Analisis Atas Penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak terhadap Penerimaan Pajak Bumi Bangunan (studi kasus pada kantor pelayanan pajak pratama wilayah Bandung)

(1)

iv

Management tax object information system (SISMIOP) is the heart of Land and Property Taxes for integrating all aspects of administrative management that could process information tax object and subject data that has been already computerized; it is expected to support the increase of land and property tax collection. The purpose of this study was to determine the effect of the implementation of Management tax object information system on Land and Property tax collection At Bandung Small Tax Payers Office.

The method that has been used in this research is descriptive and verification method. Descriptive method used to describe the variable management tax object information system and variable land and property tax collection. While the verification method used to find out the relationship between management tax object information system and Land and Property Tax Collection. To determine the effect of management tax object information system on Land and Property tax collection this used statistical tests. The statistic test that has been used is the calculation of Pearson Product Moment correlation, coefficient of determination, and hypothesis test by using SPSS 14.0 for windows.

The results of this study indicate that the implementation of management tax object information system have a strong relationship to Land and Property tax collection. Besides that the implementation of Management tax object information system (SISMIOP) affect to Land and Property Tax Collection and the magnitude of the effect is 77.7% and the rest is influenced by the other factors ; GRDP per capita, tax obligators, inflation, area width, the amount of buildings, and economic recession.

Keywords: Implementation of Management tax object information system (SISMIOP) , Land and Property Tax Collection


(2)

iii

Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) merupakan jantung Pajak Bumi dan Bangunan karena mengintegrasikan seluruh aspek pengelolaan administrasinya yang dapat mengolah inforasi data objek dan subjek pajak yang sudah terkomputerisasi, maka diharapkan dapat menunjang peningkatan penerimaan pajak bumi dan bangunan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penerapan sistem manajemen informasi objek pajak terhadap penerimaan pajak bumi dan bangunan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Bandung.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran variabel sistem manajemen informasi objek pajak dan variabel penerimaan pajak bumi dan bangunan, sedangkan verifikatif untuk mengetahui hubungan antara sistem manajemen informasi objek pajak. Untuk mengetahui pengaruh penerapan sistem manajemen informasi objek pajak terhadap penerimaan pajak bumi dan bangunan digunakan pengujian statistik. Pengujian statistik yang digunakan adalah perhitungan korelasi

Person Product Moment, koefisien determinasi, uji hipotesis dengan menggunakan aplikasi SPSS 14.0 for windows.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara penerapan sistem manajemen informasi objek pajak dengan penerimaan pajak bumi dan bangunan. Selain itu, penerapan sistem manajemen informasi objek pajak memiliki pengaruh terhadap penerimaan pajak bumi dan bangunan, besarnya pengaruh tersebut adalah sebesar 77.7%, dan sisanya dipengaruhi faktor lain PDRB per kapita, wajib pajak, inflasi, luas lahan, jumlah bangunan, dan krisis ekonomi.

Kata kunci: Penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak, Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan


(3)

1

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pajak dikategorikan pengelolaanya menjadi Pajak yang dikelola Pemerintah Pusat dan Pajak yang dikelola Pemerintah Daerah. Salah satu pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dan hasilnya didistribusikan kepada Pemerintah Daerah adalah Pajak Bumi dan Bangunan. Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan (UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994), merupakan pajak yang bersifat kebendaan atau pajak yang bersifat objektif dalam arti besarnya pajak yang terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek pajak (siapa yang membayar pajak) tidak ikut menentukan besarnya pajak yang terutang. (Widodo, Atim Widodo, Andreas Hendro Puspita, 2010 : 1-2)

Penerimaan PBB setiap tahun secara umum mengalami peningkatan seperti yang tersaji dalam tabel dibawah ini:

Tabel 1.1

Jumlah Penerimaan PPB Tahun 2005-2009

Penerimaan PPB

Tahun Realisasi

2005 Rp 13,8 triliun

2006 Rp 20,8 triliun

2007 Rp 23,7 triliun

2008 Rp 20,4 triliun

2009 Rp 24,27 triliun


(4)

Peningkatan penerimaan PBB tersebut tidak lepas dari beberapa penetapan kebijakan Direktorat Jendral Pajak dengan tujuan mempermudah Wajib Pajak melaksanakan kewajibannya sehingga kepatuhan dapat dimaksimalkan dengan segala kemudahan yang diberikan, dan pada akhirnya target penerimaan negara tercapai. Kebijakan itu antara lain adalah penetapan sistem pemungutan yang digunakan yaitu dengan menggunakan sistem Self Assessment dan Official Assessment. Sistem Self Assessment diterapkan dalam kegiatan menyerahkan SPOP, sedangkan Sistem Official Assessment dimana pihak fiskus yang lebih proaktif dan kooperatif melakukan penghitungan, penetapan pajak terutang dan mendistribusikan kepada pemerintah daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang diisi oleh Wajib Pajak atau verifikasi pihak fiskus di lapangan. Pemerintah Daerah melalui Kelurahan/Desa bahkan mendistribusikan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) sampai ketangan Wajib Pajak dan juga menerima pembayaran PBB. Kebijakan lain adalah pada hal penyetoran pajak terutang selain dapat melalui petugas pemungut kelurahan/desa, juga dapat dilakukan di Bank/Kantor Pos yang telah ditunjuk dalam SPPT dan juga melalui e-payment, transaksi pembayaran melaui perangkat elektronik perbankan, yaitu melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Internet Bankingataupun Teller Bankyang onlinedi seluruh Indonesia.

Jika dikaji lebih lanjut secara khusus peningkatan penerimaan PBB terdapat hal yang dapat diangkat menjadi suatu isu yaitu masih ada beberapa daerah yang


(5)

belum mampu memenuhi target yang ditetapkan, seperti yang tersaji dalam tabel berikut ini :

Tabel 1.2

Jumlah penerimaan dari beberapa daerah

Nama Daerah Target Realisasi

Kab./Kota se-Jabar Rp 1,125 triliun Rp 993,389 Miliar

Sleman Rp58,58 miliar Rp 33,16 miliar

Kec. Parung Panjang-Bogor Rp 1,723 triliun Rp 907,582 Miliar

Palembang Rp1,331 triliun Rp 599,895 Miliar

Semarang Rp 98 Miliar Rp 41,424 Miliar

Menurut Hardo Kiswoyo, Kepala Bidang Pendapatan BPKKD Sleman, dalam pemungutan pajak kami mengalami beberapa kendala yang kami hadapi diantaranya adalah kesenjangan komunikasi antara pemerintah kabupaten [Pemkab] dan pemerintah desa [Pemdes] menyusul otonomi desa dalam bingkai Peraturan Pemerintah [PP] no. 72/2005 tentang Desa. Selain itu kami juga menemukan banyak sekali data yang tidak valid sehingga menyulitkan penerimaan PBB, Ketidakakuratan data itu, contohnya pada kesalahan nama wajib pajak maupun luas dan letak objek pajak. Di samping itu, menurutnya banyak pula wajib pajak yang merasa nilai jual objek pajak (NJOP) terlalu tinggi dan tidak sesuai sehingga mereka menuntut pengurangan. (Penerimaan PBB Merosot : Harian Jogya, 2008)

Hal yang sama juga terjadi di Kecamatan ParungPanjang-Bogor dimana Penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) pada 2010 masih jauh dari target. Tercatat, dari 41.130 surat pemberitahuan pajak tertuang (SPPT), Sementara sisanya sebanyak 36.723 SPPT belum terealisasi. Hal tersebut dibenarkan


(6)

Kolektor PBB Kecamatan Parungpanjang Umar Said, rendahnya kesadaran masyarakat menjadi penyebab utamanya, hal ini menyebabkan penagihan PBB di tingkat desa tak berjalan maksimal. (90 Persen Warga Nunggak Pajak: 2010)

Tingkat kesadaran masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Semarang masih sangat rendah. Ini tercermin dari masih sedikitnya para wajib pajak (WP) yang sudah membayar PBB. Sedangkan, amanat APBD menargetkan Rp98 miliar. Namun, realisasinya sampai Juli hanya 42,27%. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar PBB dinilai karena masih lemahnya dorongan pemkot terhadap para wajib pajak. Mengingat yang dirasakan masyarakat atas PBB adalah masih minimnya sosialisasi. ( Rasio Kepatuhan Wajib Pajak Capai 54,84% : Harian Ekonomi Neraca, 2010)

Begitu juga di Palembang, menurut Kepala Kantor Wilayah Jenderal Pajak Sumsel dan Bangka Belitung, pasalnya Realisasi penerimaan PBB dari sektor pedesaan baru mencapai Rp533 juta dari target Rp14,8 miliar, padahal potensi pendapatan pajak dari sektor tersebut mencapai Rp40 miliar lebih. Sedangkan sektor perkotaan mencapai Rp2,8 miliar dari target Rp68 miliar dengan potensi PBB yang tersedia Rp206 miliar. Minimnya capaian pajak itu, karena akurasi data PBB perlu valid dan harus diperbaharui lebih up to date. (Capaian PBB dan BBHTB Belum Maksimal : Harian Seputar Indonesia, 2009)

Mewujudkan peningkatan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Direktorat Jenderal Pajak melakukan kebijakan dengan menerapkan system administrasi perpajakan modern PBB yang disebut dengan Sistem Manajemen


(7)

Informasi Objek Pajak (SISMIOP). Dengan adanya penggunaan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) yang telah didukung dengan teknologi komputerisasi maka diharapkan dapat menunjang peningkatan penerimaan PBB.(skripsizone S1.PJK.09: 2008)

SISMIOP merupakan jantung PBB karena mengintegrasikan seluruh aspek pengelolaan administrasinya yang dapat mengolah informasi data objek pajak dan subjek pajak yang sudah terkomputerasi, mulai dari proses pendataan, penilaian, penagihan, penerimaan dan pelayanan. Proses perhitungan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan terhutang yang dihitung oleh Fiskus diakomodir dengan menggunakan system ini. (Siti Mufaridah, Majalah Berita Pajak, 15 Oktober 2009 : 19) Dimana sistem ini mengintegrasikan seluruh aspek pengelolaan administrasinya yang dapat mengolah informasi data objek pajak dan subjek pajak yang sudah terkomputerasi, maka diharapkan dapat menunjang peningkatan penerimaan PBB. (skripsizone. S1.PJK.09 : 2008)

