1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi-potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1. Pendidikan erat kaitannya dengan
belajar dan pembelajaran. R. Umi Baroroh 2004: 5 mengemukakan bahwa belajar membawa perubahan tingkah laku, yang menitik beratkan pada hasil
dari belajar dan proses belajar. Pada hasil belajar yakni adanya perubahan tingkah laku implisit di dalamnya penambahan pengetahuan dan
keterampilan. Sedangkan pada proses belajar yaitu suatu aktivitas berupa mengobservasi, membaca, meniru, mencoba sendiri, mendengarkan dan
mengikuti instruksi dengan terorganisir atau pelatihan yang terorganisir. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan belajar maka akan menimbulkan
suatu perubahan perilaku dari peserta didik yang semulanya belum tahu menjadi tahu hal ini terjadi akibat adanya usaha yang dilakukan dengan
berbagai cara. Keseluruhan proses pendidikan berupa kegiatan pembelajaran
merupakan hal yang sangat penting. Ketika proses pembelajaran berlangsung, seringkali pendidik menemukan peserta didik yang mengalami
2
kesulitan dalam memahami materi ataupun konsep-konsep pembelajaran yang disampaikan oleh guru, dimana kesulitan tersebut dapat menghambat
tercapainya tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Hal tersebut terjadi karena guru masih mendominasi kegiatan pembelajaran dan kurang
melakukan inovasi-inovasi dalam penggunaan model pembelajaran. Peserta didik lebih banyak mendengarkan ceramah dari guru dan menerima
pembelajaran, daripada mencari tahu dan mengembangkan materi yang didapat dari penjelasan guru. Hal ini mengindikasikan bahwa proses
pembelajaran yang dirancang dan dijalankan secara profesional oleh guru
memiliki dampak pada ketercapaian tujuan pembelajaran. Pembelajaran IPA atau sains merupakan salah satu pembelajaran yang
dapat meningkatkan minat peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang alam atau
gejala alam. Berdasarkan Permendiknas No 23 Tahun 2006, Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan SKL-SP SMPMTs di antaranya
adalah peserta didik dapat mencari dan menerapkan informasi yang berasal dari lingkungan dan sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif, serta
peserta didik dapat menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan ini adalah
keterampilan dasar yang termasuk ke dalam keterampilan generik sains generic skills yang perlu dikembangkan.
Muh. Tawil dan Liliasari 2014: 85 berpendapat bahwa keterampilan generik sains adalah kemampuan intelektual hasil perpaduan atau interaksi
3
kompleks antara pengetahuan sains dan keterampilan. Sunyono, 2009:8 mengemukakan bahwa keterampilan generik sains merupakan keterampilan
yang dapat digunakan sebagai salah satu cara dalam mempelajari berbagai konsep dan menyelesaikan berbagai masalah sains dalam pembelajaran.
Melalui keterampilan generik ini peserta didik berpikir dan bertindak berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Keterampilan tersebut perlu
ditumbuhkan dalam pembelajaran sains agar peserta didik mampu menguasai konsep yang diajarkan dalam pembelajaran karena peserta didik
didorong untuk mencari dan menemukan pengetahuan baru yang melibatkan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran student oriented dan guru
sebagai fasilitator. Keterampilan generik sains juga dapat diterapkan pada berbagai bidang, hal tersebut menjadi dasar dalam membentuk karakter
peserta didik agar menjadi seorang yang mempunyai kualitas dalam hidupnya.
Patta Bundu 2006: 9-11 berpendapat bahwa IPA dipandang sebagai ilmu pengetahuan tentang alam yang mempelajari fenomena-fenomena yang
terjadi di alam. Secara garis besar IPA memiliki tiga komponen yaitu: 1 proses ilmiah, 2 produk ilmiah dan 3 sikap ilmiah. Para ahli pendidikan
IPA memandang IPA tidak hanya terdiri dari fakta, konsep, dan teori yang dapat dihafalkan, tetapi juga terdiri atas kegiatan atau proses aktif
menggunakan pikiran dan sikap ilmiah dalam mempelajari gejala alam yang belum diterangkan. Menurut N. N. Ayu Suciati, I. B. P. Arnyana I G. A.
