KAJIAN SETENGAH PENGANGGURAN DARI SEGI JAM KERJA DAN PENGHASILAN MENURUT ARAKTERISTIK PEKERJA DI KABUPATEN BADUNG.

(1)

Bidang unggulan: Sosial, Ekonomi, dan Bahasa Kode/Nama Bidang Ilmu: 561/Ekonomi Pembangunan

LAPORAN

PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

JUDUL PENELITIAN

KAJIAN SETENGAH PENGANGGURAN DARI SEGI JAM KERJA

DAN PENGHASILAN MENURUT KARAKTERISTIK PEKERJA

DI KABUPATEN BADUNG

TIM PENGUSUL

Dr. A.A. I. N. Marhaeni, SE., MS (0031126264) Prof. Dr. I Ketut Sudibia, SE.,SU (0031124819) Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE., MP (0006076003)

Dra. IGAP Wirathi, MP (0008045307) Dra. L.P Aswitari, MSi (0015085611)

Dibiayai Dari Dana DIPA BLU Universitas Udayana Tahun Anggaran 2015 Nomor: DIPA-042.04.2.400107/2015, 15 April 2015

Kontrak Nomor: 1271/UN.14.1.12.II/KU.01.04/2015, 2 JULI 2015

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja Dan Penghasilan Menurut Karakteristik Pekerja Di Kabupaten Badung

2. Bidang Unggulan

: Sosial, Ekonomi, dan Budaya 3. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Dr. A.A. I. N. Marhaeni, SE.,MS b. NIP/NIDN : 196212311986012001/0031126264 c. Pangkat/Gol : Pembina Tingkat I/IV C

d. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

e. Jurusan : Ekonomi Pembangunan

f. Alamat Rumah : Jln. . Gelogor Carik Gang Panda No. 11 Denpasar g. Telp. Rumah/HP : 08123983436

h. E-mail : marhaeni_agung@yahoo.com

4. Jumlah Anggota Peneliti

: 4 orang 5. Jumlah Mahasiswa : - orang 6. Lama Penelitian : 6 bulan 7. Jumlah biaya : Rp 17.500.000

Denpasar, Desember 2015

Mengetahui Ketua Peneliti

Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan

Prof. Dr. I Made Suyana Utama, SE, MS Dr. A.A. I. N. Marhaeni, SE.,MS NIP. 19540429 198303 1 002 NIP 196212311986012001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE, MS NIP: 19610827 198601 1 001


(3)

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat beliau penelitian ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penelitian ini mengkaji tentang setengah pengangguran baik dari segi jam kerja maupun penghasilan. Topik ini dipandang sangat penting mengingat kondisi setengah pengangguran jauh lebih tinggi daripada kondisi pengangguran terbuka. Kondisi setengah pengangguran sebenarnya juga mencerminkan kondisi kekurangan kesempatan kerja, sehingga mereka bekerja setengah menganggur, terutama pada mereka yang bekerja setengah menganggur karena terpaksa. Setengah pengangguran dari segi penghasilan lebih mencerminkan rendahnya produktifitas dibandingkan dengan kekurangan jam kerja. Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Badung, dengan pekerja di ke 3 sektor yaitu pertanian, industri, dan jasa.

Dalam kesempatan ini penulis mewakili tim peneliti, untuk menyampaikan terimakasih atas pendanaan penelitian ini dari Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana melalui kompetisi. Selain itu melalui kesempatan ini juga tim peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada petugas lapangan yang telah membantu dalam pengumpulan data sehingga penelitian ini dapat diselesaikan sesuai harapan.

Penelitian ini tentu saja tidak berhenti sampai disini, sampai diterbitkan sebuah jurnal, namun seyogyanya ada kelanjutannya untuk mengkaji kondisi setengah pengangguran terutama setengah pengangguran akibat mismatch (ketidaksesuaian antara keahlian dengan pekerjaan yang dimiliki). Demikian laporan ini disampaikan, semoga dapat memenuhi harapan bagi mereka yang membutuhkannya.

Denpasar, Desember 2015


(4)

DAFTAR ISI

Halaman sampul... i

Halaman pengesahan...ii

Kata Pengantar...iii

Daftar isi...iv

Daftar Tabel dan Gambar...vi

Ringkasan ...ix

BAB I. PENDAHULUAN...1

1.1. ... Latar Belakang ...1

1.2. ... Rumusan Masalah...5

1.3. ... Tujuan Penelitian ...5

1.4. ... Urgensi Penelitian...6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...9

2.1. Pembangunan Kesejahteraan ...9

2.2. Indikator Keberhasilan Pembangunan ...10

2.3. Pembangunan Ketenagakerjaan di Indonesia ...12

BAB III. METODE PENELITIAN...16

3.1. Lokasi dan objek penelitian ...16

3.2. Populasi, Sampel, dan Metode Penentuan Sampel ...16

3.3. Sumber Data dan Jenis Data ...17

3.4. Metode Pengumpulan Data...17

3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas ...18

3.6. Variabel Penelitian...18

3.7. Metode Analisis ...19

BAB IV. DATA DAN PEMBAHASAN...20

4.1. Karakteristik Respopnden ...20

4.2. Karakteristik Demografi ...20

4.3. Karakteristik Sosial ...24

4.4. Karakteristik Ekonomi ...26

4.5. Kondisi Setengah Pengangguran dari Jam Kerja dan Penghasilan...32


(5)

4.6.2. Setengah pengangguran dari segi penghasilan dan jam kerja

menurut pendidikan ...37

4.6.3. Setengah pengangguran dari segi penghasilan dan jam kerja menurut jenis pekerjaan ...40

4.6.4. Setengah pengangguran dari segi penghasilan dan jam kerja menurut status hubungan kerja ...43

4.6.5. Setengah pengangguran dari segi penghasilan dan jam kerja menurut jenis kelamin...45

4.6.6. Perbedaan kondisi setengah pengangguran menurut karakteristik respopnden ...47

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN...59

5.1. Simpulan ...59

5.2. Saran ...60

BAB VI. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN...61

6.1. Biaya ...61

6.2. Jadwal penelitian...62

DAFTAR PUSTAKA...63

LAMPIRAN...64

LAMPIRAN 1. Justifikasi anggaran penelitian ...64

LAMPIRAN 2. Dukungan sarana prasarana penelitian ...66

LAMPIRAN 3. Susunan organisasi tim peneliti dan pembagian tugas ...67

LAMPIRAN 4 Biodata ketua dan anggota tim peneliti ...68

LAMPIRAN 5. Surat pernyataan personalia penelitian ...85


(6)

Daftar Tabel dan Gambar

No. Tabel Judul Hlm.

4.1 Distribusi Umur Responden Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

20

4.2 Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak yang Masih Hidup Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

22

4.3 Distribusi Responden Menurut Umur Anak Terakhir Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

23

4.4 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

24

4.5 Distribusi Responden Menurut Status Pekerjaan Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

26

4.6 Distribusi Responden Menurut Penghasilan Utama Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

27

4.7 Distribusi Responden Menurut Penghasilan Total Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

28

4.8 Distribusi Responden Menurut Pengeluaran Untuk Makanan Pada Kajian

Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

29

4.9 Distribusi Responden Menurut Pengeluaran Untuk Pendidikan Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

30

4.10 Distribusi Responden Menurut Pengeluaran Untuk Upacara Pada Kajian

Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

31

4.11 Distribusi Responden Menurut Pengeluaran Lainnya Pada Kajian

Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

31

4.12 Distribusi Responden Menurut Besarnya Tabungan Pada Kajian

Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

32

4.13 Tingkat Setengah Pengangguran dari Segi Jam Kerja 33

4.14 Distribusi Responden Menurut Jam Kerja 34

4.15 Distribusi Responden Menurut Penghasilan Per Bulan 35

4.16 Distribusi Responden Menurut Penghasilan dan Lapangan Pekerjaan 36 4.17 Distribusi Responden Menurut Jam Kerja dan Lapangan Pekerjaan 37


(7)

No. Tabel Judul Hlm.

4.19 Distribusi Responden Menurut Jam Kerja dan Tingkat Pendidikan 39 4.20 Distribusi Responden Menurut Penghasilan dan Jenis Pekerjaan 40 4.21 Distribusi Responden Menurut Jam Kerja dan Jenis Pekerjaan 42 4.22 Distribusi Responden Menurut Penghasilan dan Status Hubungan Kerja 43 4.23 Distribusi Responden Menurut Jam Kerja dan Status Hubungan Kerja 44 4.24 Distribusi Responden Menurut Penghasilan dan Jenis Kelamin 45

4.25 Distribusi Responden Menurut Jam Kerja dan Jenis Kelamin 46

4.26 Distribusi Responden Setengah Menganggur menurut Penghasilan dan Sektor 47 4.27 Distribusi Responden Setengah Menganggur menurut Penghasilan dan Pendidikan 48 4.28 Distribusi Responden Setengah Menganggur menurut Penghasilan dan Jenis Pekerjaan 50 4.29 Distribusi Responden Setengah Menganggur

menurut Penghasilan dan Status Hubungan Kerja

51

4.30 Distribusi Responden Setengah Menganggur menurut Penghasilan dan Jenis Kelamin

53

4.31 Rata-rata Penghasilan responden pekerja penuh dan setengah menganggur Menurut Pendidikan

54

4.32 Rata-rata Penghasilan responden pekerja penuh dan setengah menganggur Menurut Jenis Kelamin

56

4.33 Rata-rata Penghasilan responden pekerja penuh dan setengah menganggur Menurut Lapangan Pekerjaan

57

4.34 -rata Penghasilan responden pekerja penuh dan setengah menganggur Menurut Status Hubungan Kerja

58


(8)

Ringkasan

Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi di Indonesia, terdapat berbagai persoalan ketenagakerjaan, salah satunya adalah persoalan setengah pengangguran (underemployed) yang jauh lebih besar dari persoalan pengangguran terbuka yang ada. Penduduk terpaksa bekerja dengan jam kerja singkat dan penghasilan seadanya karena ketiadaan kesempatan kerja yang memadai. Mereka bekerja dengan jam kerja rendah dan penghasilan yang kurang layak. Hauser (1975) menyatakan bahwa terdapat 3 jenis setengah pengangguran yaitu dari segi jam kerja, penghasilan, dan mismatch (ketidaksesuaian antara kualifikasi/pendidikan dengan pekerjaan yang dimiliki). Setengah pengangguran yang tinggi juga dapat mencerminkan kondisi kemiskinan masyarakat, oleh karena itu mengatasi setengah pengangguran sama pentingnya dengan mengatasi pengangguran terbuka.