Kegiatan pendaftaran, pendataan dan penilaian objek dan subjek PBB dimaksudkan untuk menciptakan suatu basis data yang akurat dan up to date dengan mengintegrasikan semua aktivitas administrasi PBB ke dalam satu wadah, sehingga pelaksanaannya dapat lebih seragam, sederhana, cepat, dan efisien. Dengan demikian, diharapkan akan dapat tercipta pengenaan pajak yang lebih adil dan merata, peningkatan realisasi potensi/pokok ketetapan, peningkatan tertib administrasi dan peningkatan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, serta dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada wajib pajak. Untuk menjaga


(8)

akurasi data objek dan subjek pajak yang memenuhi unsur relevan, tepat waktu, andal, dan mutakhir, maka basis data tersebut di atas perlu dipelihara dengan baik.(Pelayanan dalam sistem manajemen. : 2008)

Namun, pada kenyataan nya Sistem Manajemen dan Informasi Objek Pajak (Sismiop) yang diterapkan selama ini dianggap sudah kadaluarsa. Karena dalam praktiknya, penerapan sistem itu justru menurunkan realisasi pungutan PBB yang diperoleh tiap kecamatan. Akibatnya, target penerimaan pajak tidak bisa terpenuhi. (Camat Keluhkan Data Wajib Pajak : Harian Seputar Indonesia, 2009)

Fenomena diatas didukung oleh SISMIOP yang telah diimplementasikan oleh seluruh KPP di Indonesia menggunakan server yang belum online secara nasional (server local). Dimana sistem ini hanya dapat membaca Nomor Objek Pajak (NOP) yang merupakan identitas Objek Pajak yang terdaftar di KPP setempat, dan tidak dapat mendeteksi atau mengidentifikasi NOP yang dimiliki Wajib Pajak di KPP lain. ( Siti Mufaridah, Majalah Berita Pajak, 2009 :19)

Hal tersebut didukung oleh pernyataan salah satu petugas seksi ektensifikasi yang mengatakan bahwa Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak ini tidak bisa mengakses data subjek/objek pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama lain. Sehingga petugas kesulitan dalam mengidentifikasi jumlah objek pajak lain yang dimiliki oleh wajib pajak. Petugas hanya bisa mengakses data penerimaan/pembayaran pajak terutang yang dibayar oleh wajib pajak, itupun belum tentu akurat karena petugas tidak tahu apakah data tersebut sudah di


(9)

update atau belum. (Bapak Sudi, Kepala Bagian Seksi Ekstensifikasi KPP Bojonagara, 17 November 2010)

Walaupun besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang terhutang ditentukan oleh Fiskus, namun peran wajib pajak juga sangat dibutuhkan, yaitu dalam proses pendataan objek pajak dan subjek pajak yang merupakan langkah awal pembentukan basis data SISMIOP. Selama ini petugas fungsional penilai PBB menggunakan nomor KTP sebagai identitas pemilik objek pajak. Akan tetapi, terkadang ada beberapa wajib pajak yang mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Lampiran Pemberitahuan Objek Pajak (LPOP) tidak lengkap atau tidak benar. Jika pengisian tidak lengkap, petugas fungsional penilai PBB akan menggunakan nomor identitas fiktif (menggunakan NOP) dalam pengisian aplikasi di SISMIOP, karena apabila nomor identitas tidak diisi maka sistem secara otomatis akan merubah identitas pemilik objek pajak yang telah diinput seluruhnya dengan identitas pemilik objek pajak yang lain yang diinput pertama. Untuk pengisian identitas yang tidak benar, mengakibatkan petugas fungsional penilai PBB tidak dapat mengidentifikasi objek pajak lain yang dimiliki minimal objek pajak yang terletak dalam satu wilayah kerja KPP. (Siti Mufaridah ,Majalah Berita Pajak, 15 Oktober 2009: 19)

Hal tersebut juga didukung oleh kurang nya sumber daya manusia di seksi ekstensifikasi, sehingga kadang kala mereka kesulitan dalam melakukan pengumpulan data. Apalagi terkadang banyak wajib pajak yang sering complain mengenai jumlah pajak terutangnya, karena mereka merasa bahwa data yang


(10)

terdapat di KPP itu tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. (Sony, petugas seksi ekstensifikasi KPP Bojonagara, 22 November 2010)

Berkenaan dengan hal di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Atas Penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasikan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Di beberapa daerah realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan tidak sesuai target.

2. Ketidakakuratan data tentang subjek dan objek pajak.

3. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam menyetorkan SPPT.

4. Kurangnya sosialisasi tentang PBB oleh Pemkot terhadap para wajib pajak.

5. Sistem manajemen dan informasi objek pajak (Sismiop) yang diterapkan selama ini dianggap sudah kadaluarsa.

6. Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak menggunakan server yang belum onlinesecara nasional.

7. Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak tidak bisa mengakses data subjek/objek pajak yang terdaftar di KPP lain.


(11)

8. Kurang adanya kerja sama wajib pajak dengan petugas dalam proses pengisian Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Lampiran Pemberitahuan Objek Pajak (LPOP).

9. Banyaknya wajib pajak yang complain mengenai data objek pajak yang terdapat di KPP Pratama Bandung Bojonagara dan KPP Pratama Cicadas yang dinilai tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.

1.3 Perumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan aplikasi Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak dalam pendataan PBB di KPP Wilayah Kota Bandung?

2. Bagaimana penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di KPP Wilayah Kota Bandung?

3. Seberapa besar pengaruh penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di KPP Wilayah Kota Bandung?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penerapan aplikasi Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak dalam pendataan PBB di KPP Wilayah Kota Bandung.

2. Untuk mengetahui penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di KPP Wilayah Kota Bandung.


(12)

3. Untuk mengetahui seberapa pengaruh penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di KPP Wilayah Kota Bandung.

1. 5 Kegunaan Penelitian 1.5.1 Kegunaan Akademis

1. Bagi Peneliti

Peneliti mengharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat dan untuk menambah pengetahuan, dan juga memperoleh gambaran langsung tentang Penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan pada KPP Wilayah Kota Bandung. 2. Bagi Instansi

Dengan penelitian ini dapat memberikan pandangan bagi instansi tentang Analisis Atas Penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan pada KPP Wilayah Kota Bandung.

3. Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan pertimbangan dan pemikiran dalam penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama, yaitu Penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan pada KPP Wilayah Kota Bandung.


(13)

1.5.2 Kegunaan Praktis

Sebagai tambahan informasi mengenai Penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di KPP Wilayah Kota Bandung, sehingga akan menjadi lebih baik dan berkembang.

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.6.1 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis melaksanakan penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wilayah Kota Bandung. Yaitu KPP Pratama Bandung Bojonagara yang berlokasi di Jalan Ir. Sutami Bandung, KPP Pratama Bandung Karees yang berlokasi di Jl. Ibrahim Aji Bandung, KPP Pratama Bandung Cibeunying Jl. Punawarman, KPP Pratama Bandung Cicadas yang berlokasi di Jl.Soekarno Hatta, KPP Pratama Bandung Tegalega yang berlokasi di Jl.Soekarno Hatta. 1.6.2 Waktu Penelitian

Adapun waktu pelaksanaan penelitian adalah dimulai pada Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.


(14)

Tabel 1.3 Waktu Penelitian

Tahap Prosedur

Bulan Okt

2010

Nov 2010

Des 2010

Jan 2011

Feb 2011

I

Tahap Persiapan:

1. Bimbingan dengan dosen pembimbing

2. Membuat outline dan proposal skripsi

3. Mengambil formulir penyusunan skripsi

4. Menentukan tempat penelitian

II

Tahap Pelaksanaan:

1. Mengajukan outline dan proposal skripsi

2. Meminta surat pengantar ke perusahaan

3. Penelitian di perusahaan 4. Penyusunan skripsi

III

Tahap Pelaporan:

1. Menyiapkan draft skripsi 2. Sidang akhir skripsi

3. Penyempurnaan laporan skripsi 4. Penggandaan skripsi


(15)

13 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP)

2.1.1.1 Pengertian Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) Widodo, Atim Widodo, dan Andreas Hendro Puspita (2010 : 79) mengemukakan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak sebagai berikut :

“Sistem yang terintegrasi untuk mengolah informasi/data objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan dengan bantuan computer sejak dari pengumpulan data (melalui pendaftaran, pendataan dan penilaian) pemberian identitas objek pajak (Nomor Objek Pajak), perekaman data, pemeliharaan basis data, pencetakan hasil keluaran (berupa SPPT, STTS, DHKP, dan sebagainya), pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak, sampai dengan pelayanan kepada wajib pajak melalui Pelayanan Satu Tempat.”

Siti Mufaridah (2009 : 19) mengemukakan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak sebagai berikut :

“Sistem Manajemen Infromasi Objek Pajak merupakan sistem yang terintergrasi untuk mengolah informasi data objek dan subjek pajak dengan bantuan komputer, mulai dari pengumpulan data (dengan pendaftaran, pendataan dan penilaian), pemberian identitas (Nomor Objek Pajak), pemprosesan, pemeliharaan, sampai dengan pencetakan hasil keluaran berupa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Tanda Terima Setoran (STTS) dan Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP) serta Pelayanan Satu Tempat (PST).”