N. Setiawan, 2014: 2 IPA sebaiknya dilaksanakan dengan memperhatikan
4
komponen-komponen IPA berupa produk, proses, dan sikap ilmiah. Pembelajaran IPA di sekolah sampai saat ini masih terpaku pada paradigma
penelusuran informasi dan melupakan aspek lain dari pembelajaran IPA. Selama ini ada kecenderungan guru memandang pembelajaran IPA
hanya sebagai kumpulan produk saja dan melupakan aspek lainnya, salah satunya aspek sikap ilmiah.
Sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah, pelajaran IPA berupaya mendidik peserta didik agar memiliki sikap, yang
baik, berilmu dan berketerampilan yang unggul serta memiliki etos kerja, melatih melakukan penelitian sesuai proses metode ilmiah, dan belajar
dengan mengaplikasikan pengetahuan terbaiknya. Adapun sikap yang dimiliki peserta didik diantaranya sikap ingin tahu, sikap berpikiran terbuka
dan kerjasama, serta sikap respek terhadap data atau fakta dan lingkungan sekitar. Sikap tersebut dapat menjadikan peserta didik untuk berperan aktif
dalam menggunakan IPA untuk memecahkan problem dilingkungan sesuai dengan sikap ilmiah. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA yakni
agar peserta didik memamahi konsep pengetahuan alam dan keterkaitannya dengan kehidupan alam sekitar, memiliki keterampilan proses, sikap ilmiah
dan mampu menerapkan berbagai konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Sikap ilmiah adalah sikap yang dimiliki para imuwan dalam mencari
dan mengembangkan pengetahuan baru Patta Bundu, 2006: 13. Sikap ilmiah merupakan sikap yang dimiliki oleh seorang saintis dalam proses
menemukan konsep sains, dalam hal ini sikap yang dimiliki oleh peserta didik dalam memecahkan masalah. Awal dari sikap ilmiah adalah rasa
5
keingintahuan yang tinggi dalam diri peserta didik terhadap materi pelajaran. Hal ini memungkinkan peserta didik tersebut antusias dalam
pembelajaran, berupaya mencari informasi yang dibutuhkan yang berhubungan dengan materi pelajaran. Dengan demikian peserta didik yang
memiliki sikap ilmiah tinggi akan memiliki prestasi atau hasil belajar yang tinggi pula. Apabila guru dalam kegiatan pembelajaran IPA menumbuhkan
dan meningkatkan sikap ilmiah peserta didik maka proses pembelajaran akan berjalan dengan baik, sehingga mencapai tujuan pembelajaran dan
hasil belajar yang diinginkan, dimana peserta didik diharapkan mampu aktif dan kreatif dalam pembelajaran.
Hasil observasi yang telah dilakukan selama PPL di SMP N 2 Wates, yakni kurikulum yang digunakan oleh guru adalah KTSP. Hasil observasi
ini memperlihatkan bahwa keterampilan generik sains peserta didik di SMP Negeri 4 Wates masih sangat kurang. Hal itu dapat terlihat dari peserta didik
ketika peserta didik melaksanakan praktikum, pada saat melaksanakan praktikum masih banyak terlihat peserta didik belum dapat menggunakan
alat-alat di laboratorium secara baik dan benar. Hal tersebut dikarenakan peserta didik yang belum terbiasa menggunakan alat-alat tersebut dan jarang
pembelajaran IPA dilaksanakan di laboratorium. Selain itu keterampilan peserta didik dalam mengamati menggunakan satu atau lebih indera untuk
mengumpulkan informasi tentang karakteristik benda atau sifat benda masih rendah. Hal itu terlihat ketika peserta didik diminta membedakan larutan
asam, larutan basa, dan larutan garam. Kemampuan peserta didik dalam
6
mencari persamaan maupun perbedaan benda dan mengorganisasikan benda-benda dalam suatu kelompok terlihat masih sangat kurang.
Peserta didik juga masih mengalami kesulitan mendeskripsikan konsep ke dalam bentuk diagram, grafik ataupun dalam bentuk representasi
ilmiah lainnya. Ketika peserta didik mendapatkan data setelah melaksanakan praktikum, data itu hanya ditulis dalam tabel hasil
pengamatan saja tanpa dibuat dalam bentuk representasi lainnya. Bahkan, peserta didik juga cenderung bingung ketika menggambarkan hasil data
pengamatan selain dalam bentuk tabel. Hal ini karena peserta didik tidak pernah dilatih oleh guru menggambarkan hasil data pengamatan selain
dalam bentuk tabel. Peserta didik juga mengalami kesulitan dalam menginterpretasi data berdasarkan tabel ataupun grafik, termasuk pula
dalam hal mengaplikasikan konsep-konsep yang telah mereka terima dalam menyelesaikan permasalahan sederhana.