Mengingat pentingnya memetakan kondisi setengah pengangguran di Kabupaten Badung, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan di sektor pertanian, industri, dan jasa di Kabupaten Badung 2). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan di tingkat pendidikan rendah, menengah, dan pendidikan tinggi di Kabupaten Badung 3). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan pada klasifikasi tenaga kerja kasar dan tenaga kerja kantoran (Blue and white collar worker) di Kabupaten Badung 4). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan di sektor formal dan sektor informal Kabupaten Badung 5). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan untuk pekerja laki-laki dan pekerja perempuan di Kabupaten Badung 6). Untuk menganalisis ada atau tidaknya perbedaan signifikan tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan menurut lapangan usaha, pendidikan, jenis pekerjaan, status hubungan kerja, dan jenis kelamin di Kabupaten Badung

Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Badung dengan mengambil 90 sampel penelitian yang akan didistribusikan masing-masing 30 sampel di sektor pertanian, industri, dan jasa. Objek penelitiannya adalah setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan yang akan dilihat dari segi jam kerja dan penghasilan menurut karakteristik responden lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, status hubungan kerja, pendidikan, dan jenis kelamin. Jenis data yang digunakan ada 2 yaitu data kuantitatif antara lain jam kerja, penghasilan, jumlah pekerja, sedangkan data kualitatif antara lain lapangan pekerjaan, status hubungan kerja, dan jenis pekerjaan. Sumber data yang digunakan ada 2 yaitu sumber primer/data primer dan sumber sekunder/data sekunder. Sampel akan didistribusikan di seluruh kecamatan di Kabupaten Badung sesuai dengan proporsi pekerja yang bekerja di ketiga sektor tersebut. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling untuk responden dan purphosive sampling untuk informan. Metode pengumpulan data yang digunakan ada 3 yaitu observasi non partisipan, wawancara/interview, dan wawancara mendalam. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif seperti mean, median, modus, dan statistik inferensial yaitu Analysis of Varian (ANOVA).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1).Tingkat setengah pengangguran baik dari segi jam kerja dan penghasilan paling tinggi terdapat di sektor pertanian, dan paling rendah di sektor industry; 2). Tingkat setengah pengangguran baik dari segi jam kerja dan penghasilan


(9)

tinggi tidak ada yang tergolong setengah menganggur dari segi jam kerja; 3).Tingkat setengah pengangguran baik dari segi jam kerja dan penghasilan paling tinggi terdapat pada responden yang tergolong pekerja usaha pertanian/pekerja kasar, dan paling rendah terdapat pada jenis pekerjaan profesionel/manajerial; 4). Jika dilihat dari sektor informal dan sektor formal, ternyata setengah pengangguran lebih tinggi di sektor informal, daripada di sektor yang tergolong formal, baik menurut penghasilan maupun jam kerja; 5). Perempuan tergolong dalam katagori setengah pengangguran baik dari segi jam kerja dan penghasilan lebih tinggi daripada laki-laki; 6). Tidak ada perbedaan tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan,menurut karakteristik tertentu seperti pendidikan, jenis kelamin, jenis pekerjaan, status hubungan kerja dan lapangan pekerjaan, dan terdapat perbedaan signifikan pada penghasilan antara responden yang tergolong setengah menganggur dengan responden yang tergolomg bekerja penuh menurut karakteristik tertentu. Saran yang dapat diajukan adalah pendidikan merupakan variabel yang paling penting dalam menurunkan persentase responden yang tergolong setengah penganggur baik dari segi jam kerja maupun penghasilan. Dengan demikian pemberian motivasi kepada masyarakat harus terus ditingkatkan dan pemberian beasiswa menjadi program yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah bertujuan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional tersebut dilaksanakan berbagai program pembangunan salah satunya adalah pembangunan di bidang ekonomi. Tujuan dari pembangunan ekonomi yang dilaksanakan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan melalui terciptanya kesempatan kerja bagi masyarakat. Melalui kesempatan kerja, masyarakat khususnya angkatan kerja akan memperoleh penghasilan, dan tanpa penghasilan kesejahteraan tidak mungkin dapat dicapai. Demikian pula angkatan kerja yang menganggur atau sedang mencari pekerjaan juga akan sulit mencapai kesejahteraan yang diinginkan, sehingga salah satu kebijakan negara adalah bagaimana cara menurunkan tingkat pengguran merupakan tujuan yang ingin dicapai dari kebijakan makro.

Jika dilihat dari data secara makro tingkat penggangguran yang terjadi di Provinsi Bali maupun di Kota Denpasar yang relatif rendah jika dibandingkan dengan konsep kesempatan kerja penuh atau full employment. Suatu perekonomian dikatakan sebagai full employment atau terjadi kesempatan kerja penuh jika kesempatan kerja yang terciptanya sekitar 96 persen dari angkatan kerja atau dengan kata lain tingkat pengangguran sekitar 4 persen dari angkatan kerja. Artinya bahwa jika suatu daerah berhasil memiliki tingkat pengangguran sekitar 4 persen, maka daerah tersebut dikatakan dalam kondisi full employment yang bermakna bahwa daerah tersebut sangat berhasil dalam menciptakan kesempatan kerja. Hal ini juga berarti dengan tingkat pengangguran 4 persen saja suatu daerah tetap dikatakan berhasil dalam menyediakan kesempatan kerja, apalagi jika dapat mencapai lebih rendah dari tingkat 4 persen tersebut, maka tentu saja akan dianggap sangat berhasil kesempatan kerja yang diciptakan oleh perekonomian tersebut. Data yang diperoleh untuk tingkat pengangguran di Provinsi Bali sekitar 1,90 persen pada tahun 2014, dan untuk Kota Denpasar sekitar 3,69 persen (BPS, 2015). Tingkat pengangguran yang terlihat dari data tersebut adalah tingkat pengangguran terbuka (open unemployment) yang menunjukkan


(11)

yang ada. Tingkat pengangguran ini lebih rendah daripada tingkat pengangguran pada kondisi full employment (kesempatan kerja penuh). Seharusnya kondisi seperti ini memberikan kesejahteraan yang tinggi pada masyarakat, namun kenyataannya tidaklah demikian. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan yang didekati dengan indikator rata-rata pendapatan per kapita Provinsi Bali maupun Kota Denpasar yang jauh lebih rendah daripada rata-rata pendapatan per kapita secara nasional, apalagi jika dibandingkan dengan rata-rata pendapatan per kapita negara-negara di Asean. Rata-rata pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada tahun 2013 sebesar Rp. 36,5 juta per tahun, dan Provinsi Bali hanya Rp. 22.934.192,79 yang nilainya jauh lebih rendah daripada rata-rata pendapatan per kapita yang dihitung secara nasional (BPS, 2014). Apalagi jika dibandingkan dengan pendapatan Negara-negara di Asean, terlihat bahwa rata-rata pendapatan per kapita secara nasional maupun di Provinsi Bali lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara-negara Asean tersebut seperti Negara Singapura (57.238 US$), Brunei Darussalam (47.200 US$). Malaysia (14.603 US $) dan Thailand (8.643 US $), sedangkan Indonesia pada tahun yang sama (tahun 2011), hanya 4.380 US$. Dengan demikian dapat dikatakan tingkat pengangguran yang rendah khususnya untuk daerah-daerah di Indonesia belumlah secara penuh dapat memberikan informasi tentang tingkat kesejahteraan masyarakat. Ada satu persoalan di bidang ketenagakerjaan selain masalah tingkat pengangguran yang juga dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat yaitu keberadaan setengah pengangguran, seperti yang juga disampaikan oleh Bakir dan Manning (1984), bahwa kelompok pengangguran terbuka kondisinya relatif rendah dan kelompok setengah pengangguran yang jauh lebih besar.

Setengah pengangguran (under employment) adalah suatu kondisi ketenagakerjaan dimana mereka yang bekerja atau memiliki kesempatan kerja namun tidak penuh. Di Negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia mengalami persoalan setengah pengangguran ini. Banyak angkatan kerja yang bekerja atau memperoleh kesempatan kerja, namun mereka bekerja di bawah jam kerja normal. Mereka terpaksa bekerja dengan jam kerja yang rendah karena kekurangan kesempatan kerja, mereka tidak dapat bertahan lama dalam kondisi tidak bekerja karena miskin, sehingga mereka terpaksa bekerja dengan jam kerja yang pendek untuk dapat mempertahankan hidup. Di sisi lain ada juga yang bekerja dengan jam kerja rendah karena keinginan mereka, tentu saja jika mereka bekerja dengan


(12)

jam kerja penuh maka kesejahteraan mereka dari segi ekonomi akan menjadi lebih tinggi. Dengan demikian penghasilan yang mereka dapatkan dengan bekerja setengah menganggur atau kurang dari jam kerja normal akan lebih rendah dibandingkan dengan jika mereka bekerja dengan jam kerja normal, yang tentu saja akan mempengaruhi kesejahteraan yang mereka dapat capai. Kondisi seperti ini banyak dijumpai di negar-negara sedang berkembang termasuk Indonesia, yang kiranya membutuhkan kajian atau penelitian yang lebih komprehensif dihingga dapat diketahui dimana banyak terjadi setengah pengangguran, dan faktor apakah yang menyebabkan hal tersebut terjadi.

Khususnya di negara-negara sedang bekembang jika dibandingkan kondisi setengah pengangguran dengan tingkat pengangguran terbuka, maka tingkat setengah pengangguran akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pengangguran. Kondisi ini juga dapat mencerminkan bahwa persoalan setengah pengangguran lebih besar dibandingkan dengan masalah tingkat pengangguran terbuka. Dengan demikian tingkat pengangguran terbuka tidaklah dapat mencerminkan secara nyata persoalan ketenagakerjaan yang ada sehingga kajian mengenai kondisi setengah pengangguran ini sangat penting untuk dilakukan. Philip Hauser pada tahun 1975 memperkenalkan pendekatan baru untuk melihat kondisi ketenagakerjaan di suatu daerah dengan memperhatikan kondisi setengah pengangguran yang ada. Pendekatan yang digunakan disebut Pendekatan Pendayagunaan Tenaga Kerja (Labor Utilization Approach). Dengan pendekatan tersebut penduduk akan digolongkan bekerja penuh (fully utilized) dan setengah menganggur /underutilized (Mantra, 2003).