Sedangkan Universitas Bina Nusantara (2005) mengemukakan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak sebagai berikut :

“Sistem Manajemen Infromasi Objek Pajak adalah sistem yang digunakan dalam rangka melakukan pengelolaan objek berbasis computer yang berfungsi untuk menciptakan suatu basis data yang akurat


(16)

dan up-to-date dengan mengintegrasikan semua aktifitas administrasi PBB dalam suatu wadah, sehingga pelaksanaannya dapat lebih seragam, sederhana, cepat, dan efisien. ” (http://www.osun.org/ebook/materi+pbb-ppt.html)

Menurut Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-533/PJ/2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Rangka Pembentukan dan atau Pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP), Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak adalah :

“Sistem yang terintegrasi untuk mengolah informasi/data objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan dengan bantuan computer sejak dari pengumpulan data (melalui pendaftaran, pendataan dan penilaian) pemberian identitas objek pajak (Nomor Objek Pajak), perekaman data, pemeliharaan basis data, pencetakan hasil keluaran (berupa SPPT, STTS, DHKP, dan sebagainya), pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak, sampai dengan pelayanan kepada wajib pajak melalui Pelayanan Satu Tempat.”

Dari pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Sistem Manajemen Infromasi Objek Pajak merupakan sistem administrasi yang mengintegrasikan seluruh pelaksanaan kegiatan PBB berbasis komputer, mulai dari pengumpulan data, pemberian identitas, pemprosesan, pemeliharaan, sampai pencetakan hasil keluaran.

2.1.1.2 Struktur SISMIOP

SISMIOP terdiri dari 5 (lima) unsur dan beberapa subsistem. Unsur-unsur tersebut yaitu :

a. Nomor Objek Pajak (NOP)


(17)

pajak.

Ciri-ciri yang melekat pada NOP adalah: Unik, Permanen dan Standar.

Format penomoran NOP adalah sebagai berikut: – NOP ditetapkan 18 dijit.

– Contoh format NOP: AABBCCCDDDEEEXXXXY – A = kode provinsi (sesuai standar dari BPS).

– B = kode kabupaten/kota (sesuai standar dari BPS). – C = kode kecamatan (sesuai standar dari BPS). – D = kode desa/kelurahan (sesuai standar dari BPS). – E = kode blok.

– X = nomor NOP.

– Y = kode khusus/cek dijit. b. Blok

Blok ditetapkan menjadi suatu areal pengelompokkan bidang tanah terkecil untuk digunakan sebagai petunjuk lokasi objek pajak yang unik dan permanen. Syarat utama sistem identifikasi objek pajak adalah stabilitas. Perubahan yang terjadi pada sistem identifikasi dapat menyulitkan pelaksanaan dan administrasi. Alasan kestabilan ini yang menyebabkan RT/RW/RK atau sejenisnya yang cenderung mengalami perubahan yang relatif tinggi tidak dimanfaatkan sebagai salah satu komponen untuk mengidentifikasi objek pajak yang bersifat permanen dalam jangka panjang. Sehingga apabila RT/RW/RK atau sejenisnya


(18)

dimasukkan sebagai bagian dari NOP/blok dapat menyebabkan NOP/blok tidak permanen. Blok merupakan komponen utama untuk identifikasi objek pajak. Jadi penetapan definisi serta pemberian kode blok semantap mungkin sangat penting untuk menjaga agar identifikasi objek pajak tetap bersifat permanen.

Untuk menjaga kestabilan, batas-batas suatu blok harus ditentukan berdasarkan suatu karakteristik fisik yang tidak berubah dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu, batas-batas blok harus memanfaatkan karakteristik batas geografis permanen yang ada, jalan bebas hambatan, jalan arteri, jalan lokal, jalan kampung/desa, jalan setapak/lorong/gang rel kereta api, sungai, saluran irigasi, saluran buangan air hujan (drainage), kanal, dan lain-lain.

Dalam membuat batas blok, persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah tidak diperkenankan melampaui batas desa/kelurahan dan dusun. Batas lingkungan dan RT/RW/RK atau sejenisnya tidak perlu diperhatikan dalam penentuan batas blok. Dengan demikian dalam satu blok kemungkinan terdiri atas satu RT/RW/RK atau sejenisnya atau lebih. Satu blok dirancang untuk dapat menampung lebih kurang 200 objek pajak atau luas sekitar 15 ha, hal ini untuk memudahkan kontrol dan pekerjaan pendataan di lapangan dan administrasi data. Namun jumlah objek pajak atau wilayah yang luasnya lebih kecil atau lebih besar dari angka di atas tetap diperbolehkan apabila kondisi setempat tidak memungkinkan menerapkan pembatasan tersebut. Untuk menciptakan


(19)

blok yang mantap, maka pemilihan batas-batas blok harus seksama. Kemungkinan pengembangan wilayah di masa mendatang penting untuk dipertimbangkan sehingga batas-batas blok yang dipilih dapat tetap dijamin kestabilannya. Kecuali dalam hal yang luar biasa, misalnya perubahan wilayah administrasi, blok tidak boleh diubah karena kode blok berkaitan dengan semua informasi yang tersimpan di dalam basis data.

c. Zona Nilai Tanah (ZNT)

Merupakan pengelompokan kepemilikan tanah dalam suatu blok peta yang memiliki nilai/harga yang sama.

Format penomoran ZNT mulai dari AA sampai dengan ZZ.

ZNT nomor AA mengindikasikan kelompok kepemilikan tanah dengan nilai tertinggi pada blok peta tersebut.

ZNT nomor ZZ mengindikasikan kelompok kepemilikan tanah dengan nilai terendah pada blok peta tersebut.

d. Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB)

Merupakan list/daftar yang dibuat oleh Kantor Pelayanan PBB untuk mempermudah melakukan penilaian harga jual bangunan.

DBKB terdiri dari 3 komponen: – Komponen utama.

– Komponen material. – Komponen fasilitas.


(20)

masing-masing kabupaten/kota e. Program Komputer

SISMIOP, sebagai pedoman administrasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mulai diaplikasikan (diberlakukan) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 1992, merupakan sistem administrasi yang mengintegrasikan seluruh pelaksanaan kegiatan PBB. SISMIOP diharapkan dapat meningkatkan kinerja sistem perpajakan di masa mendatang yang membutuhkan kecepatan, keakuratan, kemudahan dan tingkat efisiensi yang tinggi. Untuk menunjang kebutuhan akan sistem perpajakan diatas maka SISMIOP memasukkan Program Komputer sebagai salah satu unsur pokoknya. Program komputer adalah aplikasi komputer yang dibangun untuk dapat mengolah dan menyajikan basis data SISMIOP yang telah tersimpan dalam format digital.

Pada awalnya system komputerisasi dibangun dalam suatu plat-form sebagai berikut :

a. Menggunakan perangkat keras berbasis Personal Computer (server); b. System operasi Unix;

c. Perangkat lunak basis data Recital dan ;

d. Program aplikasi SISMIOP yang dibangun menggunakan perangkat lunak Recital.

Sejak tahun 1996, program computer ini dikembangkan pada aplikasi lainnya, antara lain aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) PBB dan aplikasi Pelayangan Informasi Telepon (PIT). Aplikasi SIG PBB dan PIT merupakan


(21)

suatu system yang terintegrasi dengan SISMIOP sebagai sumber informasi data numeris.

Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan untuk lebih meningkatkan kinerja, kemampuan yang lebih baik dalam mengolah basis data yang tersimpan, maka aplikasi SISMIOP sejak tahun 1997 telah dikembangkan dalam perangkat lunak basis data Oracle. Perangkat lunak Oracle merupakan perangkat lunak basis data yang dipilih oleh Departemen Keuangan RI sebagai standar pengolahan basis data, sehingga seluruh instansi di bawah Departemen Keuangan diharapan akan lebih mudah dalam tukar menukar informasi.

2.1.1.3 Sub Sistem Pendukung SISMIOP

Dalam aplikasi SISMIOP, terdapat beberapa aplikasi pendukung yang merupakan system informasi terintegrasi dari semua aktivitas PBB. Hal ini dalam upaya mengoptimalkan fungsi-fungsi organisasi baik dalam bidang pengadministrasian, pelayanan, dan pengambilan keputusan. Dengan memanfaatkan teknologi inforamsi, Direktorat PBB dan BPHTB telah mengembangkan system-sistem penunjang SISMIOP berupa Sistem Informasi Geografis (SIG), Payment On-line System (POS) dan Pelayanan Informasi Telepon (PIT).

a. Payment On-line System (POS)

POS PBB meripakan suatu aplikasi jantung pendukung SISMIOP yang berfungsi untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak yang berhubungan dengan pembayaran PBB dan pemantaunnya. POS PBB mulai diimpleemntasikan pada bulan Agustus 1999 di DKI Jakarta. Dengan adanya


(22)

aplikasi ini, wajib pajak di Jakarta dapat melakukan pembayaran PBB di setiap tempat di wilayah DKI Jakarta tanpa terikat dengan wilayah administrasi. Selain itu, adanya aplikasi ini akan menunjang monitoring arus penerimaan PBB ke kas Negara. Hal ini dimungkinkan dengan dibentuknya jaringan yang menghubungkan Kantor Pelayanan Pajak Pratama dengan setiap Bank Tempat Pembayaran dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan penerimaan PBB seperti Dipenda dan Kanwil DJP.

Secara singkat tujuan yang ingin dicapai dari system ini adalah :

 Meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dengan cara member kesempatan membayar PBB di Bank tempat Pembayaran (TP) manapun.

 Meningkatkan kineja Bank Tempat Pembayaran dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak dan meminimalkan terjadinya manipulasi.

 Menyediakan data penerimaan secara akurat setiap waktu kepada pihak yang berkepentingan.

