Pembuatan dan Analisa Sifat Mekanik Komposit dengan Penguat Abu Terbang (fly ash) Cangkang Sawit Untuk Bahan Kampas Rem Sepeda Motor

(1)

PEMBUATAN DAN ANALISA SIFAT MEKANIK

KOMPOSIT DENGAN PENGUAT ABU ( FLY ASH )

CANGKANG SAWIT UNTUK BAHAN KAMPAS REM

SEPEDA MOTOR

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

BERTO P. SIMANJORANG

100421009

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah Pembuatan Dan Analisa Sifat Mekanik Komposit Dengan Penguat Abu Terbang (fly ash) Cangkang Sawit Untuk Bahan Kampas Rem Sepeda Motor ini di maksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan tingkat strata satu (S1) pada Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU).

Dalam penysunan skripsi ini penulis sudah banyak mendapat bimbingan, dukungan maupun bantuan dalam bentuk apapun dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Ir. Syahrul Abda, M.Sc, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam menyusun skripsi ini.

3. Bapak Ir. Tugiman, MT selaku kordinator skripsi

4. Bapak Jimmi G. Simanjuntak, ST selaku kepala Laboratorium Pengujian Mekanik dan Material Teknik Baristand Industri Medan (Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan) yang mengijinkan saya untuk bekerja sama melakukan penelitian di laboratorium tersebut

5. Bapak Bisrul Hapis Tambunan, ST, MT selaku Kepala Laboratorium dan Workshop Teknik Mesin Universitas Negeri Medan, yang telah memberikan kesempatan unutuk melakukan pengujian di Laboratorium tersebut.

6. Kedua orangtua saya yang telah banyak memberikan dukungan baik materi maupun doa

7. Seluruh staf dan pegawai yang ada di jurusan Teknik Mesin yang telah banyak membantu dalam pengurusan administrasi untuk penyusunan skripsi ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak membantu dan memberi masukan untuk penyusunan skripsi ini.


(7)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, baik karena keterbatasan ilmu dan juga pengalaman. Karena itu, penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun, untuk kesempurnaan penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Medan, Desember 2013 Penulis,


(8)

ABSTRAK

Kampas rem sepeda motor merupakan salah satu elemen yang penting pada sepeda motor, dimana kampas rem ini sangat mempengaruhi sistem pengereman pada sepeda motor. Rem sepeda motor berfungsi untuk menghentikan/mengurangi laju kendaraan. Partikel yang berasal dari bahan asbes, apabila terhirup oleh manusia tidak dapat di degradasi oleh tubuh dan mengendap pada paru-paru dapat mengganggu kesehatan. Bahan komposit menjadi bahan alternatif dari limbah sawit yaitu abu cangkang sawit (fly ash). Pembuatan komposit bahan kampas rem ini dengan menggunakan metoda

hand lay out yang terdiri dari abu cangkang sawit sebagai penguat (filler), di campur dengan resin BQTN-157 berfungsi sebagai matriks dan juga katalis Methyl Ethyl Ketone Peroksida berfungsi mempercepat proses pengerasan. Metode eksperimen di lakukan dengan pengujian mekanik yaitu, uji kekerasan, kelenturan dan keausan. Hasil uji kekerasan spesimen D1-4 komposisi 40% resin, 60% fly ash memiliki tingkat kekerasan yang tertinggi dengan nilai 138 HV. Hasil uji lentur spesimen C1-3 dengan komposisi 50% resin, 50% fly ash tegangan yang terbaik yaitu 65,37 N/mm2. Laju keausan terbaik spesimen D1-4, yaitu 0,89x10-5 gram/mm.detik, dengan komposisi 40% resin, 60% fly ash. Kesimpulan nya hasil pengujian kekerasan dengan laju keausan sepadan, dimana spesimen yang paling keras, laju keausannya paling rendah.

Kata kunci : Abu Cangkang Sawit, Komposit, Uji Kekerasan, Uji Lentur dan Uji Laju Keausan.


(9)

ABSTRACT

Motorcycle brake pads is one of the important elements on a motorcycle , which greatly affects the brake system on a motorcycle braking . Motorcycle brake function to stop / reduce vehicle speed . Particles from asbestos material , when inhaled by humans can not be degraded by the body and settles in the lungs can interfere with health . Composite materials into alternative materials of waste oil palm shell is ash ( fly ash ) . Manufacture of composite material brake lining is composed of gray palm shell as an amplifier ( filler ) , mixed with resin BQTN - 157 also serves as a matrix and Ethyl Ketone Peroxide Methyl catalyst function accelerates the hardening process . The experimental method is done with mechanical testing , hardness testing , flexibility and wear . Results of hardness test specimen D1 - 4 resin composition of 40 % , 60 % fly ash had the highest levels of violence with the value 138 HV . The results of the bending test specimen C1 - 3 with the composition of 50 % resin , 50 % fly ash is the best voltage is 65.37 N/mm2 . The best wear rate of specimens D1 - 4 , which is 0.89 x10 - 5 g / mm.detik , with a composition of 40 % resin , 60 % fly ash . Her conclusion hardness test results commensurate with the wear rate , where the

most violent. .

Keywords : Ash palm shell oil , Composite , Hardness Test , Test and Test Bending The wear rate .


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

ABSTRAC ... . iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR NOTASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4... B atasan Masalah ... 2

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

1.6 Metodologi ... 4

1.7 Sietematika Penulisan... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 ... Pengertian Bahan Komposit ... 6

2.2 ... A bu Terbang (fly ash) Cangkang Sawit ... 9

2.3 ... P olyester Resin Tak Jenuh ... 10

2.4 ... K atalis MEKPO (Methyl Ethyl Ketone Peroksida) ... 11


(11)

2.5 ... K

ampas Rem ... 11

2.6 ... K omposisi Kampas Rem ... 12

2.7 ... M aterial Komposit Untuk Kampas Rem ... 13

2.8 ... M ekanisme Kerja Pengereman Sepeda Motor ... 13

2.9 Sifat Mekanik Kampas Rem ... 16

2.10 Pengujian Sifat Mekanik ... 18

2.10.1 Pengujian Kekerasan ... 18

2.10.2 Pengujian Lentur ... 28

2.10.3 Pengujian Keausan ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31

3.1 ... M etoda ... 31

3.2 ... W aktu dan Tempat ... 31

3.3 Alat dan Bahan ... 31

3.3.1 Alat ... 31

3.3.2 Bahan... 36

3.4 Prosedur Penelitian ... 38

3.4.1 Penyiapan Bahan Baku ... 38

3.4.2 Variabel Penelitian ... 39

3.5 Pengujian Sifat Mekanik ... 39

3.5.1 Pengujian Kekerasan ... 40

3.5.2 Pengujian Lentur ... 41

3.5.3 Pengujian Keausan ... 42


(12)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1 Hasil ... 46

4.1.1 Hasil Pengujian Kekerasan ... 46

4.1.2 Hasil Pengujian Lentur ... 47

4.1.3 Hasil Pengujian Laju Keausan ... 49

4.2... P embahasan ... 50

4.2.1 Pembahasan Pengujian Kekerasan ... 50

4.2.2 Pembahasan Pengujian Lentur ... 51

4.2.3 Pembahasan Pengujian Laju Keausan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1 Kesimpulan ... 58

5.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Mekanik Polyester Resin Tak Jenuh ... 12

Tabel 2.2 Rockwell Hardness Scales ... 20

Tabel 2.3 Konversi Kekerasan ... 22

Tabel 3.1 Diameter Mesh ... 32

Tabel 3.2 Variasi Komposisi Antar Sampel ... 37

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kekerasan ... 38

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Lentur ... 44

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Laju Keausan ... 44


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar. 2.1 Diagram komposit berdasarkan bahan penyusunnya ... 6

Gambar. 2.2 Klasifikasi/Skema Struktur Komposit (Callister, 1994) ... 7

Gambar. 2.3 Gabungan Makroskopik Fasa-fasa Pembentuk Komposit ... 8

Gambar. 2.4 Mekanisme Penyetelan Sepatu Rem ... 15

Gambar. 2.5 Bagian-Bagian Kampas Rem ... 17

Gambar. 2.6 Pengujian Brinell (Callister, 2001) ... 21

Gambar. 2.7 Prinsip Kerja Metode Kekerasan Rockwell ... 21

Gambar. 2.8 Pengujian Vickers (Callister, 2001) ... 24

Gambar. 2.9 Bentuk Identor Knoop (Callister, 2001) ... 24

Gambar. 2.10 Metode Three Point Bending ... 25

Gambar .2.11 Keausan Metode Adhesive ... 26

Gambar. 2.12 Keausan Metode Abrashive ... 27

Gambar. 2.13 Mekanisme Keausan Lelah ... 28

Gambar. 2.14 Mekanisme Keausan Oksidasi ... 29


(15)

Gambar. 2.16 Pengujian Pin on Disk ... 20

Gambar. 3.1 Tabung Ukur/Gelas Ukur ... 31

Gambar. 3.2 Timbangan Digital ... 32

Gambar. 3.3 Mesh no 25 ... 32

Gambar. 3.4 Jangka Sorong ... 33

Gambar. 3.5 Cetakan Untuk Uji Lentur ... 33

Gambar. 3.6 Cetakan Untuk Uji Kekerasan ... 33

Gambar. 3.7 Cetakan Untuk Uji Keausan ... 33

Gambar. 3.8 Alat Uji Kekerasan Micro Hardnes Vikers ... 34

Gambar. 3.9 Alat Uji Lentur Universal Testing Machine Kapaitas 5 Ton ... 35

Gambar. 3.10 Alat Uji Keausan Tipe Pin On Disk ... 36

Gambar. 3.11 Abu Terbang Fly Ash Cangkang Sawit ... 36

Gambar. 3.12 Resin Unsaturated Polyester BQTN-157 ... 37

Gambar. 3.13 Methil Ethil Ketone Peroiksida MEKPO ... 37

Gambar. 3.14 WAX ... 38

Gambar. 3.15 Spesimen Uji Kekerasan Standart ASTM E-10 ... 40

Gambar. 3.16 Pengujian Kekerasan Dengan Micro Hardnes Vikers ... 40

Gambar. 3.17 Spesimen Uji Lentur ASTM D790-03 ... 41

Gambar. 3.18 Pengujian Lentur Dengan Metode Three Point Bending ... 42

Gambar 3.19 Spesimen Uji Keausan Standar ASTM G99-04 ... 43

Gambar. 3.20 Pengujian Keausan Dengan Metode Pin On Disk ... 43

Gambar. 3.21 Diagram Alir Penelitian ... 44

Gambar. 4.1 Grafik Pengujian Kekerasan... 52

Gambar. 4.2 Spesimen Uji Kekerasan Sebelum Dan Sesudah Pengujian ... 52

Gambar. 4.3 Grafik Pengujian Lentur ... 54

Gambar. 4.4 Spesimen Pengujian Lentur Sebelum dan Sesudah Pengujian ... 55

Gambar. 4.5 Grafik Laju Keausan ... 56

Gambar. 4.6 Spesimen Uji Keausan Sebelum dan Sesudah Pengujian ... 57

Gambar. 4.7 Kampas Rem Sepeda Motor Berbahan Komposit Fly ash Cangkang Sawit ... 57


