nasi  yang  bersilia  meningkatkan  kontak  dengan  udara  inspirasi  yang  dapat memaksimalkan  fungsi  penghidu,  menghangatkan,  melembabkan  dan  menyaring
udara  yang  masuk  sebelum  mencapai  saluran  pernafasan  bagian  bawah  Walsh dan Korn, 2006.
Aliran  turbulensi  udara  pada  hidung  merupakan  fisiologi  utama  dari hidung. Aliran turbulensi dari udara pada kavum nasi meningkatkan kontak antara
udara  inspirasi  dengan    mukosa  hidung  yang  tidak  hanya  berperan  dalam  fungsi respirasi tetapi juga penghidu dan pertahanan tubuh Walsh dan Korn, 2006.
Banyak teori yang mengemukakan fungsi sinus paranasal  tetapi tidak ada yang  diterima  secara  umum.  Fungsi  sinus  paranasal  di  antaranya  meliputi
meringankan  tulang  tengkorak,  sebagai  kotak  resonansi  suara,  meningkatkan fungsi  penghidu,  melembabkan  udara  inspirasi  dan  membantu  regulasi  dari
tekanan intranasal Walsh dan Korn, 2006.
2.2 Sistem Mukosiliar Sinonasal
2.2.1 Mukosa sinonasal
2.2.1.1 Epitel Epitel hidung dan sinus paranasal terdiri dari tiga jenis sel yaitu sel basal,
sel  goblet  dan  sel  kolumnar  bersilia  ataupun  sel  kolumnar  yang  tidak  bersilia. Epitel  merupakan  barier  mekanik  yang  utama  untuk  melawan  infeksi.  Sel  silia
mendominasi permukaan epitel respiratori. Setiap sel silia memiliki kira-kira 150 sampai  200  silia.  Tugas  dari  silia  adalah  untuk  membersihkan  palut  ledir  yang
dihasilkan oleh sel goblet dan sekresi serus dari kelenjar hidung ke nasofaring. Sel
basal menunjukkan adanya hubungan morfologi antara epitel kolumner dengan sel goblet  dan  dengan  membran  dasar  epitel  di  sisi  yang  lain.  Epitel  respiratori
berbeda  dengan  tipe  epitel  yang  lain  karena  adanya  peningkatan  ekspresi  dari beberapa  molekul  adhesi  seperti  intracellular  adhesion  molecule-1  dan  ICAM-1
dan  peningkatan  sintesis  sitokin  seperti  interleukin  1.  Selain  ke  empat  tipe  sel yang  telah  disebutkan  epitel  juga  mengandung  sel-sel  imunokompeten  seperti
CD8-positive  T  cells  dengan  sel  mast,  makrofag  dan  MHC-II  bearing  dendritic cells yang berfungsi sebagai antigen-presenting cells Probst dkk., 2006.
2.2.1.2  Palut lendir Palut  lendir  merupakan  lapisan  mukus  dengan  ketebalan  10-15  µm,
bersifat agak asam dengan pH antara 5,5-6,5. Palut lendir terdiri dari dua lapisan yaitu  lapisan  perisilia  yang  tipis  dengan  viskositas  rendah  disebut  dengan  sol
phase. Lapisan  yang lain adalah lapisan  yang lebih kental dan tebal,  yang ada di atas lapisan perisilia disebut dengan gel phase yang tampak sebagai plak terputus-
putus.  Partikel  tak  larut  yang  tertangkap  di  plak  mukus  akan  bergerak  bersama dengan plak tersebut akibat adanya gerakan silia Ballenger, 2003.
Materi yang mudah larut seperti droplet, formaldehid dan CO
2
akan larut di  lapisan  perisilia.  Mukus  hidung  secara  efektif  menyaring    dan  mengeluarkan
hampir  100  partikel  yang  berukuran  lebih  besar  dari  4µm.  Mukus  hidung diproduksi  sekitar  1-2  liter  setiap  hari  dengan  kandungan  glikoprotein  2,5-3,
garam  1-2  dan  air  95.  Musin  adalah  salah  satu  glikoprotein  yang menyebabkan  mukus  bersifat  protektif  selain  melubrikasi  permukaan  mukosa
Probst  dkk.,  2006.  Palut  lendir  didapatkan  di  seluruh  rongga  hidung  kecuali
vestibulum,  sinus,  telinga  tengah,  tuba  Eustachius  dan  percabangan  bronkus, mungkin terus sampai ke alveolus dalam bentuk pelembab. Gerakan silia yang ada
di  bawahnya  menggerakkan  lapisan  lendir  ini,  bersama  dengan  materi-materi asing  yang  terperangkap  olehnya  secara  berkesinambungan  ke  arah  faring  dan
esofagus  untuk  kemudian  ditelan  atau  dibatukkan.  Lendir  ini  diproduksi  oleh kelenjar mukus dan serosa, terutama oleh sel-sel goblet pada mukosa Ballenger,
2003. 2.2.1.3 Silia
Pada  manusia,  silia  ditemukan  di  sepanjang  traktus  respiratorius  kecuali vestibulum nasi, dinding posterior orofaring, sebagian laring dan cabang terminal
bronkus.  Silia  juga  ditemukan  pada  tuba  Eustachius,  sebagian  besar  di  telinga tengah  dan sinus paranasal Ballenger, 2003.