Angkatan kerja yang tergolong setengah menganggur/ underutilized tidak saja dapat ditinjau dari segi jam kerja yang rendah (visible unemployment), namun juga dapat dilihat dari pendapatan atau produktivitas yang rendah, dan adanya ketidaksesuaian antara pekerjaan yang dimiliki dengan tingkat dan kualifikasi pendidikan yang dimiliki (mismatch) yang disebut sebagai pengangguran yang tidak kentara (invisible unemployment). Setengah pengangguran yang tidak kentara lebih sulit untuk diukur jika dibandingkan dengan pengangguran kentara. Seseorang yang memiliki pendidikan atau kualifikasi tertentu jika bekerja sesuai dengan kualifikasi adan keahlian yang dimiliki, maka mereka diharapkan dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi yang akan diberikan di tempat dimana mereka bekerja. Demikian sebaliknya jika terjadi ketidaksesuaian atau terjadi mismatch, maka akan


(13)

bekerja pada tempat tertentu, maka diharapkan dia akan memperoleh pendapatan yang secara normal dapat diperoleh dari pekerjaannya. Jika orang tersebut ternyata menerima pendapatan kurang daripada yang seharusnya, maka dikatakan orang tersebut kurang dimanfaatkan oleh lingkungannya atau terjadi setengah pengangguran (underutilized) dari segi penghasilan. Berapa pendapatan yang seharusnya diterima pada pekerjaan tertentu, pasti akan berbeda dalam berbagai bidang seperti akan berbeda menurut lapangan usaha, jenis jabatan, maupun menurut pendidikan dan sebagainya. Dalam penelitian ini akan dikaji atau diteliti setengah pengangguran dari segi jam kerja (visible unemployment), dan dari segi penghasilan (invisible unemployment). Dapat dikatakan bahwa setengah pengangguran yang lebih besar pengaruhnya terhadap kesejahteraan masyarakat adalah setengah pengangguran yang tidak kentara tersebut. Walaupun seseorang bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang, namun produktivitasnya rendah atau tidak dimanfaatkan secara optimal oleh lingkungan kerjanya, maka penghasilan yang akan diterima adalah lebih rendah dari penghasilan yang seharusnya dapat diterima, Dengan demikian yang lebih diharapkan adalah penghasilan yang sesuai dengan yang seharusnya mereka terima, konsep ini akan dapat menghitung setengah pengangguran dari segi penghasilan. Dalam penelitian ini akan dikaji setengah pengangguran menurut jam kerja untuk dapat melihat kesempatan kerja yang ada, dan juga setengah pengangguran dari segi penghasilan, untuk melihat penilaian terhadap produktivitas kerja. Dalam penelitian ini belum dikaji tentang setengah pengangguran akibat ketidaksesuaian antara kualifikasi/pendidikan yang dimiliki dengan pekerjaan yang dimiliki oleh pekerja.

Pekerja yang bekerja dapat dibedakan dari berbagai segi, misalnya pekerja menurut jenis kelamin seperti pekerja laki-laki dan perempuan dan pekerja menurut jenis kelamin ada kemungkinan menerima upah yang berbeda akibat perbedaan lapangan atau jenis pekerjaan yang dimiliki oleh mereka. Pekerja juga dapat dibedakan menurut lapangan pekerjaan seperti sektor pertanian, industri, dan jasa yang kemungkinan memberikan tingkat upah yang berbeda yang juga akan dikaji dalam penelitian ini. Pekerja juga akan memperoleh upah yang berbeda berdasarkan tingkat pendidikan yang dimiliki, jenis pekerjaan, status pekerjaan dan juga daerah tempat tinggal. Dengan demikian kajian tentang setengah pengangguran dalam penelitian ini akan ditekankan pada setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan menurut berbagai karakteristik responden antara lain


(14)

seperti jenis kelamin, pendidikan, lapangan usaha, jenis jabatan, maupun status hubungan kerja yang dimiliki oleh responden pekerja.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk dapat memperoleh informasi tentang kondisi setengah pengangguran baik pengangguran yang kentara maupun yang tidak kentara, maka kajian ini sangat penting untuk dilaksanakan. Sampai saat ini informasi tentang setengah pengangguran khususnya yang tergolong setengah pengangguran yang tidak kentara belum ada sama sekali. Dengan kajian ini akan dapat diperoleh peta mengenai setengah pengangguran kentara dan yang tidak kentara di berbagai sector ekonomi. Dengan demikian dapat dirumuskan masalah penelitiannya sebagai berikut.

1). Bagaimana kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan di sektor pertanian, industri, dan jasa di Kabupaten Badung

2). Bagaimana kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan di tingkat pendidikan rendah, menengah, dan pendidikan tinggi di Kabupaten Badung

3). Bagaimana kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan pada klasifikasi tenaga kerja kasar dan tenaga kerja kantoran (Blue and white collar worker) di Kabupaten Badung

4). Bagaimana kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan di sektor formal dan sektor informal Kabupaten Badung

5). Bagaimana kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan untuk pekerja laki-laki dan pekerja perempuan di Kabupaten Badung.

6). Adakah perbedaan signifikan tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan menurut lapangan usaha, pendidikan, jenis pekerjaan, status hubungan kerja, dan jenis kelamin di Kabupaten Badung?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka dapat disampaikan tujuan penelitian seperti berikut.

1). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan di sektor pertanian, industri, dan jasa di Kabupaten Badung


(15)

2). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan di tingkat pendidikan rendah, menengah, dan pendidikan tinggi di Kabupaten Badung

3). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan pada klasifikasi tenaga kerja kasar dan tenaga kerja kantoran (Blue and white collar worker) di Kabupaten Badung

4). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan di sektor formal dan sektor informal Kabupaten Badung

5). Untuk menganalisis kondisi tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan untuk pekerja laki-laki dan pekerja perempuan di Kabupaten Badung

6). Untuk menganalisis ada atau tidaknya perbedaan signifikan tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan menurut lapangan usaha, pendidikan, jenis pekerjaan, status hubungan kerja, dan jenis kelamin di Kabupaten Badung

1.4 Urgensi Penelitian

Dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa tujuan dari pembangunan nasional adalah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Panca Sila. Masyarakat yang adil dan makmur adalah masyarakat yang sejahtera dan dapat menikmati kehidupannya dengan sebaik-baiknya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut yaitu masyarakat yang sejahtera, pembangunan dilaksanakan di segala bidang kehidupan baik di bidang fisik maupun non fisik. Untuk mencapai kesejahteraan baik secara fisik maupun non fisik, maka diperlukan sumber daya yang memadai. Sumber daya yang diperlukan tersebut akan dapat diperoleh dengan jalan bekerja sehingga kesempatan kerja menjadi begitu penting di dalam usaha untuk mencapai kesejahteraan dalam merealisasikan tujuan pembangunan nasional. Dengan kata lain tingkat pengangguran terbuka harus ditekan serendah mungkin sehingga kesempatan kerja diharapkan setinggi mungkin. Dalam perkembangan selanjutnya tidak hanya tingkat pengangguran terbuka yang harus ditekan juga penting untuk diperhatikan adalah tingkat setengah pengangguran yang juga dapat mencerminkan rendahnya kesempatan kerja yang ada. Setengah pengangguran atau under employement dapat dilihat dari 3 segi yaitu dari segi jam kerja, pendapatan/produktivitas, dan dari segi ketidaksesuaian antara keahlian/pendidikan yang dimiliki dengan pekerjaan yang


(16)

dimiliki (mismatch). Salah satu indikasi yang muncul adalah pada mekanisme push down, seperti misalnya pada penerimaan pegawai negeri pelamar menggunakan ijazah yang lebih rendah daripada ijazah yang dimiliki akibat terbatasnya kesempatan kerja yang terdidik, akibatnya adalah muncul orang-orang yang bekerja tidak sesuai dengan pendidikan yang dimiliki (Dwiyanto, dkk, 1996). Orang-orang yang seperti ini sebenarnya adalah orang-orang yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh lingkungan kerjanya, sehingga apa yang seharusnya dia terima dari pendidikan yang dimiliki tidak diperolehnya karena dia memasuki kesempatan kerja yang tidak sesuai dengan pendidikan yang dimiliki. Setengah pengangguran dari segi jam kerja artinya mereka bekerja kurang dari jam kerja normal, yang juga mencerminkan rendahnya kesempatan kerja yang ada. Setengah pengangguran dari segi penghasilan/produktivitas mencerminkan rendahnya penghasilan yang mereka terima jika dibandingkan dengan yang seharusnya mereka terima. Dengan kata lain mereka tidak dimanfaatkan secara penuh oleh lingkungan kerjanya. Demikian juga setengah pengangguran karena ketidaksesuaian antara pendidikan/keahlian dengan pekerjaan yang dimiliki (mismatch), mencerminkan pekerja yang tidak dapat bekerja secara optimal di bidang pekerjaannya karena tidak didukung oleh keahlian/pendidikan yang diperlukan. Brown and Pintaldi, 2006, menyebutnya sebagai misallocation of labour resources in particular the mismatch of occupation and education. Mereka menyebut kondisi tersebut sebagai kesalahan alokasi sumber daya antara pekerjaan dengan pendidikan yang dimiliki. Kondisi ini akan mencerminkan hasil yang diperoleh pekerja tersebut tidaklah maksimal, seperti yang dapat dilakukan jika orang yang menduduki jabatan/pekerjaan tersebut adalah orang yang tepat. Dengan demikian ketiga jenis setengah pengangguran ini akan menghambat peningkatan pendapatan yang dapat dicapai oleh pekerja yang pada akhirnya memperlambat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sampai saat ini informasi tentang kondisi setengah pengangguran belum memadai, dan dari data sekunder hanya tersedia jam kerja rata-rata untuk memperoleh informasi tentang setengah pengangguran dari segi jam kerja, sedangkan informasi untuk setengah pengangguran dari kriteria yang kedua dan ketiga belum tersedia sehingga kajian ini menjadi sangat penting untuk dilakukan. Mengingat kondisi tersebut maka penelitian ini akan menekankan pada setengah pengangguran kentara yaitu akibat kekurangan jam kerja, dan setengah pengangguran tidak kentara yang diakibatkan kekurangan


(17)

pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan berdasarkan karaketistik tertentu dari responden pekerja tersebut. Berdasarkan peta ini akan dapat diketahui dimana terjadi setengah pengangguran baik dari segi jam kerja maupun penghasilan, sehingga diharapkan dapat dibuat kebijakan-kebijakan yang mampu memperbaiki kondisi setengah pengangguran tersebut. Kesejahteraan masyarakat akan dapat ditingkatkan jika setengah pengangguran dapat ditekan, dengan demikian penelitian ini menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Kesejahteraan

Kesejahteraan suatu bangsa menjadi tujuan yang ingin dicapai oleh semua bangsa-bangsa di dunia termasuk Negara Indonesia. Untik mencapai kesejahteraan tersebut pembangunan dilaksanakan di segala bidang kehidupan seperti di bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, keamanan, dan di bidang-bidang lainnya yang bertujuan untuk mencapai tujuan kesejahteraan fisik dan non fisik, atau material dan spiritual. Pada umumnya untuk perbandingan antar Negara mengenai keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh sebuah negara dapat menggunakan beberapa indikator. Pembangunan nasional di Indonesia dalam perkembangannya dapat dicatat dilaksanakan secara terencana serta berkesinambungan seperti yang diketahui melalui tahapan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang dimulai pada tahun 1969 pada era pemerintahan Presiden Suharto yang mencapai tahapan Repelita samlai ke 6 Repelita yaitu sekitar 30 tahun. Repelita pada era Presiden Suharto tersebut dilaksanakan sampai mencapai tahapan Repelita 6, artinya selama 30 tahun proses pembangunan yang dilaksanakan memiliki target-target pencapaian sesuai dengan tujuan pada masing-masing tahapan Repelita tersebut. Jika dilihat pada pemerintahan setelah Presiden Suharto, rencana pembangunan tersebut tidak disebut lagi sebagai Repelita namun dengan sebutan yang berbeda-beda sesuai dengan presiden yang memimpin setelah era tersebut. Walaupun pembangunan dilaksanakan diberbagai bidang pembangunan, namun pembangunan ekonomi sepertinya dapat dikatakan sebagai hal mendasar yang perlu dicapai untuk dapat mempermudah pencapaian tujuan-tujuan pembangunan lainnya. Tanpa keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi, maka kiranya akan menjadi sangat sulit untuk mencapai tujuan pembangunan lainnya seperti di bidang pendidikan, kesehatan, perumahan dan di bidang lainnya. Dengan demikian pembangunan di bidang ekonomi dapat dikatakan menjadi dasar pembangunan di bidang-bidang lainnya. Dengan kata lain kesejahteraan di bidang ekonomi akan dapat memicu kesejahteraan di bidang-bidang lainnya, dan kesejahteraan yang ingin dicapai dalam pembangunan yang dilaksanakan adalah kesejahteraan di bidang ekonomi dan non ekonomi. Dalam pelaksanaan pembangunan ini


(19)

pembangunan tersebut juga sebagai pengawas, seperti yang disampaikan oleh Ananta (1992) mengutip pendapatan Keynes bahwa perlu ada campur tangan pemerintah didalamnya, dan tidak hanya semata-mata mengandalkan pada mekanisme pasar. Keterlibatan pemerintah tidak hanya dalam pembangunan ekonomi, juga dalam pembangunan sektor-sektor lainnya, seperti keterlibatan pemerintah dalam komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dalam program-program tertentu seperti pada program-program kependudukan (Singarimbun, 1996).