(16)

DAFTAR NOTASI

SIMBOL KETERANGAN SATUAN

A Luas penampang mm2

A Luas bidang kontak pengausan mm2 b Lebar spesimen mm d Tebal spesimen mm D Diameter bola mm F Beban Kgf F Gaya N F0 Beban minor Kgf F1 Beban mayor Kgf


(17)

HB Hardness Brinell Kgf/mm2 HR Hardness Rockwell Kgf/mm2 HV Hardness Vickerss Kgf/mm2 L Panjang spesimen mm L Jarak penampang mm L0 Panjang awal spesimen mm P Tekanan N P Beban yang di gunakan Kg S Tegangan Lentur N/mm2 t Waktu/lama pengausan Detik W Laju Keausan Gram/mm2.detik W0 Berat awal spesimen Gram W1 Berat akhir spesimen Gram θ Sudut antara permukaan intan yang berlawanan 1360


(18)

(19)

ABSTRAK

Kampas rem sepeda motor merupakan salah satu elemen yang penting pada sepeda motor, dimana kampas rem ini sangat mempengaruhi sistem pengereman pada sepeda motor. Rem sepeda motor berfungsi untuk menghentikan/mengurangi laju kendaraan. Partikel yang berasal dari bahan asbes, apabila terhirup oleh manusia tidak dapat di degradasi oleh tubuh dan mengendap pada paru-paru dapat mengganggu kesehatan. Bahan komposit menjadi bahan alternatif dari limbah sawit yaitu abu cangkang sawit (fly ash). Pembuatan komposit bahan kampas rem ini dengan menggunakan metoda

hand lay out yang terdiri dari abu cangkang sawit sebagai penguat (filler), di campur dengan resin BQTN-157 berfungsi sebagai matriks dan juga katalis Methyl Ethyl Ketone Peroksida berfungsi mempercepat proses pengerasan. Metode eksperimen di lakukan dengan pengujian mekanik yaitu, uji kekerasan, kelenturan dan keausan. Hasil uji kekerasan spesimen D1-4 komposisi 40% resin, 60% fly ash memiliki tingkat kekerasan yang tertinggi dengan nilai 138 HV. Hasil uji lentur spesimen C1-3 dengan komposisi 50% resin, 50% fly ash tegangan yang terbaik yaitu 65,37 N/mm2. Laju keausan terbaik spesimen D1-4, yaitu 0,89x10-5 gram/mm.detik, dengan komposisi 40% resin, 60% fly ash. Kesimpulan nya hasil pengujian kekerasan dengan laju keausan sepadan, dimana spesimen yang paling keras, laju keausannya paling rendah.

Kata kunci : Abu Cangkang Sawit, Komposit, Uji Kekerasan, Uji Lentur dan Uji Laju Keausan.


(20)

ABSTRACT

Motorcycle brake pads is one of the important elements on a motorcycle , which greatly affects the brake system on a motorcycle braking . Motorcycle brake function to stop / reduce vehicle speed . Particles from asbestos material , when inhaled by humans can not be degraded by the body and settles in the lungs can interfere with health . Composite materials into alternative materials of waste oil palm shell is ash ( fly ash ) . Manufacture of composite material brake lining is composed of gray palm shell as an amplifier ( filler ) , mixed with resin BQTN - 157 also serves as a matrix and Ethyl Ketone Peroxide Methyl catalyst function accelerates the hardening process . The experimental method is done with mechanical testing , hardness testing , flexibility and wear . Results of hardness test specimen D1 - 4 resin composition of 40 % , 60 % fly ash had the highest levels of violence with the value 138 HV . The results of the bending test specimen C1 - 3 with the composition of 50 % resin , 50 % fly ash is the best voltage is 65.37 N/mm2 . The best wear rate of specimens D1 - 4 , which is 0.89 x10 - 5 g / mm.detik , with a composition of 40 % resin , 60 % fly ash . Her conclusion hardness test results commensurate with the wear rate , where the

most violent. .

Keywords : Ash palm shell oil , Composite , Hardness Test , Test and Test Bending The wear rate .


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahan komposit merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi komposit mengalami kemajuan yang sangat pesat, ini dikarenakan keistimewaan sifat yang terbarukan dan juga rasio kekuatan terhadap berat yang tinggi kekakuan, ketahan terhadap korosi dan lain-lain, sehingga mengurangi konsumsi bahan kimia maupun gangguan lingkungan hidup.

Sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan untuk menerima beban/gaya/energi tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan tersebut. Seringkali bila suatu bahan komposit mempunyai sifat mekanik yang kurang baik, maka di ambil langkah untuk mengatasi kekurangan tersebut dengan penambahan elemen penguat. Salah satunya adalah fly ash cangkang sawit yang banyak dijumpai di pabrik kelapa sawit (PKS). Terutama di daerah Sumatera dan Kalimantan yang terkenal luas kebun kelapa sawitnya, dan juga memiliki banyak pabrik kelapa sawit (PKS).

Abu (fly ash) cangkang sawit adalah salah satu bahan sisa dari pembakaran bahan bakar terutama cangkang sawit. Abu (fly ash) ini tidak terpakai dan jika ditumpuk begitu saja di suatu tempat dapat membawa pengaruh yang kurang baik bagi kelestarian lingkungan. Abu ini, selain memenuhi kriteria sebagai bahan yang memiliki sifat pozzolan, abu terbang juga memiliki sifat-sifat fisik yang baik, seperti memiliki porositas rendah dan partikelnya halus.

Bentuk partikel abu terbang adalah bulat dengan permukaan halus, dimana hal ini sangat baik untuk workabilitas. Oleh karena itu penulis mencoba untuk mengangkat tentang abu (fly ash) ini untuk bahan penguat kampas rem.

Kampas rem sepeda motor memiliki beberapa sifat mekanik yaitu kekerasan,lentur dan juga keausan. Kekerasan merupakan kemampuan suatu material untuk menahan beban indentasi atau penetrasi ( penekanan ). Kekerasan material harus di ketahui khususnya pada material yang pada penggunaan nya mengalami


(22)

deformasi plastis. Kelenturan merupakan sifat mekanik yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau patah. Kuat lentur adalah tegangan lentur terbesar yang dapat di terima akibat pembebanan luar tanpa mengalami deformasi yang besar atau kegagalan. Keausan pada umumnya di definisikan sebagai kehilangan material secara progresif atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan. Sifat kelenturan yang baik dan tidak mudah patah dengan nilai kekerasan yang baik memiliki tingkat keausan yang baik. Di harapkan kampas rem memiliki sifat kelenturan yang baik dan tahan terhadap keausan. Kelenturan di kaitkan dengan derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum perpatahan, sedangkan keausan merupakan kehilangn material secara progresif.

Dengan latar belakang inilah maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian sebagai tugas akhir dengan judul : Pembuatan dan Analisa Sifat

Mekanik Komposit Dengan Penguat Abu Terbang (Fly Ash) Cangkang Sawit

Untuk Bahan Kampas Rem Sepeda Motor.

1.2Perumusan Masalah

Kajian penelitian ini terdiri dari :

1. Bahan asbes yang terdapat pada kampas rem yang beredar di pasaran dapat mengganggu kesehatan.

2. Menggunakan abu (fly as) cangkang sawit sebagai penguat (filler) untuk pemanfaatan limbah pabrik dan ramah lingkungan.

3. Mengetahui sifat mekanik dengan melakukan uji kekerasan, lentur dan keausan.

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat mekanik pada material komposit berbahan abu (fly ash) cangkang sawit dengan pengujian kekerasan, lentur, dan keausan.


(23)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk memperoleh sifat mekanik dari hasil pengujian kekerasan, lentur, dan keausan pada material komposit yang divariasikan dengan komposisi abu cangkang sawit (fly ash) dan resin.

2. Menentukan variabel komposisi yang terbaik untuk bahan kampas rem sepeda motor.

1.4Batasan Masalah

Masalah yang di bahas dalam penelitian ini di batasi oleh beberapa hal sebagai berikut:

1. Bahan filler ( penguat ) yang di gunakan adalah abu ( fly ash ) cangkang sawit, dan di campurkan dengan resin epoksi dan katalis yang berguna untuk mempercepat proses pengerasan.

2. Pengujian sifat mekanik di batasi pada pengujian kekerasan, lentur dan keausan.

3. Di asumsikan campuran resin dan abu ( fly ash ) cangkang sawit secara merata dan konstan, dengan perbandingan resin epoksi 30%, 40%, 50%, 60%, dan 70% sedangkan abu ( fly ash ) cangkang sawit 70%, 60%, 50%, 40% dan 30%.

4. Pengujian kekerasan menggunakan standart ASTM E-10 dengan ukuran panjang 25mm, lebar 25mm dan tinggi 10mm.

5. Pengujian lentur menggunakan standart ASTM D790-03 dengan ukuran panjang 120 mm, lebar 15mm dan tinggi 6 mm.

6. Pengujian keausan menggunakan standart ASTM G99-04 dengan ukuran diameter 70mm dan tinggi 6mm.


(24)

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis adalah sebagai salah satu syarat menyelesaikan kuliah untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara ( USU ). Dan juga untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman tentang material komposit.

2. Bagi akademik adalah dapat di gunakan sebagai referensi tambahan untuk penelitian tentang kampas rem dengan menggunakan material komposit, khususnya mahasiswa teknik mesin USU.

3. Bagi industri adalah sebagai referensi untuk menentukan bahan alternatif untuk kampas rem sepeda motor yang aman dan ekonomis serta menjadi acuan dalam peningkatan mutu kampas rem tersebut. Dan juga pemanfaatan limbah abu ( fly ash ) cangkang sawit yang banyak terdapat pada pabrik kelapa sawit ( PKS ).

1.6 Metodologi

Pembuatan bahan dengan menggunakan metode pencampuran. Bahan – bahan tersebut adalah abu (fly ash) cangkang sawit yang berfungsi sebagai penguat (filler), resin BQTN-157 sebagai matriks dan juga katalis Methyl Ethyl Ketone Peroksida (MEKPO) sebagi pengeras. Kesemua bahan di campurkan dan diaduk dengan tangan dan di tuang kedalam cetakan untuk di bentuk menjadi spesimen sesuai dengan pengujiannya. Pada penelitian ini di gunakan metoda eksperimen dengan melakukan pengujian mekanik yaitu, uji keras, lentur dan keausan.

1.7 Sitematika Penulisan

Sitematika penulisan ini di sajikan dalam tulisan yang terdiri dari 5 bab: BAB I : Pendahuluan, bab ini memberikan gambaran mengenai kajian yang meliputi, pembahasan tentang latar belakang , perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistem matika penulisan.