Silia  pada  manusia  luasnya  sekitar  6  µm  di  atas  permukaan  luminal  dari sel  dan  lebar  kira-kira  sekitar  0,3  µm.  Kurang  lebih  200  silia  ditemukan  pada
masing-masing  sel  pada  hidung.  Tiap  silia  tertanam  pada  badan  basal  yang letaknya  tepat  di  bawah  permukan  sel.  Setiap  silia  diselubungi  oleh  lanjutan
membran sel atau membran plasma. Di dalam silia ada sehelai filamen atau fibril yang  disebut  aksonema.  Di  bawah  aksonema  terdapat  badan  basal  yang  silindris
dan  pendek,  lebih  ke  bawah  lagi  fibril  memanjang  sampai  ke  sitoplasma  apikal dan  disini  disebut  sebagai  tempat  akar.  Silia  tertanam  dengan  kuat  dan  mungkin
tempat  akar  ini  meneruskan  impuls  saraf  dari  satu  silia  ke  silia  di  sebelahnya sehingga  dapat  timbul  irama  yang  selaras.  Filamen  ini  adalah  pasangan  tubulus
yang tersusun seperti roda pedati, ada 9 pasangan terletak di bagian luar sepanjang
perifer aksonema dan satu pasang di tengah yang  dapat  dilihat pada Gambar 2.2
Ballenger, 2003 Kesembilan pasangan luar ini masing-masing terdiri dari dua mikrotubulus
juksta:  subfibril  A  yang  letaknya  agak  di  sentral  dan  subfibril  B  yang  letaknya agak  ke  tepi  dan  berukuran  lebih  pendek.  Terdapat  dua  lengan  yang  tersusun
dengan  teratur  yang  terdiri  dari  ATPase  yang  dinamakan  lengan  dynein  yang menghubungkan  subfibril  A  dengan  B  dari  pasangan  sebelahnya.  Selain  itu,  ada
penghubung lain antara subfibril A dan B dari pasangan sebelahnya yang tersusun teratur seperti halnya dynein yang disebut neksin. Dari A menuju pasangan yang
di  tengah  ada  jari-jari  radial.  Pada  dasar  silia,  pasangan  tubulus  sentral  berakhir dan masing-masing pasangan perifer melanjutkan diri ke bawah untuk  masuk ke
badan basal sebagai tripel karena tambahan subfibril C Ballenger, 2003. Gerakan  silia  terjadi  karena  tubulus  saling  meluncur  di  atas  tubulus
lainnya,  sehingga  timbul  gerakan  seperti  mencukur  dan  mengakibatkan  silia menunduk.  Energi  untuk  itu  berasal  dari  lengan  dynein  atau  ATPase  yang
memecah  adenosin  trifosfat  atau  ATP.  Pada  waktu  menunduk  terjadi  proses penembatan  kembali  jari-jari.  Poros  gerakan  silia  adalah  garis  tegak  lurus  pada
bidang yang menghubungkan pasangan tubulus sentral. Sleigh berpendapat bahwa tekanan  yang  terasa  oleh  silia  akibat  kontak  dengan  silia  di  sebelahnya  yang
menunduk merupakan stimulus untuk menunduk mengikuti irama yang beraturan Ballenger, 2003.
Gambar 2 . 2 Susunan ultrastruktur tubulus silia pada berbagai tingkatan
Ballenger, 2003 Sel-sel bersilia gugur  dan diganti secara teratur. Kemungkinan besar sel-
sel  basal  mempunyai  potensi  untuk  berdiferensiasi  menjadi  sel  goblet  atau  sel bersilia  sesuai  kebutuhan.  Belum  diketahui  dengan  jelas  apa  yang  mengontrol
gerak  silia.  Pada  manusia  tidak  ada  saraf  pengontrol.  Adenosin  trifosfat merupakan sumber energi utama pada aktivitas silia mamalia Ballenger 2003.
Gerak maju dan mundurnya silia disebut irama. Ada gerak maju yang kuat dan  efektif,  pada  saat  ini  silia  tegak  sepenuhnya  dan  ujungnya  sampai  mencapai
lapisan  mukus  superfisial  yang  menyelimutinya.  Kemudian  gerak  kembali, dengan  arah  yang  berlawanan,  tidak  begitu  kuat,  lebih  lambat  dan  silianya
melengkung sehingga tidak sampai mencapai lapisan mukus di permukaan.  Arah
gerak  silia  dapat  dilihat  pada  Gambar  2.3.  Gerak  silia  tejadi  12  sampai  1400
kalimenit Ballenger, 2003. Silia ini terkoordinasi dengan baik. Gerakannya dapat mengalirkan lapisan
mukus yang menyelimutinya, yang di depan meneruskan beban yang disampaikan
oleh  silia  di  belakangnya.  Gerakan  ini  merupakan  gerakan  berkesinambungan bukan  gerakan  sinkron.  Silia  merupakan  struktur  yang  tangguh.  Aktivitasnya
berlangsung  terus  tanpa  kehilangan  kekuatan  meskipun  selalu  basah  oleh  sekret purulen berbulan-bulan lamanya. Kekeringan akan cepat menimbulkan kerusakan
silia yang sifatnya permanen. Silia harus selalu diselimuti oleh lapisan lendir agar dapat tetap aktif Ballenger, 2003.
Gambar 2. 3
Siklus normal silia Ballenger, 2003
Beberapa  macam  virus  saluran  pernafasan  terutama  virus  influenza mampu menghambat gerak silia. Pada pemeriksaan silia yang terpajan oleh virus
pada silia, yang menyebabkan menurunnya gerak silia Ballenger, 2003.
2.2.2  Transpor mukosiliar