BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Itik Bali
Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena badannya yang tegak saat berjalan mirip dengan burung penguin Rasyaf,1992. Pada umumnya
itik bali mempunyai ketahanan hidup yang sangat tinggi dan jarang menimbulkan angka mortalitas yang tinggi Murtidjo,1988. Rasyaf 1992 menyatakan bahwa ciri-ciri itik bali: 1
badan langsing, 2 berdiri tegak, 3 warna bulunya putih dan berwarna coklat keabu-abuan, 4 leher kecil dan panjang, 5 ekornya pendek.
Berat itik bali yang jantan berkisar antara 1,8-2 kg dan yang betina berkisar antara 1,6-1,8 kg. Itik bali memiliki telur yang cukup banyak dan kulit telurnya berwarna putih dengan berat
berkisar antara 60-75 gram per butir. Dilihat dari ukuran keadaan seperti ini itik bali mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai itik dwiguna yaitu sebagai itik petelur atau diarahkan
sebagai itik pedaging Murtidjo, 1988.
2.2 Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah efek keseluruhan dari interaksi hereditas dengan lingkungan perlakuan dan sumbangan genetik terhadap penampilan sekitar 30 sedangkan sumbangan
lingkungan sekitar 70 Soeharsono, 1997. Pertumbuhan merupakan proses yang sangat kompleks, meliputi pertambahan berat badan, pertambahan ukuran semua bagian tubuh secara
serentak dan merata Maynard et al. 1979. Disebutkan pula bahwa pertumbuhan yang terjadi merupakan manifestasi dari perubahan-perubahan dalam unit pertumbuhan terkecil yaitu sel.
Sel-sel ini mengalami peningkatan jumlah yang disebut hyperplasia serta peningkatan ukuran
selnya yang disebut hipertropi. Dengan terjadinya kedua mekanisme ini, maka akan menimbulkan pertambahan jumlah protein, lemak dan air di dalam tubuh.
Kecepatan pertumbuhan merupakan hal yang penting dalam usaha pemeliharaan ternak, karena faktor ini sangat besar pengaruhnya terhadap efisiensi penggunaan ransum. Pertumbuhan
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain genetik dan lingkungan Zaenudin, 1996. Jenis kelamin juga dapat menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan. Dibandingkan dengan ternak
betina, ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat dan pada umur yang sama, mempunyai bobot badan yang lebih tinggi. Perbedaan laju pertumbuhan antara kedua jenis kelamin tersebut dapat
menjadi lebih besar sesuai dengan bertambahnya umur Soeparno, 1994. Ternak yang kekurangan pakan atau gizi pertumbuhannya melambat atau berhenti dan kehilangan berat
badan. Tetapi setelah mendapatkan pakan yang cukup dan sesuai kebutuhannya, ternak dapat tumbuh dengan cepat dan bisa melebihi kecepatan pertumbuhan normalnya. Lebih lanjut
Murtidjo 1988 menyatakan, kekurangan zat makanan pada saat pertumbuhan dapat menyebabkan itik terlambat mencapai dewasa kelamin sehingga itik tidak dapat berproduksi
pada umur yang diharapkan. Kecepatan pertumbuhan grow rate pada unggas biasanya diukur melalui pertambahan
bobot badan Soeharsono, 1997. Pada umumnya pengukuran pertumbuhan ternak didasarkan pada kenaikan bobot tubuh per satuan waktu tertentu, yang dinyatakan sebagai rerata
pertambahan bobot badan per hari atau rerata kadar laju pertumbuhan Soeparno, 1994. Menurut Rasyaf 1994 pengukuran bobot badan dilakukan dalam kurun waktu satu minggu
sehingga untuk mendapatkan pertambahan bobot badan harian, yaitu bobot badan selama satu minggu dibagi tujuh.
Pola pertumbuhan tubuh secara normal merupakan gabungan dari pola pertumbuhan semua komponen penyusunnya. Pada kondisi lingkungan yang ideal, bentuk kurve pertumbuhan
postnatal untuk semua species ternak yang serupa, yaitu mengikuti pola kurve pertumbuhan sigmoid, yaitu pada awal kehidupan mengalami pertumbuhan yang lambat diikuti pertumbuhan
yang cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi hingga berhenti setelah mencapai kedewasaan Soeparno, 1994.
2.3 Ampas Tahu Sebagai Pakan Ternak