Agama Agama dan Budaya

9 Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti di sini selama satu atau dua tahun untuk mendalami ilmunya sebelum dilanjutkan di India”. Sriwijaya termahsyur sebagai bandar pusat perdagangan di Asia Tenggara. Hal ini tentu saja menarik minat para pedagang Timur Tengah.

b. Budaya

Berdasarkan berbagai sumber sejarah, suatu komunitas kompleks dan kosmopolitan yang sangat dipengaruhi alam pikiran Buddha Wajrayana di- gambarkan bersemi di ibu kota Sriwijaya. Beberapa Prasasti Siddhayatra abad ke-7 seperti Prasasti Talang Tuo menggambarkan ritual Buddha untuk memberkati peristiwa penuh berkah, yaitu peresmi- an Taman Sriksetra, anugerah Maharaja Sriwijaya untuk rakyatnya. Prasasti Telaga Batu menggambarkan kerumitan dan tingkatan jabatan pejabat kerajaan. Prasasti Kota Kapur menyebutkan keperkasaan balatentara Sriwijaya atas Jawa. Semua prasasti ini menggunakan bahasa Melayu Kuno, leluhur bahasa Melayu dan bahasa Indonesia modern. Sejak abad ke-7, bahasa Melayu Kuno telah digunakan di Nusantara. Hal itu ditandai dengan ditemukannya berbagai prasasti Sriwijaya dan beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno di tempat lain, seperti seni Sriwijaya sekitar abad ke-9 M yang ditemukan di Pulau Jawa. Hubungan dagang yang dilakukan berbagai suku bangsa Nusantara menjadi wahana penyebaran bahasa Melayu karena bahasa ini menjadi alat komunikasi bagi kaum pedagang. Sejak saat itu, bahasa Melayu menjadi lingua franca dan digunakan secara meluas oleh banyak penutur di Kepulauan Nusantara. Meskipun disebut memiliki kekuatan ekonomi dan keperkasaan militer, Sriwijaya hanya meninggalkan sedikit peninggalan purbakala di jantung negerinya di Sumatra. Sangat berbeda dengan episode Sriwijaya di Jawa Tengah saat kepemimpinan Wangsa Syailendra yang banyak membangun monumen besar seperti Candi Kalasan, Candi Sewu, dan Candi Borobudur. Candi-candi Buddha yang berasal dari masa Sriwijaya di Sumatra antara lain Candi Muaro Jambi, Candi Muara Takus, dan Biaro Bahal. Akan tetapi, tidak seperti candi periode Jawa Tengah yang terbuat dari batu andesit, candi di Sumatra terbuat dari bata merah. Beberapa arca atau Rupang bersifat Budhisme, seperti berbagai arca Buddha yang ditemukan di Bukit Seguntang, Palembang, dan arca-arca Bodhisatva Awalokiteswara dari Jambi, Bidor, Perak dan Chaiya, dan arca Maitreya dari Sumber: http:id.wikipedia. orgwikiSriwijaya Gambar 1.14 Arca Maitreya dari Komering, Sumatera Selatan. 10 Kelas X SMASMK Komering, Sumatra Selatan. Semua arca ini menampilkan keanggunan dan langgam yang sama yang disebut “Seni Sriwijaya” atau “Langgam atau Gaya Sriwijaya” yang memperlihatkan kemiripan mungkin diilhami oleh langgam Amarawati India dan langgam Syailendra Jawa sekitar abad ke-8 sampai dengan ke-9.

2. Perdagangan

Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkih, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat raja- raja Sriwijaya memiliki kekayaan berlimpah. Kekayaan yang melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya mem- beli kesetiaan dari vassal-vassal-nya di seluruh Asia Tenggara. Dengan berperan sebagai entreport atau pelabuhan utama di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan perlindungan dari Kaisar China untuk dapat berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa mengelola jejaring perdagangan bahari dan menguasai urat nadi pelayaran antara Tiongkok dan India. Karena alasan itulah, Sriwijaya harus terus menjaga dominasi perdagangannya dengan selalu mengawasi dan jika perlu memerangi pelabuhan pesaing di negara jajahannya. Keperluan untuk menjaga monopoli perdagangan inilah yang mendorong Sriwijaya menggelar ekspedisi militer untuk menaklukkan bandar pelabuhan pesaing di kawasan sekitarnya dan menyerap mereka ke dalam mandala Sriwijaya. Bandar Malayu di Jambi, Kota Kapur di Pulau Bangka, Tarumanagara, dan Pelabuhan Sunda di Jawa Barat, Kalingga di Jawa Tengah, dan bandar Kedah dan Chaiya di Semenanjung Malaka adalah beberapa bandar pelabuhan yang ditaklukkan dan diserap ke dalam lingkup pengaruh Sriwijaya. Disebutkan dalam catatan sejarah Champa, adanya serangkaian serbuan angkatan laut yang berasal dari Jawa terhadap beberapa pelabuhan di Champa dan Kamboja. Mungkin angkatan laut penyerbu yang dimaksud adalah armada Sriwijaya karena saat itu Wangsa Sailendra di Jawa adalah bagian dari mandala Sriwijaya. Hal ini merupakan upaya Sriwijaya untuk menjamin monopoli perdagangan laut di Asia Tenggara dengan menggempur bandar pelabuhan Sumber: http:id.wikipedia.orgwikiSriwijaya Gambar 1.15 Model kapal Sriwijaya tahun 800- an Masehi