(25)

BAB II : Tinjauan pustaka, bab ini berisikan tentang pengertian komposit, abu ( fly ash ) cangkang sawit, resin, katalis, kampas rem, komposisi kampas rem, material komposit untuk kampas rem, mekanisme kerja pengereman pada kampas rem sepeda motor, sifat mekanik kampas rem dan pengujian sifat mekanik.

BAB III : Metodologi, bab ini berisikan tentang metoda, waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan yang digunakan, prosedur pengujian dan diagram alir penelitian. BAB IV : Hasil dan pembahasan, bab ini berisikan tentang hasil pengujian kekerasan, lentur dan juga keausan.

BAB V : Kesimpulan dan saran, bab ini berisikan tentang jawaban dari kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUTAKA LAMPIRAN


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetian Bahan Komposit

Material komposit adalah material yang terbuat dari dua bahan atau lebih yang tetap terpisah dan berada dalam level makroskopik selagi membentuk komponen tunggal. Komposit berasal dalam kata kerja “to compose” yang berarti menyusun atau

menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua atau lebih bahan yang berlainan. Kata komposit dalam pengertian bahan komposit berarti terdiri dari dua atau lebih bahan yang berbeda yang di gabung secara makroskopis. Pada umumnya bentuk dasar suatu bahan komposit adalah tunggal di mana merupakan susunan dari paling tidak terdapat dua unsur yang bekerja sama untuk menghasilkan sifat-sifat bahan yang berbeda terhadap sifat-sifat unsur bahan penyusunnya.

Berdasarkan bahan penyusunnya komposit dapat kita pisahkan menjadi dua bagian yaitu matriks dan bahan penguat. Matriks sebagai bagian terbesar dalam material komposit dapat terbuat dari tiga material dasar yaitu, Metal Matrix Composite ( MMC ), Ceramic Matrix Composite (CMC ), Polymer Matrix Composite

( PMC ). (Gibson,1984).


(27)

Material komposit terdiri dari lebih satu tipe material dan di rancang untuk mendapatkan kombinasi karakteristik terbaik dari setiap komponen penyusunnya. Bahan komposit memiliki banyak keunggulan yaitu lebih ringan, kekuatan dan ketahanan yang lebihn tinggi, tahan korosi, dan ke tahanan aus, (Smallman & Bishop, 2000 ).

Gambar 2.2 klasifikasi/skema struktur komposit (Callister, 1994)

Karakteristik umum komposit yaitu :

1. Material komposit lebih baik daripada semua material dasar dalam hal kekuatan (strength) dan kekakuan (stiffness), ketahanan pada temperatur tinggi, fatigue strength, dan sifat-sifat lainnya. Sifat kombinasi yang diinginkan dapat direkayasa.

2. Material komposit merupakan material komplek yang komponen-komponennya memiliki sifat yang sangat berbeda, saling tidak larut atau hanya sedikit larut, dan terpisah oleh satu batasan yang jelas.

3. Prinsip pembuatan komposit meniru apa yang terjadi di alam. Dahan dan ranting pohon serta tulang manusia dan binatang merupakan komposit alam.


(28)

4. Dalam kayu, serat selulosa diikat oleh lignin yang bersifat plastis. Dalam tulang, serat fosfat yang tipis dan kuat diikat oleh kolagen yang bersifat plastis.

5. Sifat komposit sangat tergantung pada sifat fisiko-mekanik dari komponen-komponennya dan kekuatan ikatan antara komponen-komponen-komponennya.

6. Untuk mendapatkan sifat komposit yang optimal, maka komponen-komponennya harus memiliki sifat yang sangat berbeda tetapi saling melengkapi.

Secara umum bahan komposit terdiri dari dua bagian utama yaitu : 1. Matriks yang mengisolasi fasa


(29)

Komponen pembentuk dan pengikat

Gambar 2.3 Gabungan makroskopik fasa-fasa pembentuk komposit.

Matriks merupakan komponen pembentuk dan pengikat dalam

komposit.Dasar atau matriks dari komposit bisa terdiri dari logam atau alloy (komposit logam), polimer, karbon dan material keramik (komposit non logam). Sifat-sifatnya akan menentukan kondisi operasi pembuat-an komposit dan karakteristik komposit, seperti temperatur operasi, fatigue strength, ketahanan terhadap efek lingkungan, density, dan specific strength. Beberapa komposit memiliki matriks gabungan yang terdiri dari dua atau lebih lapisan dengan komposisi berbeda dan disusun selang-seling. (Gibson, 1984)

Filler merupakan komponen lain yang terdistribusi merata dalam matriks. Filler memegang peranan penting dalam menguatkan komposit, sehingga disebut penguat/ reinforcing material. Filler harus memiliki nilai kekuatan/strength,

FILLER


(30)

kekerasan/ hardness, dan elastic modulus yang besar. Sifat-sifat ini harus lebih besar daripada yang dimiliki matriks. Sifat-sifat material komposit bisa juga dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, konsentrasi dan distribusi filler. (Putu Lokantara, 2007)

2.2 Abu (fly ash) cangkang sawit

Abu (fly ash) cangkang kelapa sawit adalah limbah padat yang berasal dari pembakaran cangkang kelapa sawit yang di pergunakan sebagai bahan bakar boiler untuk menghasilkan uap pada proses penggilingan minyak sawit. Di Indonesia dari 21,4 juta Ha lahan areal perkebunan nasional sekitar 42,39% atas lahan perkebunan itu di Tanami kelapa sawit. Lahan seluas 9,07 juta Ha kelapa sawit itu menghasilkan CPO (Cruide Palm Oil), terbesar di dunia yaitu sebesar 23,52 juta ton pada tahun 2012. ( Dirjen Perkebunan 2012)

Pemrosesan tandan buah sagar ( TBS ) menjadi CPO (Cruide Palm Oil), menghasilkan limbah padat yang sangat banyak dalam bentuk serat cangkang dan tandan kosong. Setiap 100 ton tandan buah segar yang dip roses akan menghasilkan lebih kurang 20 ton cangkang, 7 ton serat dan 25 ton tandan kosong. Cangkang selanjutnya di gunakan lagi sebagai bahan bakar, pembakaran pada ketel uap dengan menggunakan cangkang kelapa sawit akan menghasilkan 5 % abu dari setiap 1 ton cangkang yang di bakar dengan butiran yang sangat halus. Abu hasil pembakaran ini biasanya di buang di dekat pabrik sebagai limbah padat yang tidak di manfaatkan, bahkan berpotensi menimbulkan gangguan terhadap lingkungan dan kesehatan.

Abu cangkang kelapa sawit ini memiliki kandungan utama Silikon Oksida ( SIO2) yang memiliki sifat reaktif dan pozzolanik bagus yang bias bereaksi menjadi bahan yang keras dan kaku. Abu cangkang sawit ini merupakan bentuk partikel halus sangat cocok di jadikan bahan komposit dengan menggunakan matriks polyester resin tak jenuh yang memiliki sifat sebagai resin termoset yang tahan terhadap suhu panas, memiliki titik lebur pada suhu 1900C dan tidak dapat di daur ulang. Abu cangkang sawit ini memiliki beberapa unsur kimia yang terdapat pada tabel 2.1. (Hutaehan B, 2007)


(31)

Tabel 2.1 unsur kimia abu cangkang sawit. (Hutahaean B, 2007)

Unsur kimia Persen

tase

SiO2 50,02

%

Al2O 8,7%

Fe2O3 2,6%

CaO 12,65

%

MgO 4,23%

K2O 0,72%

Na2O 0,41%

H2O 1,97%

2.3 Polyester Resin Tak Jenuh

Polyester resin tak jenuh merupakan polimer kondensat yang terbentuk berdasarkan reaksi antara polyol yang merupakan organik gabungan dengan alkohol

multiple atau gugus fungsi hidroksi, dan polycarboxylic, yang mengandung ikatan ganda. Tipikal jenis polyol yang digunakan adalah glycol, seperti ethylene glycol. Sementara asam polycarboxylic yang digunakan adalah asam phthalic dan asam

maleic. Polyester resin tak jenuh adalah jenis polimer thermoset yang memiliki struktur rantai karbon yang panjang. Matrik yang berjenis ini memiliki sifat dapat mengeras pada suhu kamar dengan penambahan katalis tanpa pemberian tekanan ketika proses pembentukan. (Schwarts, 1983).

Pada desain struktur dilakukan dengan cara pemilihan matriks dan penguat, hal ini dilakukan untuk memastikan kemampuan material sesuai dengan produk yang akan dihasilkan. Dalam desain struktur ini jenis matriks yang akan digunakan adalah

Polyester resin tak jenuh dan penguat abu cangkang kelapa sawit. Matriks ini tergolong jenis polimer thermoset yang memiliki sifat dapat mengeras pada suhu kamar dengan penambahan katalis tanpa pemberian tekanan ketika proses pembentukannya. Struktur material yang dihasilkan berbentuk crosslink dengan keunggulan daya tahan yang lebih baik terhadap jenis pembebanan statik dan impak.


(32)

Hal tersebut disebabkan oleh molekul yang dimiliki bahan dalam bentuk rantai molekul raksasa, atom-atom karbon yang saling mengikat satu dengan lainnya mengakibatkan struktur molekulnya menghasilkan efek peredaman yang cukup baik terhadap beban yang diberikan. (Agus Pramono, 2008).

Data karakteristik mekanik material polyester resin tak jenuh seperti terlihat pada tabel.

Tabel 2.2. Karakteristik mekanik polyester resin tak jenuh.

Sifat Mekanik Satuan Besaran

Berat jenis (ρ) kg/mm3 1,215.10-6

Modulus Elastisitas (E)

N/mm2 2941.8

Kekuatan Tarik (σT) N/mm2 54

Elongasi % 1,6

Sumber: PT. Justus Kimia Raya, 2007

Umumnya material ini digunakan dalam proses pembentukan dengan cara penuangan antara lain perbaikan body kenderaan bermotor, pengisi kayu dan sebagai material perekat. Material ini memiliki sifat perekat dan aus yang baik, dan dapat digunakan untuk memperbaiki dan mengikat secara bersama beberapa jenis material yang berbeda. Material ini memiliki umur pakai yang panjang, kestabilan terhadap sinar Ultraviolet (UV), dan daya tahan yang baik terhadap serapan air. Kekuatan material ini diperoleh ketika dicetak kedalam bentuk komposit, dimana material-material penguat, seperti serat kaca, karbon dan lain-lain, akan meningkatkan sifat mekanik material tersebut sementara ketika dalam keadaan tunggal material ini bersifat rapuh dan kaku. (Hull, 1992)


(33)

Katalis merupakan material kimia yang digunakan untuk mempercepat proses reaksi polimerisasi struktur komposit pada kondisi suhu kamar dan tekanan atmosfir. Pemberian katalis dapat berfungsi untuk mengatur waktu pembentukan gelembung blowing agent, sehingga tidak mengembang secara berlebihan, atau terlalu cepat mengeras yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembentukan gelembung.

