10 pembangunan tersebut juga sebagai pengawas, seperti yang disampaikan oleh Ananta 1992
mengutip pendapatan Keynes bahwa perlu ada campur tangan pemerintah didalamnya, dan tidak hanya semata-mata mengandalkan pada mekanisme pasar. Keterlibatan pemerintah
tidak hanya dalam pembangunan ekonomi, juga dalam pembangunan sektor-sektor lainnya, seperti keterlibatan pemerintah dalam komunikasi, informasi, dan edukasi KIE dalam
program-program tertentu seperti pada program-program kependudukan Singarimbun, 1996.
2.2 Indikator Keberhasilan Pembangunan 1 Indikator Ekonomi
Indikator keberhasilan pembangunan secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 yaitu
indikator ekonomi dan indikator non ekonomi Subandi, 2008. Pada umumnya indikator ekonomi yang biasanya digunakan untuk menilai keberhasilan di bidang pembangunan
ekonomi adalah indikator-indikator yang terukur seperti PDRB Produk Domestik Regional Bruto untuk di daerah dan Produk Nasional Bruto Gross National Product untuk tingkat
nasional atau negara. Jika PDRB pada tahun tertentu tersebut dibagi dengan jumlah penduduk pada tahun tertentu juga, maka akan diperoleh rata-rata pendapatan per kapita yang
juga merupakan suatu indikator ekonomi untuk melihat keberhasilan pembangunan ekonomi. Secara umum dinyatakan jika rata-rata pendapatan per kapita meningkat, maka dapat
dikatakan secara kasar bahwa pembangunan ekonomi semakin berhasil, namun jika PDRB meningkat belum tentu kesejahteraan meningkat, karena belum memperhitungkan kenaikan
orang-orang yang menghasilkan PDRB tersebut. Dengan demikian indikator pendapatan per kapita akan lebih mencerminkan tingkat kesejahteraan ekonomi secara rata-rata
dibandingkan dengan indikator PDRB atau PNB. Seperti yang disampaikan oleh Raharjo 1990 bahwa majunya perekonomian suatu masyarakat ditandai oleh berkembang dan
meningkatnya kegiatan produksi untuk pasar. Indikator lain yang juga dapat digunakan untuk melihat indikator ekonomi adalah
indikator yang dikembangkan oleh Nordhaus dan Tobin 1972 dalam Subandi 2008 yaitu Net Economic Welfare NEW. Konsep ini berusaha untuk menghitung indikator untuk
melihat kesejahteraan secara ekonomi dengan melakukan perbaikan atau koreksi terhadap indikator-indikator yang terdapat dalam konsep GNP Gross National Product. Koreksi atau
perbaikan tersebut dilakukan dengan menambahkan beberapa indikator atau koreksi positif,
11 dan ada juga beberapa indikator yang dikoreksi negative atau dikurangkan. Indikator yang
ditambahkan antara lain nilai-nilai yang diperoleh dari indikator atau komponen yang tidak dipasarkan seperti aktivitas-aktivitas yang tidak dilakukan melalui mekanisme pasar, seperti
aktivitas memasak sendiri, mencuci sendiri, atau kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak melalui mekanisme pasar, namun akan membutuhkan biaya jika dilakukan dengan
mekanisme pasar, seperti membeli manakan yang sudah jadi, membawa pakaian ke tukang binatu atau laundry, dan sebagainya. Menurut Nordhaus dan Tobin 1972 indikator-
indikator ini perlu ditambahkan dalam menghitung NEW. Selain ada indikator-indikator yang ditambahkan dalam menghitung NEW, ada juga indikator-indikator yang dikurangkan
seperti kerusakan lingkungan atau eksternalitas yang dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat secara umum.
