12 masing Negara, misalnya Negara atau daerah yang memiliki IPM rendah berkisar dari nilai 0
hingga 0,50; Negara dengan IPM menengah atau sedang yaitu Negara atau daerah dengan IPM 0,51 – 0,78; dan Negara atau daerah dengan IPM tinggi yaitu berkisar dari 0,80 – 1.
Selain indikator-indikator sebagai ukuran kesuksesan pembangunan di segala bidang yang telah dilaksanakan, sering juga digunakan indikator-indikator lainnya untuk melihat
keberhasilan dari proses pembangunan yang dilaksanakan. Indikator tersebut antara lain Subandi, 2008: 1. Poverty line garis kemiskinan adalah tingkat pendapatan yang
mencerminkan batas minimal pendapatanpengeluaran yang harus dilakukan dalam menjaga kelangsungan hidup sebagai manusia. Dengan batas garis kemiskinan tersebut maka secara
implisit dapat dikatakan bahwa dengan batas garis kemiskinan tersebut keluarga yang bersangkutan tidaklah mampu membeli makanan bergizi, kesehatan yang memadai, dan
pendidikan yang memadai pula. Dapat dikatakan jika garis kemiskinan semakin rendah, maka kondisi ekonomi daerah tersebut semakin buruk, demikian sebaliknya. Semakin maju
suatu daerah, maka garis kemiskinannya juga akan semakin tinggi yang dapat mencerminkan daya beli dari masyarakat yang bersangkutan; 2. Kebutuhan dasar minimum basic minimum
needs adalah sebuah ukuran yang menunjukkan batas kebutuhan dasar minimum seseorang untuk dikatagorikan sebagai orang yang tidak miskin. Kelompok masyarakat yang memiliki
pengeluaran antara 240-320 kg di perdesaan dan antara 360-480 kg di perkotaan adalah ambang batas kecukupan pangan. Dengan demikian jika pengeluaran pangan kelompok
masyarakat kurang dari batas tersebut baik di perkotaan maupun di perdesaan, maka dikatakan kelompok masyarakat tersebut berada dalam kelompok masyarakat miskin. Hasil
dari pengklasifikasian penduduk baik berdasarkan garis kemiskinan maupun berdasarkan kebutuhan dasar minimum akan menghasilkan klasifikasi penduduk yang berada di bawah
kemiskinan. Semakin banyak kelompok penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan tersebut, maka semakin buruk kondisi ekonomi daerah yang bersangkutan yang juga
mencerminkan bahwa pembangunan ekonomi kurang berhasil, demikian sebaliknya. Dengan demikian kedua indikator yang telah disampaikan, dapat menjadi indikator untuk melihat
keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi khususnya.
2.3 Pembangunan Ketenagakerjaan di Indonesia
Pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga kesejahteraan dapat ditingkatkan. Dalam proses
13 pelaksanaan pembangunan ekonomi, salah satu masalah yang dihadapi oleh bangsa ini adalah
berbagai persoalan di bidang ketenagakerjaan. Beberapa persoalan ketenagakerjaan yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi Bangsa Indonesia antara lain persoalan
pengangguran, setengah pengangguran, rendahnya produktivitas pekerja yang antara lain disebabkan oleh rata-rata kualifikasi dan pendidikan yang rendah, serta perlindungan pekerja
yang kurang memadai. Perhatian telah meningkat terhadap meluasmya dan berkembangnya problema pengangguran di Negara-negara dunia ketiga Todaro, 1983. Persoalan- persoalan
ketenagakerjaan tersebut yang berusaha untuk diatasi oleh pemerintah sehingga kesejahteraan sebagai tujuan pembangunan bangsa diharapkan semakin cepat dapat tercapai.
Gambar 1 menunjukkan persoalan ketenagakerjaan di Indonesia dan pembangunan ketenagakerjaan yang dilakukan berada pada lingkup bagan tersebut. Klasifikasi penduduk
usia kerja adalah mereka yang berumur 15 tahun ke atas.