2.5 Kampas Rem

Kampas rem merupakan komponen penting pada kendaraan bermotor di jalan raya. Pertambahan kendaraan bermotor roda dua dan empat saat ini meningkat pesat sejalan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat. Komponen kendaraan yaitu kampas rem sangat perlu mendapatkan perhatian yang lebih oleh pemegang kebijikan ( pemerintah ) dalam upaya melindugi konsumen dan mengurangi persentase penyebab kecelakaan di jalan raya. Standar Nasional Indonesia ( SNI ) kampas rem sudah di buat sejak tahun 1987 namun beberapa parameter serta spesifikasinya perlu di tinjau atau di kaji ulang sesuai perkembangan dan mengacu kepada standar internasiponal atau pola perkembangan teknologi otomotif yang modern ini. (Pratama, 2010).

Komposisi berbasis polimer tidak mengandung asbestos dan logam berat bahan komposit berbasis polimer, karena sebagian besar bahannya menggunakan bahan polimer organik, maka benar-benar dapat di jamin bebas terhadap senyawa yang mengandung Pb, Cr dan Zn. Seratnya pun di gunakan serat E-glass dan atau

airamid. Juga sering di gunakan serat alam berupa fibre, wisker dan serat karbon dari organik material. Bahan pengisi berupa mineral tambang adalah minority dan bersifat “ fire retardant” sehingga tahan terhadap panas atau memiliki koefisien perpindahan panas yang lebih kecil. Namun di satu sisi kurang kuat menyerap atau menyimpan panas, sehingga panas sering berbalik ke roda akibatnya roda menjadi panas. Hal ini dapat di atasi dengan pengembangan di “material engineering”dan aspek desain penggabungan antara cast iron dan komposit menggunakan bidang kontak komposit yang lebih banyak untuk mengakomodasi “friction material life time” agar lebih


(34)

panjang life time/keausan bahan. Di era “ Global Climate Change” dan “Carbon Trade”, aspek penggunaan bahan berbahaya beracun harus memerlukan perhatian

yang serius dan penegakan hokum yang ketat, kalau Indonesia mau menjadi bangsa yang besar, sehat, sejahtera dan memiliki kawasan yang bersih dari bahan-bahan beracun.

2.6 Komposisi Kampas Rem

Sebelum 1870, roda kendaraan masih terbuat dari kayu, dan alat yang di gunakan untuk memperlambat laju roda juga terbuat dari kayu. Namun sejak 1870, roda mulai di buat dengan menggunakan besi untuk mengurangi keausan kayu. Pada waktu itu bidang gesek rem juga menggunakan besi. Penggunaan besi untuk bidang gesek re mini memang membuatnya lebih awet, namun rem tidak pakem. Memasuki 1897, mulailah di gunakan rem jenis tromol (brake lining) pada kendaraan. Jenis rem ini di ciptakan Herber Food dari perusahaan Ferodo Ltd. Kampas yang di gunakan menggunakan bahan campuran sabut dengan kain katun (cotton belting). Selanjutnya sekitar 1908, bahan asbestos mulai di gunakan. Asbestos merupakan paduan kuningan dan serat metal yang di satukan menggunakan binder (bahan pengikat) namun belum di cetak. Hingga 1920, kampas rem mulai di cetak dengan serat metal dengan ukuran lebih pendek, logam kuningan yang lebih halus serta tambahan bahan organik.

Namun pada 1994, di temukan kalau asbestos mengandung zat karsinogen yang di tuding sebagai salkah satu zat penyebabkanker paru-paru. Dan efek itu baru terasa setelah 10-15 tahun. Sejak itu, produksinya sudah mulai perlahan di hentikan. Sebagai gantinya adalah penggunaan brass, copper fiber dan aramid pulp. Kampas rem non asbestos ini terbagi dua yakni, low steel yang masih mengandung besi meski sedikit dan non-steel yang tidak menggunakan besi. Selain ramah lingkungan, kampas rem non asbestos juga memiliki segudang kelebihan lain seperti tidak mudah


(35)

bunyi, tahan panas dan memiliki friksi baik. Namun ada dua kelemahan nya, kotoran dari pengikisan kampas berwarna hitam dapat mengotori pelek dan harganya pun lebih mahal dari kampas rem asbestos. Kemungkinan besar di masa mendatang, kampas rem massal menggunakan bahan keramik yang lebih tahan panas. Namun saat ini material itu masih terlalu mahal. Meski sudah ada mobil produksi massal menggunakannya, tapi jenis rem ini banyak di gunakan di mobil balap. (Ari Tristianto Wibowo, 2010).

Bahan baku kampas rem asbestos: asbestos 40 s/d 60%, resin 12s/d 15%, BaSO4 14s/d 15%, sisanya karet ban bekas, tembaga sisa kerajinan, frict dust. Bahan

baku kampas rem non asbestos : aramyd, kevlar, twaron, rockwool, fiberglass,

potasiumtitanate, carbonfiber, graphite, cellulose, vemiculate, steekfiber, BaSO4,

resin, nitrile butadiene rubber. (Agung Suryadi Pamenang, 2009)

2.7 Material Komposit Untuk Kampas Rem

Indonesia kaya akan material-material bahan tambang berupa oksida-oksida logam seperti Calcite, Barite, Hematite, Silikat, dll yang sangat bermanfaat dan murah untuk pengembangan bahan tahan aus tinggi. Di samping itu pula juga memiliki potensi bahan-bahan organik alam lainnya yang bias di manfaatkan sebagai matriks bahan komposit. Sekarang sudah saatnya kita memanfaatkan sumber kekayaan alam kita yang bernilai tambah tinggi, memiliki keunggulan komparatif, dari segi mutu produk dan keunggulan kompetitif dari segi harga. Kita harus dapat menciptakan material cerdas dari bahan baku local yang bermanfaat. (Pratama, 2010). Secara umum ke empat klasifikasi bahan friksi harus mengandung tipe bahan penyusun yang terdiri dari bahan pengikat, bahan serat dan bahan pengisi. Bahan kampas rem yang akan di ujikan yaitu adalah komposit yang terdiri dari resin sebagai pengikat dan abu cangkang sawit sebagai penguat atau filler. Resin ini berfungsi untuk mengikat berbagai zat penyusun di dalam bahan tersebut. Resin sintetik yang di gunakan terdiri dari 2 macam yaitu termoset dan termoplastik (Hardianto, 2008).


(36)

Bila di panaskan perilaku kedua resin ini berbeda. Termoset tidak melunak sedangkan termoplastik akan melunak tetapi akan kembali keras setelah di dinginkan. Perbedaan sifatnya tentu oleh struktur dalamnya. Komposit bahan kampas rem yang akan di ujikan adalah komposit yang berpengikat dari resin epoxy.

2.8 Mekanisme Kerja Pengereman Pada Sepeda Motor

Secara umum cara kerja rem adalah memanfaatkan gaya gesekan mekanik untuk memperlambat laju kendaraan dan akhirnya berhenti. Kontruksi rem tromol (drum break) yang umumnya di operasikan secara mekanis dan sistem operasinya cukup sederhana. Terdiri atas sepasang sepatu rem, pegas pembalik (penarik), tambatan rem, kam (pendorong) yang semua itu terpasang pada hub roda. Kemudian bersama hub tersebut, semua komponen rem di pasang dalam tromol. Bila rem dan komponen tidak ikut berputar, tromol berputar bersama roda. Tepatnya rem bekerja dengan menahan putaran tromol. (Junaidi, 2009)

Untuk mengoperasikan sepatu rem, kam atau pendorong di hubungkan ke tangki yang selanjutnya di kaitkan pada pedal yang di operasikan dengan oleh gaya tekan pada kaki. Bila pedal di tekan, kam akan bergerak atau berputar yang menyebabkan sepatu rem terdorong dan mengembang, permukaannya sering di sebut kampas rem yang terbuat dari asbestos yang menyentuh bagian bawah tromol. Bila tromol berputar, kampas rem akan menahannya dan menyebabkan putaran roda akan semakin lambat atau berhenti secara seketika.


(37)

Gambar 2.4 Mekanisme penyetelan sepatu rem

Berdasarkan cara kerjanya, rem tromol di bagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Jenis system leading trailing, pada jenis ini meski kedua sepatu rem sama-sama menembang namun memiliki efek pengereman yang berbeda atau berlawanan. Perbedaan terjadi karena arah perputaran roda tersebut. Untuk menggerakkan kedua sepatu rem nya di gunakan satu kam saja, seperti yang di perhatikan arah satu putaran roda, dimana roda berputar searah jarum jam.

2. Cara pengereman trailing, yaitu pada saat sepatu rem sama-sama menekan, tromol juga mengerem sepatu rem kiri ke arah dalam tromol, karena sepatu di tekan secara terus menerus efek pengereman menjadi kurang bagus. Sementara itu, sepatu rem sebelah kanan cenderung ke luar atau terus menerus menekan tromol, akibatnya gaya pengereman semakin bertambah. Terkadang cara kerja seperti ini yang sering di sebut juga leading, hasilnya pengereman tidak merata namun karena konstruksinya sederhana banyak produsen menggunakan kombinasi prinsip sistem ini.

Hanya pada kendaraan tertentu yang ke dua sepatu rem nya bekerja secara leading. Untuk mendapatkan efek yang seperti itu, setiap sepatu di berikan kam dan tambatan dengan posisi yang berlawanan. Maka hasilnya setiap kam akan mendorong demikian setiap rem menekan tromol. Rem dengan kedua sepatu yang menggunakan cara leading menghasilkan pengereman yang lebih baik, satu setengah kali lebih baik di bandingkan model kombinasi ( trailing leading). Karena itulah cara


(38)

seperti ini di gunakan untuk motor sport atau motor yang roda depannya memerlukan tenaga pengereman yang lebih besar. Permukaan rem tromol umumnya di buat dari besi tuang, kemudian di satukan dengan hub roda yang terbuat dari alumunium.

Komponen rem tromol terbuat dari :

a. Silinder roda, berfungsi untuk meneruskan tekanan dari master silinder ke sepatu rem agar menekan tromol.

b. Backing plate, berfungsi sebagai tumpuan sekaligus tempat pemasangan komponen rem.

c. Sepatu rem dan kampas, biasanya sepatu rem berbentuk busur yang di letakkan dengan kampas rem menggunakan keeling atau perekat. Sepatu rem juga berfungsi untuk menahan putaran tromol.

Gambar 2.5 bagian-bagian kampas rem

d. Pegas pembalik, ini berfungsi mengembalikan sepatu rem ke posisi semula apabila tekanan minyak rem dari master silinder semakin berkurang.

e. Baut penyetel, berfungsi untuk menyetel kelonggaran antara sepatu rem dan tromol, penyetel rem biasanya menjadi satu dengan silinder roda, tetapi ada juga yang terpisah dari silinder dan rodanya.