 Meningkatkan pendapatan Pemerintah Daerah pada khususnya dan Negara pada umumnya.

b. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Goegrafis (SIG) PBB adalah suatu system yang dirancang terintegrasi dengan SISMIOP dengan menekankan pada analisa secara parsial (keruangan) yang selama ini tidak dapat ditangani oleh aplikasi SISMIOP. Secara umum aplikasi ini diharpakan akan mendukung


(23)

fungsi administrsi PB yang mencakup kegiatan pemantauan operasional, manajemen, pengambilan keputusan dan evaluasi kerja. Banyak sekali fungsi manajemen yang dapat didukung oleh SIG PBB. Dengan menvisualisasikannya dalam tampilan spasial, pemgambilan keputusan di Direktorat PBB dapat lebih mudah untuk menentukan dan mengambil kebijakan yang diperlukan.

c. Pelayanan Informasi Telepon (PIT)

PIT PBB adalah salah satu system aplikasi pendukung SISMIOP yang berfungsi untuk memberikan kemudahan pelayanan kepada wajib pajak terutama yang berkaitan dengan informasi atas objek pajak yang dimiliki wajib pajak yang bersangkutan melalui telepon atau mesin faksimili. Informasi yang dapat disajikan melalui PIT antara lain informasi jumlah ketetetapan PBB terutang, ststus pembayaran, informasi objek PBB seperti luas tanah, luas bangunan, kelas tanah dan bangunan dan informasi lainnya.

2.1.2 Pembagian Hasil Penerimaan PBB

Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak pusat yang hasil penerimaannya dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pembagian hasil penerimaan PBB dengan imbangan sebagai berikut :

a. Pemerintah Pusat sebesar 10 % (sepuluh persen)

Hasil penerimaan PBB bagian Pemerintah Pusat dibagikan kembali kepada seluruh Daerah Kabupaten/Kota dengan didasarkan atas realisasi


(24)

penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan tahun anggaran berjalan. Alokasi pembagian kembali ke Kabupaten/Kota ditentukan sebagai berikut :

 65 % dibagikan secara merata kepada seluruh daerah Kabupaten/Kota.  35% dibagikan sebagai insentif kepada daerah Kabupaten/Kota yang

realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sector pedesaan dan perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.

b. Pemerintah Daerah sebesar 90 % (Sembilan puluh persen)

Jumlah 90 % yang merupakan bagian Pemerintah Daerah pembagianna diperinci lagi sebagai berikut :

 16,2 % untuk Pemerintah Daerah Prvinsi yang bersangkutan.

 64,8 % untuk Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.  9 % untuk digunakan sebagai Biaya Pemungutan.

2.1.3 Indikator Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP)

Menurut Widodo, Atim Widodo dan Andreas Hendro Puspita (2010 : 79) menyatakan bahwa Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu :

1. Pendaftaran Objek dan Subjek Pajak 2. Pendataan

3. Penilaian

4. Pemberian Identitas Objek Pajak (NOP) 5. Perekaman Data


(25)

7. Pencetakan Hasil Keluaran 8. Pemantauan Penerimaan 9. Penagihan

10. Pelayanan

Adapun penjelasan mengenai setiap indikator diatas yaitu : 1. Pendaftaran Objek dan Subjek Pajak

Asas perpajakan nasional adalah self assessment, yaitu suatu asas yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban serta memenuhi haknya di bidang perpajakan.

Dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan, salah satu pemberian kepercayaan tersebut adalah dengan memberikan kesesmpatan kepada wajib pajak untuk mendaftarkan sendiri objek pajak yang dikuasai/dimiliki/dimanfaatkan ke Direktorat Jenderal Pajak atau tempat-tempat lain yang ditunjuk dengan cara mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).

Pendaftaran objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan tersebut dilakukan oleh wajib pajak dengan cara : mengambi SPOP, mengisi dengan jelas, benar dan lengkap, ditandatangani dan dilengkapi dengan denah objek pajak. SPOP yang telah diisi dengan jelas, benar dan lengkap, serta ditandatangani oleh wajib pajak disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak atau kuasanya.


(26)

Jelas, dimaksudkan agar penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian tupa sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan Negara maupun wajib pajak sendiri.

Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, seperti luas tanah/bangunan, tahun dan harga perolehan dan seterusnya sesuai dengan kolom-kolom/pertanyaan yang ada pada SPOP.

Apabila objek pajak yang dimiliki/dikuasai/dimanfaatkan terdapat objek pajak berupa bangunan, maka wajib pajak/kuasanya harus melengkapi data bangunannya dengan mengisi lampiran SPOP.

2. Pendataan

Pendataan subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan PBB atau pihak lain yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak dan selalu diikuti dengan kegiatan penilaian. Pendataan dilakukan dengan menggunakan formulir SPOP dan dilakukan sekurang-kurangnya untuk satu wilayah administrasi desa/kelurahan dengan menggunakan/memilih salah satu dari empat alternative sebagai berikut : a. Pendataan dengan penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP

Pendataan dengan alternative ini hanya dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang pada umumnya belum/tidak mempunyai peta, merupakan daerah terpencil atau mempunyai potensi PBB relative kecil. Pelaksanaannya dilakukan sebagai berikut :


(27)

 Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP Perorangan dilakukan dengan menyebarkan SPOP langsung kepada subjek pajak atau kuasanya dengan berpedoman pada sket/peta blok yang telah ada,  Untuk daerah yang potensi PBB nya relative kecil, cakupan wilayah

dan objek pajaknya luas, dapat digunakan alternative pendataan dengan penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP kolektif. Dengan alternative ini, SPOP disebarkan melalui aparat desa/kelurahan setelah terlebih dahulu membuat sket/peta blok.

b. Pendataan dengan identifikasi objek pajak

Pendataan dengan alternative ini dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/peta foto yang dapat menentukan posisi relative objek pajak tetapi tidak mempunyai data administrasi pembukuan PBB.

c. Pendataan dengan verifikasi data objek pajak

Altentaif ini dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/peta foto dan sudah mempunyai data administrasi pembukuan PBB hasil pendataan tiga tahun terakhir secara lengkap.

d. Pendataan dengan pengukuran bidang objek pajak

Alternatif ini dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang hanya mempunyai sket peta desa/kelurahan dan atau peta garis/peta foto tetapi belum dapat digunakan untuk menentukan posisi relative objek pajak.


(28)

3. Penilaian

Mengingat jumlah pajak yang sangat banyak dan menyebar diseluruh Indonesia, sedangkan jumlah tenaga penilai dan waktu penilaian dilakukan yang tersedia sangat terbatas, maka penilaian dilakukan dengan dua cara yaitu:

a. Penilaian Massal

Dalam sistem ini NJOP bumi dihitung berdasarkan NIR yang terdapat pada setiap ZNT, sedangkan NJOP bangunan dihitung berdasarkan DBKB. Perhitungan penilaian missal dilakukan terhadap objek pajak dengan menggunakan program computer konstruksi umum.

b. Penilaian Individu

Penilaian individual diterapkan untuk objek pajak umum yang bernilai tinggi, baik objek pajak umum maupun khusus yang telah dinilai dengan CAV namun hasilnya tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya karena keterbatasan aplikasi program. Proses penilaiannya adalah dengan memperhitungkan seluruh karakteristik dari objek pajak tersebut.

Penilaian dengan bantuan computer (CAV)

 Data yang diperlukan CAV 1. ZNT untuk penilaian tanah

2. DBKB objek pajak standar untuk penilaian bangunan 3. SPOP dan LPOP untuk pendataan objek pajak


(29)

1. Data tanah dan bangunan 2. Fasilitas

4. Pemberian Identitas Objek Pajak (NOP)

Pemberian nomor identitas objek pajak selalu berkaitan dengan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama, naik melalui kegiatan pendaftaran maupun pendataan.

Nomor Objek Pajak (NOP) adalah nomor identifikasi objek pajak (termasuk objek pajak yang dikecualikan sebagaimana Pasal 3 UU PBB).

Karakteristik Nomor Objek Pajak :

Unik, yaitu satu objek pajak memperoleh satu NOP dan berbeda dengan NOP untuk objek PBB lainnya.

Tetap, yaitu NOP yang diberikan pada satu objek pajak PBB tidak berubah dalam jangka waktu yang relatif lama.

Standar, yaitu hanya ada satu sistem pemberian NOP yang berlaku secara nasional.

Maksud pemberian NOP :

 Menciptakan identitas yang standar bagi semua objek Pajak Bumi dan Bangunan secara nasional.

 Menertibkan administrasi objek PBB dan menyederhanakan administrasi pembukuan.

Manfaat pemberian Nomor Objek Pajak :


(30)

 Mempermudah untuk mengadakan pemantauan penyampaian dan pengembalian SPOP sehingga diketahui objek yang belum/sudah terdaftar.  Sebagai sarana untuk mengintegrasikan data atributik dan data grafis

(peta) PBB.

 Mengurangi kemungkinan adanya ketetapan ganda.

 Memudahkan penyampaian SPPT, sehingga diterima wajib pajak tepat pada waktunya.

 Memudahkan pemantauan data tunggakan.

 Wajib pajak mendapatkan identitas untuk setiap objek pajak yang dimiliki atau dikuasainya.

5. Perekaman Data

a. Perekaman ZNT dan DBKB

Perekaman ZNT dilakukan dengan memasukan kode masing-masing ZNT beserta NIR-nya ke dalam komputer. Perekaman DBKB dilakukan dengan memasukan harga bahan bangunan dan upah pekerja dari setiap wilayah Daerah Kabupaten/Kota ke dalam computer. Perekaman ZNT dan DBKB harus dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan perekaman SPOP.

b. Perekaman SPOP

 SPOP yang sudah dibendel diserahkan kepada masing-masing Operator Data Entryuntuk direkam ke dalam komputer. Proses penerimaan dan perekaman SPOP dikoordinir oleh operator console.


(31)

 Perekaman data dilaksanakan setiap hari, dan apabila jumlah yang direkam cukup banyak, perekaman dapat dilaksanakan siang dan malam. Untuk itu perlu dibuatkan jadwal penugasan Operator Data Entry.

6. Pemeliharaan Basis Data

Pemeliharaan Basis data merupakan suatu kegiatan memperbaharui atau menyesuaikan basis data yang telah terbentuk ebelumnya melalui kegiatan verifikasi/penelitian yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan sesuai dengan Pasal 21 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undnag-undang Nomor 12 Tahun 1994 dan/atau laporan dari wajib pajak yang bersangkutan dalam rangka akurasi data.