Selain itu peserta didik juga masih kesulitan dalam memahami simbol atau lambang, ketika peserta didik mendapatkan data pengamatan tentang
massa, peserta didik menuliskan besaran tersebut dalam bentuk tulisan massa, tidak dalam penyimbolan m, begitu pula untuk simbol-simbol
besaran lain. Selanjutnya saat melakukan percobaan yang mengharuskan mereka melakukan pengukuran baik dengan menggunakan alat seperti
jangka sorong atau mikrometer sekrup, banyak peserta didik yang mengalami kesulitan padahal percobaan terkait pengukuran sudah dipelajari
di bab awal pembelajaran. Hal ini terjadi karena mereka hanya menghafal
7
simbol-simbol itu bukan memaknainya, sehingga jika dilakukan percobaan terkait pengukuran kembali mereka akan lupa. Jadi tampak bahwa
keterampilan generik sains pada peserta didik memang masih rendah, terlihat dari beberapa indikator dari keterampilan generik sains yaitu pada
aspekpengamatan langsung, pengamatan tak langsung, kesadaran tentang skala besaran, membangun konsep, pemodelan, bahasa simbolik masih
sangat kurang dimiliki peserta didik saat pembelajaran berlangsung. Peneliti juga melakukan wawancara dengan guru mata pelajaran IPA
terkait keterampilan generik sains di SMP N 2 Wates, hasilnya guru belum begitu memahami mengenai keterampilan generik sains bahkan beberapa
diantaranya tidak mengetahui mengenai keterampilan generik sains, sehingga keterampilan generik sains belum diterapkan secara optimal. Guru
lebih memfokuskan pada hasil belajar dan prestasi peserta didik. Hasil belajar peserta didik ketika mengikuti Ulangan Akhir Semester UAS
masih banyak yang belum memenuhi KKM nilai 75 dari 128 peserta didik hanya 8 anak yang memperoleh nilai yang memenuhi KKM sehingga
banyak peserta didik yang mengikuti perbaikan. Selain itu, peneliti juga melakukan observasi terkait sikap peserta
didik dalam proses pembelajaran IPA di SMP N 2 Wates. Kebanyakan peserta didik kurang antusias dalam membaca dan mempelajari materi yang
diajarkan, malu bertanya tentang materi yang kurang mereka pahami serta tidak berani mengemukakan pendapat. Selain itu rasa tanggung jawab dan
kerjasama dalam diri peserta didik juga masih kurang. Hal ini terlihat ketika
8
peserta didik diberikan tugas berdiskusi, hanya beberapa orang saja yang terlibat dalam diskusi sementara peserta didik yang lain bercerita dengan
temannya. Selain itu peserta didik masih sering mengumpulkan tugas tidak tepat waktu. Ini menunjukkan bahwa tingkat bekerja dan disiplin peserta
didik masih kurang. Selanjutnya sewaktu guru memberikan evaluasi atau ulangan harian, masih banyak peserta didik yang bertanya terkait soal dan
jawaban ke kelas lain yang telah melaksanakan evaluasi atau ulangan harian. Hal ini menunjukkan bahwa sikap percaya diri peserta didik kurang.
Dari berbagai permasalahan tersebut dapat diketahui bahwa sikap ilmiah di SMP N 2 Wates masih perlu ditingkatkan untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan, peran guru disini sangat penting dalam memupuk dan mengembangkan sikap ilmiah peserta didik terhadap
pembelajaran IPA, sehingga guru dituntut untuk menguasai berbagai pendekatan, strategi dan model pembelajaran yang beragam.