2.2 Indikator Keberhasilan Pembangunan 1) Indikator Ekonomi

Indikator keberhasilan pembangunan secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 yaitu indikator ekonomi dan indikator non ekonomi (Subandi, 2008). Pada umumnya indikator ekonomi yang biasanya digunakan untuk menilai keberhasilan di bidang pembangunan ekonomi adalah indikator-indikator yang terukur seperti PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) untuk di daerah dan Produk Nasional Bruto/ Gross National Product untuk tingkat nasional atau negara. Jika PDRB pada tahun tertentu tersebut dibagi dengan jumlah penduduk pada tahun tertentu juga, maka akan diperoleh rata-rata pendapatan per kapita yang juga merupakan suatu indikator ekonomi untuk melihat keberhasilan pembangunan ekonomi. Secara umum dinyatakan jika rata-rata pendapatan per kapita meningkat, maka dapat dikatakan secara kasar bahwa pembangunan ekonomi semakin berhasil, namun jika PDRB meningkat belum tentu kesejahteraan meningkat, karena belum memperhitungkan kenaikan orang-orang yang menghasilkan PDRB tersebut. Dengan demikian indikator pendapatan per kapita akan lebih mencerminkan tingkat kesejahteraan ekonomi secara rata-rata dibandingkan dengan indikator PDRB atau PNB. Seperti yang disampaikan oleh Raharjo (1990) bahwa majunya perekonomian suatu masyarakat ditandai oleh berkembang dan meningkatnya kegiatan produksi untuk pasar.

Indikator lain yang juga dapat digunakan untuk melihat indikator ekonomi adalah indikator yang dikembangkan oleh Nordhaus dan Tobin (1972) dalam Subandi (2008) yaitu Net Economic Welfare (NEW). Konsep ini berusaha untuk menghitung indikator untuk melihat kesejahteraan secara ekonomi dengan melakukan perbaikan atau koreksi terhadap indikator-indikator yang terdapat dalam konsep GNP (Gross National Product). Koreksi atau perbaikan tersebut dilakukan dengan menambahkan beberapa indikator atau koreksi positif,


(20)

dan ada juga beberapa indikator yang dikoreksi negative atau dikurangkan. Indikator yang ditambahkan antara lain nilai-nilai yang diperoleh dari indikator atau komponen yang tidak dipasarkan seperti aktivitas-aktivitas yang tidak dilakukan melalui mekanisme pasar, seperti aktivitas memasak sendiri, mencuci sendiri, atau kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak melalui mekanisme pasar, namun akan membutuhkan biaya jika dilakukan dengan mekanisme pasar, seperti membeli manakan yang sudah jadi, membawa pakaian ke tukang binatu atau laundry, dan sebagainya. Menurut Nordhaus dan Tobin (1972) indikator-indikator ini perlu ditambahkan dalam menghitung NEW. Selain ada indikator-indikator-indikator-indikator yang ditambahkan dalam menghitung NEW, ada juga indikator-indikator yang dikurangkan seperti kerusakan lingkungan atau eksternalitas yang dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat secara umum.

2). Indikator Sosial

Indikator sosial yang secara umum digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan adalah indikator sosial antara lain PQLI (Physical Quality of Life Index). PQLI atau Index Mutu Hidup (IMH) adalah index komposit yang mencerminkan 3 indikator yaitu indikator kesehatan, gizi, dan pendidikan. Derajat kesehatan dalam hal ini dinilai dari tingkat kematian bayi (infant mortality rate), angka harapan hidup pada umur satu tahun. Untuk tingkat pendidikan dilihat dari tingkat melek huruf orang dewasa umur 15 tahun ke atas. Tingkat kematian bayi adalah indikator yang sangat baik untuk melihat dampak dari tingkat kesehatan masyarakat maupun kondisi gizi, maupun kondisi lingkungan, serta kondisi ekonomi mereka dimana pun berada. Dengan demikian tingkat kematian bayi dipandang cocok untuk melihat kualitas hidup masyarakat dan tingkat kematian bayi tersebut adalah indikator makro yang mencerminkan kondisi suatu kelompok masyarakat sebagai dampak bari berbagai program pembangunan baik pembangunan di bidang ekonomi dan non ekonomi.

Indikator sosial lainnya selain PQLI adalah Human Development Index (HDI), Index Pembangunan Manusia (IPM), yang juga dibentuk oleh 3 indikator yaitu: 1). Usia panjang yang diukur dari tingkat harapan hidup; 2) pengetahuan yang diukur dari rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasayang dapat membaca (dengan bobot dua per tiga), dan rata-rata tahun sekolah dengan bobot sepertiga; 3) penghasilan yang diukur dari pendapatan per kapita


(21)

masing Negara, misalnya Negara atau daerah yang memiliki IPM rendah berkisar dari nilai 0 hingga 0,50; Negara dengan IPM menengah atau sedang yaitu Negara atau daerah dengan IPM 0,51 – 0,78; dan Negara atau daerah dengan IPM tinggi yaitu berkisar dari 0,80 – 1.

Selain indikator-indikator sebagai ukuran kesuksesan pembangunan di segala bidang yang telah dilaksanakan, sering juga digunakan indikator-indikator lainnya untuk melihat keberhasilan dari proses pembangunan yang dilaksanakan. Indikator tersebut antara lain (Subandi, 2008): 1). Poverty line (garis kemiskinan) adalah tingkat pendapatan yang mencerminkan batas minimal pendapatan/pengeluaran yang harus dilakukan dalam menjaga kelangsungan hidup sebagai manusia. Dengan batas garis kemiskinan tersebut maka secara implisit dapat dikatakan bahwa dengan batas garis kemiskinan tersebut keluarga yang bersangkutan tidaklah mampu membeli makanan bergizi, kesehatan yang memadai, dan pendidikan yang memadai pula. Dapat dikatakan jika garis kemiskinan semakin rendah, maka kondisi ekonomi daerah tersebut semakin buruk, demikian sebaliknya. Semakin maju suatu daerah, maka garis kemiskinannya juga akan semakin tinggi yang dapat mencerminkan daya beli dari masyarakat yang bersangkutan; 2). Kebutuhan dasar minimum (basic minimum needs) adalah sebuah ukuran yang menunjukkan batas kebutuhan dasar minimum seseorang untuk dikatagorikan sebagai orang yang tidak miskin. Kelompok masyarakat yang memiliki pengeluaran antara 240-320 kg di perdesaan dan antara 360-480 kg di perkotaan adalah ambang batas kecukupan pangan. Dengan demikian jika pengeluaran pangan kelompok masyarakat kurang dari batas tersebut baik di perkotaan maupun di perdesaan, maka dikatakan kelompok masyarakat tersebut berada dalam kelompok masyarakat miskin. Hasil dari pengklasifikasian penduduk baik berdasarkan garis kemiskinan maupun berdasarkan kebutuhan dasar minimum akan menghasilkan klasifikasi penduduk yang berada di bawah kemiskinan. Semakin banyak kelompok penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan tersebut, maka semakin buruk kondisi ekonomi daerah yang bersangkutan yang juga mencerminkan bahwa pembangunan ekonomi kurang berhasil, demikian sebaliknya. Dengan demikian kedua indikator yang telah disampaikan, dapat menjadi indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi khususnya.

2.3 Pembangunan Ketenagakerjaan di Indonesia

Pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga kesejahteraan dapat ditingkatkan. Dalam proses


(22)

pelaksanaan pembangunan ekonomi, salah satu masalah yang dihadapi oleh bangsa ini adalah berbagai persoalan di bidang ketenagakerjaan. Beberapa persoalan ketenagakerjaan yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi Bangsa Indonesia antara lain persoalan pengangguran, setengah pengangguran, rendahnya produktivitas pekerja yang antara lain disebabkan oleh rata-rata kualifikasi dan pendidikan yang rendah, serta perlindungan pekerja yang kurang memadai. Perhatian telah meningkat terhadap meluasmya dan berkembangnya problema pengangguran di Negara-negara dunia ketiga (Todaro, 1983). Persoalan- persoalan ketenagakerjaan tersebut yang berusaha untuk diatasi oleh pemerintah sehingga kesejahteraan sebagai tujuan pembangunan bangsa diharapkan semakin cepat dapat tercapai. Gambar 1 menunjukkan persoalan ketenagakerjaan di Indonesia dan pembangunan ketenagakerjaan yang dilakukan berada pada lingkup bagan tersebut. Klasifikasi penduduk usia kerja adalah mereka yang berumur 15 tahun ke atas.

Gambar 1: Pembagian Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Ekonomi

Sumber: Mantra, 2003


(23)

angkatan kerja. Bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang tidak masuk pasar kerja untuk menawarkan waktu yang dimilikinya, seperti ibu atau bapak rumah tangga, penduduk yang sedang bersekolah, pensiunan, orang cacat dan orang-orang yang hidupnya ditanggung oleh orang lain. Dalam pembahasan mengenai ketenagakerjaan yang menjadi pusat perhatian adalah angkatan kerja, karena mereka bagian dari penduduk usia kerja yang masuk pasar kerja (Gambar 1). Mereka yang tergolong angkatan kerja sebagian besar sudah bekerja yang disebut sebagai pekerja, dan sebagian kecil sedang mencari pekerjaan yang sering disebut pengangguran. Angkatan kerja yang bekerja ini dapat diklasifikasikan menurut lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, status hubungan kerja, jenis kelamin, daerah tempat tinggal, dan pendidikan. Angkatan kerja yang bekerja ini dapat mengalami setengah pengangguran baik dari segi jam kerja, penghasilan/produktivitas, dan mismatch (ketidaksesuaian pendidikan/kualifikasi yang dimiliki dengan pekerjaan). Dalam kajian ini setengah pengangguran akan difokuskan pada 2 klasifikasi yaitu menurut jam kerja dan penghasilan/produktivitas yang dimiliki. Setengah pengangguran pada klasifikasi yang ketiga yaitu mismatch, akan diteliti dalam kesempatan lainnya karena tidak memungkinkan atau sangat sulit untuk digabungkan dalam kajian ini mengingat kajian tersebut membutuhkan analisis yang sangat mendalam karena belum ada kajian setengah pengangguran akibat mismatch yang dapat dijadikan referensi untuk melakukan pembahasan. Jika melihat Gambar 1 tersebut dapat dikatakan bahwa persoalan ketenagakerjaan berada pada angkatan kerja, baik persoalan pengangguran, setengah pengangguran, pengupahan, maupun hubungan kerja, dan perlindungan pekerja. Tingginya tingkat pengangguran sangat berhubungan dengan kemiskinan. Pada umumnya sebagian besar mereka yang tidak memiliki pekerjaaan tetap ataupun bekerja paruh waktu cenderung berada pada kelompok masyarakat miskin, demikian sebaliknya mereka yang bekerja penuh waktu dan memiliki pekerjaan tetap baik di pemerintahan maupun swasta cenderung tidak akan termasuk dalam masyarakat miskin.