Dalam Keputusan Dirjen Pajak : KEP-533/PJ/2000 Tanggal 12/20/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek PBB dalam Rangka Pembentukan dan atau Pemeliharaan Basis Data SISMIOP, disebutkan bahwa pemeliharaan basis data SISMIOP dilakukan dengan cara :

a. Pasif, yaitu kegiatan pemeliharaan basis data yang dilakukan oleh petugas Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan laporan yang diterima dari wajib pajak dan atau pejabat/instansiterkait pelaksanaannya sesuai prosedur Pelayanan Satu Tempat (PST).

b. Aktif, yaitu kegiatan pemeliharaan basis data yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan cara mencocokkan dan menyesuaikan data objek dan subjek pajak yang ada dengan keadaan sebenarnya di lapangan atau mencocokkan dan menyesuaikan nilai jual


(32)

objek pajak dengan rata-rata nilai pasar yang terjadi di lapangan, pelaksanaannya sesuai dengan prosedur pembentukan basis data.

7. Pencetakan Hasil Keluaran Pencetakan hasil keluaran berupa :

a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang adalah surat yang digunakan oleh DJP untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang kepada wajib pajak. SPPT diterbitkan atas dasar Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) namun untuk membantu wajib pajak SPPT dapat diterbitkan berdasarkan data objek pajak yang telah ada pada DJP.

Cara mendapatkan SPPT :

1. Mengambil sendiri dikantor kelurahan/kepala desa atau di KPP Pratama tempat objek pajak terdaftar atau tempat lain yang ditunjuk.

2. Dalam rangka pelayanan, SPPT dapat dikirim melalui Kantor Pos dan Giro atau diantarkan oleh aparat desa/kelurahan.

3. Wajib pajak dapat menggunakan fasilitas kring pajak yang merupakan layanan pulsa local dari Fixed Phone/PSTN.

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang telah diterima wajib pajak harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya oleh wajib pajak.

b. Surat Tanda Terima Setoran

Surat Tanda Terima Setoran adalah surat yang digunakan oleh DJP untuk menyatakan bahwa wajib pajak telah melunasi pembayaran pajaknya sesuai


(33)

tahun pajak yang bersangkutan. Surat Tanda Terima Setoran diperoleh wajib pajak jika wajib pajak telah melunasi pembayaran pajaknya melalui Bank/Kantor Pos dan Giro yang tertera dalam SPPT.

c. Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP)

Daftar himpunan yang memuat rincian data nama wajib pajak, letak objek pajak, NOP, besar serta pembayaran pajak terutang yang dibuat per desa/kelurahan.

8. Pemantauan Penerimaan/Pembayaran

Pembayaran utang pajak sebagaimana tercantum daam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dapat dilakukan oleh wajib pajak melalui :

a. Bank atau kantor pos dan giro tempat pembayaran yang tercantum pada SPPT

b. Petugas pemungut PBB Desa/Kelurahan yang ditunjuk resmi c. Tempat Pembayaran Elektronik.

Pembayaran PBB melalui Tempat Pembayaran Elektronik yang disediakan bank seperti ATM/Teller/Fasilitas lain dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak. Keuntungan pembayaran PBB melalui Tempat pembayaran elektronik ini adalah :

 Melayani pembayaran PBB atas objek pajak diseluruh Indonesia

 Tidak terikat pada hari kerja dan jam operasional bank untuk pembayaran PBB


(34)

9. Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang disita.

Rangkaian kegiatan penagihan tersebut meliputi :

a. Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (STP PBB)

Surat Tagihan Pajak (STP) PBB adalah surat yang diterbitkan oleh DJP untuk melakukan tagihan pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang tidak atau kurang dibayar setelah lewat jatuh tempo pembayaran dan atau denda administrasi.

Dasar penerbitan STP adalah :

 Wajib pajak tidak meunasi pajak yang terutang sedangkan saat jatuh tempo pembayaran Surat pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak (SKP) telah lewat.

 Wajib pajak melunasi pajak yang terutang setelah lewat saat jatuh tempo pembayaran SPPT/SKP tetapi denda administrasi tidak dilunasi.

Surat Tagihan Pajak (STP) disampaikan kepada wajib pajak melalui :  Kantor Pelayanan Pajak Pratama atau Kantor Wajib Pajak Penyuluhan


(35)

 Kantor Pos dan Giro

 Pemerintah Daerah (dalam hal ini Aparat Desa/Kelurahan).

Surat Tagihan Pajak (STP) harus dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal STP diterima wajib pajak. Didalam Surat Tagihan Pajak (STP) terdapat sanski administrasi berupa denda sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan, untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

b. Surat Tegoran Pajak Bumi dan Bangunan

Surat Tegoran (ST) merupakan tindakan awal dari pelaksanaan kegiatan penagihan PBB dan dilakukan segera setelah 7 hari terhitung sejak saat jatuh tempo Surat tagihan Pajak (STP).

c. Surat Paksa (SP)

Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak dan diterbitkan setelah lewat waktu 21 hari sejak diterbitkannya Surat Tegoran (ST).

d. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) adalah surat yang digunakan oleh Juru Sita Pajak sebagai dasar untuk menguasai barang penaggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan. SPMP diterbitkan setelah lewat waktu 2x24 jam sejak Surat Paksa (SP) diberitahukan kepada penanggung pajak.


(36)

Setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak, maka kepala kantor pelayanan pajak pratama segera menerbitkan Pengumuman Lelang (PL).

Apabila setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pengumuman lelang, utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama segera melaksanakan penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui kantor lelang.

Dalam hal ini dilakukan Pengaihan Seketika dan Sekaligus, kepada penanggung pajak dapat diterbitkan Surat paksa (SP) tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran atau menunggu lewat tenggang waktu 21 hari sejak Surat Teguran diterbitkan.

10. Pelayanan Satu Tempat

Sistem pelayanan satu tempat merupakan tata cara pelayanan urusan Pajak Bumi dan Bangunan kepada wajib pajak/masyarakat pada tempat yang telah ditentukan dan mudah dijangkau oleh wajib pajak/masyarakat.

2.1.4 Indikator Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan


(37)

2.1.5 Hubungan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak dengan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan

Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:26) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak adalah:

”Kejelasan dan Kepastian Peraturan Perundang-undangan Perpajakan, Tingkat intelektual masyarakat, Kualitas petugas pajak (Intelektual, Keterampilan, Integritas dan Moral Tinggi), Sistem Administrasi perpajakan yang tepat.”

Widodo, Atim Widodo, dan Andreas Hendro Puspita (2010 : 81) berpendapat bahwa :

“Dalam aplikasi SISMIOP, terdapat beberapa aplikasi pendukung yang merupakan sistem informasi terintegrasi dari semua aktifitas PBB yaitu berupa Sistem Informasi Geografis (SIG), Payment Online System (POS) dan Pelayanan Informasi Telepon (PIT) dimana tujuan yang ingin dicapai dari sistem ini adalah meningkatkan pelayanan kepada WP dengan cara memberi kesempatan membayar PBB di Bank Tempat Pembayaran (TP) manapun, meningkatkan kinerja Bank Tempat Pembayaran dalam memberikan pelayanan kepada WP dan meminimalisirkan terjadinya manipulasi, menyediakan data secara akurat setiap waktu kepada pihak yang berkepentingan, dan meningkatkan pendapatan Pemerintah Daerah pada khususnya dan Negara pada umumnya.”

Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak KEP-533/PJ/2000 Tanggal 20 Desember 2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan dalam rangka Pembentukan dan atau Pemeliharaan Basis Data SISMIOP menyatakan bahwa :

“Kegiatan pendaftaran, pendataan, dan penilaian objek dan subjek pajak PBB dimaksudkan untuk menciptakan suatu basis data yang akurat dan up to date dengan mengintegrasikan semua aktivitas administrasi PBB ke dalam satu wadah, sehingga pelaksanaannya dapat lebih seragam,


(38)

sederhana, cepat dan efisien. Dengan demikian, diharapkan akan dapat tercipta: pengenaan pajak yang adil dan merata, peningkatan potensi/pokok ketetapan, peningkatan tertib administrasi serta dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada wajib pajak, sehingga dapat meningkatkan penerimaan PBB.”

Dalam artikel Sivan Design Develpomentyang berjudul LAPS -Land and Property System, dikatakan bahwa :

“LAPS (Land And Properties System) is used by government as well as federal and state authorities for the recording, registration and taxation of land properties. The system covers the whole land area of a country, allowing a government to efficiently plan and collect taxes from all land and property owners. This increased efficiency invariably leads to increased tax revenues as a result of more efficient tax collection.”

2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.1

Hasil Penelitian Terdahulu

NO. Penulis / Judul Hasil

1. Penulis : Samuel Chandra Sitompul

Judul: Efektivitas Penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) di Kantor Pelayanan PBB Medan Dua

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan

SISMIOP di KPPBB Medan Dua sudah efektif. Hal tersebut dapat dilihat dari sejauh mana tujuan yang diinginkan dari penerapan SISMIOP tersebut sudah dapat tercapai. Pertama, pengenaan pajak yang lebih adil dan merata. Kedua, peningkatan realisasi potensi/pokok ketetapan. Ketiga, membentuk basis data agar tercapai tertib administrasi PBB. Keempat, peningkatan penerimaan PBB di KPPBB Medan Dua. Kelima, memberikan pelayanan yang lebih kepada wajib pajak. Efektivitas penerapan SISMIOP di KPPBB Medan Dua dipengaruhi oleh tiga faktor internal utama di organisasi tersebut yaitu kepemimpinan, sumber daya manusia pelaksana SISMIOP, dan ketersediaan data. 2. Penulis : Junaidi

Judul : Analisa pembentukan basis data sistem manajemen informasi objek pajak

(SISMIOP) di KPP Pratama Serang Tahun 2008

Masalah yang dianalisis dalam penelitian ini adalah Apakah Pembentukan Basis data pada Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) dalam

rangka peningkatan kualitas dan kuantitas data Objek pajak Bumi dan Bangunan pada KPP Pratama Serang telah dilaksanakan sesuai dengan kententuan dan

petunjuk pelaksanaan yang telah ditetapkan. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui pelaksanaan Pembentukan Basis data pada Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) dalam rangka

Peningkatan kualitas dan kuantitas data Objek pajak Bumi dan Bangunan pada KPP Pratama Serang telah


(39)

ditetapkan. Hasil analisa Pembentukan Basis data pada Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) dalam rangka Peningkatan kualitas dan kuantitas data Objek pajak Bumi dan Bangunan pada KPP Pratama Serang telah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang telah ditetapkan namun masih banyak kendala –kendala yang terjadi.