2. Indikator Sosial Indikator sosial yang secara umum digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan
adalah indikator sosial antara lain PQLI Physical Quality of Life Index. PQLI atau Index Mutu Hidup IMH adalah index komposit yang mencerminkan 3 indikator yaitu indikator
kesehatan, gizi, dan pendidikan. Derajat kesehatan dalam hal ini dinilai dari tingkat kematian bayi infant mortality rate, angka harapan hidup pada umur satu tahun. Untuk tingkat
pendidikan dilihat dari tingkat melek huruf orang dewasa umur 15 tahun ke atas. Tingkat kematian bayi adalah indikator yang sangat baik untuk melihat dampak dari tingkat
kesehatan masyarakat maupun kondisi gizi, maupun kondisi lingkungan, serta kondisi ekonomi mereka dimana pun berada. Dengan demikian tingkat kematian bayi dipandang
cocok untuk melihat kualitas hidup masyarakat dan tingkat kematian bayi tersebut adalah indikator makro yang mencerminkan kondisi suatu kelompok masyarakat sebagai dampak
bari berbagai program pembangunan baik pembangunan di bidang ekonomi dan non ekonomi.
Indikator sosial lainnya selain PQLI adalah Human Development Index HDI, Index Pembangunan Manusia IPM, yang juga dibentuk oleh 3 indikator yaitu: 1. Usia panjang
yang diukur dari tingkat harapan hidup; 2 pengetahuan yang diukur dari rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasayang dapat membaca dengan bobot dua per tiga, dan rata-rata
tahun sekolah dengan bobot sepertiga; 3 penghasilan yang diukur dari pendapatan per kapita riil. Ketiga indikator tersebut akan membentuk IPM atau HDI yang dimiliki oleh masing-
12 masing Negara, misalnya Negara atau daerah yang memiliki IPM rendah berkisar dari nilai 0
hingga 0,50; Negara dengan IPM menengah atau sedang yaitu Negara atau daerah dengan IPM 0,51 – 0,78; dan Negara atau daerah dengan IPM tinggi yaitu berkisar dari 0,80 – 1.
Selain indikator-indikator sebagai ukuran kesuksesan pembangunan di segala bidang yang telah dilaksanakan, sering juga digunakan indikator-indikator lainnya untuk melihat
keberhasilan dari proses pembangunan yang dilaksanakan. Indikator tersebut antara lain Subandi, 2008: 1. Poverty line garis kemiskinan adalah tingkat pendapatan yang
mencerminkan batas minimal pendapatanpengeluaran yang harus dilakukan dalam menjaga kelangsungan hidup sebagai manusia. Dengan batas garis kemiskinan tersebut maka secara
implisit dapat dikatakan bahwa dengan batas garis kemiskinan tersebut keluarga yang bersangkutan tidaklah mampu membeli makanan bergizi, kesehatan yang memadai, dan
pendidikan yang memadai pula. Dapat dikatakan jika garis kemiskinan semakin rendah, maka kondisi ekonomi daerah tersebut semakin buruk, demikian sebaliknya. Semakin maju
suatu daerah, maka garis kemiskinannya juga akan semakin tinggi yang dapat mencerminkan daya beli dari masyarakat yang bersangkutan; 2. Kebutuhan dasar minimum basic minimum
needs adalah sebuah ukuran yang menunjukkan batas kebutuhan dasar minimum seseorang untuk dikatagorikan sebagai orang yang tidak miskin. Kelompok masyarakat yang memiliki
pengeluaran antara 240-320 kg di perdesaan dan antara 360-480 kg di perkotaan adalah ambang batas kecukupan pangan. Dengan demikian jika pengeluaran pangan kelompok
masyarakat kurang dari batas tersebut baik di perkotaan maupun di perdesaan, maka dikatakan kelompok masyarakat tersebut berada dalam kelompok masyarakat miskin. Hasil
dari pengklasifikasian penduduk baik berdasarkan garis kemiskinan maupun berdasarkan kebutuhan dasar minimum akan menghasilkan klasifikasi penduduk yang berada di bawah
kemiskinan. Semakin banyak kelompok penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan tersebut, maka semakin buruk kondisi ekonomi daerah yang bersangkutan yang juga
mencerminkan bahwa pembangunan ekonomi kurang berhasil, demikian sebaliknya. Dengan demikian kedua indikator yang telah disampaikan, dapat menjadi indikator untuk melihat
keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi khususnya.
2.3 Pembangunan Ketenagakerjaan di Indonesia