Pembelajaran yang masih menjadikan guru sebagi sumber pembelajaran mengakibatkan perkembangan sikap ilmiah dan juga
keterampilan berpikir peserta didik kurang optimal. Banyak hal yang harus diperhatikan oleh guru untuk memilih model dan metode yang akan
diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas yaitu karakteristik materi, karakteristik peserta didik, sarana dan prasarana serta kemampuan guru
dalam menerapkan model dan metode pembelajaran yang digunakan. Rusman 2014: 129 berpendapat bahwa dalam pembelajaran guru dituntut
untuk dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu motivasi
9
setiap peserta didik untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman pembelajarannya. Model pembelajaran berbasis masalah atau Problem
Based Learning merupakan salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan di kembangkannya keterampilan berpikir peserta didik
penalaran, komunikasi, dan koneksi dalam memecahkan masalah. Ciri-ciri model pembelajaran Problem Based Learning yaitu 1 menggunakan
permasalahan dalam dunia nyata, 2 pembelajaran dipusatkan pada penyealesaian masalah, 3 tujuan pembelajaran ditentukan oleh peserta
didik, dan 4 guru sebagai fasilitator Baron dalam Rusmono, 2012: 74. Model Problem Based Learning dipandang mampu membangkitkan
keterampilan generik peserta didik. Karena PBL melatih peserta didik dalam bidang kognitif, psikomotor dan juga afektif, selain itu peserta didik dilatih
dalam ragam indikator pengamatan langsung, pengamatan tidak langsung, konsistensi logis inferensi logika, hukum sebab akibat, pemodelan
matematika, dan membangun konsep yang termasuk dalam ragam indikator keterampilan generik sains peserta didik. Keterampilan generik terdiri dari
ragam indikator yang berfungsi untuk mengetahui keterampilan yang dominan dan cocok dengan model yang diterapkan pada peserta didik dalam
pembelajaran. Brotosiswoyo dalam Muh Tawil dan Liliasari, 2014: 93-94 mengemukakan bahwa ragam indikator keterampilan generik sains indikator
pengamatan langsung dan tidak langsung, pemahaman tentang skala, bahasa simbolik, konsistensi logis inferensi logika, kerangka logika,
pemodelan, sebab akibat, membangun konsep.
10
Model Problem
Based Learning
merupakan suatu
model pembelajaran IPA yang dapat memupuk sikap ilmiah peserta didik sehingga
dapat meningkatkan prestasi atau hasil belajarnya. Melalui model pembelajaran berbasis masalah ini konsep IPA dipelajari oleh peserta didik
dengan pemberian masalah yang berhubungan dengan dunia nyata peserta didik. Masalah merupakan kekuatan utama dalam penerapan pembelajaran
berbasis masalah. Masalah dapat merangsang rasa ingin tahu peserta didik, keinginan untuk mengamati, motivasi, serta keterlibatan seseorang atas satu
hal. Menurut Rina Rahayu dan Endang W. Laksono FX 2015: 31 melalui
Model Problem Based Learning peserta didik dapat memperoleh informasi dari lingkungan sekitar mereka berdasar pada permasalahan yang ada dalam
kehidupan sehari-hari dan mengajarkan kepada peserta didik agar mempunyai kemampuan memecahkan masalah dengan mencari solusi
melalui scientific attitude sikap ilmiah dari masalah-masalah yang berhubungan dengan obyek dan peristiwa IPA. Patta Bundu 2006: 141
berpendapat bahwa dimensi sikap ilmiah terdiri dari sikap ingin tahu, sikap respek terhadap data fakta, sikap berpikir kritis, sikap penemuan dan
kreativitas, sikap berpikiran terbuka dan kerjasama, sikap ketekunan dan sikap peka terhadap lingkungan sekitar. Dimensi sikap ilmiah yang telah
diuraikan dipandang dapat muncul semua dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning.
Dilihat dari karakteristiknya, model Problem Based Learning PBL cocok untuk diterapkan pada pembelajaran IPA di SMP N 2 Wates kelas
11
VII dengan materi dengan tema Pencemaran Lingkungan. Materi ini memiliki tujuan pembelajaran yaitu peserta didik diharapkan mampu
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dan mampu memecahkan masalah serta memberikan solusi-solusi yang tepat dalam memecahkan
masalah lingkungan yang terjadi disekitar dengan terjadinya kerusakan lingkungan seperti hujan asam yang berdampak pada terganggunya
ekosistem dan lingkungan. Hal ini menuntut peserta didik untuk menemukan solusi tekait permasalahan yang terjadi melalui eksplorasi data
seperti melakukan observasi, diskusi mapun eksperimen sehingga dapat memunculkan keterampilan generik dan sikap ilmiah peserta didik secara
optimal. Model pembelajaran problem based learning dengan materi tersebut diharapkan dapat menjadi model yang efektif dalam mencapai
tujuan pembelajaran IPA. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang Keefektifan Model Pembelajaran IPA Berbasis Problem Based Learning Ditinjau dari Keterampilan Generik Sains
dan Sikap Ilmiah.
B. Identifikasi Masalah