Gambar 1: Pembagian Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Ekonomi
Sumber: Mantra, 2003
Penduduk usia kerja tersebut sebagian akan masuk pasar kerja yang dikenal dengan istilah angkatan kerja, dan sebagian yang tidak masuk pasar kerja disebut sebagai bukan
14 angkatan kerja. Bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang tidak masuk pasar
kerja untuk menawarkan waktu yang dimilikinya, seperti ibu atau bapak rumah tangga, penduduk yang sedang bersekolah, pensiunan, orang cacat dan orang-orang yang hidupnya
ditanggung oleh orang lain. Dalam pembahasan mengenai ketenagakerjaan yang menjadi pusat perhatian adalah angkatan kerja, karena mereka bagian dari penduduk usia kerja yang
masuk pasar kerja Gambar 1. Mereka yang tergolong angkatan kerja sebagian besar sudah bekerja yang disebut sebagai pekerja, dan sebagian kecil sedang mencari pekerjaan yang
sering disebut pengangguran. Angkatan kerja yang bekerja ini dapat diklasifikasikan menurut lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, status hubungan kerja, jenis kelamin, daerah tempat
tinggal, dan pendidikan. Angkatan kerja yang bekerja ini dapat mengalami setengah pengangguran baik dari segi jam kerja, penghasilanproduktivitas, dan mismatch
ketidaksesuaian pendidikankualifikasi yang dimiliki dengan pekerjaan. Dalam kajian ini setengah pengangguran akan difokuskan pada 2 klasifikasi yaitu menurut jam kerja dan
penghasilanproduktivitas yang dimiliki. Setengah pengangguran pada klasifikasi yang ketiga yaitu mismatch, akan diteliti dalam kesempatan lainnya karena tidak memungkinkan atau
sangat sulit untuk digabungkan dalam kajian ini mengingat kajian tersebut membutuhkan analisis yang sangat mendalam karena belum ada kajian setengah pengangguran akibat
mismatch yang dapat dijadikan referensi untuk melakukan pembahasan. Jika melihat Gambar 1 tersebut dapat dikatakan bahwa persoalan ketenagakerjaan berada pada angkatan kerja,
baik persoalan pengangguran, setengah pengangguran, pengupahan, maupun hubungan kerja, dan perlindungan pekerja. Tingginya tingkat pengangguran sangat berhubungan dengan
kemiskinan. Pada umumnya sebagian besar mereka yang tidak memiliki pekerjaaan tetap ataupun bekerja paruh waktu cenderung berada pada kelompok masyarakat miskin, demikian
sebaliknya mereka yang bekerja penuh waktu dan memiliki pekerjaan tetap baik di pemerintahan maupun swasta cenderung tidak akan termasuk dalam masyarakat miskin.
Melihat persoalan-persoalan di bidang ketenagakerjaan tersebut, maka program- program pembangunan di bidang ketenagakerjaan tersebut adalah dimaksudkan untuk
mengatasi persoalan yang terjadi tersebut. Dengan demikian pembangunan ketenagakerjaan paling utama akan dimasudkan meningkatkan kesempatan kerja untuk mengatasi mereka
yang menganggur dan setengah pengangguran dari segi jam kerja. Kebijakan ini akan dapat dengan cepat mengatasi persoalan kemiskinan yang ada. Program kebijakan yang
15 dimasudkan untuk memberikan upah yang memadai dengan secara periodik, dapat
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan selain untuk mengatasi setengah pengangguran dari segi penghasilan. Pembangunan ketenagakerjaan dengan kebijakan untuk
melakukan pelatihan secara memadai dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan penghasilan pekerja.
Jadi secara implisit dapat dikatakan bahwa pembangunan ketenagakerjaan dimaksudkan untuk menyediakan lapangan kerja dan lapangan untuk berusaha dengan remunerasi yang
memadai dimaksudkan untuk menyediakan lapangan kerja dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sesuai dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 2 Marhaeni, dan Manuati, 2004.
Pembangunan ketenagakerjaan dengan demikian diarahkan untuk peningkatan kompetensi dan kemandirian tenaga kerja, peningkatan pengupahan, kesejahteraan, perlindungan tenaga
kerja dan kebebasan berserikat Subandi, 2011. Kesemua program pembangunan ketenagakerjaan tersebut untuk dapat mengentaskan kemiskinan dan mencapai kemakmuran
bangsa sesuai dengan tujuan pembangunan nasional. Smith 1776 menyatakan tidak ada masyarakat yang makmur jika sebagian besar penduduknya berada dalam kemiskinan dan
kesengsaraan Nehen, 2012.
16
BAB III METODE PENELITIAN