Melihat persoalan-persoalan di bidang ketenagakerjaan tersebut, maka program-program pembangunan di bidang ketenagakerjaan tersebut adalah dimaksudkan untuk mengatasi persoalan yang terjadi tersebut. Dengan demikian pembangunan ketenagakerjaan paling utama akan dimasudkan meningkatkan kesempatan kerja untuk mengatasi mereka yang menganggur dan setengah pengangguran dari segi jam kerja. Kebijakan ini akan dapat dengan cepat mengatasi persoalan kemiskinan yang ada. Program kebijakan yang


(24)

dimasudkan untuk memberikan upah yang memadai dengan secara periodik, dapat dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan selain untuk mengatasi setengah pengangguran dari segi penghasilan. Pembangunan ketenagakerjaan dengan kebijakan untuk melakukan pelatihan secara memadai dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan penghasilan pekerja. Jadi secara implisit dapat dikatakan bahwa pembangunan ketenagakerjaan dimaksudkan untuk menyediakan lapangan kerja dan lapangan untuk berusaha dengan remunerasi yang memadai dimaksudkan untuk menyediakan lapangan kerja dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sesuai dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 2 (Marhaeni, dan Manuati, 2004). Pembangunan ketenagakerjaan dengan demikian diarahkan untuk peningkatan kompetensi dan kemandirian tenaga kerja, peningkatan pengupahan, kesejahteraan, perlindungan tenaga kerja dan kebebasan berserikat (Subandi, 2011). Kesemua program pembangunan ketenagakerjaan tersebut untuk dapat mengentaskan kemiskinan dan mencapai kemakmuran bangsa sesuai dengan tujuan pembangunan nasional. Smith (1776) menyatakan tidak ada masyarakat yang makmur jika sebagian besar penduduknya berada dalam kemiskinan dan kesengsaraan (Nehen, 2012).


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan objek Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Kabupaten Badung, dengan alasan belum ada informasi tentang setengah pengangguran dalam kriteria tersebut berdasarkan data primer yang dapat dikaji menurut beberapa karakteristik pekerja, sehingga tersedia peta setengah pengangguran di kota ini. Selain itu variasi jenis pekerjaan di Kabupaten Badung ini akan relatif banyak dibandingkan daerah yang lainnya mengingat kabupaten ini memiliki tingkat pertumbuhan penduduk tertinggi di antara kabupaten/kota di Provinsi Bali pada periode Sensus Penduduk terakhir akibat migrasi masuk yang tinggi, sehingga status hubungan kerja informal yang juga cenderung lebih banyak, yang dapat mengarah pada setengah pengangguran yang kemungkinan besar juga relatif banyak. Objek penelitian dalam kajian ini adalah setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan, yang akan ditinjau dari karakteristik pekerja seperti lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, status hubungan kerja, jenis kelamin, pendidikan, dan daerah tempat tinggal.

3.2 Populasi, Sampel, dan Metode Penentuan Sampel

Populasi adalah adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek atau obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2012). Sampel adalah bagian dari populasi tersebut yang akan dipelajari kemudian ditarik kesimpulan dari sampel tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah pekerja yang diklasifikasi ke dalam 3 sektor yaitu pertanian, industri, dan jasa yang ada di Kabupaten Badung. Mengingat analisis akan dilakukan di setiap sektor mengenai kedalam setengah pengangguran yang terjadi, maka dengan memperhatikan sumber daya yang tersedia jumlah sampel ditetapkan sebanyak 90 orang pekerja yang akan didistribusikan secara merata masing-masing 30 orang di setiap sektor, sehingga kurang memperhatikan proporsi populasi di masing-masing sektor tersebut. Jumlah sampel yang akan diambil ini lebih memperhatikan analisis data yang akan dilakukan. Jumlah sampel yang akan diambil di setiap kecamatan akan memperhatikan proporsi pekerja menurut lapangan kerja di setiap kecamatan. Kecamatan dengan pekerja dengan proporsi di sektor pertanian yang paling


(26)

tinggi, maka akan memperoleh sampel untuk pekerja di sektor pertanian juga paling tinggi, demikian pula untuk sektor-sektor yang lainnya. Metode penentuan sampel atau teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling (non probability sampling) dengan memperhatikan jumlah sampel di setiap kecamatan yang dihitung sesuai dengan proporsi lapangan kerja/sektor.

3.3 Sumber Data dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang digunakan untuk pertamakalinya dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data primer untuk menjawab tujuan penelitian. Data yang dikumpulkan dari sumber data primer antara lain karakteristik responden seperti umur, pendidikan, lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, status pekerjaan, penghasilan, status perkawinan, jumlah anak, dan sebagainya sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang dikumpulkan melalui sumber sekunder adalah data pendukung, untuk melihat kondisi Kabupaten Badung secara umum seperti perkembangan jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan PDRB. Untuk mencari data terutama rata-rata penghasilan yang akan digunakan sebagai standar menurut karakteristik tertentu, akan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali dengan menggunakan atau menganalisis data mentah yang dimiliki oleh BPS dari survai yang telah dilakukan oleh mereka. Jenis data yang digunakan ada 2 yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, seperti umur, jam kerja, jumlah penduduk, penghasilan, jumlah anak, PDRB. Data kualitatif adalah data yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka, seperti lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, status hubungan kerja.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1). Observasi, khususnya observasi non partisipan yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan mencatat data yang diperlukan seperti data perkembangan jumlah penduduk, perkembangan PDRB.


(27)

2). Wawancara, dilakukan dengan bertatap muka langsung kepada responden untuk menanyakan beberapa informasi yang dibutuhkan dengan mempersiapkan daftar pertanyaan terlebih dahulu. Data yang dikumpulkan langsung dari responden adalah data yang ditujukan untuk menjawab tujuan penelitian, antara lain semua karakteristik responden, tempat tinggal, jenis kelamin, lapangan kerja, status hubungan kerja, pendidikan, dan penghasilan.

3). Wawancara mendalam (indepth interview), dilakukan dengan informan yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh informasi mendalam tentang tujuan penelitian, wawancara mendalam antara lain akan dilakukan dengan beberapa responden yang sesuai, beberapa informan dari Dinas Tenaga Kerja.

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data perlu diuji validitas dan reliabilitasnya sebelum digunakan. Untuk menguji instrumen penelitian yang digunakan perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk memastikan variabel yang digunakan. Korelasi product moment digunakan untuk melakukan uji validitas, bila nilai korelasi melebihi 0,3 maka instrument penelitian sudah dikatakan valid. Metode konsistensi internal digunakan untuk menguji uji reliabilitas dengan melihat nilai Alpha Cronbach Bila nilai Alpha Cronbach melebihi 0,6 maka instrument penelitian sudah dikatakan reliabel

3.6 Variabel Penelitian

Ada beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjawab tujuan penelitian. Variabel-variabel tersebut diuraikan sebagai berikut (BPS, 1996; BPS, 2001).

1). Jam kerja, yaitu jam kerja per minggu yang dimiliki oleh pekerja dari pekerjaan utama 2). Penghasilan, adalah pendapatan yang diperoleh per bulan dari pekerjaan utama

3). Lapangan pekerjaan atau bidang pekerjaan utama, adalah tempat bekerja dari pekerja yang dibedakan menjadi sub sector pertanian dalam arti luas, industri pengolahan, perdagangan, angkutan, yang nantinya hanya akan dibagi 3 yaitu sub sector pertanian, industry, dan jasa. 4). Status pekerjaan adalah jenis kedudukan seseorang dalam pekerjaan yang dibedakan menjadi

berusaha/bekerja sendiri, berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap, berusaha dibantu dengan buruh tetap, buruh/karyawan/pekerja dibayar, dan pekerja tidak dibayar, yang akan


(28)

dibedakan nantinya dalam analisis menjadi sector informal/status hubungan kerja informal dan sektor/ status hubungan kerja formal.

5). Jenis pekerjaan, adalah macam pekerjaan yang sedang dilakukan yang dikelompokkan ke dalam: (1) tenaga professional, tehnisi dan sejenisnya; (2) tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan; (3) tenaga tata usaha dan sejenisnya; (4) tenaga usaha penjualan; (5) tenaga usaha jasa; (6) tenaga usaha pertanian, kehuatan, perburuan, perikanan; (7) tenaga produksi, operator alat angkutan, pekerja kasar; (8) lainnya. Dalam analisis akan dibedakan ke dalam 2 katagori yaitu pekerja kantoran (white collar worker) dan pekerja kasar (blue collar worker). 6). Jenis kelamin, dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan

7). Pendidikan adalah pendidikan tetinggi yang ditamatkan oleh responden seperti: (1) tidak/belum tamat SD; (2) tamat sd; (3) SLTP umum; (4) SLTP kejuruan; (5) SLTA umum, (6) SLTA kejuruan; (7) Diploma I/II; (8) Akademi/diploma III; (9) universitas. Pendidikan tersebut dalam analisis akan dibagi 3 yaitu pendidikan rendah, menengah, dan pendidikan tinggi.

3.7 Metode Analisis

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, dan di dalam pembahasan hasil penelitian akan dilengkapi dengan pembahasan berdasarkan hasil wawancara mendalam yang diperoleh dari beberapa informan. Metode analisis statistic yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ada 2 yaitu: 1) Statistik deskriptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan data yang diperoleh sebelum dilakukan analisis lebih lanjut. Statistik deskriptif yang akan digunakan antara lain nilai rata-rata (mean), nilai median, maupun nilai modus dari data primer yang dikumpulkan, untuk tujuan 1 sampai dengan tujuan 5. 2). Statistik inferensial, dalam hal ini adalah statistik komparatif yang bertujuan untuk membandingkan 2 kelompok atau lebih apakah memiliki perbedaan yang signifikan, baik dengan menggunakan uji beda 2 rata-rata maupun Uji Anova dengan 3 jalur.