(39)

2.9 Sifat Mekanik Kampas Rem

Sejalan dengan meningkatnya pengguna kendaraan bermotor roda 4 atau roda 2 makin tinggi maka laju pertumbuhan kebutuhan spare part kampas rem juga semakin tinggi juga. Bahkan saat harga BBM semakin tinggi masyarakat pengguna kendaraan roda 2 semakin pesat antara 2-5 kali lipat dari 5 tahun sebelumnya. Kondisi ini merupakan pangsa empuk dari pasar komponen kendaraan bermotor seperti kampas rem yang relative singkat. Komponen ini perlu mendapat perhatian terhadap kualitas yang mengacu terhadap standart nasional atau internasional. Mengingat prekonomian di tengah-tengah masyarakat sangat beragam dan umumnya bila mencari komponen akan mencari yang murah tanpa memperhatikan kualitas yang berkaitan dengan keselamatan jarang di perhitungkan. Walaupun hal ini rasanya sudah terbiasa, namun peran pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan terhadap produk standar perlu di lakukan evaluasi atau revisi sesuai perkembangan teknologi dan mengutamakan factor keselamatan serta perlindungan konsumen dari akal-akalan produsen.

Masing-masing tipe sepeda motor memiliki bentuk serta kualitas bahan kampas rem khusus. Secara umum bagian-bagian kampas rem terdiri dari daging kampas (bahan friksi), dudukan kampas (body brake shoe) dan 2 buah spiral. Pada aplikasi system pengereman otomotif yang aman dan efektif, bahan friksi harus memenuhi persyaratan minimum mengenai unjuk kerja, noise dan daya tahan. Bahan rem harus memenuhi persyaratan keamanan, ketahanan dan dapat mengerem dengan halus. Selain itu pula harus mempunyai koefisien gesek yang tinggi, keausan kecil, kuat, tidak melukai permukaan roda dan dapat menyerap getaran. (Hardianto, 2008)

Komposit di gunakan sebagai material kampas rem karena memiliki banyak kelebihan dari material lainnya. Kelebihan tersebut antara lain adalah, ramah lingkungan, lima kali lebih ringan sehingga mudah di pasang, tahan lama, memiliki tingkat keausan yang mudah di modifikasi, ketahanan terhadap korosi dan pengaruh zat kimia, serta memiliki tingkat kebisingan yang rendah. Banyak factor yang bias menjadi penyebab kegagalan pada kampas rem komposit. Sifat-sifat material gesek


(40)

blok rem komposit, baik sifat mekanik dan fisik material akan mempengaruhi kemampuan kampas rem menerima beban ketika pengereman terjadi. Kondisi operasi pengereman akan mempengaruhi pembebanan mekanik pada kampas rem. Rancangan dari backing plate kampas rem komposit juga akan mempengaruhi kemampuan kampas rem komposit menerima beban.

Bahan friksi tersusun atas tiga komponen yaitu penguat, bahan pengikat serta bahan pengisi. Abu terbang cangkang sawit dapat dijadikan sebagai alternatif serat penguat bahan friksi non asbes pada pembuatan kampas rem sepeda motor. Pemanfaatan abu cangkang sawit perlu diketahui sifat-sifat yang akan ditunjukkan oleh abu cangkang sawit tersebut, baik sifat kimiawi, fisik dan mekanis. Sifat-sifat ini akan dapat di lihat atau disimpulkan dari data kualitas abu cangkang sawit hasil analisis dan pengujiannya. Dari sejumlah data kualitas yang ada dari padanya dapat diambil harga rata-ratanya, misalnya kandungan air, abu dan lainnya yang bersifat kimiawi, tetapi ada pula yang tidak dapat diambil harga rata-ratanya melainkan harus dilihat harga minimum dan maksimum, seperti pada harga hardgrove index dan titik leleh abu.

Untuk memenuhi syarat dan menjaga keselamatan dalam mengemudikan kendaraan dan kompetisi di pasaran, bahan fiksi membutuhkan performa friksi yang baik dan biaya rendah. Akan tetapi, biasanya bahan mentah dengan performa friksi yang baik mempunyai harga yang relatif tinggi. Untuk menghasilkan “brakelining” yang baru dengan nilai yang cukup pada koefisien gesek (μ) dan kecepatan wear

yang rendah, faktor biaya kedua bahan mentah dan proses pembuatannya harus betul-betul dipertimbangkan, agar didapatkan suatu bahan dengan koefisien gesek tinggi dan juga wear yang rendah.

Karakterisasi yang perlu dilakukan dalam pembuatan kampas rem sepeda motor adalah kekerasan dan keausan. Kedua hal ini sangat penting karena saling berhubungan satu sama lain. Jika kampas rem sangat keras akan mempengaruhi rotornya dan jika kampas rem cepat aus maka akan menambah pengeluaran. Oleh karena itu, karakterisasi keduanya perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang


(41)

optimal. Sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan (seperti komponen yang terbuat dari bahan tersebut) untuk menerima beban/gaya/energi tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan/komponen tersebut. Seringkali bila suatu bahan mempunyai sifat mekanik yang baik tetapi kurang baik pada sifat yang lain, maka diambil langkah untuk mengatasi kekurangan tersebut dengan berbagai cara yang diperlukan. Untuk mendapatkan standar acuan tentang spesifikasi teknik kampas rem, maka nilai kekerasan, keausan lentur dan sifat mekanik lainnya harus mendekati nilai standart keamanan.

Adapun persyaratan teknik dari kampas rem komposit

(www.stopcobrake.com/en/file/en.pdf/SAEJ661) yaitu :

a. Untuk nilai kekerasan sesuai standart keamanan 68 – 105 (Rocwell R).

b. Ketahanan panas 600C, untuk pemakaian terus menerus sampai dengan 1200C. c. Nilai keausan kampas rem adalah (5 x 10-4 - 5 x 10-3 mm2/kg).

d. Koefisien gesek 0,14 - 0,27

e. Massa jenis kompas rem adalah 1,5 - 2,4 gr/cm3. f. Konduktifitas thermal 0,12 - 0.8 W.m.oK.

g. Tekanan spesifiknya adalah 0,17 – 0,98 joule/g.oC. h. Kekuatan geser 1300 – 3500 N/cm3.

i. Kekuatan perpatahan 480 – 1500 N/cm3.

2.10 Pengujian Sifat Mekanik 2.10.1 Pengujian Kekerasan

Kekerasan adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro dari material tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula.


(42)

Lebih ringkasnya kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).

Uji kekerasan terdiri dari :

1. Brinnel ( HB/BHN ), adalah untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja ( identor ) yang di tekankan pada permukaan material uji tersebut ( spesimen )

Dimana: D = Diameter bola ( mm ) d = Impression diameter ( mm ) F = load ( beban ) ( kgf )

HB = Brinell Result ( HB )

Gambar 2.6 Pengujian Brinell (Callister, 2001)

2. Rockwell ( HR/RHN ), adalah metode pengujian kekerasan dalam bentuk daya tahan terhadap identor dalam bentuk bola baja ataupun kerucut intan yang di tekankan pada permukaan material uji tersebut. Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menentukan nilai kekerasan Rockwell di jelaskan pada gambar 4. Yaitu pada langkah 1, benda uji di tekan oleh identor pada beban dengan beban minor ( Minor Load F0 ), setelah itu di tekan dengan beban mayor ( Mayor Load F1 ) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor di ambil sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini identor di tahan seperti pada


(43)

kondisi pada saat total load F yang terlihat pada gambar 4. Akan tetapi pada penelitian ini yang di gunakan adalah pengujian kekerasan dengan metode Rockwell, karena cocok untuk semua material yang keras dan dan lunak dan metode ini lebih sederhana karna penekanannya dapat dengan leluasa.

Gambar 2.7 Prinsip Kerja Metode Kekerasan Rockwell Dimana:

F0 = beban minor ( load minor ) (kgf) F1 = beban mayor ( load major ) (kgf) F = total beban ( kgf )

e = jarak antara kondisi 1 dengan kondisi 3 yang di bagi dengan 0,002 mm

E = jarak antar identor saat di beri minor load dan zero referense line yang untuk tiap jenis identor yang berbeda-beda

HR = besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness

Tabel 2.3 Rockwell Hardness Scales

Scale Indentor F0

(kgf)

F1 (kgf)

F

(kgf) E Jenis Material Uji

A Diamond

cone

10 50 60 10

0

Exremely hard

materials, tugsen

carbides, dll B 1/16" steel

ball

10 90 100 13

0

Medium hard


(44)

medium carbon steels, kuningan, perunggu, dll

C Diamond

cone

10 140 150 10

0

Hardened steels, hardened and tempered alloys

D Diamond

cone

10 90 100 10

0

Annealed kuningan dan tembaga

E 1/8" steel ball

10 90 100 13

0

Berrylium copper, phosphor bronze, dll. F 1/16" steel

ball

10 50 60 13

0

Alumunium sheet

G 1/16" steel ball

10 140 150 13

0

Cast iron,

alumunium alloys H 1/8" steel

ball

10 50 60 13

0

Plastik dan soft metals seperti timah K 1/8" steel

ball

10 140 150 13

0

Sama dengan H

scale L 1/4" steel

ball

10 50 60 13

0

Sama dengan H

scale M 1/4" steel

ball

10 90 100 13

0

Sama dengan H

scale P 1/4" steel

ball

10 140 150 13

0

Sama dengan H

scale R 1/2" steel

ball

10 50 60 13

0

Sama dengan H

scale S 1/2" steel

ball

10 90 100 13

0

Sama dengan H

scale


(45)

ball 0 scale

3. Vickers, permukaan benda uji ditekan dengan penetrator intan berbentuk piramida dasar piramida berbentuk bujur sangkar dan sudut antara dua bidang miring yang berhadapan 136º. Sudut ini dipilih, karena nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan Brinell. Karena bentuk penumbuknya piramid, maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramidsa intan. Angka kekerasan piramida intan (DPH), atau angka kekerasan Vickers (VHN atau VPH), didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. DPH dapat ditentukan dari persamaan berikut:

Dimana :

P = Beban yang digunakan (kg)

d = Panjang diagonal rata-rata dari bekas penekanan (mm) θ = Sudut antara permukaan intan yang berlawanan (136o)

Gambar 2.8 Pengujian Vickers (Callister, 2001)

4. Micro hardness ( Knoop hardness ), yaitu pengujian kekerasan yang di gunakan pada material yang nilai kekerasannya rendah ataupun getas seperti keramik.


(46)

Gambar 2.9 Bentuk Identor Knoop (Callister, 2001)

Namun pada penelitian ini pengujian yang di pakai adalah dengan metode hardnes micro vickers.

2.10.2 Pengujian lentur

Kekuatan ( strength ), menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah. Kekuatan ini ada beberapa macam, tergantung pada jenis beban yang bekerja atau yang mengenainya. Contoh kekuatan lengkung. Material yang lentur ( tidak kaku ) adalah material yang dapat mengalami keregangan bila di beri tegangan atau beban tertentu. Kelenturan merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau patah. Untuk mengetahui kekuatan lentur suatu material dapat di lakukan dengan pengujian lentur terhadap material tersebut. (Edi Supardi, 1999).

