Kondisi Setengah Pengangguran dari Jam Kerja dan Penghasilan

32 3. 400 - 600 17 23,9 4. 600 - 800 8 11,3 5. 800 - 1.000 5 7,0 6. 1.000 - 1.200 7 9,8 7. ≥ 1.200 6 8,5 Jumlah: 71 100,0 Sumber: Hasil Penelitian Data Primer. Kemampuan responden untuk menabung sangat bervariasi antara satu responden dengan responden lainnya, dan hal ini bergantung pada beberapa faktor, seperti besarnya penghasilan, besarnya pengeluaran, atau memiliki kebiasaan hidup hemat. Berdasarkan data kasar yang dikumpulkan dalam penelitian ini ditemukan bahwa tabungan terendah dari responden adalah Rp 30.ribu per bulan dan yang tertinggi mencapai Rp.2,0 per bulan. Namun demikian proporsi responden yang perlu ditelaah adalah mereka yang menabung pada kelompok tabungan antara Rp. 200 ribu - Rp.400 ribu dan Rp.400 ribu - Rp.600 ribu. Kedua kelompok tersebut mencakup sekitar separuh dari seluruh responden yang diteliti.

4.5 Kondisi Setengah Pengangguran dari Jam Kerja dan Penghasilan

Jika berbicara tingkat pengangguran terbuka open unemployment di Indonesia maupun di Provinsi Bali angkanya relatif rendah, umumnya kurang dari 4 persen. Namun demikian jika berbicara dari segi tingkat setengah pengangguran, dimana mereka yang telah bekerja tetapi dalam kondisi setengah menanggur, angkanya sangat tinggi dan umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka tingkat pengangguran terbuka. Ada ahli yang menganjurkan untuk menghitung tingkat pengangguran juga dengan menambahkan tingkat setengah pengangguran yang dihitung ekuivalennya pada tingkat pengangguran terbuka Mantra, 2000. Hal ini dilakukan mengingat data tingkat pengangguran terbuka sering tidak mencerminkan kondisi setengah pengangguran yang terjadi. Mareka bekerja, namun dengan jam kerja yang rendah atau pun dengan penghasilan yang rendah. Tingkat setengah pengangguran umumnya dapat dihitung menurut tiga katagori yaitu setengah pengangguran dari segi jam kerja, penghasilan, dan setengah pengangguran dari segi miss match ketidaksesuaian antara pekerjaan yang dimiliki dengan pendidikannya. Miss match ini akan berkaitan dengan usaha untuk peningkatan produktivitas dari orang yang bersangkutan, dan ini akan berpengaruh terhadap produktivitas Negara necara umum. Oleh karenanya miss match ini dipandang sebagai tingkat setengah pengangguran yang paling berat, sehingga cara perhitungannya juga sangat membutuhkan 33 kedalaman dalam penelitian karena sampai saat ini belum ada data atau informasi tentang dimanakah seseorang itu tepat bekerja dari segi pendidikan yang diniliki. Mengingat kondisi tersebut maka dalam penelitian ini yang dibahas adalah setengah pengangguran dari segi jam kerja dan penghasilan. Berdasarkan sejarah dari jam kerja, saat ini jumlah jam kerja normal sudah semakin berkurang. Artinya orang tidak perlu bekerja sekeras dulu lagi untuk memperoleh hasil yang sama akibat kenaikan produktivitas tenaga kerja. Pada saat awal jam kerja per minggu dapat mencapai 75 jam, namun sekarang sudah jauh lebih rendah dibandingkan sebelumnya Sudarsono, 1988. Jam kerja normal yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 jam per minggu. Berdasarkan standar tersebut dapat dihitung tingkat setengah pengangguran dalam hasil penelitian ini seperti Tabel 4.13 berikut. Tabel 4.13: Tingkat Setengah Pengangguran dari Segi Jam Kerja No Jam kerja jam Jumlah orang Persentase 1 40 5 5,6 2 40 + 85 94,4 3 Total 90 100,0 Sumber: Data Primer, 2015 Dari data yang ada dapat diketahui bahwa tingkat setengah pengangguran dari segi jam kerja relatif rendah, artinya hanya 5,6 persen responden