(29)

BAB IV

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden

Responden penelitian yang menyoroti tentang setengah pengangguran di Kabupaten Badung adalah para pekerja yang terserap dalam tiga sektor, yaitu sektor pertanian, industri, dan jasa. Pembahasan awal terkait dengan responden penelitian tersebut adalah mengupas tentang karakteristik responden. Karakteristik responden akan ditinjau dari beberapa aspek, yaitu aspek demografi, sosial, dan ekonomi. Ketiga aspek yang menggambarkan tentang karakteristik responden akan dipaparkan secara rinci berikut ini.

4.2 Karakteristik Demografi

Karakteristik demografi responden antara lain meliputi: umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anak masih hidup, dan umur anak terakhir. Keseluruhan responden dalam penelitian ini berjumlah 90 orang, dengan komposisi jenis kelamin adalah 76 persen laki-laki dan sisanya 24 persen adalah perempuan. Tingginya proporsi pekerja laki-laki dibandingkan dengan pekerja perempuan erat kaitannya dengan peran laki-laki sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga, sementara perempuan lebih banyak berperan dalam kegiatan mengurus rumah tangga.

Selanjutnya berkaitan dengan distribusi umur responden, ditemukan bahwa rentangan umur responden sangat panjang, yaitu umur terendah 19 tahun dan umur tertinggi 78 tahun. Lebih jelasnya, distribusi umur responden dapat diikuti pada Tabel 4.1. Distribusi umur responden dikelompokkan menurut interval 10 tahunan, mulai dari kelompok umur 10-19 tahun, 20-29 tahun, 30-39 tahun, ...dan 70-79 tahun

Tabel 4.1

Distribusi Umur Responden Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

No. Kelompok Umur (tahun) Frekuensi (orang) Persentase (%)

1. 10-19 2 2,22

2. 20-29 12 13,34

3. 30-39 28 31,11

4. 40-49 18 20,00

5. 50-59 19 21,11

6. 60-69 8 8,89

7. 70-79 3 3,33

Jumlah: 90 100,00


(30)

Apabila penduduk yang berusia 60 tahun ke atas digolongkan sebagai penduduk lanjut usia (lansia), maka dalam penelitian ini ditemukan bahwa sekitar 12 persen penduduk lansia tergolong sebagai pekerja. Dengan demikian tidak mengherankan apabila penggolongan penduduk usia kerja di Indonesia adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Kondisi ini juga disebabkan oleh belum tersedianya jaminan (santunan) hari tua, khususnya bagi mereka yang tidak berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) atau pegawai swasta. Dengan demikian untuk dapat mempertahankan kelansungan hidupnya, mereka terpaksa mesti tetap bekerja. Kondisi Indonesia tentunya berbeda dengan yang terjadi di negara barat, yang telah menerapkan jaminan hari tua bagi para lansianya, sehingga secara tegas pengelompokan penduduk usia kerja tersebut adalah kelompok umur 15-64 tahun.

Informasi penting berkaitan dengan distribusi umur responden adalah rata-rata umur dan median umur responden. Dalam penelitian ini terungkap bahwa rata-rata umur responden adalah 42,94 tahun, sedangkan median umurnya 41,17 tahun. Rata-rata umur dan median umur responden terletak pada kelompok umur 40-49 tahun. Kelompok umur 40-49 tahun sering juga disebut sebagai umur puncak (prime age), karena pada kelompok umur tersebut tingkat produktivitas penduduk umumnya paling tinggi atau mencapai puncaknya. Kondisi ini merupakan pola umum yang terjadi dalam masyarakat.

Memperhatikan distribusi umur responden yang digambarkan pada Tabel 4.1, maka dapat diduga bahwa sebagian besar responden berada dalam status kawin. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa distribusi responden menurut status perkawinan adalah sebagai berikut:sekitar 86 persen berstatus kawin, 3 persen memiliki status janda/duda/cerai, dan sisanya sebesar 11 persen belum kawin. Bagi mereka yang tergolong berstatus kawin dan status janda/duda/cerai, ditanyakan lebih lanjut tentang jumlah anak masih hidup. Distribusi responden menurut jumlah anak yang masih hidup dapat dilihat secara rinci pada Tabel 4.2.

Berdasarkan data pada Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa proporsi yang paling menonjol adalah responden yang memiliki anak masih hidup dua orang, yaitu sekitar 47 persen dari responden yang berstatus kawin serta responden dengan status janda/duda/cerai. Sementara itu proporsi responden yang memiliki anak masih hidup satu orang sebanyak 24 persen, dan yang memiliki anak masih hidup tiga orang mencapai 20 persen. Sisanya, sebanyak 9 persen adalah responden yang memiliki anak masih hidup 4 orang atau lebih. Dari temuan di atas dapat


(31)

diperkuat dengan hasil perhitungan rata-rata anak masih hidup yang dimiliki oleh responden adalah sebesar 2,19 per wanita. Meskipun secara logika, rata-rata jumlah anak masih hidup yang dimiliki oleh seorang responden lebih kecil daripada rata-rata jumlah anak yang dilahirkan hidup, namun selisihnya tidak besar. Kondisi ini disebabkan oleh angka kematian bayi (infant mortality rate) di Provinsi Bali sudah relatif rendah.

Tabel 4.2

Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak yang Masih Hidup Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

No. Urut

Jumlah Anak Masih Hidup (orang) Frekuensi (orang)

Persentase (%)

1. 1 19 24,1

2. 2 37 46,8

3. 3 16 20,3

4. 4 4 5,1

5. 5 2 2,5

6. 6 1 1,3

Jumlah: 79 100,00

Sumber: Hasil Penelitian Data Primer.

Jumlah anak dua orang per wanita sesungguhnya erat kaitannya dengan slogan program keluarga berencana (KB) yaitu “2 anak”. Slogan 2 anak, sesungguhnya bukanlah hal baru dalam program KB, karena slogan tersebut telah dikembangkan dan dikenal luas pada tahun 1980-an, yaitu pada era Orde Baru. Namun pada era Reformasi, slogan tersebut nyaris tak terdengar seiring dengan mengendornya pelaksanaan program KB di Indonesia. Bahkan, pada waktu itu slogan program KB pernah bergeser menjadi “2 anak lebih baik”, dan slogan ini sering diplesetkan.

Meskipun slogan program KB mengalami perubahan dari masa ke masa, namun tampaknya masyarakat telah memahami makna dari jumlah 2 anak, terutama jika dikaitkan dengan kemampuan mereka dalam meningkatkan kualitas anak yang dilahirkan. Anak yang dilahirkan oleh seorang wanita tidak cukup hanya dirawat dan dibesarkan, namun yang lebih penting adalah memberikan pendidikan yang lebih baik agar anak-anaknya tumbuh menjadi generasi yang berkualitas. Hal ini berarti bahwa secara kuantitas, jumlah penduduk tersebut harus dikendalikan dan secara kualitas harus ditingkatkan.

Selain informasi tentang jumlah anak, dalam penelitian ini juga digali informasi yang terkait dengan “umur anak terakhir”. Informasi tentang umur anak terakhir tersebut penting, karena dapat mempengaruhi keterlibatan responden dalam pekerjaannya. Apabila sebagian besar responden memiliki umur anak terakhir di bawah lima tahun (balita), berarti akan mengganggu


(32)

kelancaran pekerjaan responden. Apalagi kalau sebagian besar responden memiliki anak di bawah satu tahun, tentu akan sangat mengganggu aktivitas responden dalam pekerjaannya. Lebih-lebih hal ini sangat terasa pada responden perempuan, karena perempuan tidak hanya melahirkan namun juga merawat, membesarkan, dan memberikan air susu ibu (ASI) bagi anak-anak yang dilahirkannya.

Umur anak terakhir yang diperoleh dari penelitian ini sangat variatif, mulai dari umur terendah satu tahun hingga tertinggi 45 tahun. Hal ini tampaknya sejalan dengan umur responden yang juga bervariasi dari umur responden terendah 19 tahun hingga umur tertinggi mencapai 78 tahun. Deskripsi lebih jelas tentang umur anak terakhir responden dapat diikuti pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3

Distribusi Responden Menurut Umur Anak Terakhir Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

No. Urut

Umur Anak Terakhir (tahun)

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

1. 0-4 19 24,0

2. 5-9 16 20,3

3. 10-14 10 12,7

4. 15-19 15 19,0

5. 20-24 2 2,5

6. 25-29 4 5,1

7 30-34 5 6,3

8 35-39 5 6,3

9 40+ 3 3,8

Jumlah: 79 100,0

Sumber: Hasil Penelitian Data Primer.

Berdasarkan rentangan umur anak terakhir yang digambarkan di atas, terungkap bahwa dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya responden dengan anak terakhir yang berumur kurang dari satu tahun. Hal ini mencerminkan bahwa dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya responden yang sibuk mengurusi bayi. Namun demikian bukan berarti responden terbebas dari urusan untuk kelompok-kelompok umur berikutnya, karena ternyata anak-anak yang berumur 1-4 tahun (balita) cukup besar yaitu mencakup hampir seperempat dari seluruh responden yang memiliki anak masih hidup. Usia balita adalah usia yang sangat menentukan perkembangan anak pada usia-usia berikutnya, sehingga usia balita sering pula disebut sebagai periode emas (golden period).

Selain memberikan informasi tentang banyaknya bayi dan balita yang wajib diurus oleh responden (orang tuanya), data pada Tabel 4.3 juga menggambarkan besarnya ketergantungan


(33)

berumur 0-14 tahun terhadap penduduk usia kerja 15-64 tahun. Namun demikian, dalam penelitian ini tidak dihitung angka ketergantungan anak secara makro, karena tidak tersedia data jumlah anggota rumah tangga atau anggota keluarga masing-masing responden. Persentase anak umur 0-14 tahun yang digambarkan oleh data pada Tabel 4.3 mencapai 57 persen dari keseluruhan data tentang umur anak terakhir. Kondisi ini mencerminkan bahwa beban responden cukup besar, tidak hanya memelihara dan membesarkan, tetapi juga memberikan pendidikan atau peningkatan kualitas anak-anak mereka.

4.3 Karakteristik Sosial

Karakteristik sosial yang dibahas dalam penelitian ini meliputi tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, dan status pekerjaan responden. Masing-masing karakteristik sosial yang dikemukakan di atas akan disoroti berturut-turut pada uraian berikut ini. Informasi tentang pendidikan responden diperoleh melalui pertanyaan tentang “pendidikan tertinggi yang ditamatkan”. Kategori jawaban yang mungkin muncul dari pertanyaan tersebut adalah (1) tidak pernah sekolah; (2) tidak tamat SD; (3) Sekolah Dasar; (4) SLTP; (5) SLTA; dan (6) PT (Perguruan Tinggi). Distribusi responden menurut tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4

Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

No. Urut

Tingkat Pendidikan Frekuensi (orang)

Persentase (%) 1. Tidak Pernah Sekolah -

-2. Tidak Tamat SD 11 12,2

3. Sekolah Dasar 15 16,7

4. SLTP 6 6,7

5. SLTA 48 53,3

6. Perguruan Tinggi 10 11,1

Jumlah: 90 100,0

Sumber: Hasil Penelitian Data Primer.