Kekuatan lentur atau kekuatan lengkung adalah tegangan lentur terbesar yang dapat di terima akibat pembebanan luar tanpa mengalami deformasi yang besar atau kegagalan. Besar kekuatan lentur tergantung pada jenis material dan pembebanan. Kekeuatan lentur pada sisi bagian atas sama sisi dengan kekeuatan lentur pada sisi bagian bawah. Pada pengujian lentur terdapat beberapa pengujian seperti two poin bending, three poin bending, four point bending dan lainnya. Tetapi pada penelitian ini di lakukan dengan three poin bending.


(47)

Gambar 2.10 Metode Three Point Bending

Pada perhitungan kekuatan lentur ini, di gunakan persamaan yang ada pada satndar ASTM D790, yaitu :

Dimana : S = tegangan lentur ( Mpa ) P = beban / load ( N ) L = panjang span ( mm ) b = lebar ( mm )

d = tebal ( mm )

2.10.3 Pengujian Keausan

Keausan pada umumnya di definisikan sebagai kehilangan material secara progresif atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan suatu hasil. Pergerakan relatif antara permukaan tersebut dan permukaan lainnya. Pengujian keausan dapat di lakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimilasikan kondisi keausan aktual. Adapun jenis-jenis uji keausan yaitu :


(48)

1. Keausan Adhesive ( Adhesive Wear ), Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan adanya perlekatan satu sama lainnya ( adhesive ) serta deformasi plastis dan pada akhirnya terjadi pelepasan / pengoyakan salah satu material seperti di perlihatkan pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.11 Keausan Metode Adhesive

2. Keausan Abrasive (Abrasive Wear) Terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan material yang lebih lunak. Tingkat keausan pada mekanisme iniditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau asperity tersebut.Sebagai contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila pertikel tersebut berada di dalam sistem slury. Pada kasus pertama, partikel tersebut kemungkinan akan tertarik sepanjang permukaan dan akhirnya mengakibatkan pengoyakan. Sementara pada kasus terakhir, partikel tersebut mungkin hanya berputar (rolling) tanpa efek abrasi.


(49)

Gambar 2.12 Keausan Metode Abrasive

3. Keausan Fatik (lelah),keausan fatik dibutuhkan interaksi multi. Keausan ini terjadi akibat interaksi permukaan dimana permukaan yang mengalami beban berulang akan mengarah pada pembentukan retak-retak mikro. Retak-retak mikro tersebut pada akhirnya menyatu dan menghasilkan pengelupasan material. Tingkat keausan sangat bergantung pada tingkat pembebanan.


(50)

Gambar 2.13 Mekanisme Keausan Lelah

4. Keausan Oksidasi/ Korosif ( Corrosive Wear ), Proses kerusakan dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material induk. Sebagai konsekuensinya, material akan mengarah kepada perpatahan interface antara lapisan permukaan dan material induk dan

akhirnya seluruh lapisan permukaan itu akan


(51)

G ambar 2.14 Mekanisme Keausan Oksidasi

5. Keausan Erosi ( Erosi Wear ), Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan yang membentur permukaan material. Jika sudut benturannya kecil, keausan yang dihasilkan analog dengan abrasive. Namun, jika sudut benturannya membentuk sudut gaya normal ( 90 derajat ), maka keausan yang terjadi akan mengakibatkan

brittle failure pada permukaannya, skematis pengujiannya seperti terlihat pada gambar di bawah ini :


(52)

Pada penelitian ini termasuk jenis keausan adhesive dan pengujiannya di lakukan dengan pengujian laju ke ausan metode pin on disk. Pengujian keausan di nyatakan dengan jumlah kehilangan/pengurangan specimen tiap satuan luas bidang kontak dan lama pengausan ( Victor Malau dan Adhika Widyaparaga, 2008 )

Laju keausan di nyatakan dengan :

Dengan, W = Laju keausan ( g/ .detik )

W0 = Berat awal specimen sebelum pengausan ( gram ) W1 = Berat akhir specimen setelah pengausan ( gram ) A = Luas bidang kontak dengan pengausan ( )

t = Waktu/lama pengausan ( detik )

Pengujian ini di lakukan dengan menggunakan metode pin on disk.


(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metoda

Pembuatan spesimen dengan menggunakan metoda hand lay out, dengan cara di aduk dan di tuang ke dalam cetakan supaya menjadi bentuk spesimen sesuai dengan pengujiannya. Pada penelitian ini di gunakan metode eksperimen dengan melakukan pengujian mekanik yaitu, uji keras, uji lentur dan uji aus.

3.2 Waktu dan Tempat

Waktu penelitian ini di rencanakan

selama eman bulan dari bulan maret sampai dengan september. Tempat penelitian ini di lakukan di Laboratorium Noise & Vibration Control Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara (USU) untuk uji keausan. Laboratorium Uji Mekanis Dan Material Teknik Balai Riset Dan Standarisasi Industri Medan (BARISTAN) untuk pengujian lentur dan Laboratorium Material Tenik Mesin Universitas Negeri Medan (UNIMED) untuk pengujian kekerasan.

3.3 Alat Dan Bahan

3.3.1 Alat

Alat-alat yang di pergunakan adalah :

1. Tabung ukur/gelas ukur untuk menentukan volume komposisi bahan-bahan.


(54)

Gambar 3.1 Tabung Ukur/Gelas Ukur

2. Timbangan digital, untuk mengukur berat resin dan abu cangkang sawit

Gambar 3.2 Timbangan Digital

3. Mesh atau ayakan untuk menghaluskan debu agar homogen.


(55)

Gambar 3.3 Mesh no.025

Tabel 3.1 Diameter Mesh


(56)

Gambar 3.4 Jangka Sorong

5. Cetakan spesimen berbentuk balok dan lingkaran yang di gunakan sebagai tempat untuk membuat spesimen. Yaitu spesimen untuk uji kekerasan, lentur dan keausan.


(57)

Gambar 3.6 Cetakan Untuk Uji Kekerasan

Gambar 3.7 Cetakan Untuk Uji Keausan

6. Alat pelengkap seperti pisau, skrup, kuas, penggaris, masker dan juga kertas pasir.

7. Alat uji kekerasan dengan menggunakan metode Hardnes Micro Vickers. Pada penelitian ini di gunakan metode vikers karena spesimen pengujiannya termasuk lunak.


(58)

Gambar 3.8 Alat Uji Kekerasan Micro Hardes Vickers

8. Alat uji lentur menggunakan metode three point bending, dengan alat Universal Testing Machine dengan kapasitas 5 ton


(59)

9. Alat uji keausan dengan metode pin on disk dengan ASTM G99-04. Pada penelitian ini uji keausannya menggunakan metode pin on disk untuk mengetahui nilai keausannya.

Gambar 3.10 Alat Uji Keausan Tipe Pin on Disk standar ASTM G99-04

3.3.2 Bahan

1. Abu terbang ( fly ash ) cangkang sawit

Abu terbang (fly ash) cangkang sawit merupakan hasil pembakaran cangkang sawit. Dalam proses Tandan Buah Segar ( TBS ) menjadi minyak sawit/ CPO, menghasilkan limbah padat yang sangat banyak berupa serat, cangkang dan tandan buah kosong di mana untuk setiap 100 ton TBS yang di proses terdapat 20 ton cangkang, 7 ton serat, dan 25 ton tandan buah kosong. Untuk membantu pemulihan limbah dan energi kemudian cangkang di gunakan sebagai bahan bakar untuk boiler. Abu hasil pembakaran ini biasanya di buang dekat pabrik sebagai limbah padat dan tidak di manfaatkan yang memiliki unsur kimia seperti , SiO2: 50,02%, Al2O: 8,7%, Fe2O3: 2,6%, CaO: 12,65%, MgO: 4,23%, Na2O: 0,41%, K2O: 0,72%, H2O: 1,97%. (Hutahaean, B 2007 )


(60)

Gambar 3.11 abu (fly ash) cangkang sawit 2. Resin

Resin adalah salah satu serat penguat alami dalam suatu material komposit. Fungsi utama serat adalah untuk mengikat kedua bahan dan memindahkan tegangan dengan serat penguat (reinforced fibre). Secara umum, resin juga di sebut sebagai polimer atau plastik. Polimer dalam penelitian ini termasuk dalam polimer termoset. Karena merupakan bahan pengeras jika di panaskan dan mempunyai struktur cross-linked yang memiliki ketahanan yang baik dan sifat suhu yang tinggi. Resin yang di gunakan pada penelitian ini merupakan jenis resin epoxy. Yaitu Unsaturated Polyester BQTN-157 yang merupakan polyester resin tak jenuh.


(61)

Gambar 3.12 Resin Unsaturated Polyester BQTN-157. 3. Katalis

Katalis merupakan bahan kimia yang di gunakan untuk mempercepat reaksi polimerisasi struktur komposit pada suhu kondisi suhu kamar dan tekanan atmosfir. Selain itu pemberian katalis dapat di gunakan untuk mengatur pembentukan gelembung blowing agent, sehingga tidak menembang secara berlebihan, atau terlalu cepat mengeras yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembentukan gelembung. Jenis katalis yang di gunakan pada penelitian ini adalah Methyl Ethyl Ketone Peroksida (MEKPO).

Gambar 3.13 Methyl Ethyl KetonePeroksida (MEKPO).


(62)

Wax atau biasa disebut maximum mold release wax merupakan bahan yang sangat mendukung dalam proses pembuatan spesimen ini. Wax berbentuk padat menyerupai sabun berwarna kuning. Wax tersebut digunakan untuk melapisi cetakan dan berfungsi juga sebagai pelekang pada cetakan spesimen yang akan dibuat. Wax tersebut dioleskan pada seluruh bagian permukaan cetakan.

Gambar 3.14 Wax

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Penyiapan Bahan Baku

Pertama-tama mengambil abu (fly ash) cangkang sawit ke pabrik kelapa sawit. Abu cangkang yang di ambil berasal dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang berada di kecamatan Selesai Kabupaten Langkat. Setelah abu diambil dan di masukkan kedalam sebuah goni plastik ukuran 15 kg, kemudian di ayak dengan menggunakan mesh ukuran no 25 supaya mendapatkan abu (fly ash) yang lebih halus dan dengan diameter yang sama. Setelah itu di siapkan lah resin, dan pada penelitian ini resin yang di gunakan yaitu unsaturated polyester

BQTN 157 dan juga katalis yang berfungsi untuk mempercepat proses pengerasan. Kemudian bahan-bahan tersebut di campurkan dengan komposisi yang telah di


(63)

tentukan dan kemudian di aduk dengan tangan dalam waktu lima menit sehingga bahan tercampur secara homogen dan di tuang kedalam cetakan spesimen.

