseta terhadap % indihibisi uji antiokdsidan

IC50 ekstrak etil asetat y = 0,202x + 43,57 50 = 0,202x + 43,57 0,202x = 50 – 43,57 = 6,43 x = 31,83 ppm

y = 0,202x + 43,57 R² = 0,977

0 10 20 30 40 50 60 70

3 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 94

% Inhibisi

Konsenrasi (ppm)

Ekstrak Etil Asetat

Ekstrak Etil Asetat Linear (Ekstrak Etil Asetat)