Peranan guru agama Islam sebagai sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa studi kasus di SMP Islamiyah Ciputat

(1)

“Peran Guru Sebagai Pendidik Dalam Membina Akhlak Siswa Studi Kasus di SMP Islamiyah Ciputat”

Guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, aman, nyaman dan kondusif. Selain itu guru sebagai pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik dan juga memberi bimbingan baik jasmani maupun rohani guna mencapai kedewasaan.

Dalam rangka meningkatkan pembinaan akhlak terhadap siswanya, guru merupakan faktor yang sangat menentukan baik atau buruknya akhlak peserta didik itu sendiri. Karena seorang guru berkewajiban atas semua perkembangan anak, baik dalam pemikirannya maupun dalam perbuatannya. Namun seorang guru bukanlah faktor utama dalam menentukan keberhasilan dalam membina akhlak siswa, akan tetapi orang tualah yang menjadi faktor utama dan pertama dalam menentukan akhlak siswa, karena anak lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah.

Pembinaan akhlak yang diberikan oleh guru terhadap anak didiknya berperan positif terhadap perubahan sikap dari anak didiknya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa secara matematis pembelajaran dikatakan ideal atau sangat baik jika jumlah skor angket sejumlah 3.440. Akan tetapi dalam penelitian ini di peroleh jumlah skor angket 2.282. yang artinya perbandingan antara jumlah skor angket penelitian dengan jumlah skor anket ideal diperoleh angka persentase 66,3%. Angka ini menunjukan bahwa peran guru agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa yang ada di SMP Islamiyah kelas VIII cukup berperan.


(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ketika berbicara tentang masalah krisis akhlak di kalangan pelajar, maka dengan mudah akan terlintas di benak kita berbagai potret buram yang telah dilakukan oleh mayoritas mereka. Ada beberapa hal yang begitu lekat di telinga kita, berkaitan dengan kenakalan remaja di kalangan pelajar, di antaranya adalah rambut yang tidak rapi, seragam yang kotor tidak terawat, merokok, memakai anting dengan satu telinga, tawuran yang seakan menjadi menu sehari-hari mereka. Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa terjadi pergeseran nilai-nilai secara drastis. Kalau dulu gambaran orang, mengenai pelajar salah satu sosok intelek, ramah, sopan dan tanggung jawab maka sekarang sebaliknya.

Akhlak merupakan alat kontrol psikis dan sosial bagi individu dan masyarakat. Tanpa akhlak, manusia akan berada dengan kumpulan hewan yang tidak memiliki tata nilai dalam kehidupannya. Muhammad merupakan sumber akhlak yang hendaknya di teladani oleh orang mukmin, sebagaimana sabdanya :


(3)

ﻰ ﺮ ﺧا

ا

ﻰ اﺮ ﺸ ا

ا

ﺎ ﺪ

ىﺪ

ﺎ ﺪ

ﺰ ا

رﺪ

هاﺮ ا

ن

ا

ﺰ ﺰ اﺪ

ﺎ ﺪ

ر

ةﺮ ﺮه

ﻰ ا

ﺎﺻ

ﻰ ا

عﺎ ا

ﷲا

لﻮ ر

نا

ﷲا

لﺎ

و

ﷲا

:

ق ﺧ ا

مرﺎﻜ

)

ا

اور

نﺎ

(

Mengabarkan kepadaku Ismail bin Muhammad bin Al Fadhil bin Muhammad Al Aya’roni, menceritakan kepada kami kakek kami, menceritakan kepada kami Ibrahim bin Mundzir Al Khazmi, bercerita kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Al Qo’qoi bin Hakim dari ibnu Sholih dari Ibnu Hurairoh r.a. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”(HR. Ibnu Hibban)1.

Pendidikan akhlak menekankan pada sikap, tabiat dan prilaku yang menggambarkan nilai-nilai kebaikan yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan anak didik dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah Saw menganjurkan kepada umatnya untuk memperhatikan budi pekerti anak dengan baik, karena akhlak ini merupakan implikasi dan cerminan dari tauhid kepada Allah Swt.

Menurut Said Agil Husin menghadapi fenomena krisis akhlak, dunia pendidikan sedang menghadapi ujian berat sekaligus tantangan karena pendidikan merupakan faktor terpenting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. Para pemikir pendidik menyerukan agar kecerdasan akal di ikuti dengan kecerdasan moral.2

Pendidikan adalah sebuah wadah untuk mendidik peserta didik agar bertumbuh dan berkembang kemampuannya (fitrah) yang dibawa sejak lahir. Yang dimaksud dengan mendidik ialah seluruh kegiatan, tindakan dan sikap yang dilakukan oleh pendidik sewaktu mengasuh peserta didik. Pendidik adalah subjek yang mempunyai peran penting dalam pendidikan. Peserta didik itu sendiri adalah pihak yang merupakan objek terpenting dalam pendidikan. Sedangkan makna fitrah ialah suatu kemampuan dasar yang dimiliki oleh setiap orang seperti halnya pembawaan.

1

Ibnu Hiban, Al-Mustdrak ‘Ala Al-Shahihain Juz 2, (Bairut: Dar Kutub Al-Ilmiyah,1990), h. 670

2

H. Said Agil Husin Al Munawar, Aktualisasi nilai-nilai Qur’ani, (Ciputat: PT Ciputat Press, 2005), cet ke-2, h. 7-8


(4)

Pendidikan sebagai suatu sistem terdiri atas berbagai komponen yang masing-masing saling berkaitan dan berhubungan untuk mencapai keberhasilan pendidikan sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Dengan demikian setiap komponen memiliki sifat tergantung sesamanya. Keselarasan antar komponen ini akan menopang keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan, salah satu di antara komponen tersebut adalah alat pendidikan. Menurut Jalaludin alat pendidikan adalah segala sesuatu yang bisa menunjang kelancaran pendidikan dan salah satu dari alat pendidikan tersebut adalah pendidik.3

Guru adalah figur manusia yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan, figur guru mesti di libatkan dalam agenda pembicaraan terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Hal itu tidak dapat di sangkal, karena lembaga pendidikan formal adalah dunia kehidupan guru.

Guru sebagai figur sentral dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar. Sehubungan dengan ini, setiap guru sangat di harapkan memiliki karakteristik (ciri khas) kepribadian yang ideal sesuai dengan persyaratan yang bersifat psikologis-pedagogis.4

Guru memiliki peran ganda, yakni sebagai pengajar sekaligus sebagai pendidik. Dalam rangka mengembangkan peran gandanya, maka Ahmad Rohani dan A.Abu Ahmadi mengutip pendapatnya Zakiah Daradjat disarankan agar guru memiliki persyaratan kepribadian sebagai guru yaitu:

Suka bekerja keras, demokratis, penyayang, menghargai kepribadian peserta didik, sabar, memiliki pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman yang bermacam-macam, perawakan menyenangkan dan berkelakuan baik, adil dan tidak memihak, toleransi, mantap dan stabil, ada perhatian terhadap persoalan peserta didik, lincah, mampu memuji,

3

Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2002), cet. Ke-2, h. 110

4

Muhibbin Syah, Psikologi pendidikan suatu pendekatan baru, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1996), h.221


(5)

perbuatan baik dan menghargai peserta didik, cukup dalam pengajaran, mampu memimpin secara baik.5

Untuk tercapainya tujuan tersebut, maka guru memegang peranan penting. Oleh sebab itu guru di sekolah tidak hanya sekedar mentransfer sejumlah ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, tetapi lebih dari itu terutama dalam membina sikap dan keterampilan mereka. Untuk membina sikap murid di sekolah, dari sekian banyak guru bidang studi, guru bidang studi agamalah yang sangat menentukan, sebab pendidikan agama sangat menentukan dalam hal pembinaan sikap siswa karena bidang studi agama banyak membahas tentang pembinaan sikap, yaitu mengenai aqidah dan akhlakul karimah.

Tugas guru tidak terbatas pada memberikan informasi kepada murid namun tugas guru lebih komprehensif dari itu. Selain mengajar dan membekali murid dengan pengetahuan, guru juga harus menyiapkan mereka agar mandiri dan memberdayakan bakat murid di berbagai bidang, mendisiplinkan moral mereka, membimbing hasrat dan menanamkan kebajikan dalam jiwa mereka. Guru harus menunjukkan semangat persaudaraan kepada murid serta membimbing mereka pada jalan kebenaran agar mereka tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama.

Faktor guru sangat mendukung dalam mendidik prilaku siswa. Hal ini disebabkan karena guru merupakan suri tauladan bagi siswanya. Jika seorang guru agama bertingkah laku dengan baik, maka siswanya akan mencontoh prilaku tersebut. Akan tetapi sebaliknya, jika guru agama tidak memberikan contoh yang baik, maka siswanya juga akan meniru kelakuan tersebut. Dalam hal ini Zuhairini mengutip pendapat dari prof. Athiyah Al Abrossyi yang menyatakan bahwa :

“Hubungan antara murid dengan guru seperti halnya bayangan dengan tongkatnya. Bayangan tidak akan terlihat lurus apabila tongkat itu berdiri bengkok yang artinya bagaimana murid akan menjadi baik, apabila gurunya berkelakuan tidak baik. Dalam pepatah bahasa

5

Ahmad Rohani dan A.Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h.110


(6)

Indonesia dikatakan bahwa guru kencing berdiri, murid kencing berlari yang artinya murid akan mencontoh apa yang telah dilakukan oleh gurunya”.6

Pengaruh negatif dari sekitar bisa jadi akan memperburuk pemahaman siswa tentang akhlak, yang semula sudah di ajarkan dan dapat di pahami oleh siswa bisa saja rusak atau berubah akibat pergaulan buruk yang di terimanya. Walaupun orang tuanyalah yang berperan dalam pembinaan akhlak anak-anak mereka. Akan tetapi keberadaan guru dan peran guru cenderung dapat memberikan motifasi dalam menananmkan pemahaman akhlak pada diri anak, sehingga pemahaman tersebut bukan hanya pemahaman saja, tetapi dapat juga di amalkan. Oleh karena itu, peranan seorang guru, khususnya guru agama Islam di upayakan untuk dapat membentuk siswa agar memiliki kepribadian muslim serta berakhlak mulia.

