BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hidung dan Sinus Paranasal
2.1.1 Anatomi hidung
Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian karena merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan yang
tidak menguntungkan. Hidung berbentuk piramid, kira-kira dua perlima bagian atasnya terdiri dari tulang dan tiga perlima bawahnya tulang rawan Ballenger,
2003. Rangka hidung bagian luar dibentuk oleh dua os nasal, prosesus frontal os
maksila, kartilago lateralis superior, sepasang kartilago lateralis inferior atau kartilago alar mayor dan tepi anterior kartilago septum nasi Ballenger, 2003.
Bagian lateral dari ala nasi juga dibentuk oleh beberapa kartilago berukuran kecil yang biasa disebut kartilago alar minor. Bentuk dan stabilitas dari kartilago alar
yang meliputi krus medial dan lateral menentukan bentuk tip nasi dan hidung. Selain krus media, bagian inferior septum dan kolumela juga memiliki peranan
pada stabilitas hidung Probst dkk., 2006. Pada tulang tengkorak lubang hidung yang berbentuk segitiga disebut
apertura piriformis. Tepi latero-superior dibentuk oleh ke dua os nasal dan prosesus frontal os maksila. Dasarnya dibentuk oleh prosesus alveolaris maksila.
Di garis tengah ada penonjolan yang disebut spina nasalis anterior Ballenger, 2003.
Kavum nasi dimulai di bagian anterior yang disebut vestibulum nasi dengan batas posteriornya limen nasi atau nasal valve. Nasal valve adalah daerah
tersempit dari traktus respiratorius atas dan merupakan daerah yang memiliki peran utama pada aerodinamik dari aliran udara pada hidung Probst dkk, 2006.
Septum nasi adalah sekat yang membagi kavum nasi menjadi dua ruang yaitu kavum nasi kanan dan kiri. Bagian posterior dibentuk oleh lamina
perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum kuadrilateral, premaksila dan kolumela membranosa. Bagian posteroinferior septum nasi
dibentuk oleh os vomer, krista maksila, krista palatina serta krista sphenoid Ballenger, 2003.
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horizontal os palatum. Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan
inferior, os nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus os sphenoid Ballenger, 2003.
Dinding lateral hidung dibentuk oleh permukaan dalam prosessus frontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan
bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularis os palatum dan lamina pterigoideus medial Ballenger, 2003.
Fossa nasalis pada orang dewasa memiliki panjang kira-kira 7,5 cm dan tinggi 5 cm Bull, 1987. Fossa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah
konka. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior, celah antara konka media dan inferior disebut meatus medius dan sebelah atas
konka media disebut meatus superior. Kadang-kadang dapat ditemukan adanya
konka ke empat yang disebut konka suprema. Meatus inferior adalah meatus yang paling besar dari ke tiga meatus yang ada. Meatus inferior merupakan tempat
bermuaranya duktus naso lakrimalis. Meatus media adalah tempat bermuaranya sinus frontal, sinus maksila dan sel-sel anterior sinus etmoid. Meatus superior atau
fisura etmoid adalah celah sempit antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media, tempat bermuaranya sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus
sfenoid Ballenger, 2003. Hidung tersusun atas otot-otot yang berukuran kecil. Otot-otot di daerah
hidung terdiri dari otot proserus, otot nasalis, otot depresor septi, otot dilator nares posterior, otot dilator nares anterior dan kaput angularis otot kuadratus labii
superior Ballenger, 2003.
Gambar 2. 1 Anatomi hidung Putz dan Pabst, 2000
Pendarahan untuk hidung luar terutama berasal dari cabang-cabang arteri nasalis angularis dan nasalis lateralis arteri maksilaris eksterna dan cabang
infraorbitalis arteri maksilaris interna. Rongga hidung mendapat pendarahan dari
cabang sfenopalatina arteri maksilaris interna dan cabang etmoidalis arteri oftalmika. Venanya bermuara di vena fasialis anterior dan vena oftalmika
Ballenger, 2003. Saraf motorik untuk hidung berasal dari saraf fasialis. Saraf sensoris
termasuk cabang infratroklearis dan cabang nasalis saraf oftalmikus dari saraf trigeminus dan saraf infraorbita cabang saraf maksilaris dari saraf trigeminus
Ballenger, 2003. Mukosa sinonasal terdiri dari lapisan epitel, lamina propia, sub mukosa
dan periosteum. Epitel kavum nasi adalah epitel kolumnar berlapis semu bersilia dengan sel-sel goblet di dalamnya. Tiga fungsi utama dari hidung adalah fungsi
penghidu, respirasi dan proteksi. Ke tiga fungsi di atas ditunjang oleh anatomi dari kavum nasi, yang membutuhkan daerah permukaan yang luas. Aliran turbulensi
udara hidung adalah fisiologi utama dari fungsi hidung. Aliran turbulensi udara ini meningkatkan kontak antara udara inspirasi dengan mukosa hidung, memberi
pengaruh tidak saja pada fungsi respirasi tetapi juga fungsi penghidu dan proteksi Walsh dan Korn, 2006 .
Kondisi dari mukosa hidung, kelembaban serta permukaan dari kavum nasi yang bersilia meningkatkan kontak dengan udara inspirasi, dapat
memaksimalkan fungsi penghidu, menghangatkan, melembabkan dan menyaring udara yang masuk sebelum mencapai saluran nafas bagian bawah Walsh dan
Korn, 2006. Adanya vibrisae pada orifisium kavum nasi menyaring partikel besar yang
masuk bersama dengan udara inspirasi sedangkan partikel yang berukuran lebih
kecil mencapai mukosa dan dibalut oleh mukus. Adanya bersihan mukosiliar akan membawa partikel yang telah dibalut oleh mukus termasuk di dalamnya bahan
patogen keluar dari hidung dan sinus Walsh dan Korn, 2006.
2.1.2 Anatomi sinus paranasal