pekerja dalam penelitian ini yang bekerja kurang daripada jam kerja normal, sisanya sekitar 94,4 persen bekerja dengan jam kerja normal dan di atas jam kerja normal. Jam kerja mereka yang paling rendah dari responden yang ada adalah sekitar 35 jam, sedangkan jam kerja yang paling banyak ada yang mencapai 60 jam ke atas per minggu yang dimiliki oleh sekitar 6,7 persen responden. Secara rinci data jam kerja responden pada penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 4.14 berikut. Tabel 4.14 Distribusi Responden Menurut Jam Kerja No Jam kerja jam Jumlah orang Persentase 1 40 5 5,6 2 40 - 50 61 67,7 3 50 - 60 18 20,0 4 60 - 70 1 1,1 5 70 + 5 5,6 3 Total 90 100,0 Sumber: Data Primer, 2015 34 Data dalam Tabel 4.14 menunjukkan bahwa jam kerja per minggu yang paling banyak dimiliki oleh responden dalam penelitian ini adalah 40- 50 jam. Persentase responden yang memiliki jam kerja 60 jam ke atas dengan jam kerja di bawah 40 jam hampir sama. Ini berarti dapat dikatakan bahwa jam kerja responden dalam penelitian ini berdistribusi normal, dimana mengalami kenaikan persentase dengan naiknya jam kerja, dan kemudian menurun kembali persentasenya dengan meningkatnya jam kerja per minggu. Data ini juga menunjukkan bahwa rata-rata jam kerja responden pada penelitian ini relative tinggi. Dengan jam kerja yang paling rendah hanya 35 jam kerja per minggu dapat menunjukkan bahwa responden dimanfaatkan oleh lingkungan kerjanya secara maximal dari segi waktu kerja. Selain dari waktu kerja, dalam pembahasan tentang setengah pengangguran, penghasilan yang diperoleh responden dari pekerjaannya merupakan hal lain yang sangat penting untuk dianalisis. Penghasilan yang diperoleh akan dapat menjadi barometer sejauh mana responden dimanfaatkan oleh lingkungan kerjanya. Meskipun misalnya responden memiliki jam kerja yang panjang misalnya 45 jam per minggu , namun dia menerima upah yang rendah, misalnya lebih rendah daripada upah minimum kabupaten, maka berarti mereka tidak dimanfaatkan secara penuh oleh lingkungan kerjanya. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa cukup banyak responden berada tingkat setengah pengangguran dengan menggunakan ukuran upah minimum Kabupaten Badung pada tahun 2015 senilai Rp. 1.905.0000. Dengan menggunakan standar tersebut dapat dilihat persentase responden yang tergolong setengah menganggur dari penghasilan. Tabel 4.15 Distribusi Responden Menurut Penghasilan Per Bulan No Penghasilan Rp Jumlah orang Persentase 1 1.905.000 31 34,4 2 1.905.000 + 59 65,6 3 Total 90 100,0 Sumber: Data Primer, 2015 Data dalam Tabel 4.15 menunjukkan bahwa dengan menggunakan standar upah minimum kabupaten UMK pada tahun 2015 sebesar Rp.1.905.000,- per bulan terlihat bahwa sekitar 34 persen responden dalam penelitian ini adalah setengah menganggur dari segi penghasilan. Jadi mereka boleh dikatakan lebih mementingkan bekerja daripada penghasilan yang didapatkan, artinya yang penting mereka bekerja meskipun penghasilannya kurang dari UMK. Jadi cukup banyak responden yang pekerjaannya tidak remuneratif, atau tidak 35 memberikan jaminan penghasilan yang memadai. Mungkin mereka berpikir daripada tidak mendapatkan pekerjaan, maka lebih baik bekerja walaupun penghasilannya rendah. Jika dilihat data ini responden yang setengah menganggur dari segi penghasilan jumlah dan persentasenya jauh lebih banyak dibandingkan dengan responden yang setengah menganggur dari segi jam kerja. Kondisi ini mencerminkan lapangan kerj atersedia tetapi tidak remuneratif.

4.6 Setengah Pengangguran Menurut Karakteristik Responden