Melihat latar belakang masalah di atas, maka penulis disini berpendapat bahwa seorang guru bukan hanya seorang pengajar saja tetapi seorang guru sebagai pendidik yang dapat mengarahkan siswa-siswinya. Oleh karena itu peranan guru sangat diperlukan dalam membentuk kepribadian muslim yang berakhlak mulia. Hal ini mendorong penulis untuk melihat lebih dalam apakah guru agama berperan dalam pembinaan akhlak siswa dengan suatu penelitian yang berjudul “PERANAN GURU SEBAGAI PENDIDIK DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA” (Studi kasus di SMP Islamiyah Ciputat-Tanggerang)

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka timbul permasalahan antara lain :

a. Buruknya akhlak siswa di sekolah seperti merokok di kelas

b. Tidak masuk sekolah pada jam pelajaran

6

H. Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama, (Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1981), h. 35


(7)

c. Minimnya kesadaran siswa tentang pentingnya akhlak d. Kurangnya pengetahuan siswa mengenai pentingnya akhlak e. Kurangnya pengawasan dan perhatian dari guru

f.Problema peranan guru Agama Islam dalam membina akhlak siswa g. Problema peranan orang tua dalam membina akhlak anak di rumah h. Problema peranan masyarakat dalam membina akhlak anak didik di

lingkungan masyarakat

2. Pembatasan Masalah

Mengingat banyaknya permasalahan mengenai peranan guru sebagai pendidik, maka penulis hanya akan membatasi permasalahan pada peranan guru agama Islam sebagai pendidik dan membina akhlak siswa.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah di atas, untuk memudahkan pelaksanaan penelitian maka masalah yang akan diteliti secara operasional dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana peranan guru Agama Islam sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa SMP Islamiyah Ciputat?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui peran guru agama Islam sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa

b. Manfa’atnya bagi instansi sekolah bisa dijadikan motivasi untuk memperbaiki mutu maupun tekhnis, baik dari segi sarana, maupun prasarana sekolah, sehingga kualitas kelulusannya bisa berwawasan iptek dan imtaq.

D. Teknik Penulisan Skripsi

Adapun teknik penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman skripsi yang di susun oleh FITK UIN Jakarta tahun 2007


(8)

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Guru Sebagai Pendidik

1.

Pengertian Guru Sebagai Pendidik

Kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar. Sedangkan dalam bahasa Arab guru diartikan sebagai al-alim atau al-mu’alim, yang artinya orang yang mengetahui. Selain itu ada pula ulama yang menggunakan istilah al-mudarris untuk orang-orang yang mengajar atau orang-orang yang memberikan pelajaran.1

Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, surau/musalla, di rumah dan sebagainya.2

Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan

1

Abudin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru dengan Murid, (Study Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. Ke-1, h. 41

2

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 31


(9)

tugasnya sebagai mahluk Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.3

Menurut Langeveld seperti yang dikutip oleh Alisuf Sabri, pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan atau kedewasaan seorang anak. Jadi sebenarnya seseorang disebut pendidik itu karena adanya peranan dan tanggung jawabnya dalam mendidik seorang anak.4

Pendidik adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.5 Yang dimaksud pendidik disini adalah guru yang mengajar sekaligus mendidik di sekolah.

Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa guru sebagai pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik dan juga memberi bimbingan baik jasmani maupun rohani guna mencapai kedewasaan. Disamping itu juga guru berkewajiban dalam pembentukan akhlak agar sejalan antara IPTEK dan IMTAQ.

Guru sebagai pendidik berkewajiban atas semua perkembangan anak, baik dalam pemikirannya maupun dalam perbuatannya. Meskipun demikian bukan berarti guru adalah orang satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap perkembangan (kedewasaan) anak, tetap saja pendidik pertama dan utama adalah orang tua di rumah karena anak lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah.

Dari uraian yang telah ada, jelas bahwa pekerjaan guru itu memang terasa berat, akan tetapi luhur dan mulia. Tugas guru tidak hanya mengajar, melainkan juga mendidik. Maka, untuk melakukan tugas sebagai guru tidak sembarang orang dapat menjalankannya. Dalam praktek sehari-hari orang sering mencampur adukkan antara pengertian

3

Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), cet.ke-2, h.65

4

Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan , (Jakarta: CV pedoman ilmu jaya, 1999), cet.ke-1, h.8

5

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam,(Bandung: PT Rosdakarya, 1994), cet. Ke-2, h.74


(10)

”mengajar” dengan “mendidik”. Kata tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat, walaupun keduanya sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda.

Dalam mengajar yang dipentingkan adalah segi ilmiahnya, karena mengajar mempunyai arti memberikan pengetahuan kepada anak, agar mereka dapat mengetahui pristiwa-pristiwa, hukum-hukum ataupun proses dari pada sesuatu ilmu pengetahuan itu sendiri. Sedangkan dalam mendidik yang lebih dipentingkan adalah segi pembentukan kepribadian anak itu sendiri, karena mendidik mempunyai arti menanamkan tabiat yang baik agar anak-anak mempunyai sifat yang baik dan berkepribadian luhur.6 Dengan demikian jelas bahwa mengajar dengan mendidik mempunyai hubungan yang sangat erat.

Selain itu pengajaran menurut Ahmad Tafsir ialah suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan anak mengenai segi kognitif dan psikomotorik semata-mata, yaitu supaya anak lebih banyak pengetahuannya, lebih cakap berpikir kritis, sistematis, dan objektif, serta terampil dalam mengerjakan sesuatu, misalnya terampil menulis, membaca, lari cepat, loncat tinggi, berenang, membuat pesawat radio dan sebagainya.7

Dari uraian di atas jelas bahwa pendidikan dan pengajaran merupakan dua kubu yang berbeda dari segi tujuan pencapaian hasil belajar. Pengajaran lebih dititik beratkan pada aspek pengetahuan sedangkan pendidikan pada aspek pengamalan (sikap) namun keduanya sama-sama merupakan proses belajar-mengajar.

Dalam hubungan ini Ibnu Muqaffa seperti yang dikutip oleh Zuhairini menasihatkan bahwa barang siapa ingin menjadi imam yang tegak jiwanya sebagai imam agama dalam masyarakat, hendaklah ia memulai lebih dahulu mengajar dirinya dan mengamalkan dalam tingkah laku, atau pendapat dan pembicaraannya. Mengajar dengan tingkah

6

H. Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama,…, h. 25

7

Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), Cet.1, h. 7


(11)

lakunya adalah lebih berhasil dari pada mengajar dengan lisannya. Guru dan pendidik bagi dirinya lebih berhak mendapat ketinggian dan keutamaan dari pada guru dan pendidik-pendidik terhadap orang lain.8

Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa pendidikan yang terbaik adalah pendidikan yang dimulai dari diri sendiri dan kemudian di ajarkan kepada orang lain dengan tingkah laku yang sesuai dengan apa yang akan di ajarkan.

2.

Tugas-tugas Guru sebagai Pendidik

Mengenai pengertian pendidik, didalamnya telah tersirat pula mengenai tugas-tugas pendidik, tugas-tugas tersebut adalah sebagai berikut:

1. Membimbing peserta didik

Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan lain sebagainya.

2. Menciptakan situasi untuk pendidikan

Yang dimaksud dengan situasi pendidikan yaitu suatu keadaan dimana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan.9

Sama dengan teori pendidikan Barat, tugas pendidik dalam pandangan Islam secara umum ialah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotorik, kognitif, maupun potensi afektif. Potensi itu harus dikembangkan secara seimbang sampai ketingkat setinggi mungkin, menurut ajaran Islam.10

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidik, hendaknya mereka tidak melakukan kedisiplinan terhadap anak didiknya seperti mendisiplinkan hewan ternak, akan tetapi mereka haruslah memperlakukan para peserta didiknya sebagai makhluk yang mudah dipengaruhi dan di bentuk karakternya, sehingga nantinya mereka akan dihormati di kalangan

8

Hj. Nuruhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam,…, .h. 76

9

Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam…h.66

10


(12)

masyarakat. Dari sini akhirnya Islam menganjurkan agar yang menjadi seorang pendidik bukan hanya dari kalangan manusia terpelajar, akan tetapi juga harus orang yang arif dan bijaksana, serta orang saleh yang prilakunya dapat mempengaruhi pikiran kaum muda.11

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hendaknya guru itu dapat memperlakukan muridnya layaknya sebagai sahabat sehingga interaksi diantara keduanya berjalan baik. Karena jika seorang siswa sudah merasa nyaman dengan keberadaan seorang guru, maka ia akan dengan mudah menerima semua nasihat yang diberikan oleh guru.

Dalam konteks masyarakat Islam pendidik haruslah orang yang dengan sepenuh hati melaksanakan ajaran Islam, secara lahiriah dan batiniah. Dia pasti orang yang berbudi luhur, orang saleh yang merasa bertanggung jawab untuk mendidik murid-muridnya menjadi terutama muslim yang baik, yakni laki-laki dan perempuan yang akan mempelajari nilai kaidah moral Islam, yang akan berupaya untuk hidup sesuai etika qur’ani.12

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tugas guru adalah sebagai pendidik dalam menanamkan berbagai aspek baik itu aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Tugas guru itu sangat mulia bahkan mendapat peringkat tertinggi dalam ajaran Islam, akan tetapi tidak semudah apa yang kita bayangkan untuk mengemban tugas mulia itu, perlu adanya kesungguhan dengan sepenuh hati dalam melaksanakannya.

3.

Persyaratan Guru sebagai Pendidik

Menurut Prof. Athiyah Al Abrossyi yang di kutip oleh Nur Uhbiyati mengemukakan pendapatnya tentang syarat-syarat bagi guru agama, ialah :

1. Guru agama harus zuhud, yakni ikhlas, dan bukan semata-mata bersifat materialis

11

Syed Sajjad husain, syed ali ashraf, Krisis dalam Pendidikan Islam, (Jakarta anggota IKAPI: Al-Mawardi Prima, 2000), cet.ke-1, h. 142

12


(13)

2. Bersih jasmani dan rohani, dalam berpakaian rapih dan bersih, dalam akhlaknya juga baik

3. Bersifat pemaaf, sabar dan pandai menahan diri

4. Seorang guru harus terlebih dahulu merupakan seorang Bapak sebelum ia menjadi seorang guru

5. Mengetahui tabiat dan tingkat berfikir anak 6. Menguasai bahan pelajaran yang diberikan13

Itulah syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru agama, agar berhasil dalam tugasnya. Yang terpenting di antaranya ialah hendaknya guru agama dapat menjadi contoh tauladan dalam segala tingkah lakunya, dan dalam segala keadaannya.