3.4.2 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini di lakukan dengan memvariasikan antara abu terbang (fly ash) cangkang sawit dengan resin yaitu antara, 70%, 60%, 50%, 40% dan 30% abu terbang (fly ash) cangkang sawit dengan 30%, 40%, 50%, 60% dan 70% resin dan di tambahkan katalis secukupnya. Setiap komposisi terdiri dari lima spesimen, yaitu, A1-1,A1-2,A1-3,A1-4,A1-5, B1-1,B1-2,B1-3,B1-4,B1-5, C1-1,C1-2,C1-3,C1-4,C1-5, D1-1,D1-2,D1-3,D1-4,D1-C1-1,C1-2,C1-3,C1-4,C1-5, E1-1,E1-2,E1-3,E1-4 dan E1-5

Table 3.2 Variasi Komposisi Antar Sampel

Komposisi Resin Epoxy (%)

gram

Fly ash Cangkang Sawit (%) gram

A 70 30

B 60 40

C 50 50

D 40 60

E 30 70

3.4 Pengujian Sifat Mekanik

Pengujian di lakukan dengan tujuan untuk mengkaji sifat-sifat dari suatu bahan. Sifat-sifat yang di kaji adalah sifat mekanik pada spesimen tersebut. Pengujian sifat mekanik yang dilakukan berupa uji kekerasan, uji lentur dan uji keausan.

3.4.1 Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kekerasan pada suatu material. Pengujian ini di lakukan di beberapa titik pada spesimen uji untuk mendapatkan hasil yang akurat. Pada penelitian ini di gunakan metode Hardnes


(64)

Micro Vickers, dengan spesifikasi alatnya yaitu Future-Tech FM-800 yang di lakukan di Laboratorium Material UNIMED.

Adapun prosedur yang di lakukan pada pengujian kekerasan ini adalah :

Pertama-tama di persiapkan spesimen uji dan di haluskan dengan kertas pasir supaya permukaan nya rata dan halus.

Ukuran spesimen sesuai dengan standar ASTM E-10, dengan ukuran panjang 25mm, lebar 25mm, dan tinggi 10mm.

Gambar 3.15 spesimen uji kekerasan standart ASTM E-10

Spesimen diletakkan di tempat pengujian dan kemudian di kunci sampai kuat dengan menggunakan chuk.

Setelah itu di lakukan pengaturan program, sesuai dengan beban yang akan di berikan pada pengujian tersebut.

Penekanan di lakukan pada tiga titik spesimen, supaya mendapatkan hasil yang akurat dan dilakukannya pencatatan setiap titik dari hasil pengujian dan di ambil rata-ratanya.

Kemudian dilakukan secara bergantian sampai lima spesimen dengan komposisi berbeda.


(65)

Gambar 3.16 pengujian kekerasan dengan micro hardnes vickers

3.4.2 Pengujian Lentur

Pengujian lentur dapat di lakukan pada benda yang dapat mengalami deformasi plastis dan deformasi elastis. Pengujian di lakukan dengan memberikan pembebanan pada spesimen hingga patah. Pada pengujian ini di lakukan dengan menggunakan metode three point bending, adapun alat yang di gunakan pada pengujian ini adalah Universal Testing Machine kapasitas 5 ton yang di lakukan di Balai Riset Dan Standarisasi Industri Medan. Adapun prosedur pengujian ini adalah : Penyiapan spesimen uji dengan memberikan label/nomor pada setiap spesimen agar tidak terjadi pengujian dua kali pada benda yang sama.

Bentuk spesimen yang di uji sesuai dengan standar ASTM D790-03


(66)

Gambar 3.17 spesimen uji lentur ASTM D790-03 Menyalakan mesin uji, untuk uji lentur.

Pemasangan spesimen uji dengan tepat pada tumpuan dan di pastikan identor tepat di tengah-tengah kedua tumpuan.

Jarak antar tumpuan 100 mm

Pencatatan besarnya tegangan lentur yang terjadi pada spesimen, setiap penambahan beban sampai terjadi kegagalan.

Setelah mendapatkan data hasil pengujian di lanjutkan dengan perhitungan kekuatan lentur pada benda uji tersebut.

Gambar 3.18 pengujian lentur dengan metode three point bending

Pengujian Keausan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui laju keausan pada bahan komposit tersebut. Pada penelitian ini di lakukan dengan metode pin on disk, yang di lakukan di Laboratorium Vibration & Noise Teknik Mesin USU. Pengujian keausan ini di lakukan sesuai standar ASTM G99-04. Adapun prosedur pengujian ini adalah :


(67)

Di persiapkan spesimen uji keausan.

Spesimen uji keausan dengan diameter 70 mm dan tinggi 6 mm.

Gambar 3.19 spesimen uji keausan standar ASTM G99-04

Spesimen di ikatkan di atas disk dan di beri pembebanan sesuai dengan yang di inginkan.

Kemudian dilakukan pengujian keausan dengan menggunakan alat uji keausan ASTM G99-04 tipe pin on disk.

Diberikan kecepatan dengan 180 rpm dengan waktu yang konstan yaitu 600 detik (10 menit) dan pembebanan 1Kg.


(68)

Gambar 3.20 pengujian keausan dengan metode pin on disk

3.5 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Pustaka

Persiapan Bahan

Abu Cangkang Sawit, Resin dan

Katalis


(69)

Gambar 3.21 diagram alir penelitian

70% Resin 30% Fly ash 60% Resin 40% Fly ash 50% Resin 50% Fly ash 40% Resin 60% Fly ash 30% Resin 70% Fly ash

Pembuatan Spesimen

Pengujian Mekanik

Uji Kekerasan

Uji Lentur Uji Keausan

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

Selesai Data


(70)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Hasil Pengujian Kekerasan

Hasil pengujian kekerasan dengan menggunakan metode Vickers dapat di lihat pada tabel dibawah ini dengan ukuran spesimen standart ASTM E-10 Sebagai berikut:

Panjang spesimen 25 mm, lebar 25 mm dan tinggi 10mm

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kekerasan

No Nama Sampel Load Hasil (HV) Average

1 A1-1

50 Kgf

81

82,4

2 A1-2 84

3 A1-3 78

4 A1-4 83

5 A1-5 86

6 B1-1

50 Kgf

95

96,2

7 B1-2 98

8 B1-3 89

9 B1-4 102

10 B1-5 97

11 C1-1

50 Kgf

110

112,6

12 C1-2 113

13 C1-3 118

14 C1-4 107

15 C1-5 115

16 D1-1

50 Kgf

138

132,8

17 D1-2 132

18 D1-3 129

19 D1-4 131

20 D1-5 134

21 E1-1

50 Kgf

125

119,5

22 E1-2 115

23 E1-3 118

24 E1-4 121


(71)

4.1.2 Hasil Pengujian Lentur

Hasil pengujian lentur dengan menggunakan metode three point bending dapat dilihat pada tabel dibawah ini ,dengan ukuran spesimen standart ASTM D 790 -03 sebagai berikut:

Tebal (d ) 6 mm, lebar (b) 15 mm dan panjang (L) 120 mm Tabel 4.2 Hasil Pengujian Lentur

No Nama sampel d

(mm) b (mm) L (mm) A (mm) Beban lentur (Kgf) Kuat lentur (Kgf)

1 A1-1 6 15 120 90 8 2,2222

2 A1-2 6 15 120 90 10 2,7778

3 A1-3 6 15 120 90 12 3,3333

4 A1-4 6 15 120 90 11 3,0556

5 A1-5 6 15 120 90 9 2,5000

6 B1-1 6 15 120 90 12 3,3333

7 B1-2 6 15 120 90 9 2,5000

8 B1-3 6 15 120 90 14 3,8889

9 B1-4 6 15 120 90 11 3,0556

10 B1-5 6 15 120 90 10 2,7778

11 C1-1 6 15 120 90 18 5,0000

12 C1-2 6 15 120 90 21 5,8333

13 C1-3 6 15 120 90 19 5,2778

14 C1-4 6 15 120 90 23 6,3889

15 C1-5 6 15 120 90 20 5,5556

16 D1-1 6 15 120 90 14 3,8889

17 D1-2 6 15 120 90 12 3,3333

18 D1-3 6 15 120 90 15 4,1667

19 D1-4 6 15 120 90 16 4,4444


(72)

21 E1-1 6 15 120 90 15 4,1667

22 E1-2 6 15 120 90 17 4,7222

23 E1-3 6 15 120 90 16 4,4444

24 E1-4 6 15 120 90 15 4,1667

25 E1-5 6 15 120 90 18 5,0000

Dari hasil tabel di atas dapat kita peroleh rata-rata nilai kuat lentur dari setiap komposisi.

Pada komposisi A (70% resin, 30% fly ash) dengan spesimen A1-1 sampai A1-5 nilai kuat lentur nya yaitu, 11,6664 : 5 = 2,3332 Kgf.

Pada komposisi B (60% resin, 40% fly ash) dengan spesimen B1-1 sampai B1-5 nilai kuat lentur nya yaitu, 15,5556 : 5 = 3,1111 Kgf.

Pada komposisi C (50% resin, 50% fly ash) dengan spesimen C1-1 sampai C1-5 nilai kuat lentur nya yaitu, 28,0556 : 5 = 5,6111 Kgf.

Pada komposisi D (40% resin, 60% fly ash) dengan spesimen D1-1 sampai D1-5 nilai kuat lenturnya yaitu, 19,4444 : 5 = 3,888 Kgf.

Pada komposisi E (30% resin, 70% fly ash) dengan spesimen E1-1 sampai E1-5 nilai kuat lenturnya yaitu, 22,5 : 5 = 4,5 Kgf.