Berdasarkan data pada Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden yang paling menonjol adalah tingkat pendidikan menengah (mencakup lebih dari 60 persen responden). Bahkan jika dipilah lagi menurut pendidikan SLTP dan SLTA, ternyata yang lebih menonjol adalah mereka yang berpendidikan SLTA, yaitu digambarkan oleh sekitar 50 persen responden. Tingkat pendidikan terendah dalam penelitian dalam penelitian ini adalah tidak tamat SD (sekitar 12 persen). Sementara itu di pihak lain, dalam penelitian juga terungkap banyaknya


(34)

responden yang sempat mengenyam pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi. Hal ini dapat memberikan indikasi bahwa para pekerja di Kabupaten Badung bukanlah para pekerja yang berpendidikan rendah.

Tinggi rendahnya tingkat pendidikan responden juga dapat dijadikan proksi menurut penyerapannya, apakah pada sektor pertanian, industri, ataukah jasa-jasa. Jika sebagian besar responden menggeluti kegiatan di sektor pertanian, dapat dipastikan bahwa mereka cenderung memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah. Karena di sektor pertanian tidak dituntut tenaga kerja yang memiliki tingkat keterampilan tinggi atau memiliki tingkat sertifikasi tertentu. Hal ini tentu kontradiktif jika dikaitkan dengan para pekerja yang menggeluti pekerjaan di sektor industri atau jasa-jasa, yang menuntut tingkat kualifikasi tertentu bagi para pekerja. Pada bagian ini tidak dikupas secara khusus mengenai distribusi responden menurut sektor atau lapangan pekerjaan. Hal ini disebabkan oleh penentuan distribusi responden penelitian menurut lapangan pekerjaan telah ditetapkan sejak awal, yaitu 30 orang pada lapangan pekerjaan pertanian, 30 orang pada lapangan pekerjaan industri, dan 30 orang pada lapangan pekerjaan jasa-jasa.

Selain menurut lapangan pekerjaan, distribusi responden dalam penelitian ini dapat pula dikelompokkan menurut jenis pekerjaan. Secara umum, jenis pekerjaan yang digeluti oleh penduduk sangat beragam, yaitu sebagai tenaga profesional, manajerial, tata usaha, tenaga usaha penjualan, tenaga usaha pertanian, tenaga kasar, dan lainnya. Namun demikian, responden dalam penelitian ini tidak terdistribusi ke dalam semua jenis pekerjaan yang digambarkan di atas. Jenis-jenis pekerjaan yang digeluti oleh responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) tenaga manajerial sebanyak 7,8 persen; (2) tenaga usaha penjualan 6,7 persen; (3) tanaga usaha pertanian 33,3 persen; dan (4) lainnya sebanyak 52,2 persen. Jadi yang paling menonjol adalah tenaga kerja lainnya. Kemungkinan mereka merupakan tenaga kerja kasar, tenaga kerja produksi, atau yang memiliki pekerjaan serabutan.

Pengelompokan berikutnya adalah pembagian tenaga kerja berdasarkan kedudukannya dalam pekerjaan atau yang sering pula disebut sebagai status pekerjaan. Berbeda dengan jenis pekerjaan, status pekerjaan responden pada penelitian ini relatif lebih beragam, yaitu meliputi (1) berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain; (2) berusaha dibantu buruh tidak tetap; (3) berusaha dibantu buruh tetap; (4) karyawan/pegawai; dan (5) pekerja keluarga. Secara rinci, distribusi responden menurut status pekerjaannya disajikan pada Tabel 4.5.


(35)

Distribusi Responden Menurut Status Pekerjaan Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

No. Urut

Status Pekerjaan Frekuensi (orang)

Persentase (%) 1. Berusaha tanpa bantuan orang lain 19 21,1 2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap 10 11,1 3. Berusaha dibantu buruh tetap 16 16,7

4. Karyawan/pegawai 42 46,7

5. Pekerja keluarga 4 4,4

Jumlah: 90 100,0

Sumber: Hasil Penelitian Data Primer.

Data pada Tabel 4.5 memberikan informasi yang sangat menarik, karena hampir separuh tenaga kerja yang diteliti memiliki pekerjaan sebagai karyawan/ pegawai, disusul kemudian oleh status pekerjaan tanpa bantuan orang lain, dan di tempat ketiga adalah status pekerjaan berusaha dibantu buruh tetap. Berdasarkan status pekerjaan responden tersebut, sebetulnya masih dapat dipilah menjadi pekerjaan formal dan informal. Dalam hal ini status pekerjaan karyawan/pegawai dan berusaha dibantu buruh tetap dikelompokkan sebagai pekerjaan formal. Sisanya, yaitu mereka yang memiliki status pekerjaan berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain, berusaha dibantu buruh tidak tetap, dan pekerja adalah mereka yang digolongkan bekerja di sektor informal. Menurut pengelompokan yang disebut terakhir, terungkap bahwa hampir dua pertiga dari seluruh responden penelitian menggeluati pekerjaan di sektor formal, sedangkan sisanya bekerja pada pekerjaan di sektor informal. Sesungguhnya kondisi yang digambarkan di atas tidak lepas dari kondisi pendidikan responden, yaitu sebagian besar memiliki pendidikan yang relatif tinggi. Lebih dari 70 persen responden pada penelitian ini memiliki tingkat pendidikan menengah dan tinggi, dan sisanya sebagian kecil hanya berhasil mengenyam pendidikan SD ke bawah. pekerja keluarga.

4.4 Karakteristik Ekonomi

Pembahasan karakteristik ekonomi pada dasarnya meliputi penghasilan, pengeluaran, maupun tabungan responden. Penghasilan responden meliputi penghasilan utama dan penghasilan tambahan yang diperoleh responden. Penghasilan utama diperoleh dari pekerjaan utama yang digeluti oleh responden, sedangkan penghasilan tambahan adalah penghasilan yang diperoleh dari luar kegiatan utamanya. Misalnya berupa kiriman atau pemberian dari sanak famili yang bekerja di tempat lain, atau bersumber dari bunga uang. Pada penelitian ini,


(36)

satu bulan. Penghasilan utama yang diterima responden sangat variatif; mulai dari yang terendah Rp. 250.000,- sampai tertinggi Rp. 7.000.000,- per bulan. Distribusi responden menurut penghasilan utama responden dapat diikuti pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6

Distribusi Responden Menurut Penghasilan Utama Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung

No. Urut

Penghasilan Utama (Rp.000)

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

1. < 1.000 10 11,1

2. 1.000 - < 2.000 21 23,3 3. 2.000 - < 3.000 13 14,5 4. 3.000 - < 4.000 23 25,6 5. 4.000 - < 5.000 9 10,0 6. 5.000 - < 6.000 11 12,2

7. ≥ 6.000 3 3,3

Jumlah: 90 100,0

Sumber: Hasil Penelitian Data Primer.

Distribusi penghasilan utama responden dibagi menjadi 7 (tujuh) kelompok dengan interval Rp.1,0 juta. Berdasarkan distribusi penghasilan responden tersebut dapat dihitung rata-rata penghasilan utama sebesar Rp.3,0 juta rupiah per bulan. Proporsi responden dengan penghasilan utama di bawah rata-rata penghasilan mencakup hampir separuh dari seluruh responden. Sementara itu, kelompok penghasilan dengan proporsi responden tertinggi dijumpai pada kelompok penghasilan 3,0 - < 4,0 juta rupiah, yaitu sekitar 26 persen responden. Selebihnya, yaitu responden yang memiliki penghasilan utama Rp. 4,0 juta atau lebih, digambarkan oleh sekitar seperempat dari seluruh responden penelitian.

Selain penghasilan utama, diantara responden tersebut ada pula yang menyatakan memperoleh penghasilan tambahan, namun proporsinya hanya sekitar seperempat dari keseluruhan responden. Penghasilan tambahan yang diperoleh para responden relatif bervariasi, yaitu dari terendah Rp.200 ribu sampai Rp 3,0 juta. Sebagai akibat dari adanya penghasilan tambahan bagi beberapa responden, maka total penghasilan bagi responden di atas akan mengalami peningkatan. Dengan adanya perubahan-perubahan di atas, maka penghasilan total beberapa responden juga turut berubah, dan pada gilirannya distribusi penghasilan juga mengalami perubahan (Tabel 4.7).

Tabel 4.7

Distribusi Responden Menurut Penghasilan Total Pada Kajian Setengah Pengangguran Dari Segi Jam Kerja dan Penghasilan di Kabupaten Badung


(37)

1. < 1.000 6 6,7 2. 1.000 - < 2.000 18 20,0 3. 2.000 - < 3.000 15 16,7 4. 3.000 - < 4.000 24 26,7 5. 4.000 - < 5.000 11 12,2 6. 5.000 - < 6.000 11 12,2

7. ≥ 6.000 5 5,5

Jumlah: 90 100,0

Sumber: Hasil Penelitian Data Primer.

Adanya penghasilan tambahan dari 22 orang responden, telah mendorong naiknya rata-rata penghasilan total responden dari Rp. 3,0 juta menjadi Rp. 3,27 juta per bulan. Meningkatnya rata-rata penghasilan total responden, juga berdampak pada berkurangnya proporsi responden dengan penghasilan di bawah Rp.3,0 juta, dari 48,9 persen menjadi 43,4 persen. Sebaliknya, responden yang memiliki penghasilan Rp.3,0 juta atau lebih mengalami peningkatan dari 51,1 persen menjadi 56,6 persen.

Penghasilan yang diperoleh responden digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran untuk menjaga kelansungan hidup responden dan keluarganya. Persoalannya adalah, apakah penghasilan yang diperoleh responden sudah cukup untuk membiayai kebutuhan hidup responden dan keluarganya. Jawaban atas persoalan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden (87,8 persen) menyatakan penghasilan yang diperolehnya sudah mencukupi kebutuhan hidupnya.

Sementara itu, responden yang menyatakan tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarganya dari penghasilan yang diperolehnya tercatat sebanyak 12,2 persen dari seluruh responden. Penelusuran lebih jauh terhadap siapa yang memberikan kontribusi untuk memenuhi kebutuhan/pengeluaran keluarga mereka, terungkap bahwa yang berasal dari suami sebanyak 4,4 persen, dari anak 3,4 persen, dan sisanya bersumber dari keluarga lain sebesar 4,4 persen. Dengan demikian hasil penelusuran ini memberikan informasi bahwa kontribusi dari keluarga sendiri paling menonjol, yaitu 7,8 persen berasal dari suami dan anak.

Setelah mengupas penghasilan responden, baik dari segi penghasilan utama, penghasilan tambahan, maupun penghasilan total, maka pada uraian berikut ini akan disoroti lebih jauh tentang pengeluarannya. Pengeluaran responden yang dibahas meliputi beberapa jenis pengeluaran seperti untuk kebutuhan makanan, pendidikan, upacara, dan pengeluaran lainnya. Diantara berbagai jenis pengeluaran tersebut, tampaknya pengeluaran untuk makanan paling dominan dibandingkan dengan jenis-jenis pengeluaran yang lainnya. Hal ini logis, karena


(1)

80

13

Keberdayaan

Industri

Kerajinan

Rumah

Tangga

Untuk

Pengentasan Kemiskinan Di Provinsi Bali :Ditinjau dari aspek

Modal Sosial dan Peran Lembaga Adat.