Setiap guru akan mempunyai pengaruh terhadap anak-didik. Pengaruh tersebut ada yang terjadi melalui pendidikan dan pengajaran yang dilakukan dengan sengaja dan ada pula yang terjadi secara tidak sengaja, bahkan tidak disadari oleh guru, melalui sikap, gaya, dan macam-macam penampilan kepribadian guru. Bahkan dapat dikatakan bahwa kepribadian guru akan lebih besar pengaruhnya dari pada kepandaian dan ilmunya. Terutama bagi anak didik yang masih dalam masa pertumbuhan.

4.

Posisi Guru sebagai Pendidik menurut Ajaran Islam

Dalam pendidikan Islam, pendidik memiliki arti dan peranan yang sangat penting, hal ini disebabkan ia memiliki tanggung jawab dan menentukan arah pendidikan. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pendidik. Islam mengangkat derajat mereka dan memuliakan mereka melebihi dari pada orang Islam lainnya yang tidak berilmu pengetahuan dan bukan pendidik. Allah berfirman :

ﱠا

ﷲا

ْﺮ

تﺎ رد

ْ ْا

اْﻮ ْوا

ْﺬﱠاو

ْ ﻜْ

اْﻮ اء

ْﺬ

)

ﺔ دﺎ ا

:

اا

(

13


(14)

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS. Al-Mujadalah:11)14

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah akan meninggikan derajat bagi orang-orang yang mau mengamalkan ilmunya walaupun hanya satu ayat dan seluruh alam ini akan mendoakan keselamatan baginya.

Menurut Imam Ghazali seperti yang di kutip oleh Hj Nur Uhbiyati, mengatakan bahwa agar pendidik berhasil melaksanakan tugasnya maka pendidik harus memiliki adab yang baik. Hal ini disebabkan anak didik itu akan selalu melihat kepadanya sebagai contoh yang harus selalu diikutinya15

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa posisi guru sebagai pendidik menurut ajaran Islam sangatlah di agungkan bahkan mendapat posisi yang utama sejalan dengan firman Allah yang di atas bahwa orang yang mempunyai ilmu akan ditinggikan derajatnya. Bahkan guru merupakan contoh teladan bagi para siswanya.

B.

Pembinaan Akhlak Siswa

1.

Pengertian dan tujuan pembinaan akhlak

Secara etimologi perkataan ”Akhlak” berasal dari bahasa Arab, jama’ dari ”Khuluqun” yang menurut lughat diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.16 Dalam kamus bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. 17

Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin dalam bukunya ”Al-Akhlaq” yang dikutip oleh Hamzah Ya’kub, akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus

14

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (CV Penerbit Diponegoro, 2005), h. 543

15

Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu pendidikan Islam…, h. 84

16

Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, (Bandung: CV Diponegoro, 1983), Cet. Ke-2, h. 11

17

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: P.N. Balai Pustaka, 1991), h. 8


(15)

ditinjau oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.18 Selanjutnya sebagaimana dikutip oleh Zakiah Daradjat Imam Ghozali menyatakan bahwa akhlak itu ialah suatu istilah tentang bentuk bathin yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong ia berbuat (bertingkah laku), bukan karena suatu pemikiran dan bukan karena suatu pertimbangan.19 Sejalan dengan pengertian akhlak menurut Imam Ghazali pengertian akhlak dalam Ensiklopedi Islam akhlak juga diartikan sebagai suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan, atau penelitian.20

Dalam pengertian sehari-hari, kata-kata akhlak biasa diartikan dengan perbuatan yang baik. Akhlak disamakan dengan adab, sopan santun, moral, dan budi pekerti. Tetapi penamaan suatu sebagai akhlak yang baik dalam Islam, harus mengandung dua unsur. Pertama, pada perbuatan itu sendiri, yaitu harus adanya aspek memperhalus, memperindah, memperbagus, atau menampilkan sesuatu dalam bentuk yang lebih baik dari tindakan asal jadi. Kedua, harus ada aspek motivasi atau niat yang baik. Maka suatu perbuatan yang tampaknya baik, seperti menyumbang dalam jumlah besar untuk kepentingan sosial, tidak dinamakan akhlak yang baik kalau dilakukan dengan motivasi untuk popularitas pribadi yang bersangkutan. Sebaliknya, sesuatu perbuatan yang dilakukan dengan niat baik tetapi dengan cara yang tidak baik, juga tidak dinamakan akhlak yang baik, seperti memberikan saran kepada orang tua dengan suara keras dan kata-kata tajam.21

18

Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah,…h. 12

19

Zakiah Daradjat dkk, Methodik Kusus Pengajaran Agama, (Bumi Aksara, 2001), Cet. Ke-2, h. 68

20

Ensiklopedi Islam, (Jakarta: P.T Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1999), Cet. Ke-6, h. 102

21

Agus Bustanuddin, Al-Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), Cet. Ke-1, h.153-154


(16)

Dari uraian di atas dikatakan bahwa akhlak yang baik mengandung dua unsur yaitu harus ada perbuatannya yang halus dan harus ada aspek motivasi atau niat yang baik.

Imam Ghazali seperti yang dikutip oleh Mahyuddin, mengatakan ”Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk.22 Ibn Maskawih seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata, mengatakan akhlak adalah sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik, sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna.23

Definisi-definisi yang telah dikemukakan diatas memperlihatkan bahwa akhlak adalah suatu keadaan yang tertanam dalam jiwa berupa keinginan kuat yang melahirkan perbuatan secara langsung tanpa memerlukan pemikiran-pemikiran. Keadaan jiwa itu adakalanya merupakan sifat alami (thabi’i) yang didorong oleh fitrah manusia untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukakannya seperti rasa takut dan sebagainya. Selain itu suasana jiwa adakalanya juga disebabkan oleh adat istiadat seperti yang membiasakan berkata benar secara terus menerus, maka jadilah suatu bentuk akhlak yang tertanam dalam jiwa.

Masih berbicara mengenai pengertian akhlak, sebagaimana yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia, sering pula kata akhlak diganti dengan kata moral atau etika hal ini dapat ditafsirkan agar lebih terkesan modern atau mendunia. Menurut penulis hal tersebut sah-sah

22

Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam mulia, 2003), cet.ke-5, h. 4

23

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grapindo persada, 2001), h. 11


(17)

saja dilakukan, asalkan kita dapat memahami betul dan mengetahui perbedaan kata-kata yang dimaksud.

Adapun pengertian masing-masing mengenai moral dan etika. Perkataan moral secara etimologi berasal dari bahasa Latin more, jama’ kata mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut diatas, moral berarti ajaran tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan sikap, kewajiban budi pekerti, akhlak. Moral adalah istilah yang di figurkan untuk menentukan batas-batas suatu sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik, buruk. Dimasukannya penilaian benar atau salah ke dalam moral, jelas menunjukan salah satu perbedaan moral dengan akhlak, sebab salah benar dipandang dari sudut hukum yang dalam agama Islam tidak dapat dipisahkan dengan akhlak, seperti yang telah disinggung diatas. Dalam Ensiklopedi Pendidikan (1976) Sugarda Poerbakawatja menyebutkan, sesuai dengan makna aslinya dalam bahasa latin (mos), adat istiadat menjadi dasar untuk menentukan apakah perbuatan seseorang baik atau buruk.24

Pengarang Abu A’la Maududi mengemukakan adanya moral Islam dalam bukunya: Eptical Viewpoint Of Islam dan memberikan garis tegas antara moral sekuler dan moral Islam. Moral sekuler bersumber dari pikiran dan prasangka manusia yang beraneka ragam. Sedangkan moral Islam bersandar pada bimbingan petunjuk.25

Sedangkan “etika” lazim dipergunakan untuk istilah “akhlaq”. Perkataan ini berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat kebiasaan. Dalam pelajaran filsafat, etika merupakan bagian dari padanya. Sebagai cabang dari filsafat, maka etika bertitik tolak dari akal pikiran tidak dari agama. Disinilah letak perbedaannya dengan akhlaq dalam pandangan Islam. Dalam pandangan Islam, ilmu akhlaq

24

Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), cet. Ke-5, h. 353

25


(18)

ialah suatu ilmu pengetahuan yang mengajarkan mana yang baik dan mana yang buruk berdasarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ajaran etika Islam sesuai dengan fitrah dan akal pikiran yang lurus.26

Jika Prof. Muhamad Daud Ali mengaitkan kebijakan maupun kebaikan dengan akhlak, maka Prof. Dr. H. Jalaludin mengaitkan akhlak dengan kepribadian Muslim. Menurutnya kepribadian dalam konteks ini dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah laku sebagai muslim, baik yang ditampilkan dalam tingkah laku lahiriah maupun batiniah. Tingkah laku lahiriah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan, minum, berhadapan dengan teman, orang tua, teman sejawat, sanak family dan lain-lainnya. Sedangkan sikap batin seperti sabar, tekun, disiplin, jujur, amanat, ikhlas, toleran, dan berbagai sikap terpuji lainnya sebagai cermin dari akhlaqul al-karimah. Semua sikap dan sifat itu timbul dari dorongan batin. Kemudian ciri khas dari tingkah laku tersebut sudah menjadi jati dirinya, sehingga tidak mungkin dapat dipengaruhi sikap batin dan tingkah laku orang lain yang bertentangan dengan apa yang ia miliki.27

Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau tindakan yang berproses. Dikarenakan pandidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang berproses melalui tahapan-tahapan, maka tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.

Kalau kita melihat kembali mengenai pengertian pendidikan akhlak, maka akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah seseorang mengalami pendidikan akhlak. Hal ini dipahami, karena pada usia ini pendidikan sangat berpengaruh dalam dirinya. Jika pendidikan akhlak sudah ditanamkan pada usia

26

Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah (Suatu Pengantar), …h. 12-13

27


(19)

baligh, misalnya ia seorang anak yang penuh sopan santun maka anak tersebut akan memilih etika yang luhur. Jika sejak masih kecil anak-anak tumbuh dan berkembang dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu taqwa, ingat, pasrah, meminta pertolongan dan berserah diri dalam menerima setiap keutamaan dan kemuliaan, disamping akan terbiasa dengan akhlak yang baik.

Tujuan pendidikan akhlak dalam islam adalah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.28

Tujuan akhlak adalah hendak menciptakan manusia sebagai mahluk yang tinggi dan sempurna dan membedakannya dari mahluk-mahluk lainnya. Akhlak hendak menjadikan orang berakhlak baik bertindak-tanduk yang baik terhadap manusia, terhadap sesama makhluk dan terhadap Tuhan. Sedangkan yang hendak dikendalikan oleh akhlak adalah tindakan lahir.29

Menanggapi uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah untuk menanamkan rasa taqwa kepada Allah Swt dan pengembang rasa kemanusiaan kepada sesama serta membawa anak didik kepada pembinaan mental yang sehat, moral yang tinggi dan pengembangan bakat, sehingga anak itu dapat merasa lega dan tenang dalam pertumbuhan jiwanya tidak goncang. Karena kegoncangan jiwa dapat menyebabkan mudah terpengaruh oleh tingkah laku yang kurang baik.