3. Penulis : 2008

Judul : Analisis Penerapan Sistem Administrasi Modern Dalam Menunjang Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan

Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Bekasi telah menerapkan sistem administrasi modern yang ditunjukkan dengan adanya perubahan baik di dalam KPPBB Kota Bekasi maupun bagi masyarakat Kota Bekasi. Hal tersebut dilihat dengan :

• Peningkatan kualitas pelayanan dalam pemungutan PBB dan mengedepankan aspek keadilan, yang kesemuanya ditujukan bagi masyarakat.

• Telah didukung dengan teknologi komputerisasi untuk peningkatan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan yang dipungut oleh KPPBB Kota Bekasi. Dengan adanya penggunaan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) dan juga Sistem Tempat Pembayaran (SISTEP) oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Bekasi secara berkesinambungan dapat meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di wialyah Kota Bekasi. Adanya beberapa hambatan yang terjadi dalam penerapan administrasi perpajakan yang modern yaitu : • Kekosongan di beberapa posisi di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Bekasi dapat menghambat peningkatan produktivitas kinerja pegawai KPPBB Kota Bekasi.

• Kurangnya jumlah pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Bekasi juga dapat menghambat kinerja dari KPPBB Kota Bekasi tidak optimal.

• Pelaksanaan pemungutan PBB yang masih mengunakan peraturan yang lama dan belum dilakukannya perubahan kembali yang dapat berakibat tidak lagi mengutamakan kepentingan dan keadilan bagi wajib pajak. Salah satu contohnya adalah dalam menetapkan NJOP.

• Penggunaan sistem komputerisasi yang bila tidak dilakukan peningkatan atau di-upgrade, dapat menghambat kelancaran kegiatan yang dilakukan oleh seksi-seksi di KPPBB Kota Bekasi terutama dalam mendukung penggunaan SISMIOP dan juga SISTEP yang berbasis komputer.

• Luas wilayah Kota Bekasi yang sangat luas, dapat menghambat penerimaan PBB karena beban biaya pemungutan yang timbul, bisa melebihi jumlah dari pemungutan PBB. Hal tersebut disebabkan oleh kendala yang dihadapi berupa jauhnya daerah yang dijangkau, tidak adanya fasilitas umum, kurangnya dari tenaga kolektor, sehingga potensi penerimaan PBB dapat menurun. Untuk mengatasi permasalahan mengenai pegawai, ada beberapa upaya yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Bekasi yaitu :

• Mengadakan perekrutan atau penambahan pegawai untuk mengisi kekosongan jabatan yang ada didalam KPPBB Kota


(40)

Bekasi.

• Memberikan pelatihan dan pendidikan bagi pegawai dalam rangka peningkatan kualitas pegawai Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Bekasi.

Masalah penerapan SISMIOP yang didukung dengan sistem penunjang teknologi komputerisasi, dapat dilakukan dengan meng-update sistem penunjang tersebut. Sehingga

penggunaan SISMIOP sebagai ujung tombak kegiatan pemungutan PBB dapat berjalan dengan baik.

4. Penulis :Trie Restu Febriyanti Amelia (2007) Judul :Studi Pelaksanaan SISMIOP (Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak) di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Pamekasan

Dari hasil di lapangan dapat diketahui bahwa program SISMIOPyang dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Pamekasan ada beberapa hal dalam pelayanan yang perlu pembenahan sehingga dapat berjalan dengan baik.[/p] [p]Pelaksanaan SISMIOP(Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak) pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Pamekasan berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor

KEP-533/PJ/2000 tanggal 20 Desember 2000. Masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan SISMIOPadalah masih rendahnya kualitas SDM yang ada serta dana yang tidak mencukupi sehingga perlu segera dicari solusinya bagaimana sehingga pelaksanaan SISMIOPbisa berjalan sebagaimana mestinya. Kesimpulan yang dapat dihasilkan dalam penelitian ini adalah perlunya perencanaan,

pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengawasan yang baik sehingga tidak akan menghambat pelaksanaan SISMIOP. Saran yang dapat kami sampaikan dalam pelaksanaan SISMIOPpada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Pamekasan adalah pelaksanaan SISMIOP yang sudah berjalan dengan baik agar lebih ditingkatkan lagi dalam hal profesionalisme pekerjaan misalnya dalam bidang teknis pengukuran sehingga hasil pendataan akan lebih akurat dan penetapan Pajak Bumi dan Bangunan dapat sesuai dengan kondisi objek dan subjek pajak dan pelayanan kepada wajib pajak agar lebih ditingkatkan sesuai dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. 5. Penulis : Hadi Sasana

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) (Studi Kasus di Kabupaten Banyumas)

Penerimaan PBB dipengaruhi oleh PDRB per kapita, jumlah wajib pajak, inflasi, jumlah luas lahan, jumlah bangunan, dan krisis moneter. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat diketahui bahwa variabel yang paling berperan dalam mempengaruhi penerimaan PBB di Kabupaten Banyumas adalah jumlah bangunan. Hal ini dapat dilihat pada nilai koefisien dui koefisien regresi jumlah bangunan di Kabupaten Banyumas sebesar 3,599. Variabel PDRB per kapita, jumlah wajib pajak, inflasi, jumlah luas lahan serta jumlah bangunan berpengaruh positif terhadap variabel penerimaan PBB. Kondisi ini dapat dipahami karena dengan semakin tinggi nilai variabel-variabel tersebut, berarti semakin tinggi pula penerimaan pajak dan berpengaruh positif dalam meningkatkan penerimaan pajak .

Variabel krisis moneter berpengaruh. negatif terhadap variabel penerimaan PBB. Hal ini berarti, pada saat krisis moneter terjadi, dengan asumsi variabel yang lain konstan, penerimaan PBB akan berkurang. Kondisi ini dapat dipahami karena pada saat krisis moneter, pendapatan per


(41)

kapita masyarakat menurun sehingga menurunkan kemampuanmasyarakat dalam membayar PBB.

6. Penulis : Mutia Amana Nastiti

Judul : Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Dan

Dampaknya Terhadap

Penerimaan Daerah (Studi Kasus di Kabupaten Kendal)

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa hanya variabel PDRB per kapita yang berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PBB sedangkan variabel jumlah wajib pajak, luas lahan, dan jumlah penduduk berpengaruh secara tidak signifikan terhadap penerimaan PBB. Akan tetapi, meskipun tidak berpengaruh secara signifikan semua variabel mempunyai pengaruh positif terhadap penerimaan PBB. Sedangkan rata-rata Kontribusi PBB terhadap penerimaan daerah Kabupaten Kendal cukup

memprihatinkan karena sangat rendah yaitu sebesar 1,92%. Upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan PBB perlu

dilaksanakan sebagai salah satu sumber pembiayaan untuk melaksanakan pembangunan. Dengan sumber dana yang memadai, diharapkan proses pembangunan di daerah dapat terlaksana dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan akan meningkat.

2.3 Kerangka Pemikiran

Sejalan dengan perkembangan modernisasi yang ada di Direktorat Jenderal Pajak, perubahan-perubahan yang mendasar telah dan terus dilakukan untuk mengantisipasi modernisasi tetap konsisten sesuai dengan rencana semula. Modernisasi telah dimulai dengan adanya perubahan struktur birokrasi, bisnis proses dan optimalisasi teknologi informasi, serta remunerasi pegawai. Berkaitan dengan teknologi informasi untuk menunjang administrasi PBB Direktorat Jenderal Pajak mengembangkan sebuah sistem yang dapat mengintegrasikan semua kegiatan administrasi PBB, yaitu basis data SISMIOP.

Sejak tahun 2006 kegiatan ektensifikasi perpajakan terus digalakan dalam rangka menjaring wajib pajak potensial, khususnya wajib pajak orang pribadi baik dilakukan melaui tax base property ataupun melalui para pihak pemberi kerja. Sulit untuk mengembangkan atau menyisir WP dengan hanya mengandalkan data yang sudah ada pada SIP dan jumlah SDM terbatas, perlu adanya terobosan baru


(42)

yang lebih tepat sasaran. Dengan adanya basis data SISMIOP dan basis data geografis PBB sesungguhnya dapat dimanfaatkan dengan baik ketika akan melakukan penyisisran WP potensial atau kata lain metode tax base property.

Widodo, Atim Widodo, dan Andreas Hendro Puspita (2010 : 79) mengemukakan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak sebagai berikut :

“Sistem yang terintegrasi untuk mengolah informasi/data objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan dengan bantuan computer sejak dari pengumpulan data (melalui pendaftaran, pendataan dan penilaian) pemberian identitas objek pajak (Nomor Objek Pajak), perekaman data, pemeliharaan basis data, pencetakan hasil keluaran (berupa SPPT, STTS, DHKP, dan sebagainya), pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak, sampai dengan pelayanan kepada wajib pajak melalui Pelayanan Satu Tempat.”