2012

E. Seminar ilmiah/lokakarya/penataran/workshop

No Topik Tempat Tahun

1 Lokakarya Aplikasi Kuatitatif Denpasar 2006

2 Reformasi dan Kebijakan Fiskal dalam rangka Mempersiapkan Kemandirian Pembiayaan Negara

Denpasar 2004 3 Sosialisasi Pengembangan Mata Kuluah Kebanksentralan di

Perguruan Tinggi meliputi Aspek Kelembagaan, Moneter, Perbankan dan Sistem dan Sistem Pembayaran serta Peranannya terhadap Perekonomian

Denpasar 2005

4 Membedah Hambatan UMKM di Bali Denpasar 2005

5 Mendongkrak Investasi di Tengah Kelesuan Denpasar 2005 6 Pelatihan Metode Pembelajaran dengan Pendekatan Student-

Centered Learning FE Unud

Denpasar 2006 7 TOT Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Denpasar 2006 8 Isu-Isu Terkini di Bidang Bisnis dan Akuntansi Serta Trik

Berbisnis Ala Jepang

Denpasar 2007 9 International One-Day Seminar” International Challenges in

Knowledge Development”

Malang 2010

10 The Economic Prospect of Southeast Asean in The Global Era. University Sains Malaysia

2011 11 Konverensi Nasional Asosiasi Jurusan Ilmu Ekonomi Indonesia

(AJIEI)

Denpasar 2011 12 Task Force Pada Lokakarya Penelitian dan Pengabdian Kepada

Masyarakat Dana PNBP Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Tahun Anggaran 2012

Denpasar 2012

13 Pelatihan Audit Mutu Akademik Internal (AMAI) Denpasar 2012 14 Pembicara pada Kegiatan Penyegaran Materi Kuantitatif Untuk

Dosen-Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Udayana

Denpasar 2013

F. Pengabdian Masyarakat

No Topik Tahun

1 Instruktur Lokakarya Metodologi Riset dan Analisis Kuantitatif TPSDP PS Manajemen FE Unud

2005 2 Pelatihan Akuntansi Koperasi dan LPD se Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan 2004 3 Program Kuliah Umum tentang Manajemen Ilmu Pariwisata Kepada Jajaran Pimpinan di

Lingkungan Pemerintah Kota Denpasar dan Kabupaten se Bali

2004 4 Pengembangan Agrobisnis di Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng 2005 5 Strategi Pengembangan LPD Dalam Rangka Pemberdayaan Ekonomi Rakyat di Desa

Adat Poh Gading Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar.

2007 6 Tim Pembina dan Penilai Lomba Desa dan Kelurahan (Bidang Ekonomi Masyarakat)

Tingkat Provinsi Bali


(2)

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian : Unggulan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

Denpasar, 11 Mei 2015


(3)

82

Curriculum Vitae

A. Identitas Diri

Nama

: Dra. I Gusti Ayu Putu Wirathi,MP.

Pekerjaan

: Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Udayana

Bidang Keilmuan

: Ilmu Ekonomi

NIP/NIDN

: 195304081981032001/008045307

B. Riwayat Pendidikan

1. Pendidikan Dasar : SD Tabanan, tahun 1965

2. Pendidikan

Menengah

: SMP Tabanan, tahun 1968

SMA Tabanan, tahun 1971

3. Pendidikan Tinggi : Sarjana Muda FE Unud, tahun 1974

Sarjana, FE Unud, tahun 1980

S2, Ilmu Pertanian, Univ. Brawijaya, tahun 2002

C. Kegiatan Penelitian/Publikasi (Lima tahun terakhir)

Tahun Judul

1. Korelasi Faktor Pendorong dan Penarik Bermigran dari Jawa Timur ke Bali (Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.VI No. 11)

2. Transformasi Pasar Kerja dan Pengangguran Terdidik di Provinsi Bali serta Perspektif Masa Depan

2005

3. Pengkajian Daya Saing Penduduk Wilayah Perkotaan di Bali Dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Keluarga

2007 1. Pengaruh Permintaan dan Penawaran Valuta Asing terhadap Nilai Tukar Rupiah Periode 2002-2006 1. Pengaruh Modal Sendiri, Modal Asing, dan Penyerapan Tenaga Kerja terhadap Pendapatan

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Denpasar 2008

2. Analisis Efisiensi Pemasaran Salak di Kabupaten Karangasem, Bali (AGRITEK Vol. XVI No. 9, Malang)

2009 1. Faktor-Faktor Penyebab Unmet Need di Kalangan Penduduk Migran di Provinsi Bali

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian : Unggulan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

Denpasar, 11 Mei 2015

Dra. I Gusti Ayu Putu Wirathi,MP

Curriculum Vitae


(4)

A. Identitas Diri

Nama : Dra. Luh Putu Aswitari, M.Si. Tempat & Tgl. Lahir : Klungkung, 15 Agustus 1956

Pekerjaan : Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Bidang Keilmuan : Ilmu Ekonomi

NIP/NIDN : 195608151981032002/0015085611 Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

B. Riwayat Pendidikan

Tahun Jenjang

Jurusan/ Konsentrasi/bidang

keahlian Mulai Selesai

Nama Universitas Kota Negara

S1 Matematika 1975 29 /1/1981 Institut Keguruan danPendidikan Bandung Indonesia

S2

Program Studi Ekonomika Pembangunan Universitas Udayana

2006 23 Februari 2008

Univ. Udayana Denpasar Indonesia

Seminar ilmiah/lokakarya/penataran/workshop

Jenis Partisipasi

No Nama Kegiatan Tempat

kegiatan

Waktu

kegiatan Penyaji Peserta 1 Seminar Bulanan “Dampak Kenaikan BBM

terhadap Ketahanan Pangan” yang diselenggarakan oleh Panitia Seminar Bulanan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana

FE Unud 26 Juni 2008 √

2 Seminar Nasional “Memahami Masalah- masalah Pembangunan Daerah di Tengah Reformasi di Indonesia” oleh Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti (Dosen FE UI dan Komisaris utama Bank BTPN)

diselenggarakan atas kerjasama Jurusan Ilmu Ekonomi Unud dan Bank BTPN

FE Unud 29 Juli 2008 √

3 International Seminar for “Revitalized Bali’s Development” Enhance the Local Genius” BKFE-XLI and 46th Dies Natalis of Udayana University

FE Unud 12

September 2008


(5)

84

No

No.

Nama Karya Ilmiah TempatKegiatan/

Penyajian/ Penerbitan Waktu Kegi

atan

Jenis Terbitan*) 1 Efektivitas Program Usaha Peningkatan

Pendapartan Keluarga Sejahtera (UPPKS) di kabupaten Klungkung”

FE Unud Agustus 2008

Terakreditasi

2 Menuju Paradigma Pembangunan Ekonomi yang seimbang antara Pertumbuhan dengan Pemerataan

sda Oktober 2008

Terakreditasi

3 Peningkatan Penggunaan Produksi dalam

NegeriMenuju Peningkatan Kemandirian Bangsa WICAKSANA Jurnal Lingkungan

& Pembangunan

Februari 2009

ISSN

PENELITIAN YANG DILAKUKAN 5 TAHUN TERAKHIR

No. Judul Penelitian Jumlah Dana

(Rp)

Sumber Dana

Tahun

1 Penelitian berkelompok dengan judul Kajian Kausalitas Antara Pertumbuhan Ekspor dengan Pertumbuhan Ekonomi Daerah bali

Rp. 10.000.000 FE Unud 2008

2 Pengaruh luas panen, harga jual Petani dan Luas serangan penyakit terhadap produksi jeruk di Provinsi Bali

Rp. 10.000.000 FE Unud 2009

PENGABDIAN PADA MASYARAKAT YANG DILAKUKAN 5 TAHUN TERAKHIR No

.

Judul Kegiatan Pengabdian Jumlah

Dana

Sumber

Dana Tahun

1 Peserta pada Pengabdian Masyarakat dengan Topik “Pelatihan Manajemen Bagi Pengusaha Kecil di Kota Denpasar” yang diselenggarakan FE Unud

FE Unud

2008

2 Peserta pada Pengabdian kepada Masyarkat dengan judul ”Pengaruh Luas Panen Harga Jual Petani Dan Luas Serangan Penyakit Terhadap Produksi Jeruk Di Propinsi Bali”

FE Unud 2009

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian : Unggulan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

Denpasar, 11 Mei 2015

Dra. Luh Putu Aswitari, M.Si.

Lampiran 5. Surat pernyataan personalia penelitian


(6)

Yang bertanda tangan di bawah ini, kami :

1. Nama Lengkap : Dr. Anak Agung Istri Ngurah Marhaeni, SE., MS NIP/NIDN : 196212311986012001/0031126264

Fakultas/PS : Ekonomi/ Ekonomi Pembangunan Status dalam penelitian : Ketua Tim

2. Nama Lengkap : Prof. Dr. I Ketut Sudibia, SE., SU NIP/NIDN : 194812311973021001/0031124819 Fakultas/PS : Ekonomi/ Ekonomi Pembangunan Status dalam penelitian : Anggota Tim

3. Nama Lengkap : Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE, MP NIP/NIDN : 19600706 198601 2 001/0006076003 Fakultas/PS : Ekonomi/ Ekonomi Pembangunan Status dalam penelitian : Anggota Tim

4. Nama Lengkap : Dra. I Gusti Ayu Putu Wirathi,MP NIP/NIDN : 195304081981032001/0008045307 Fakultas/PS : Ekonomi/ Ekonomi Pembangunan Status dalam penelitian : Anggota Tim

5. Nama Lengkap : Dra. L.P Aswitari, MSi

NIP/NIDN : 195608151981032002/0015085611 Fakultas/PS : Ekonomi/ Ekonomi Pembangunan Status dalam penelitian : Anggota Tim

Menyatakan bahwa kami secara bersama-sama telah menyusun proposal penelitian yang berjudul “KAJIAN SETENGAH PENGANGGURAN DARI SEGI JAM KERJA DAN PENGHASILAN MENURUT KARAKTERISTIK PEKERJADI KABUPATEN BADUNG” dengan jumlah usulan dana sebesar Rp 17.500.000,00. Apabila proposal ini disetujui maka kami secara bersama-sama akan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penelitian ini sampai tuntas sesuai dengan persyaratan yang dituangkan dalam Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian/Pengabdian.

Demikain Surat Pernyataan ini kami buat dan ditandatangani bersama sehingga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Denpasar, 11 Mei 2015

Tim peneliti Tanda tangan Dr. Anak Agung Istri Ngurah Marhaeni, SE., MS : 1.

Prof. Dr. I Ketut Sudibia, SE., SU : 2.

Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE, MP : 3.

Dra. I Gusti Ayu Putu Wirathi,MP : 4.