2.

Beberapa Teori tentang Pembinaan Akhlak

28

Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj dari Attarbiyatul Islamiyah oleh Bustami A. Gani dan Djohar Bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), cet 1, h.109

29


(20)

Berbicara menganai pembentukan akhlak, Abudin Nata mengatakan pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan, pembinaa yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sunguh-sungguh dan konsisten. Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan bukan terjadi dengan sendirinya.30

Mengenai pembentukan akhlak maka erat hubungannya dengan kepribadian muslim. Kepribadian muslim dalam konteks ini sebagaimana yang diterangkan oleh Jalaludin dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah laku secara lahiriah maupun sikap batinnya.31 Oleh sebab itu sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang memiliki akhlak yang mulia. Diriwayatkan dalam sebuah hadis, Rasululullah Saw bersabda:

ةﺮ ﺮه

ﻰ ا

ﷲا

ر

ل

:

آا

م

ص

ﷲا

ل

ﻮ ر

ل

ﺎ ﺧ

ﻬ ا

ﺎ ا

ﺆ ا

)

اور

دواد

ا

(

Dari Abu hurairah r.a berkata: Rasulullah Saw bersabda Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya. (HR. Abu Daud) 32

Pembinaan akhlak mulia bukanlah hal yang ringan di tengah-tengah perkembangan masyarakat yang semakin dinamis ini. perubahan sosial dan cepatnya arus informasi produk ilmu pengetahuan dan teknologi dan berkembangnya masyarakat industri modern, tidak lain selalu sesuai dengan nilai qurani. Bahkan tidak jarang mempunyai dampak negatif terhadap kualitas akhlak manusia.

Krisis akhlak yang semula hanya menerpa sebagian kecil elite politik, kini telah menjalar kepada masyarakat luas termasuk kalangan

30

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo), cet.ke-1, h. 4

31

Jalaludin, Teologi Pendidikan,………….h. 194

32

Imam Jalaludin Abd. Rahman bin Abu Bakar As-suyuti, Al-Jami As-Shagir, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), juzI, h. 89


(21)

pelajar. Krisis akhlak yang menimpa kalangan pelajar terlihat dari banyaknya keluhan orang tua, ahli pendidikan, dan orang tua yang berkecimpung dalam bidang agama dan sosial berkenaan dengan ulah sebagian siswa yang sukar dikendalikan, nakal, mabuk, keras kepala, sering membuat ke onaran, tawuran antar pelajar dan bahkan tawuran antara perguruan tinggi serta prilaku kriminal lainnya.

Dalam pembinaan akhlak juga perlu dilakukan upaya-upaya dari luar. Salah satu diantaranya adalah melalui proses pendidikan diri sendiri yang dibebankan pada setiap pribadi muslim.

Upaya-upaya tersebut bahkan sudah dapat dimulai sebelum terjadinya konsepsi reproduksi, hingga tahap-tahap berikutnya. Beberapa upaya yang dianjurkan tersebut adalah 33

a. Kiat pendidikan pribadi pra-nikah, yaitu memilih jodoh yang sejalan dengan tuntutan ajaran agama Islam. Karena keluarga merupakan lingkungan awal yang dikenal oleh setiap bayi, maka pembentukannya pun harus memenuhi persyaratan yang sejalan dengan tuntutan ajaran itu.

b. Kemudian pada tahap selanjutnya, sejalan dengan tahap perkembangan usianya, pedoman mengenai pendidikan anak juga telah digariskan oleh filsafat pendidikan Islam. Kalimat tauhid diperdengarkan ketelinga bayi yang baru lahir (dengan mengumandangkan suara adzan dan iqamat) yang bertujuan agar fungsi telinga pendengaran yang ia rasakan pertama kali adalah memperdengarkan kalimat tauhid sebagai awal kehidupannya di dunia.

c. Selanjutnya usia tujuh tahun anak-anak dibiasakan mengerjakan shalat dan diperintah itu mulai diintensifkan menjelang usia sepuluh tahun (hadis). Pendidikan akhlak dalam hal-hal baik dan terpuji sudah mulai sejak usia dini. Pendidikan pada usia dini akan lebih melekat tertanam pada diri anak.

33


(22)

Dengan demikian, pembinaan akhlak mulia merupakan keharusan mutlak, dan tuntunan yang tidak bisa ditawar lagi. Keharusan mutlak ini harus menjadi kepedulian semua pihak. Sebab akhlak mulia menjadi pilar tumbuh dan berkembangnya peradaban suatu bangsa. Kemampuan suatu bangsa untuk terus hidup dan berkembang ditentukan oleh kualitas akhlaknya.

Dalam pertumbuhan dan pembinaan moral sebenarnya yang didahulukan adalah tindak moral sejak kecil anak-anak telah dibina untuk mengarah kepada moral yang baik. Moral itu bertumbuh melalui pengalaman langsung dalam lingkungan dimana ia hidup, kemudian berkembang menjadi kebiasaan yang baik dimengerti ataupun tidak, kelakuan adalah hasil dari pembinaan yang terjadi secara langsung dan tidak langsung 34.

Pembinaan akhlak ini harus ditanamkan sejak dini karena jika seseorang sudah mendapatkan pendidikan akhlak sejak kecil maka akan terbiasa melakukan hal-hal yang baik sebaliknya jika seseorang tidak mendapatkan pendidikan akhlak sejak masa kecilnya maka akan sukar untuk meluruskannya.

Maka pembinaan akhlak yang pertama adalah orang tua. Apa yang dilakukan orang tua melalui perlakuan dan pelayanannya kepada si anak telah merupakan pembinaan akhlak terhadap anak itu. Misalnya si ibu atau si bapak yang terbiasa memperlakukan anak dengan kasar, keras atau acuh tak acuh, maka pada jiwa si anak akan tumbuhlah rasa tidak senang, bahkan rasa tidak disayangi, maka yang terjadi sesudah itu adalah sikap kasar, keras dan acuh tak acuh pula pada si anak terhadap siapa saja dalam lingkungannya

3.

Materi dan Metode Pembinaan Akhlak

34

Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), cet 4, h. 119


(23)

Pembinaan akhlak merupakan penuntun bagi umat manusia untuk memiliki sikap mental kepribadian sebaik yang ditunjukan oleh al-quran dan hadis Nabi Muhammad Saw, pembinaan pendidikan dan penanaman nilai-nilai akhlakul karimah sangat tepat bagi siswa agar didalam perkembangan mentalnya tidak mengalami hambatan dan penyimpangan kearah negatif.35

Agar pembinaan akhlak memperoleh hasil yang memuaskan, diperlukan cara atau metode. Metode yang dapat ditempuh untuk pembinaan akhlak ini adalah pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangung secara kontinyu. Dalam pembinaan akhlak kebiasaaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, hal ini dikarenakan ia dapat menghemat banyak sekali kekuatan manusia. Islam mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik pendidikan, yang mengubah seluruh sifat-sifat manusia menjadi kebiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat, jika seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah maka ia harus dibiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati dan murah tangan itu menjadi tabi’atnya yang mendarah daging.36

Dalam tahap-tahap tertentu pembinaan akhlak khususnya akhlak lahiriah dapat pula dilakukan dengan cara paksaan yang lama-kelamaan tidak lagi terasa dipaksa. Seseorang yang ingin menulis dan mengatakan kata-kata yang bagus misalnya, pada mulanya ia harus memaksakan tangan dan mulutnya menuliskan atau mengatakan kata-kata yang bagus misalnya, pada mulanya ia harus memaksakan tangan dan mulutnya menuliskan atau mengatakan kata-kata dan huruf yang bagus. Apabila pembinaan ini sudah berlangsung lama, maka paksaan tersebut sudah tidak terasa lagi sebagai paksaan.37

Metode lain dalam pembinaan akhlak ini adalah melalui keteladanan. Pendidikan melalui keteladanan adalah merupakan salah satu

35

Sudarsono, Etika Islam tentang kenakalan remaja, (Jakarta: Bina aksara, 2001), h. 151

36

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo), h. 32

37


(24)

teknik pendidikan yang efektif dan sukses. Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, intruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang lestari. Pendidikan itu tidak akan sukses melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.

Selain itu pembinaan akhlak dapat pula ditempuh dengan cara senantiasa menganggap diri ini sebagai orang yang paling banyak mempunyai kekurangannya dari pada kelebihannya. Dalam hubungan ini Ibn Sina mengatakan jika seseorang menghendaki dirinya berakhlak utama, hendaknya ia lebih dahulu mengetahui kekurangan dan cacat yang ada dalam dirinya, dan membatasi sejauh mungkin untuk tidak dapat berbuat kesalahan, sehingga kecacatannya itu tidak terwujud dalam kenyataan. Pembinaan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina.

Dari penjelasan diatas jelas bahwa pembinaan akhlak bisa dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya dengan adanya pembiasaan yang sudah dibawa sejak kecil, keteladanan harus di tanamkan pada dirinya, dan selalu menganggap diri ini masih banyak kekurangannya di banding dengan kelebihannya. Sehingga dengan mengetahui kekurangannya pasti nantinya akan terus berusaha menutupi kekurangan yang ada.

5.

Macam-macam Akhlak

Sebagaimana telah disebutkan bahwa akhlak itu merupakan sikap spontanitas yang muncul dari jiwa seseorang tanpa dipikirkan terlebih dahulu dan tanpa adanya dorongan dari pihak lain, mak sikap yang muncul secara spontanitas itu bisa baik dan juga bisa buruk.

Akhlak mulia amat banyak jumlahnya, namun dapat dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia. Akhlak mulia ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: pertama akhlak


(25)

kepada Allah Swt, kedua akhlak kepada diri sendiri, dan ketiga akhlak kepada sesama manusia.38

a. Akhlak terhadap Allah Swt

Titik tolak akhlak terhadap Allah Swt adalah adanya pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain-Nya. Dia adalah pemilik sifat-sifat yang mulia dan pemilik nama-nama indah. Ada banyak alasan mengapa manusia harus berakhlak baik kepada Allah Swt. Alasan tersebut diantaranya adalah:

1) Karena Allah Swt telah menciptakan manusia dengan segala keistimewaan dan kesempurnaanya. Sebagai yang diciptakan sudah sepantasnya manusia berterima kasih kepada yang menciptakannya. Untuk itu manusia patut berakhlak kepada Allah Swt.