Di dalam SISMIOP terdapat beberapa sub sistem yaitu sub sistem pendataan, sub sistem penilaian dan pengenaan, sub sistem penagihan, sub sistem penerimaan, dan sub sistem Pelayanan Satu Tempat. Setiap sub sistem tersebut diatas masing-masing melakukan fungsi yang berlainan tetapi menggunakan basis data yang sama. Untuk mengoperasikan sistem ini dengan bantuan computer, setiap objek pajak diberi NOP sebagai tanda pengenal yang unik, permanen, dan standar. NOP merupakan alat yang dapat mengintegrasikan fungsi-fungsi dari masing-masing sub sistem yang ada dalam SISMIOP dalam rangka pemenuhan fungsi dan tugas pokok Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Kegiatan pendaftaran, pendataan, dan penilaian objek dan subjek PBB dimaksudkan untuk menciptakan suatu basis data yang akurat dan up to date dengan mengintegrasikan semua aktivitas administrasi PBB ke dalam suatu wadah, sehingga pelaksanaanya dapat lebih seragam, sederhana, cepat dan efisien. Untuk menjaga akurasi data objek dan subjek pajak yang memenuhi unsure


(43)

relevan, tepat waktu, andal dan mutakhir, maka basis data tersebut perlu dipelihara dengan baik. Dengan demikian, diharapkan akan dapat tercipta pengenaan pajak yang lebih adil dan merata, peningkatan realisasi potensi/pokok ketetapan, peningkatan tertib administrasi dan data memberikan pelayanan yang lebih baik kepada wajib pajak serta peningkatan penerimaan PBB.

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Trie Restu Febriyanti Amelia dalam Jurnal nya (Studi Pelaksanaan SISMIOP di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Pamekasan , 2007) yang menyatakan bahwa pelaksanaan

SISMIOP bisa berjalan dengan baik jika perencanaan, pengorganisasian,

pengkoordinasian dan pengawasan pun diselenggaran dengan baik sehingga tidak akan menghambat pelaksanaan SISMIOP. Sehingga dalam bidang teknis pengukuran sehingga hasil pendataan akan lebih akurat dan penetapan Pajak Bumi dan Bangunan dapat sesuai dengan kondisi objek dan subjek pajak dan pelayanan kepada wajib pajak pun lebih akan menjadi lebih baik.

Pernyataan diatas didukung dalam jurnal Analisis Penerapan Sistem Administrasi Modern Dalam Menunjang Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (2008) yang menyatakan bahwa Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan untuk lebih meningkatkan kinerja, kemampuan yang lebih baik dalam mengolah basis data yang besar serta terjamin nya keamanan basis data yang tersimpan, maka aplikasi SIMIOP pun saat ini telah didukung oleh teknologi komputerisasi sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas data subjek dan objek pajak. Dengan adanya SISMIOP diharapkan pelaksanaan pemungutan


(44)

Pajak Bumi dan Bangunan pun dapat dilakukan lebih optimal, sehingga secara berkesinambungan dapat meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.

Berdasarkan uraian diatas, penulis menuangkan kerangka pemikirannya dalam bentuk skema kerangka pemikiran sebagai berikut :


(45)

Bagan 2.2

Skema kerangka pemikiran

2.3 Hipotesis 2.4

Latar Belakang  Menjaring Wajib Pajak Potensial.  Jumlah SDM yang terbatas  Mengintegrasikan aktivitas

administrasi PBB.

Modenisasi Perpajakan berkaitan dengan TI

Sub sistem Penilaian Sub sistem

Pendataan

Sub sistem Pengenaan

Sub sistem Penerimaan/ Pembayaran Sub sistem

Penagihan

 Pengenaan pajak yang lebih adil dan merata  Peningkatan realisasi potensi /pokok ketetapan

Hipotesis :

“Penerapan SISMIOP mempengaruhi Penerimaan PBB.”

Meningkatkan penerimaan pajak Bumi dan Bangunan SISMIOP

Menjaga akurasi data subjek dan objek pajak yang memenuhi unsur relevan, tepat waktu, andal dan mutakhir. Sistem yang terintegrasi untuk mengolah data objek/subjek pajak

bumi dan bangunan dengan bantuan komputer

Hasil Penelitian sebelumnya :

 Studi Pelaksanaan SISMIOP di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Pamekasan. (Trie Restu Febriyanti Amelia, 2007)

 Analisis Penerapan Sistem Administrasi Modern Dalam Menunjang Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (2008)


(46)

2.4 Hipotesis

Menurut Sugioyono (2010 : 96), Hipotesis adalah :

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.”

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diungkapkan diatas penulis memberikan berhipotesis bahwa:

”Penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.”


(47)

45

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian adalah sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk mendapatkan data tertentu. Menurut Sugiyono (2006:13) definisi objek penelitian adalah sebagai berikut :

”Objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid, dan reliable tentang suatu hal (variabel tertentu).”

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) dan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Menurut Sugiyono (2008:5), metode penelitian bisnis adalah:

“Cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang bisnis.”

Dari pengertian di atas penulis memahami bahwa metode penelitian merupakan cara yang yang dilakukan peneliti dalam menganalisis data untuk memberikan solusi terhadap suatu kondisi yang bermasalah. Selanjutnya metode


(48)

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif verifikatif, Sugiyono (2010 : 147) mengemukakan metode deskriptif sebagai berikut :

“Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.”

Selanjutnya Masyhuri (2009 : 45) mengemukakan metode verifikatif sebagai berikut :

“Penelitian verifikatif yaitu memeriksa benar atau tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatsi masalah yang serupa dengan kehidupan.”

Metode penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan perhitungan statistik. Penelitian ini digunakan untuk menguji pengaruh variable x terhadap y yang diteliti. Verifikatif berarti menguji teori dengan pengujian suatu hipotesis apakah diterima atau ditolak. Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui hubungan yang signifikan anatar variable yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.

3.2.1 Desain Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian sangat perlu dilakukan perencanaan dan perancangan penelitian, agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan sistematis. Proses penelitian menurut Sugiyono (2008:13) dapat disimpulkan sebagai berikut:


(49)

1. Sumber masalah 2. Rumusan masalah

3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan 4. Pengajuan hipotesis

5. Metode penelitian

6. Menyusun instrumen penelitian 7. Kesimpulan.

Berdasarkan proses penelitian yang telah dijelaskan diatas, maka desain pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Sumber masalah

Membuat identifikasi masalah berdasarkan latar belakang penelitian sehingga mendapatkan judul sesuai dengan masalah yang ditemukan. Identifikasi masalah diperoleh dari adanya fenomena yang terjadi di masyarakat, seperti infornasi dan ketentuan pajak masih sulit.

2. Rumusan masalah

Rumusan masalah merupakan pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data. Pada penelitian ini masalah-masalah dirumuskan melalui suatu pertanyaan yang akan diuji dengan cara menguji hipotesis, yaitu:

1. Bagaimana pelaksanaan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) di KPP Wilayah Bandung.

2. Bagaimana realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di KPP Wilayah Bandung.


(50)

3. Bagaimana pengaruh penerapan Sistem Manajemen Infromasi Objek Pajak (SISMIOP) terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di KPP Wilayah Bandung.

Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis), maka peneliti mengkaji teori-teori yang relevan dengan masalah pada variabel Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) dan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan. Selain itu penemuan penelitian sebelumnya yang relevan juga digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap masalah penelitian (hipotesis). Telaah teoritis mempunyai tujuan untuk menyusun kerangka teoritis yang menjadi dasar untuk menjawab masalah atau pertanyaan penelitian yang merupakan tahap penelitian dengan menguji terpenuhinya kriteria pengetahuan yang rasional.

4. Pengajuan hipotesis

Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori dan didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara empiris (faktual). Hipotesis yang dibuat pada penelitian ini adalah penerapan SISMIOP yang berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan. 5. Metode penelitian

Untuk menguji hipotesis tersebut peneliti dapat memilih metode penelitian yang sesuai, pertimbangan ideal untuk memilih metode itu adalah tingkat ketelitian


(51)

data yang diharapkan dan konsisten yang dikehendaki. Sedangkan pertimbangan praktis adalah tersedianya dana, waktu, dan kemudahan yang lain. Pada penelitian kuantitatif ini metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan teknik analisis data menggunakan statistik deskriptif dan kuantitatif .

6. Menyusun instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpul data berbentuk kuesioner. Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, maka instrumen penelitian harus terlebih dulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Dimana validitas digunakan untuk mengukur kemampuan sebuah alat ukur dan reliabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana pengukuran tersebut dapat dipercaya. Setelah data terkumpul maka selanjutnya dianalisis untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik statistik tertentu. Pada penelitian ini untuk menguji adanya hubungan antara SISMIOP (variabel X) dengan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (variabel Y) digunakan korelasi pearson product moment, sedangkan untuk menguji adanya pengaruh SISMIOP (variabel X) terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (variabel Y) digunakan koefisien deteminasi.

7. Kesimpulan

Kesimpulan adalah langkah terakhir berupa jawaban atas rumusan masalah. Dengan menekankan pada pemecahan masalah berupa informasi mengenai solusi masalah yang bermanfaat sebagai dasar untuk pembuatan keputusan.


(52)

Desain penelitian yang lebih lengkap lagi akan dijelaskan dalam bentuk table dibawah ini :

Tabel 3.1 Desain Penelitian Tujuan

Penelitian

Desain Penelitian Jenis Penelitian Metode yang

digunakan

Unit Analisis Time Horizon T-1 Descriptive Descriptive

Survey Petugas Pajak Seksi Ekstensifikasi Cross Sectional

T-2 Descriptive Descriptive Survey Petugas Pajak Seksi Ekstensifikasi Cross Sectional

T-3 Verifikatif Descriptive and Explanatory Survey Petugas Pajak Seksi Ekstensifikasi Cross Sectional

Sumber: Umi Narimawati (2007:85)

Menurut Malhotra Naresh (2007) mengemukakan Metode Explanatory Survey sebagai berikut :

“Metode explanatory survey adalah metode penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut sehingga ditemukan deskripsi dan hubungan antar variabel.”

Dari tabel diatas kemudian peneliti uraikan sebagai berikut :

1. Tujuan penelitian pertama adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul melalui unit analisis yaitu Petugas Pajak Seksi Ekstensifikasi.


(53)

2. Tujuan penelitian kedua adalah untuk mengetahui bagaimana Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul melalui unit analisis Petugas Pajak Seksi Ekstensifikasi.

