Perdagangan Zaman Kerajaan Sriwijaya

11 Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti pesaingnya. Sriwijaya juga pernah berjaya dalam hal perdagangan sejak tahun 670 hingga 1025 M. Kejayaan bahari Sriwijaya terekam di relief Borobudur, yaitu menggambarkan Kapal Borobudur, kapal kayu bercadik ganda dan bertiang layar yang melayari lautan Nusantara sekitar abad ke-8. Fungsi cadik ini adalah untuk menyeimbangkan dan menstabilkan perahu. Cadik tunggal atau cadik ganda adalah ciri khas perahu bangsa Austronesia. Perahu bercadik inilah yang membawa bangsa Austronesia berlayar di seantero Asia Tenggara, Oseania, dan Samudra Hindia. Kapal layar bercadik yang diabadikan dalam relief Borobudur mungkin adalah jenis kapal yang digunakan armada Sailendra dan Sriwijaya dalam pelayaran antarpulaunya, kemaharajaan bahari yang menguasai kawasan pada kurun abad ke-7 hingga ke- 13 Masehi. Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, Sriwijaya juga menjalin perdagangan dengan tanah Arab. Pada paruh pertama abad ke-10, di antara kejatuhan Dinasti Tang dan naiknya Dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian, Kerajaan Min dan Kerajaan Nan Han dengan negeri kayanya Guangdong. Tidak diragukan lagi, Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada masa inilah, diperkirakan rakyat Sriwijaya mulai mengenal buah semangka Citrullus lanatus hunb. yang masuk melalui perdagangan mereka.

3. Penyebaran Penduduk Kemaharajaan Bahari

Upaya Sriwijaya untuk menjamin dominasi perdagangan bahari di Asia Tenggara berjalan seiring dengan perluasan Sriwijaya sebagai sebuah kemaharajaan bahari atau thalasokrasi. Dengan menaklukkan bandar pelabuhan negara jiran yang berpotensi sebagai pesaingnya, Sriwijaya secara otomatis juga melebarkan pengaruh dan wilayah kekuasaannya di kawasan. Sebagai kemaharajaan bahari, pengaruh Sriwijaya jarang masuk hingga jauh di wilayah pedalaman. Sriwijaya sebagian besar menerapkan kedaulatannya di kawasan pesisir pantai dan kawasan sungai besar yang dapat dijangkau armada perahu angkatan lautnya di wilayah Nusantara, dengan pengecualian Pulau Madagaskar. Diduga penduduk yang berasal dari Sriwijaya telah menghuni dan membangun populasi di Pulau Madagaskar yang terletak 3.300 mil atau 8.000 kilometer di sebelah barat di seberang Samudra Hindia. Sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh Jurnal Proceedings of he Royal Society, bahwa nenek moyang penduduk Madagaskar adalah orang Indonesia. Para peneliti meyakini bahwa mereka adalah pemukim berasal dari Kerajaan Sriwijaya. Migrasi ke Madagaskar diperkirakan terjadi 1.200 tahun yang lalu sekitar kurun tahun 830 M. Berdasarkan penelitian DNA mitokondria, suku pribumi Malagasy dapat merunut silsilah mereka kepada 30 perempuan perintis yang berlayar dari Indonesia 1.200 tahun yang lalu. Bahasa Malagasy mengandung kata serapan dari bahasa Sanskerta dengan modiikasi 12 Kelas X SMASMK linguistik melalui bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Hal ini sebagai petunjuk bahwa penduduk Madagaskar dihuni oleh penduduk yang berasal dari Sriwijaya. Periode kolonisasi Madagaskar bersamaan dengan kurun ketika Sriwijaya mengembangkan jaringan perdagangan bahari di seantero Nusantara dan Samudera Hindia.

4. Hubungan dengan Wangsa Sailendra

Munculnya keterkaitan antara Sriwijaya dan Dinasti Sailendra dimulai karena adanya nama Śailendravamśa pada beberapa prasasti di antaranya pada Prasasti Kalasan di Pulau Jawa, Prasasti Ligor di selatan hailand, dan Prasasti Nalanda di India. Sementara pada Prasasti Sojomerto dijumpai nama Dapunta Selendra. Karena Prasasti Sojomerto ditulis dalam bahasa Melayu dan bahasa Melayu umumnya digunakan pada prasastiprasasti di Sumatra. Wangsa Sailendra diduga berasal dari Sumatra, walaupun asal-usul bahasa Melayu ini masih menunggu penelitian sampai sekarang. Majumdar berpendapat Dinasti Sailendra ini terdapat di Sriwijaya Suwarnadwipa dan Medang Jawa, keduanya berasal dari Kalinga di selatan India. Kemudian, Moens menambahkan kedatangan Dapunta Hyang ke Palembang menyebabkan salah satu keluarga dalam dinasti ini pindah ke Jawa. Sementara Poerbatjaraka berpendapat bahwa dinasti ini berasal dari Nusantara, didasarkan atas Carita Parahiyangan kemudian dikaitkan dengan beberapa prasasti lain di Jawa yang berbahasa Melayu Kuno di antaranya Prasasti Sojomerto.

5. Hubungan dengan Kekuatan Regional

Untuk memperkuat posisinya atas penguasaan kawasan Asia Tenggara, Sriwijaya menjalin hubungan diplomasi dengan kekaisaran China. Sriwijaya secara teratur mengantarkan utusan beserta upeti. Maharaja Sriwijaya, Sri Indrawarman mengenal dan mempelajari berbagai hukum, budaya, dan adat-istiadat dari berbagai rekan perniagaan dan peradaban yang dikenal Sriwijaya saat itu yakni Tiongkok, India, dan Timur Tengah. Pada masa awal, Kerajaan Khmer merupakan daerah jajahan Sriwijaya. Banyak sejarawan mengklaim bahwa Chaiya, di Provinsi Surat hani, hailand Selatan, sebagai ibu kota kerajaan tersebut. Pengaruh Sriwijaya tampak pada bangunan Pagoda Borom hat yang bergaya Sriwijaya. Setelah kejatuhan Sriwijaya, Chaiya terbagi menjadi tiga kota, yakni Sumber: mansatumagelang.wordpress.com Gambar 1.16