2) Karena Allah Swt telah memberikan perlengkapan panca indra hati nurani dan naluri kepada manusia

3) Karena Allah Swt menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan yang terdapat di bumi, seperti tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang, dan lain sebagainya.39

b. Akhlak yang baik terhadap diri sendiri

Berakhlak baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah Swt yang harus dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya.

Untuk menjalankan perintah Allah dan bimbingan Nabi Muhammad Saw maka setiap umat manusia harus berakhlak dan bersikap sebagai berikut: 1) hindarkan minuman beracun/keras, 2) hindarkan perbuatan yang tidak baik, 3) memelihara kesucian jiwa, 4)

38

Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadat, (Jakarta:CV Karya Mulia, 2001), Cet. Ke-1, h. 43

39


(26)

pemaaf dan pemohon maaf, 5) sikap sederhana dan jujur, 6) hindari perbuatan tercela40

c. Akhlak yang baik terhadap sesama manusia

Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain. Untuk itu ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain. Oleh karenanya pula ia perlu menciptakan suasana yang baik , satu dan lainnya saling berakhlakul karimah, diantaranya mengiringi jenazah, mengabulkan undangan dan mengunjungi orang sakit.41

6.

Faktor-faktor yang menjadi penunjang dan penghambat

Pembinaan akhlak

Faktor penting dalam penentuan baik dan buruk tingkah laku seseorang yang dapat “mencetak” dan mempengaruhi tingkah laku manusia dalam pergaulannya yang meliputi:42

a. Manusia, selaku makhluk yang istimewa dengan kelainan-kelainannya dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya, memiliki kelebihan-kelebihan juga kekurangan-kekurangan tertentu. Disamping itu karena manusia selaku pelaku akhlak yang memiliki kelebihan akal untuk berfikir dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya.

b. Inctinct (naluri), naluri merupakan tabiat yang dibawa sejak lahir, jadi merupakan suatu pembawaan asli. Pandangan lain tentang “naluri” ialah sifat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan terpikir lebih dahulu ke arah tujuan itu tanpa di dahului latihan itu.

c. Kebiasaan, adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi mudah dikerjakan.

40

Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak,…, h. 49-50

41

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2005), Cet. Ke-7, h. 208

42


(27)

d. Keturunan, ada beberapa yang biasa diturunkan, pada garis besarnya ada dua: 1) sifat jasmaniah, yakni kekuatan dan kelemahan otot dan urat saraf orang tua dapat diturunkan kepada anak, 2) sifat rohaniah, yakni lemah atau kuatnya suatu naluri diturunkan pula oleh orang tua yang kelak mempengaruhi tingkah laku anak cucunya.

e. Lingkungan, dalam hubungan ini lingkungan dibagi menjadi dua bagian: 1) lingkungan alam yang bersifat kebendaan, 2) lingkungan pergaulan yang bersifat rohaniah.

f. Kehendak, salah satu kekuatan yang berlindung dibalik tingkah laku manusia adalah kemauan keras (‘azam). Itulah yang menggerakan manusia berbuat dengan sungguh-sungguh.

g. Suara hati (dhamir), fungsi dari suara batin adalah memperingatkan bahayannya perbuatan buruk dan berusaha mencegahnya.

h. Pendidikan yang dimaksud disini ialah segala tuntutan dan pengajaran yang diterima seorang dalam membina kepribadian. Pendidikan itu mempunyai pengaruh yang besar dalam akhlak, sehingga ahli-ahli etika berpandangan bahwa pendidikan adalah faktor yang turut menentukan dalam etika disamping faktor-faktor yang sebelumnya telah diterangkan.

Pembinaan akhlak seseorang dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, diantaranya ialah:

a. Faktor Nativisme

Faktor Nativisme yang berpengaruh terhadap pembinaan diri seseorang adalah faktor pembinaan diri dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal dan lain-lain. Faktor Nativisme ini didasari bahwa pada anak dan orang tua terdapat kesamaan baik fisik ataupun psikis. Setiap manusia memiliki gen, gen inilah yang terdapat dalam sel-sel kelamin yang dipindahkan dari orang tua kepada anaknya dan


(28)

merupakan sifat-sifat yang diwariskan. Tokoh utama aliran ini adalah Athur Schopenhawer.43

b. Faktor empirisme

Faktor Empirisme, faktor dari luar yaitu faktor sosial termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Faktor ini paling mempengaruhi terhadap pembentukan akhlak. Ketika manusia lahir dan lingkungan yang baik, maka pengaruhnya kepada pembentukan akhlaknya juga dan ketika ia lahir di lingkungan yang kurang baik, maka pengaruh akhlaknya juga menjadi tidak baik. Maka disinilah pendidikan dan bimbingan akhlak sangat diperlukan untuk membentuk dan mengembangkan akhlak manusia. Tokoh utama aliran ini adalah Jhon locke. 44

c. Faktor Konvergensi

Kemudian faktor konvergensi berpendapat bahwa: pembinaan akhlak di pengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus untuk melalui interaksi dan lingkungan sekolah.45

Faktor-faktor penyebab dari kemerosotan moral dewasa ini sesungguhnya banyak sekali antara lain yang terpenting adalah:

1. kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat keyakinan beragama yang didasarkan atas pengertian yang sungguh-sungguh dan sehat tentang ajaran agama yang di anutnya, kemudian diiringi dengan pelaksanaan ajaran-ajaran tersebut merupakan benteng moral yang paling kokoh. Marilah kita ambil sebagai contoh ajaran islam dimana yang menjadi ukuran bagi mulai atau hinanya seseorang adalah hati dan perbuatanya, hati yang taqwa dan perbuatan yang baik 2. keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, sosial,

dan politik

43

Ngalim Purwanto,Ilmu pendidikan teoritis dan praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), cet. Ke13, h. 59

44

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,……… h. 60

45


(29)

kepincangan atau ketidakstabilan suasana yang melingkungi seseorang menyebabkan gelisah dan cemas, akibat tidak dapatnya mencapai rasa aman dan ketentraman dalam hidup. Misalnya apabila keadaan ekonomi goncang, harga barang-barang naik-turun dalam batas yang tidak dapat diperkirakan lebih dahulu oleh orang-orang dalam masyarakat, maka untuk mencari keseimbangan jiwa kembali orang terpaksa berusaha keras. Jika ia gagal dalam usahanya yang sehat, maka ia akan menempuh jalan yang tidak sehat. Disinilah terjadinya penyelewengan-penyelewengan. Pada mulanya karena kebutuhan, tapi bisa tumbuh menjadi keserakahan

3. pendidikan moral tidak terlaksana menurut mestinya

pembinaan moral seharusnya dilaksanakan sejak si anak kecil, sesuai dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas dan ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap-sikap yang dianggap baik buat penumbuhan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral itu.

4. Suasana rumah tangga yang kurang baik

Faktor yang terlihat pula dalam masyarakat sekarang, ialah kerukunan hidup dalam rumah tangga kurang terjamin. Tidak tampak adanya saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling mencintai di antara suami istri. Tidak rukunnya ibu bapak menyebabkan gelisahnya anak-anak, mereka menjadi takut, cemas dan tidak tahan berada di tengah-tengah orang tua yang tidak rukun. Maka anak-anak yang gelisah dan cemas itu mudah terdorong kepada perbuatan-perbuatan yang merupakan ungkapan dari rasa hatinya, biasanya mengganggu ketentraman orang lain.

5. Diperkenalkannya obat-obat dan alat-alat anti hamil

Seperti kita ketahui bahwa usia muda adalah usia yang baru mengalami dorongan seksual akibat pertumbuhan biologis yang dilaluinya, mereka


(30)

belum mempunyai pengalaman dan jika mereka juga belum mendapat didikan agama yang mendalam dengan mudah mereka dapat dibujuk oleh orang-orang yang tidak baik yang hanya melampiaskan hawa nafsunya.

Maka terjadilah umpamanya obat atau alat-alat itu digunakan oleh anak-anak muda yang tidak terkecuali anak-anak sekolah atau mahasiswa yang dapat dibujuk oleh orang yang tidak baik itu oleh kemauan mereka sendiri yang mengikuti arus darah mudanya tanpa kendali. Orang tidak ada yang tahu karena bekasnya tidak terlihat dari luar.

6. Banyaknya tulisan-tulisan dan gambar-gambar yang tidak mengindahkan dasar-dasar moral

Suatu hal yang belakangan ini kurang manjadi perhatian kita ialah, tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, kesenian-kesenian dan permainan-permainan yang seolah-olah mendorong anak-anak muda untuk mengikuti arus mudanya. Segi-segi moral dan mental kurang mendapat perhatian, hasil-hasil seni itu sekedar ungkapan dari keinginan dan kebutuhan yang sesungguhnya tidak dapat dipenuhi bagitu saja. Lalu di gambarkan dengan sangat realistis sehingga semua yang tersimpan di dalam hati anak muda diungkap dan realisasinya terlihat dalam cerita, lukisan atau permainan tersebut. Inipun mendorong anak-anak muda ke jurang kemerosotan moral.

7. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu terluang

Suatu faktor yang juga telah ikut memudahkan rusaknya moral anak-anak muda, ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu terluang, dengan cara yang baik dan sehat. Umur muda adalah umur suka berkhayal, melamunkan hal yang jauh. Kalau mereka biarkan tanpa bimbingan dalam mengisi waktunya maka akan banyaklah lamunan dan kelakuan yang kurang sehat timbul dari mereka


(31)

8. Kurangnya markas bimbingan

Kurangnya markas bimbingan dan penyuluhan yang akan menampung dan menyalurkan anak-anak ke arah mental yang sehat. Dengan kurangnya atau tidak adanya tempat kembali bagi anak-anak yang gelisah dan butuh bimbingan itu, maka pergilah mereka berkelompok dan menggabung kepada anak-anak yang juga gelisah. Dari sini akan keluarlah model kelakuan yang kurang menyenangkan.46

C.

Kerangka Berpikir

Guru sebagai pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik dan juga memberi bimbingan baik jasmani maupun rohani guna mencapai kedewasaan dan pembentukan akhlak mulia.

Akhlak adalah suatu kondisi jiwa baik dan buruk, yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada orang lain dengan menyatakan tujuan yang harus dituju dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat. Akhlak merupakan sumber dari segi perbuatan yang sewajarnya, yakni tidak dibuat-buat dan perbuatan yang dapat dilihat sebenarnya yang merupakan gambaran dari sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa.