4.1.3 Hasil Pengujian Laju Keausan

Hasil pengujian keausan dengan menggunakan metode pin on disk dapat dilihat pada tabel dibawah ini ,dengan ukuran spesimen standart ASTM G99-04 sebagai berikut:

Diamter ( d ) = 70 mm

Tinggi = 6 mm


(73)

No Nama sampel

Berat Awal (W0) gram Berat Akhir (W1) gram Luas (A) (mm) Waktu (t) detik

Laju keausan (W)

gram/mm.detik

1 A1-1 23,74 21,18 141,3 600 3,01 x 10-5

2 A1-2 25,61 22,86 141,3 600 3,24 x 10-5

3 A1-3 24,93 21,63 141,3 600 3,89 x 10-5

4 A1-4 24,52 21,26 141,3 600 3,84 x 10-5

5 A1-5 24,53 20,94 141,3 600 4,23 x 10-5

6 B1-1 22,21 21,12 141,3 600 1,52 x 10-5

7 B1-2 23,06 21,64 141,3 600 1,67 x 10-5

8 B1-3 25,11 22,82 141,3 600 2,7 x 10-5

9 B1-4 24,96 23,04 141,3 600 2,26 x 10-5

10 B1-5 24,87 22,98 141,3 600 2,22 x 10-5

11 C1-1 24,02 23,12 141,3 600 1,06 x 10-5

12 C1-2 23,98 22,01 141,3 600 2,32 x 10-5

13 C1-3 24,10 22,43 141,3 600 1,96 x 10-5

14 C1-4 23,86 22,79 141,3 600 1,26 x 10-5

15 C1-5 24,04 22,16 141,3 600 2,21 x 10-5

16 D1-1 25,02 24,14 141,3 600 1,03 x 10-5

17 D1-2 24,97 23,93 141,3 600 1,22 x 10-5

18 D1-3 25,08 24,32 141,3 600 0,89 x 10-5

19 D1-4 25,12 24,18 141,3 600 1,1 x 10-5

20 D1-5 25,16 24,42 141,3 600 1,2 x 10-5

21 E1-1 24,97 22,83 141,3 600 2,52 x 10-5

22 E1-2 25,32 23,64 141,3 600 1,98 x 10-5

23 E1-3 24,18 22,98 141,3 600 1,41 x 10-5

24 E1-4 26,01 24,88 141,3 600 1,33 x 10-5


(74)

4.2PEMBAHASAN

4.2.1 Pengujian kekerasan yaitu sebagai kemampuan suatu bahan untuk tahan

terhadap deformasi plastis sifat ini berkaita dengan sifat tahan aus, kekerasan juga mempunyai kasalasi dengan kekuatan . Pada pengujian kekerasan paling banyak dipakai adalah dengan metode penekanan tertentu dengan mengukur ukuran bekas penekana yang terbentuk diatasnya.

Pada penelitian ini digunakan dengan metode Vickers ,karna benda uji pada penelitian ini termasuk dalam kategori lunak ,pada penelitian ini setiap benda uji/spesimen dilakukan penekanan untuk mengetahui nilai kekerasannya dengan beban yang sama yaitu 50 Kgf .Dan spesimen yang paling keras yaitu pada spesimen D dengan komposisi 40 % resin ,60% fly ash. Dari ke lima spesimen D tersebut diambil nilai rata-ratanya yaitu,132,8 HV dan specimen A dengan komposisi 70% resin ,30% Fly ash,sebagai spesimen yang paling lunak. Dari kelima spesimen A tersebut diambil nilai rata-ratanya yaitu, 82,4 HV.

Uji Kekerasan (HV)


(75)

Gambar 4.2 Spesimen Uji Kekerasan sebelum dan sesudah pengujian

4.2.2Pengujian lentur

Pengujian lentur adalah salah satu uji stress strain mekanik yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan material terhadap gaya lentur. Dalam pengujiannya material ditekan sampai putus. Uji lentur merupakan cara pengujian bahan yang paling mendasar dan sederhana. Pada penelitian ini di lakukan pengujian lentur dengan menggunakan metode three point bending. Pada pengujian lentur ini digunakan spesimen dengan standart ASTM D 790-03. Untuk mencari tegangan lentur (S) di ketahui sesuai dengan rumus yaitu :

S = ………(1)

Dimana, P = Beban

L = Panjang Spesimen b = Lebar Spesimen d = Tebal Spesimen


(1)

Gambar 4.4 Spesimen Sebelum Pengujian Lentur dan Sesudah Pengujian

4.2.3Pengujian laju keausan

Pengujian laju keausan merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui laju keausan pada benda uji atau spesimen .Pada penelitian ini dilakukan pengujian keausan dengan metode pin on disk dengan standart ASTM G99-04 pada pengujian ini spesimen mengalami keausan abrasive dengan pembebanan 1Kg dan di berikan kecepatan yang konstan 180 rpm dan waktu 600 detik (10 menit) adapun perhitungan keausan dinyatakan dengan jumlah kehilangan pengurangan spesimen tiap satuan luas kontak dan lama pengausan (Victor Malau dan Adhika Widyaparaga , 2008). Laju Keausan dinyatakan dengan :

W =

Dimana , W = Laju keausan (g/mm2 detik)

W0 = Berat awal spesimen sebelum pengausan (gram) W1 = Berat akhir spesimen setelah pengausan (gram) A = Luas bidang kontak dengan pengausan (mm2) T = Waktu /lama pengausan (detik)

Pada specimen A1-1 dengan komposisi 70 %resin ,30% fly ash memiliki berat awal 23,74 gram , berat setelah pengausan 21,18 gram dan luas bidang kontak pengausan 141,3mm.


(2)

Maka W = 23,74 gram – 21,18 gram 141,3 mm2 . 600 detik = 2,56 gram 84780 mm2/detik

= 3,10 x 10-5 gram/mm2.detik

Hasil rata-rata laju keausan pada komposisi A, yaitu pada spesimen 1 sampai A1-5 yaitu, 18,21 x 10-5 : 5 = 3,64 x 10-5 gram/mm2.detik.

Hasil rata-rata laju keausan pada komposisi B, yaitu pada spesimen 1 sampai B1-2 yaitu, 1B1-2,73 x 10-5 : 5 = 2,54 x 10-5 gram/mm2.detik.

Hasil rata-rata laju keausan pada komposisi C, yaitu pada spesimen 1 sampai C1-5 yaitu, 8,81 x 10-5 : 5 = 1,76 x 10-5 gram/mm2.detik.

Hasil rata-rata laju keausan pada komposisi D, yaitu pada spesimen 1 sampai D1-5 yaitu, D1-5,44 x 10-5 : 5 = 1,08 x 10-5 gram/mm2.detik.

Hasil rata-rata laju keausan pada komposisi E, yaitu pada spesimen E1-1 sampai E1-5 yaitu, 9,17 x 10-5 : 5 = 1,83 x 10-5 gram/mm2.detik.


(3)

Dari grafik tersebut dapat diketahui laju keausan yang paling rendah yaitu, 1,08 x 10-5 terdapat pada specimen D dengan komposisi 40% resin 60 % fly ash. Keausan yang paling rendah merupakan keausan yang terbaik, karena semakin rendah nilai keausannya maka semakin bagus kualitasnya. Pada penelitian ini nilai kekerasannya dengan nilai keausan yang berkorelasi. Nilai kekerasan tertinggi berada pada spesimen D begitu juga nilai keausan terendah pada spesimen D .

Gambar 4.6 Spesimen Uji Keausan Sebelum dan Setelah Pengujian.

Gambar 4.7 Kampas Rem Sepeda Motor Berbahan Komposit Fly Ash Cangkang Sawit


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil pengujian kekerasan, kelenturan dan keausan yaitu :

1. Sifat mekanik komposit bahan kampas rem dengan komposisi 40% resin dan 60% fly ash atau spesimen D memiliki tingkat kekerasan yang paling tinggi di antara spesimen lainnya yaitu 132,8 HV. Sifat mekanik komposit bahan kampas rem dengan komposisi 50% resin dan 50% fly ash atau spesimen C memiliki tingkat kelenturan yang paling baik di antara spesimen lainnya yaitu, 66,02 N/mm2 dan sifat mekanik komposit bahan kampas rem dengan komposisi 40% resin dan 60% fly ash atau spesimen D yang memiliki tingkat keausan yang paling rendah di antara spesimen lainnya yaitu, 1,08 x 10-5 gr/mm2.detik

2. Komposisi 40% resin dan 60% fly ash atau spesimen D merupakan komposisi yang terbaik untuk bahan kampas rem sepeda motor, karena memiliki nilai kekerasan yang paling tinggi dan nilai keausan yang paling rendah.

5.2Saran

Adapun saran-saran yang perlu di perhatikan pada penelitian selanjutrnya antara lain : 1. Sebaiknya bahan/ komposisi untuk penelitian selanjutnya di cari yang lebih bervariasi dan lebih inovatif. Bahan yang selama ini tidak terpakai menjadi terpakai dan berguna untuk bahan komposit kampas rem, sekaligus untuk mengurangi limbah pabrik.

2. Dalam pembuatan spesimen perlu di perhatikan bentuk dan ukuran yang sesuai dengan standart ASTM yang di sesuaikan dengan jenis pengujiannya. 3. Dalam proses pembuatan spesimen material komposit bahan kampas rem

perlu di perhatikan dalam hal pengayakan agar fly ash tersebut memiliki diameter yang sama dan homogen, begitu juga pada proses pengadukan tidak


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agung Suryadi Pamenang, 2009. Pengembangan Material Komposit Lokal Berbasis Polimer. Paper, Jakarta.

Agus Pramono, 2008. Komposit Sebagai Trend Teknologi Masa Depan. Jurnal, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Yogyakarta.

Ahamad Bin Talibok, 2007. Lab Logam. Teknik Mesin, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Ahmad Multazam, Ahmad Zainuri, Sutija, 2012. Analisa Pengaruh Variasi Merek Kampas Rem Tromol dan Kecepatan Sepeda Motor Supra X 125 Terhadap Keausan Kampas Rem. Skripsi, Teknik Mesin, Universitas Mataram.

Ari Tristianto Wibowo, 2009. Analisa Pengaruh Kampas Rem Dengan Menggunakan Bahan Asbes Bagi Kesehatan, Jurnal Teknik Kimia, ITS, Surabaya.

Callister, William D, 1994. Material Science and Engineering and Introduction, Third Edition, Jhon Whiley and Sons, New York.

Hardianto, 2008. Kinerja Rem Tromol Terhadap Kinerja Rem Cakram Kendaraan Roda Dua Pada Pengujian Stasioner. Skripsi, Teknik Mesin Mesin, Universitas Petra Surabaya.

http://www.alatuji.com/article/detail/3/what-is-hardness-test-uji- kekerasan#.UGvNCq7KiSo (Di akses 24 Mei 2013)

http://www.astm.org/COMMITE/E10.htm (Di akses 3 Mei 2013)


(6)

http://www.scribd.com/doc/40071865/Bab-4-Sifat-Material (Di akses 4 Febuari 2014)

http://www.scribd.com.doc/97418971/Aus-Wear-Presentasi-Baru (Di akses 4 Febuari 2013)

Malau, Viktor dan Adhika Widyaparaga, 2008. Pengaruh perlakuan panas Quench dan Temperatur terhadap laju keausan, ketangguhan impak, kekuatan impak dan kekerasan baja.

Pratama, 2011. Analisa Sifat Mekanik Komposit Bahan Kampas Rem Dengan Penguat Fly Ash Batu Bara.

Putu Lokantara, Ngakan Putu Gede Suardana, 2007. Analisa Arah dan Perlakuan Serat Tapis Serta Rasio Epoxy Hardener Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Komposit Tapis/Epoxy. Jurnal, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Udayana, Bali.

Smallman R.E & Bishop R. J, Djaprie Sriati,2000. Metalurgi Fisik dan Rekayasa Bahan. (Terjemahan). Erlangga, Jakarta.

Sulistijono, 2004. Material Komposit. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, ITS, Surabaya.

Surdia Tata dan Shinroku, 1995. Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita, Jakarta.

Van Vlack Lawrence H, Djaprie Sriati, 1991. Ilmu dan Teknologi Bahan (Terjemahan), Erlangga, Jakarta.