2.2 Demineralisasi dan Remineralisasi
2.2.1 Demineralisasi Demineralisasi adalah hilangnya sebagian atau seluruh mineral enamel karena
larut dalam asam. Semakin rendah pH maka akan meningkatkan ion hidrogen yang akan merusak hidoksiapatit enamel. Demineralisasi dapat disebabkan oleh karies dan
non-karies. Demineralisasi non karies terdiri dari atrisi, abrasi dan erosi. Erosi gigi dan karies gigi mempunyai kesamaan dari jenis kerusakannya, yaitu merupakan
demineralisasi jaringan keras gigi yang disebabkan asam. Namun asal asam penyebab erosi berbeda dengan karies. Pada erosi yang menjadi penyebab asam adalah asam
dari makanan-minuman, uap asam yang berasal dari industri serta asam lambung yang secara langsung berkontak dengan gigi tanpa aktivitas bakteri. Sedangkan karies
berasal dari asam yang merupakan hasil fermentasi karbohidrat sisa-sisa makanan oleh bakteri.
1
Perbedaan lainnya juga dapat dilihat dari morfologi dan proses terjadinya erosi dan karies. Erosi terjadi secara merata dipermukaan gigi sedangkan karies lebih
terlokalisasi, dengan arah kerusakan ke dalam dan memerlukan waktu yang lebih lama. Pada tahap awal, erosi kurang disadari oleh penderita karena tidak terjadi
perubahan warna dan tidak berbentuk lubang. Gejala awal erosi adalah suatu bercak putih yang secara mikroanatomi terlihat bulat, licin, mengkilap. Pada tahap lanjut,
enamel akan semakin banyak hilang, permukaan gigi semakin licin dan mengkilat serta permukaan yang membulat pada elemen gigi menjadi rata.
2
Kristal hidroksiapatit yang terdiri dari Ca
10
PO
4 6
OH
2
pada lingkungan netral, kondisi kristal tersebut seimbang dengan lingkungan saliva yang tersaturasi
dengan ion Ca
2+
dan PO
4 3-
.
16-17
Hidroksiapatit reaktif terhadap ion hidrogen pada pH sama dengan atau di bawah 5,5 yang diketahui sebagai pH kritis untuk HA. H
+
bereaksi dengan kelompok fosfat dalam lingkungan saliva yang berdekatan dengan permukaan kristal secara cepat.
1,18
Proses demineralisasi yang terjadi pada kristal apatit dapat dideskripsikan sebagai penggantian ion PO
4 3-
menjadi ion HPO
4 2-
dengan tambahan H
+
dan pada waktu yang sama, H
+
mengalami penetralan buffering. Akibat konversi tersebut, ion
Universitas Sumatera Utara
HPO
4 2-
tidak dapat berkontribusi kepada keseimbangan kristal hidroksiapatit normal karena mengandung PO
4 3-
lebih banyak dibandingkan HPO
4 2
sehingga kristal hidroksiapatit larut. Hal ini yang disebut dengan demineralisasi. Reaksi
demineralisasi dapat diuraikan sebagai berikut: 8H
+
+ Ca
10
PO
4 6
OH
2
6HPO
4
+ 10Ca
2+
+ 2H
2
O.
1,16
Asam methanoik, asam fornik, asam laktat, asam asetat merupakan asam organik. Asam organik tersebut banyak terdapat diberbagai makanan dan minuman.
Jika enamel terpapar oleh asam tersebut dapat menyebabkan permukaan enamel yang terdemineralisasi. Enamel yang terpapar langsung oleh asam dengan pH dibawah 5,5
diatas 12jam, dapat menimbulkan lesi demineralisasi. Akibat demineralisasi ini terjadi pada lapisan bawah enamel sub-surface dan dapat terlihat secara visual
dengan berkurangnya translusensi enamel dan perubahan warna pada enamel menjadi lebih putihopaque.
18
2.2.2 Remineralisasi Proses demineralisasi dapat dikembalikan jika pH dinetralkan dan terdapat ion
Ca
2+
dan PO
4 3-
yang cukup pada lingkungan rongga mulut. Penguraian produk apatit dapat mencapai kondisi netral jika terjadi buffering. Ion Ca
2+
dan PO
4 3-
pada saliva dapat menghambat proses penguraian melalui common ion effect. Hal ini
menyebabkan rebuilding atau pembangunan kembali partikel apatit yang telah larut. Keberadaan ion Ca
2+
dan PO
4 3-
akan mengisi kembali ruangan dari kristal yang telah terdemineralisasi. Proses tersebut dinamakan remineralisasi. Interaksi ini dapat
ditingkatkan dengan keberadaan fluor pada lingkungan tempat bereaksinya ion-ion tersebut. Dasar kimiawi dari proses demineralisasi atau remineralisasi ini sama pada
enamel, dentin, dan sementum akar.
16
Remineralisasi secara in vitro dapat dilakukan dengan membuat agen reminerlisasi. remineralisasi buatan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
5,17-19
1. Hidrofilik.
2. Memiliki viskositas yang rendah sehingga dapat melakukan penetrasi
sampai lapisan subsurface.
Universitas Sumatera Utara
3. Antibakteri.
4. Bereaksi cepat.
Elemen yang paling sering digunakan untuk formula remineralisasi antara lain kalsium, fosfat, fluor, Casein Phospopeptide- Amorphous Calsium Phosphate CPP-
ACP, xylitol, mikronano hidroksiapatit dan glass bioaktif. Natrium klorida juga sering ditambahkan untuk menstabilkan larutan dan mencegah pengendapan spontan
dari kalsium dan fosfat. Remineralisasi yang terjadi bergantung kepada waktu perendaman, reaktan, perluasan supersaturation dari larutan terhadap gigi, laju
pengendapan reaktan dan pH larutan. Penggunaan bahan remineralisasi pada permukaan enamel pada waktu yang adekuat akan membantu mengembalikan
mineral yang hilang dan akan menambah kekerasan permukaan enamel.
Tabel 2. Siklus demineralisasi dan remineralisasi pada pembentukkan karies gigi
18
Critical Ph oh HA Critical Ph oh FA
pH 6.8
6.0 5.5
5.0 4.5
4.0 3.5
3.0 H
+
reacts mainly with PO
4
ions in saliva and plaque
HA and FA form Demineralisation
HA dissolves FA form in presence of F
Remineralisation FA reforms
FA and HA dissolve
If H
+
exhausted andor neutralized and all ions
retained
8.0 6.8
6.0 5.5
5.0 4.5
4.0 3.5
3.0
Berdasarkan tabel diatas demineralisasi terjadi pada saat gigi terpapar oleh asam sehingga hidroksiapatit bereaksi dengan ion hidrogen. Pada tahap ini dapat
terbentuk plak dan kalkulus. Jika demineralisasi berlasung terus-menerus hingga
Universitas Sumatera Utara
menjapai pH 5,5 yang merupakan pH kritis hidroksiapatit maka akan terjadi kelarutan struktur anorganik enamel gigi. Pada tahap ini dapat terjadi bercak putih atau white
spot pada permukaan enamel gigi. Remineralisasi dapat terjadi dengan pembentukkan fluorapatit. Fluorapatit lebih tahan asam jika dibandingkan dengan hidroksiapatit.