3. Tujuan penelitian ketiga adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dengan cara mengumpulkan data dan informasi lalu menganalisis secara kuantitatif dengan menguji teori dengan pengujian suatu hipotesis melalui uji statistik apakah hipotesis diterima atau ditolak.

3.2.2 Operasional Variabel

Operasional variabel merupakan proses penguraian variabel penelitian ke dalam subvariabel, konsep variabel, indikator dan pengukuran. Adapun syarat penguraian operasionalisasi dilakukan bila dasar konsep dan indicator masing-masing variabel sudah jelas, apabila belum jelas secara konseptual maka perlu dilakukan analisis faktor.

Berdasarkan judul usulan penelitian yang telah dikemukakan diatas yaitu “Analisis Atas Penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) Terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan” (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Bandung), maka variabel-variabel yang diteliti dapat menjadi dua yaitu :

a. Variable Bebas/Independent (Variabel X)

“Variabel bebas adalah variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable dependent (terikat)”. (Sugiyono 2009 : 39)


(54)

Dalam hal ini variabel bebas yang akan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti adalah Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP). Dalam opersional variabel diukur oleh instrumen pengukur dalam bentuk interval.

b. Variabel Tidak Bebas/Dependent (Variabel Y)

“Variabel terikat merupakan variable yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variable bebas.” (Sugiyono 2009 : 40)

Dalam hal ini variabel yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti adalah Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan. Selengkapnya mengenai opersionalisasi variabel dapat dilihat pada table di bawah ini.

Tabel 3.2

Operasionalisasi Variabel

Variabel Konsep Indikator Skala

X (Penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak)

Sistem yang terintegrasi untuk mengolah informasi/data objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan dengan bantuan computer sejak dari pengumpulan data (melalui pendaftaran, pendataan dan penilaian) pemberian identitas objek pajak (Nomor Objek Pajak), perekaman data, pemeliharaan basis data, pencetakan hasil keluaran (berupa SPPT, STTS, DHKP, dan sebagainya), pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak, sampai dengan pelayanan kepada wajib pajak melalui Pelayanan Satu Tempat.

(Widodo, Atim Widodo, dan Andreas Hendro Puspita 2010 : 79)

Pendaftaran Ordinal Pendataan Penilaian Pemberian identitas objek pajak Perekaman data Pemeliharaan Basis data Pencetakan hasil keluaran Pemantauan penerimaan Penagihan Pelayanan Y (Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan)

Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak pusat yang hasil penerimaannya dibagi antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. (Widodo, Atim Widodo, dan Andreas Hendro Puspita 2010 : 64)

Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2010 Rasio


(55)

Dalam operasionalisasi variabel ini variabel indepandent (X) menggunakan skala ordinal. Pengertian dari skala ordinal menurut Umi Narimawati (2007 : 23) adalah:

“Skala pengukuran ordinal emembrikan informasi tentang jumlah relative karakteristik berbeda yang dimiliki oleh objek atau individu tertentu.”

Berdasarkan pengertian diatas, maka skala yang digunakan adalah skala ordinal dengan tujuan untuk memberikan informasi berupa nilai pada jawaban. Variabel-variabel tersebut diukur oleh instrumen pengukur dalam bentuk kuesioner berskala ordinal yang memenuhi pernyataan-pernyataan tipe skala likert.

Skala likert menurut Sugiyono(2006:86) adalah sebagai berikut:

“Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.”

Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor, maka responden harus menggambarkan, mendukung pernyataan (item positif) atau tidak mendukung pernyataan (item negatif). Skor atas pilihan jawaban untuk kuesioner yang diajukan untuk pernyataan positif adalah sebagai berikut :

Tabel 3.3

Skala Likert Untuk Kuesioner Positif

Sumber : Sugiyono, 2007:87

Jawaban Responden Skor

A 5

B 4

C 3

D 2


(56)

Sedangkan skor atas pilihan jawaban untuk kuesioner yang diajukan untuk pernyataan negatif adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4

Skala Likert Untuk Kuesioner Negatif

Jawaban Responden Skor

A 1

B 2

C 3

D 4

E 5

Sumber : Sugiyono, 2007:88

Sedangkan pada variabel dependent (Y) menggunakan skala ukur rasio. Menurut Umi Narimawati (2007 : 41) menyatakan bahwa:

“Skala pengukuran ratio mempunyai semua karakateristik yang dipunyai oleh skala skala nominal, ordinal dan interval dengn kelebihan skala ini mempunyai nilai 0 (nol) empiris absolut”.

Skala ukur pada penelitian ini menggunakan data berupa angka yang di dapat dari data penerimaan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal pajak.

3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data 3.2.3.1 Sumber Data

Jenis data yang digunakan peneliti dalam penelitian mengenai “Analisis atas Penerapan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan” adalah data primer dan sekunder.


(57)

1. Data Primer

Menurut Sugiyono (2009 : 137) sumber data primer adalah “Sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.”

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini melalui cara menyebarkan kuesioner dan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, dalam hal ini Petugas Pajak di wilayah Kota Bandung.

Data primer dalam penelitian ini digunakan untuk variabel X. 2. Data Sekunder

Sugiyono (2009 : 136) mendefinisikan sumber data sekunder adalah “Sumber data yang diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber dari literature, buku-buku serta dokumen perusahaan.”

Data sekunder dalam penelitian ini digunakan untuk variabel Y.

3.2.3.2 Teknik Penarikan Sampel

Untuk menunjang hasil penelitian, maka peneliti melakukan pengelompokan data yang diperlukan kedalam dua golongan, yaitu:

1. Populasi

Populasi merupakan objek atau subjek yang memenuhi kriteria tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti. Menurut Sugiyono (2009:80) tentang pengertian populasi yaitu:


(58)

“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.

Berdasarkan pengertian di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah 5 Kantor Pelayanan Pajak di Wilayah Kota Bandung yaitu KPP Pratama Bandung Bojonagara, KPP Pratama Bandung Karees, KPP Pratama Bandung Cicadas, KPP Pratama Bandung Cibeuying dan KPP Pratama Bandung Tegalega.

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2009:81) tentang pengertian sampel yaitu :

”Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.

Kesimpulan dari pengertian sampel yaitu sebagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apabila populasi besar dan memungkinkan peneliti tidak dapat mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Karena dengan menggunakan sampel dari populasi tersebut sudah dapat mewakili data yang ada pada populasi dan membantu penulis dalam melakukan perhitungan. Karena pada penelitian ini jumlah Kantor Pelayanan Pajak yang ada di


(1)

128

8. Pentingnya pembuatan jadwal penugasan operator data entrydalam proses perekaman data :

a. Tidak perlu

b. Hanya sekedar peraturan saja c. Dibuat apabila diminta atasan d. Bagian dari tugas pegawai e. Standar perekaman data

9. Membuat rencana kerja sebelum pemeliharaan basis data dilakukan : a. Tidak membuat rencana kerja

b. Apabila ingat

c. Apabila diperintah atasan

d. Sebelum atasan meminta, rencana kerja sudah dibuat e. Standar proses pemeliharaan basis data

10. Cara pemeliharaan basis data :

a. Hanya menghimpun data perubahan subjek dan objek pajak dari wajib pajak b. Hanya melihat sket lokasi bidang objek pajak yang mengalami perubahan c. Membuat daftar perubahan data subjek dan objek pajak

d. langsung melakukan penyesuaian dengan keadaan di lapangan e. Melakukan kegiatan verifikasi data objek pajak

11. Pentingnya Pencetakan SPPT dan STTS : a. Tidak perlu

b. Hanya sekedar peraturan

c. Dilakukan apabila diminta atasan d. Bagian dari tugas pegawai

e. Sebagai dasar penetapan pajak terutang dan bukti pembayaran 12. Penting nya melakukan pemantauan penerimaan :

a. Hanya sekedar tugas

b. Hanya sekedar peraturan saja c. Dilakukan apabila diminta atasan d. Bagian dari tugas pegawai

e. Untuk mengetahui jumlah penerimaan pajak yang masuk 13. Apabila ada wajib pajak yang complain tentang pajak terutangnya :

a. Dibiarkan saja

b. Hanya sekedar di beri penjelasan

c. Diberikan penjelasan apabila diminta atasan

d. Diberikan penjelasan sesuai dengan permasalahannya e. Standar pelayanan dalam perpajakan

14. Dasar penagihan :

a. Hanya sekedar perkiraan


(2)

129 c. Hanya berdasarkan tanggal jatuh tempo

d. Melihat tanggal diterbitkannya SPPT dan tanggal jatuh temponya e. Melihat batas waktu pelunasan SKP (Surat Ketetapan Pajak)


(3)

(4)

MOTTO

Aku telah belajar bahwa sukses bukan diukur dengan posisi yang dicapai seseorang

di dalam hidupnya, tetapi oleh hambatan yang telah diatasinya ketika ia berusaha

meraih sukses.

~ Booker T. Washington

Kupersembahkan Karya Kecil ini

sebagai rasa syukur kepada ALLAH S.W.T,

kepada Papa dan Mama tercinta

yang begitu besar Kasih, Perhatian dan Pengorbanannya,

juga buat Kakak ku

serta orang-orang

yang selalu mendukung ku, membimbingku dan menemaniku.


(5)

(6)

132

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Christin Ferawati Tempat Lahir : Bandung

Tanggal Lahir : 16 Februari 1989 Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan No.Hp : 085720191435

Email : christinfera@ymail.com

Alamat : Jl. Y.W Pramukha XI H89, Bandung

Riwayat Pendidikan

1. Tahun1996-Tahun 2001, SDN 1

2. Tahun 2001-Tahun 2004, SMP Negeri 27 Bandung 3. Tahun 2004-Tahun 2007, SMA Negeri 14 Bandung

4. Tahun 2007, terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Komputer Indonesia, Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi.

Demikian daftar riwayat hidup ini penulis buat dengan sebenar-benarnya.

Bandung, Februari 2011 Penulis