Pembinaan akhlak mulia merupakan keharusan mutlak, dan tuntunan yang tidak bisa ditawar lagi. Keharusan mutlak ini harus menjadi kepedulian semua pihak. Sebab akhlak mulia menjadi pilar tumbuh dan berkembangnya peradaban suatu bangsa. Kemampuan suatu bangsa untuk terus hidup dan berkembang ditentukan oleh kualitas akhlaknya.

Jika semua guru PAI memberikan contoh yang baik maka pembinaan akhlak yang diberikan kepada siswa akan berdampak positif dengan kata lain akhlak siswa akan menjadi lebih baik, karena siswa akan mencontoh dan mempraktikkan perbuatan yang dilakukan oleh guru tersebut. Akan tetapi jika guru PAI memberikan contoh yang tidak baik,

46


(32)

maka pembinaan akhlak yang diberikan kepada siswa berdampak negatif atau dengan kata lain akhlak siswa kurang baik


(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Menurut Arif Furqon, metodologi penelitian adalah strategi umum yang dianut dalam mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang dihadapi. Ini adalah rencana pemecahan persoalan yang sedang di selidiki.1

A.

Jenis Penelitian

Adapun penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu memaparkan secara mendalam dengan apa adanya secara obyektif sesuai dengan data yang dikumpulkan

B.

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Islamiyah Ciputat yang beralamatkan di Jalan Ki Hajar Dewantara No. 23 Ciputat, Jakarta Selatan. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan yaitu dari bulan Februari sampai bulan Mei 2010.

1

Arif Furqon, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), h. 50


(34)

C. Variabel Penelitian

Salah satu unsur penting dalam suatu penelitian adalah adanya variabel. Menurut M. Sayuti Ali yang mengutip dari pendapat Rahmat bahwa, variabel adalah sifat yang telah disusun dan sudah diberi nilai dalam suatu bilangan.2 Atau dengan kata lain variabel adalah sesuatu yang mempunyai nilai dan menjadi objek penelitian.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua variabel yaitu variabel X dan variabel Y. Adapun variabelnya adalah:

X : Peranan Guru Sebagai Pendidik Y : Membina Akhlak Siswa

Tabel 1 Matrix Variabel

Variabel Dimensi Variabel Indikator Variabel No Item Jml Guru sebagai Pendidik (Variabel X) Orang dewasa yang bertanggung jawab dalam memberikan ilmu pengetahuan kepad apeserta didik serta memberikan bimbingan terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik dalam rangka menuju

kedewasaan

•Guru harus mempunyai tanggung jawab yang tinggi

•Harus menjadi suri tauladan yang baik

•Guru harus selalu mengingatkan siswa yang mempunyai kelakuan kurang baik

1, 2, 9

3, 4, 5, 8

6, 7, 10 3

4

3

2

H. M. Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama (Pendekatan Teori dan Praktek), (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), h. 35


(35)

Akhlak siswa (Variabel Y)

Sifat-sifat yang telah meresap dalam jiwa anak yang kesemuanya telah diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan-perbuatan secara spontan tanpa melalui proses oemikiran, tidak dibuat-buat dan dipertimbagkan lagi

•Perbuatan yang

dilakukan secara spontan

•Perbuatan yang

dilakukan bersifat nyata dalam bertingkah laku sehari-hari

•Perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan bagi anak

1

2, 3, 5, 10

4, 6, 7, 8, 9

1

4

5

Jumlah 20

D.Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel merupakan unsur terpenting dalam suatu penelitian. Yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.3

Populasi adalah unit tempat diperolehnya informasi. Elemen tersebut bisa berupa individu, keluarga, rumah tangga, kelompok sosial, sekolah, kelas, organisasi, dan lain-lain. Dengan kata lain populasi adalah kumpulan dari

3

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta 1998), Cet. Ke-11, h. 115


(36)

sejumlah elemen.4 Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Islamiyah Ciputat Tangerang Selatan tahun ajaran 2009/2010 yang berjumlah 287 siswa/orang

Jika akan meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut disebut penelitian sampel. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau yang memiliki sifat yang sama dengan populasi.5 Guna untuk menyederhanakan proses pengumpulan data dan pengolahan data, penulis menggunakan teknik sampling. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah sebanyak 15 % dari populasi yang ada. Suharsimi Arikunto mengemukakan pendapat bahwa “jika objek penelitian lebih dari 100 orang, maka sampel yang diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih”. Namun dalam penelitian ini penulis mengambil sampel sebanyak 15 % yakni berjumlah 43 orang dengan sistem random atau acak, dengan masing-masing kelas diambi 6 orang siswa (putra/putri) dari jumlah kelas 1 sampai VIII-7 SMP Islamiyah Ciputat.

Tabel 2

Jumlah populasi dan sampel

No Kelas Jumlah Siswa (populasi) Sampel

1 VIII 287 43

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, penulis menggunakan tekhnik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Observasi (Pengamatan)

Sebagai metode ilmiah observasi biasa diartikan sebagai pengamatan. Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan langsung di SMP Islamiyah Ciputat Tangerang Selatan.

4

Nana Sudjana, Peneliti Dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: PT. Sinar Baru, 1989), Cet. Ke-1, h. 84

5


(37)

2. Wawancara (interview)

Wawancara adalah proses tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Metode ini digunakan untuk melengkapi data yang dianggap perlu, sehingga lebih meyakinkan data yang di peroleh dari sumber-sumber lainnya. Dalam pelaksanaan wawancara ini penulis mengadakan wawancara langsung dengan guru bidang study pendidikan agama Islam SMP Islamiyah Ciputat Tangerang Selatan

3. Angket (Quesioner)

Metode ini di tujukan kepada siswa-siswi yang dijadikan responden untuk mendapatkan data dan informasi yang berhubungan dengan peranan guru sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa di SMP Islamiyah Ciputat Tangerang Selatan yang berjumlah 287 siswa. Quesioner yang dibuat merupakan quesioner tertutup, disertai dengan sejumlah jawaban yang sudah disediakan, dan terdiri dari 20 item pertanyaan dalam dua variabel yaitu tentang peranan guru sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa, yang menggunakan skala likert dengan empat alternativ jawaban.

F. Teknik pengolahan dan Analisis Data

a. Teknik Pengolahan Data

Dalam pengolahan data penulis menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan dan pengisian angket atau quesioner yang berhasil dikumpulkan.

2. Scoring, yaitu memberikan nilai pada setiap jawaban angket sebagai berikut: dalam skala ini terdapat empat kategori jawaan yaitu, Selalu (SL), Sering (SR), Kadang-kadang (KD), dan Tidak Pernah (TP). Item-item diberi skor berdasarkan jawaban yang responden pilih. Setiap jawaban mempunyai angka kode sendiri untuk menghitung data tentang penelitian ini dengan menggunakan angket, penulis memberikan skor pada setiap poin jawaban yakni: untuk jawaban Selalu (SL) mendapat


(38)

poin 4, Sering (SR) mendapat poin 3, Kadang-kadang (KD) mendapat poin 2 dan Tiidak Pernah (TP) mendapat poin 1

3. Tabulating, yaitu mentabulasikan data jawaban yang berhasil dikumpulkan ke dalam table yang telah disediakan.

b.

Analisa Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, tahap berikutnya data tersebut dianalisa dengan analisa kuantitatif secara deskriptif analisis yang sebelumnya telah ditentukan prosentasenya dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi..

Rumus: P = x100%

N F

Ket :

P = Persentase

F = Frekuensi jawaban responden


(39)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A.

Kondisi Riil Obyek Penelitian

1.

Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya SMP Islamiyah

Ciputat

Berdirinya yayasan Islamiyah Ciputat ini bermula adanya keinginan dan semangat beberapa pemuda yang berada disekitar wilayah Ciputat. Mereka merasa terpanggil dan ikut bertanggung jawab terhadap pelestarian dan pengamalan syari’ah Islam. Keinginan dan semangat mereka ini kemudian disambut gembira oleh para orang tua. Musayawarah demi musyawarah dilaksanakan akhirnya tercetuslah suatu keinginan dan semangat bersama untuk mengembangkan dan menegakan syari’ah Islamiyah melalui bidang pendidikan. Hal ini didasarkan bahwa pendidikan tingkat menengah saat itu tergolong masih langka. Sehingga mereka yang berkeinginan melanjutkan studi ketingkat tersebut haruspergi ke Jakarta. Kondisi ini hanya terbatas bagi mereka yang mempunyai kemampuan material saja. Sementara bagi mereka yang kurang mamapu terpaksa harus puas menjadi pengangguran, dan lebih jauh lagi dikhawatirkan mereka itu akan terpengaruh oleh llingkungan kurang baik yang kemudian akan terjerumus kearah kejahatan.


(40)

Akhirnya pada tanggal 12 Mei 1965 disepakati untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan Islam yang bernama pendidikan Guru Agama (PGA) Islamiyah. Informasi berdirinya PGA Islamiyah ini ternyata didengar oleh masyarakat luas, bukan hanya masyarakat Ciputat akan tetapi sudah sampai ke Kecamatan Sawangan, Kecamatan Serpong dan masyarakat pinggiran Jakarta. Sehingga untuk tahun ajaran pertama (1964/1965) sudah mampu mendapatkan siswa du akelas yakni kelas 1 dan kelas V

Dilihat prospek pengembangan pendidikan cukup baik dan minat masyarakat cukup banyak. Maka untuk tahun ajaran 1965/1966 LP Ma’arif membuka sekolah baru yakni SKKPNU (sekolah KEsejahteraan Keluarga Pertama) khusus buat para remaja putrid yang kemudian pada tahun ajaran 1966/1967 diganti menjadi SMP Islamiyah.

Situasi dan kondisi jugalah yang membuta Islamiyah harus bergerak terus serta tidak boleh kalah dan ketinggalan oleh lembaga-lembaga pendidikan lain di wilayah Ciputat. Kesemuanya itu menuntut adanya status hukum yang jelas, sehingga pengurus LPI bermaksud meningkatkan semua lembaga pendidikan dibawah naunagnnya dan semua kekayaan yang dimilikinya. Keinginan terwujud setelah pengurus pada tanggal 5 bulan Agustus 1978 bertepatan dengan tanggal 1 Ramadahan 1398 H menyepakati dibentuknya sebuah yayasan yakni Yayasan Islamiyah Ciputat, dengan badan pendiri Drs. H. Zarkasji Nur, H. Abdul Munir, BA, M. Anwar Nur, A. Saiful Millah, BA, Ny Muniroh Nur, kemudian pada tanggal 11 Agustus 1978 para badan pendiri menghadap Notaris Raden Soerjo Wongsowidjojo, SH. Dengan demikian resmi menjadi sebuah yayasan yang berbadan hukum berdasarkan akta No.16 tanggal 11 Agustus 1978 dengan susunan kepengurusan untuk pertama kali

Ketua : Drs.H.Zarkasji Nur Wakil Ketua : H. Abdul Munir, BA


(41)

Sekretaris I : A. Saiful Millah, BA Sekretaris II : Arifin Bin Ishak, BA Bendahara I : M. Anwar Nur Bendahara II : Ny Muniroh Nur Anggota : Hadjuli

Muhammad Yusuf Taujiri Ahmad Basyari, BA Djajadi Adnan, BA

2.

Visi, Misi dan Tujuan SMP Islamiyah Ciputat

a.

Visi

: Terdepan dalam IMTAQ dan IPTEQ

b.

Misi

:Mewujudkan manusia yang memiliki IPTEQ, mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa, mewujudkan manusia yang bermoral dan berdisiplin tinggi, menjadikan manusia yang berkompetitif

c.

TUJUAN :

Yayasan Islamiyah Ciputat yang berazaskan Islam yang berfalasfah pancasila dan berdasarkan Undang-Undang Dasr 1945 mempunayi maksud dan tujuan :

1. Membina dan mengembangkan pendidikan Islam dalam arti yang seluas-luasnya

2. Membentuk masyarakat yang berilmu, beramal dan bertaqwa kepada Allah, cinta Agama, Bangsa dan Negara

3. Membantu pemerintah dengan melaksanakan usaha yang bersifat sosial dan kebudayaan


(42)

3.

Profil SMP Islamiyah Ciputat

IDENTITAS MADRASAH

Nama Sekolah : SMP Islamiyah Ciputat

Alamat Sekolah : Jl. KH. Dewantara no 23

No. Telepon : (021) 7409814

No. Fax : (021) 7445391

Kelurahan : Ciputat

Kecamatan : Ciputat

Kota Madya : Tangerang Selatan

Provinsi : Banten

Kode Pos : 15411

Nama Kepala Sekolah : Mudalih, S.Ag

Status Sekolah : Swasta

Standar Sekolah : Tingkat Akreditasi A

Keadaan Gedung : Permanen

Nomor Statistik Sekolah (NSS) : 202280310013 Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN) : 20603526 Tahun Didirikan /Dibangun : 06 Januari 1969

Status Tanah : Miliki Sendiri

4.

Data Siswa

Tabel 3

DATA SISWA TAHUN AJARAN 2009/2010

No Rombel Jumlah Kelas Jumlah Siswa

1 Kelas VII 5 208

2 Kelas VIII 7 287


(43)

5.

Struktur Organisasi SMP Islamiyah Ciputat

6.

Personalia

A. Guru /Pengajar

Tabel 4

Nama-nama Guru dan Pendidikan Terakhir

No Nama-nama Guru Mata pelajaran Pendidikan Terakhir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Mudalih, S.Ag Sarmuji, S.Pd Sumarja, S.S Saan Saputra, S.Pd Dra. Wiwin Alawiyah H.M Yatim, Sag Faiz Fikri Nur, S.Ag Drs. Junaedi

Ade Laily, S.Ag Sri Heriawati, S.Pd

IPS TERPADU IPS TERPADU BTQ SENI BUDAYA PKN BTQ/PAI PAI IPS TERPADU PKN IPA TERPADU S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Siswa

Coordinator MGMP Guru Wali Kelas Guru BP/BK Staf TU

Komite Kaur Tata usaha

WKS Humas WKS Kurikulum WKS Kesiswaan


(44)

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 Drs, M.Amin Sarmadih, S.Pd Sohril Rita Sari

Drs. Nana Supriatna Wiwi Tarwiyah, SE Lia Rosmalia, S.Pd Husen Sakilin, S.Pd Hasan Basri

Fuad Faisal, S.Ag Drs. Sayuti.S Suhendri, S.Pd Lina Muzaimah, S.Pd Wirda Widya

Subhan, S.Pd Nurwahdah, S.Ag Reni Rosmiati, S.Pd Umi Solekah, S.Pd Tutik.W, S.Pd Andi Supendi Dedi Wahyudi Drs. Yakub Sofyan Euis.N, S.Pd Rozikin, S.Pd BTQ/PAI INDONESIA PENJASKES SENI BUDAYA INDONESIA IPS TERPADU INDONESIA MATEMATIKA KOMPUTER MATEMATIKA IPS TERPADU MATEMATIKA IPA TERPADU IPA TERPADU INGGRIS PAI INGGRIS PAI INDONESIA PENJASKES PENJASKES BP MATEMATIKA INGGRIS S1 S1 D2 D2 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 D2 S1 S1 S1 S1 S1 D2 D2 S1 S1 S1

B.

Deskripsi Data

Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya salah satu tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket yang telah disebarkan kepada para siswa.

Angket ini disebarkan kepada 43 siswa atau responden dalam bentuk angket yang dipilih secara acak. Kemudian data yang diperoleh melalui angket


(45)

tersebut diolah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang dilengkapi dengan prosentase dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Rumus: P = x100%

N F

Keterangan:

P = Presentasi F = Frekuensi

N = Banyaknya Responden

Hasil angket kemudian dimasukan ke dalam tabulasi yang merupakan prosentase dari data-data instrumen pengumpulan data (angket) menjadi tabel angka-angka dalam prosentase yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5

Guru PAI menegur ketika siswanya membuat keributan

No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase

A Selalu 8 18.6 %

B Sering 15 34.9 %

C Kadang-kadang 18 41.9 %

D Tidak Pernah 2 4.6 %

Jumlah 43 100 %

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pendapat siswa (18.6 %) menyatakan guru PAI selalu menegur ketika siswanya membuat keributan. Kemudian (34.9 %) siswa menyatakan guru PAI sering menegur. Sedangkan (41.9 %) siswa menyatakan PAI kadang-kadang menegur siswanya ketika membuat keributan dan (4.6 %) siswa menyatakan bahwa guru PAI tidak pernah menegur ketika ada siswa yang membuat keributan.


(46)

Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI kadang-kadang menegur siswanya ketika melakukan keributan.

Tabel 6

Guru PAI menghukum siswa ketika berbuat tidak baik No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase

A Selalu 10 23,2 %

B Sering 12 28 %

C Kadang-kadang 20 46.5 %

D Tidak Pernah 1 2.3 %

Jumlah 43 100%

Tabel di atas menunjukan bahwa (23.2 %) menyatakan guru PAI selalu menghukum siswanya ketika berbuat tidak baik, (28 %) siswa menyatakan sering, kemudian (46.5 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (2.3 %) siswa menyatakan guru PAI tidak pernah menghukum siswanya yanag berbuat tidak baik.

Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI kadang-kadang menghukum siswanya yang berbuat tidak baik.

Tabel 7

Guru PAI berpakaian sopan ketika mengajar di kelas No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase

A Selalu 41 95.3 %

B Sering 2 4.7 %

C Kadang-kadang - -

D Tidak Pernah - -


(47)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pendapat siswa (95.3 %) yang menyatakan bahwa guru PAI berpakaian sopan ketika mengajar. Kemudian (4.7 %) siswa menyatakan guru PAI sering berpakaian sopan ketika mengajar. Sedangkan (0 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (0 %) siswa menyatakan tidak pernah.

Berdasarkan atas jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI selalu berpakaian sopan.

Tabel 8

Guru PAI berbicara baik ketika mengajar di kelas No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase

A Selalu 32 74.4 %

B Sering 10 23.3 %

C Kadang-kadang 1 2.3 %

D Tidak Pernah - - %

Jumlah 43 100 %

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pendapat siswa (74.4 %) menyatakan guru PAI berbicara baik ketika mengajar. Kemudian (23.3 %) siswa menyatakan sering. Sedangkan (2.3 %) siswa menyatakan guru PAI kadang-kadang berbicara baik dan (0 %) siswa menyatakan tidak pernah.

Berdasarkan jawaban responden diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI selalu berbicara baik ketika melakukan proses belajar mengajar.

Tabel 9

Guru PAI masuk tepat waktu

No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase

A Selalu 7 16.3 %

B Sering 5 11.6 %


(48)

D Tidak Pernah 5 11.6 %

Jumlah 43 100 %

Tabel di atas menunjukan bahwa (16.3 %) siswa menyatakan guru PAI selalu teapat waktu, (11.6%) siswa menyatakan sering, kemudian (60.5 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (11.6 %) siswa menyatakan guru bidang study fiqh tidak pernah tepat waktu.

Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI kadang-kadang tepat waktu dalam melakukan proses belajar mengajar.

Tabel 10

Guru PAI mengingatkan untuk shalat tepat waktu No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase

A Selalu 33 76.7 %

B Sering 5 11.6 %

C Kadang-kadang 2 4.7 %

D Tidak Pernah 3 7 %

Jumlah 43 100 %

Tabel di atas menunjukan bahwa (76.7 %) siswa menyatakan guru PAI selalu mengingatkan untuk shalat tepat waktu, (11.6 %) siswa menyatakan sering, kemudian (4.7 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (7 %) siswa menyatakan guru PAI tidak pernah mengingatkan untuk shalat tepat waktu.

Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI selalu mengingatkan siswanya untuk shalat tepat waktu.

Tabel 11

Guru PAI mengingatkan untuk membaca al-Qur’an

No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase


(49)

B Sering 13 30.2 %

C Kadang-kadang 17 39.5 %

D Tidak Pernah 2 4.7 %

Jumlah 43 100 %

Tabel di atas menunjukan bahwa (25.6 %) siswa menyatakan selalu, (30.2 %) siswa menyatakan sering, kemudian (39.5 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (4.7 %) siswa menyatakan guru PAI tidak pernah mengingatkan siswanya untuk membaca al-qur’an.

Berdasarkan jawaban di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI kadang-kadang mengingatkan siswanya untuk membca al-qur’an.

Tabel 12

Guru PAI melakukan shalat tepat waktu

No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase

A Selalu 30 70 %

B Sering 4 9 %

C Kadang-kadang 6 14 %

D Tidak Pernah 3 7 %

Jumlah 43 100 %

Tabel di atas menunjukan bahwa (70 %) siswa menyatakan guru PAI selalu shalat tepat waktu, (9 %) siswa menyatakan sering, kemudian (14 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (7 %) siswa menyatakan guru PAI tidak pernah shalat tepat waktu.

Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI selalu melakukan shalat secara tepat waktu.

Tabel 13

Guru PAI tidak merokok ketika mengajar di kelas


(50)

A Selalu 9 21 %

B Sering - %

C Kadang-kadang - %

D Tidak Pernah 34 79 %

Jumlah 43 100 %

Tabel di atas menunjukan bahwa (21 %) siswa menyatakan guru PAI selalu tidak merokok, (0 %) siswa menyatakan sering, kemudian (0 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (79 %) siswa menyatakan guru PAI tidak pernah tidak merokok ketika sedang mengajar.

Berdasarkan jawaban responden di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI tidak pernah tidak merokok ketika mengajar. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan responden yang menyatakan 79 % tidak pernah.

Tabel 14

Guru PAI tidak makan sambil berjalan

No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase

A Selalu 5 11.6 %

B Sering - %

C Kadang-kadang 2 4.7 %

D Tidak Pernah 36 83.7 %

Jumlah 43 100 %

Berdasarkan tabel di atas dapat di ketahui bahwa (11.6 %) siswa mengatakan bahwa guru PAI tidak makan sambil berjalan. Kemudian (0 %) siswa menyatakan sering, Sedangkan (4.7 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (83.7 %) siswa mengatakan tidak pernah.

Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa guru PAI tidak pernah tidak makan sambil berjalan.


(51)

Tabel 15

Siswa membantah ketika di perintah untuk membantu guru No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase

A Selalu 2 4.7 %

B Sering - -

C Kadang-kadang 24 55.8 %

D Tidak Pernah 17 39.5%

Jumlah 43 100 %

Berdasarkan tabel di atas dapat di ketahui bahwa (4.7 %) mengatakan bahwa siswa selalu membantah ketika di perintah untuk membantu guru. Kemudian (0 %) siswa menyatakan sering. Sedangkan (55.8 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (39.5 %) siswa mengatakan tidak pernah.

Dari jawaban responden di atas dapat saya simpulkan bahwa siswa kadang-kadang membantah ketika diperintah untuk membantu gurunya. Hal ini dapat di buktikan dengan pernyataan siswa yang menjawab sebagian besar kadang-kadang.

Tabel 16

Siswa segera melakukan apa yang di perintah oleh guru No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase

A Selalu 20 46.5 %

B Sering 6 14 %

C Kadang-kadang 16 37.2 %

D Tidak Pernah 1 2.3 %

Jumlah 43 100 %

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa (46.5 %) siswa menjawab selalu melakukan apa yang diperintah oleh guru, selanjutnya (14 %) siswa menjawab sering, kemudian (37.2 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (2.3 %) siswa menyatakan tidak pernah.


(1)

C.

Analisis Data

Secara matematis pembelajaran dikatakan ideal atau sangat baik jika jumlah skor angket berjumlah 3.440. Angka ini diperoleh dari 20 pertanyaan x 43 siswa x 4 Skor. Untuk mengetahui peran guru agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa, bias dilihat dari table 26:

Table 26

Hasil Angket

Skor No

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah

1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 2 1 1 1 1 4 4 4 2 61

2 2 4 4 4 2 4 2 2 4 1 2 2 2 4 4 2 2 4 4 3 58

3 1 2 4 4 4 4 2 2 1 1 2 2 2 1 1 2 4 4 4 2 49

4 2 2 4 4 2 3 3 4 1 1 2 2 2 1 2 2 2 4 4 2 49

5 3 2 4 4 2 3 3 3 4 1 1 4 4 3 2 2 3 4 4 2 58

6 4 2 4 4 2 3 2 2 1 1 1 2 2 1 1 2 3 4 4 2 47

7 2 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 2 2 1 1 2 1 2 4 2 55

8 3 4 4 4 2 4 2 4 4 4 2 1 1 2 2 2 3 2 4 2 56

9 3 2 4 4 3 4 2 1 1 1 1 4 2 1 1 3 1 4 4 2 48

10 2 2 3 4 2 3 3 4 1 1 1 4 2 3 1 2 2 4 4 4 52

11 4 3 4 4 4 4 3 4 1 4 2 3 2 3 2 4 4 4 4 3 66

12 2 2 4 4 2 4 1 2 1 1 1 4 1 1 2 2 1 4 4 2 45

13 3 2 4 3 2 4 1 4 1 1 2 4 1 4 1 2 2 4 3 2 50

14 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1 4 4 2 2 2 2 4 4 2 61

15 3 4 4 4 4 3 3 4 1 1 2 4 4 2 1 3 2 4 4 4 61

16 2 3 4 4 4 4 4 4 1 1 4 4 2 3 3 2 4 2 4 2 61

17 3 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1 4 1 1 1 2 4 2 1 4 54

18 3 2 4 4 2 4 4 2 1 1 2 2 2 2 1 2 2 4 4 2 50

19 4 3 4 3 3 4 3 4 1 4 2 3 2 3 2 4 3 3 4 2 61

20 2 1 4 2 2 1 2 4 1 1 2 2 1 2 4 2 2 4 4 2 45

21 3 3 4 4 1 4 2 4 1 2 1 3 4 1 3 2 2 2 4 2 52

22 2 2 4 4 3 4 3 4 1 1 2 4 2 3 1 4 3 4 2 4 57

23 4 2 4 3 2 2 4 3 4 1 1 2 2 1 2 3 4 3 4 2 53

24 3 2 4 4 3 4 3 4 1 1 2 3 1 2 1 2 2 4 4 3 53

25 2 3 4 3 2 1 4 4 1 1 1 4 2 1 3 4 2 2 4 2 50

26 4 2 4 4 1 4 2 3 4 1 1 2 1 2 1 2 4 4 2 4 52


(2)

28 2 3 4 4 2 1 4 4 1 1 1 2 2 2 1 3 3 4 4 2 50

29 4 2 4 4 2 4 2 4 4 1 2 4 1 1 3 4 2 2 4 2 56

30 2 3 4 3 2 4 2 4 1 1 2 2 2 1 2 2 3 4 4 2 50

31 3 2 4 4 2 4 2 3 1 1 2 2 3 2 1 2 2 2 4 2 48

32 2 4 4 3 2 4 3 4 1 1 1 4 2 2 1 2 2 4 4 2 52

33 3 2 4 4 1 4 2 4 1 2 2 3 4 2 1 3 3 4 4 2 55

34 2 4 4 3 2 4 4 2 4 1 1 4 2 3 2 2 2 2 4 2 54

35 3 2 3 4 1 4 3 4 1 1 2 3 1 2 1 2 2 4 4 1 48

36 2 3 4 4 2 4 2 1 1 1 1 4 3 2 1 2 2 4 4 2 49

37 3 4 4 3 2 4 2 4 1 1 2 4 2 2 2 2 4 2 3 4 55

38 2 3 4 4 2 4 4 4 1 1 2 4 2 2 1 2 2 4 4 2 54

39 3 2 4 3 2 4 3 4 1 1 2 2 4 3 1 2 4 4 4 2 55

40 2 4 4 4 1 2 2 4 1 1 2 4 2 2 1 2 2 4 3 2 49

41 1 3 4 4 2 4 3 4 1 1 2 4 2 2 1 2 4 2 4 4 54

42 2 3 4 4 2 4 2 1 1 1 2 2 2 2 1 2 2 4 4 2 47

43 2 3 4 4 2 4 2 4 1 1 1 2 2 2 1 2 3 4 4 1 49

Jml 115 117 170 160 100 154 119 119 70 60 73 131 92 84 69 100 112 146 162 101 2282

Dari data diatas, ternyata jumlah skor angket dalam penelitian ini hanya mencapai angka 2282 dari jumlah ideal yakni 3440. Dari data diatas dapat diketahui perbandingan antara jumlah skor angket penelitian dengan jumlah skor angket ideal diperoleh angka prosentase 66,3%. Yang artinya angka ini menunjukan bahwa peran guru agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa yang ada di SMP Islamiyah kelas VIII cukup berperan.


(3)

BAB V

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, yaitu yang berjudul peranan guru Agama Islam sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa di SMP Islamiyah Ciputat, akhirnya penulis mengambil kesimpulan bahwa:

Peran guru pendidikan agama islam dalam membentuk akhlak siswa SMP Islamiyah Ciputat sebagai berikut. Berdasarkan analisa data yang telah penulis lakukan, hasil yang di peroleh dari perhitungan angket dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi di peroleh prosentase 66,3 %.

Hasil tersebut menunjukan bahwa guru agama Islam cukup berperan dalam pembinaan akhlak siswa yang ada disekolah tersebut. Hal ini dapat dibuktikan ketika dalam proses pembelajaran guru sering menegur siswanya ketika berbuat keributan dan guru kadang-kadang menghukum siswa yang melakukan keributan. Selain itu, guru juga memberikan suri tauladan yang baik terhadap anak didiknya, baik itu dilingkungan sekolah maupun di luar sekolah.

B. SARAN

Berdasarkan dengan penelitian yang penulis lakukan, ada beberapa hal yang disarankan penulis dalam rangka pembinaan akhlak siswa, yaitu:


(4)

1. Kepala sekolah SMP Islamiyah Ciputat, Bapak Mudalih, S.Ag agar lebih meningkatkan supervisi terhadap proses kegiatan belajar mengajar di kelas.

2. Kepada guru PAI untuk lebih meningkatkan kualitas pengajarannya baik dari segi metode, media, pendekatan, serta model pembelajaran agar peserta didik dapat memperoleh prestasi yang lebih bagus dari sebelumnya.

3. Untuk para murid agar lebih giat lagi belajar dan meningkatkan prestasi belajarnya.

4. Bagi orang tua, hendaknya senantiasa memperhatikan prilaku anaknya dan selalu memberikan contoh yang baik bagi anaknya. Karena bagaimanapun juga orang tua adalah pendidik pertama bagi anaknya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad Daud, pendidikan Agama Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet.5, 2002

Ali, M. Sayuti, Metodologi Penelitian Agama: pendekatan Teori dan Praktek, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002

Almunawar, Said Agil Husin, Aktualisasi Nilai-nilai Qurani, Ciputat: PT. Ciputat Press, Cet.2, 2005

Ardani, Mohammad, Nilai-nilai Akhlak: Budi Pekerti dalam Ibadahi, Jakarta: CV.Karya Mulia, Cet.1, 2001

Assuyuti, Imam Jalaludin Abd.Rahman bin Abu Bakar, Al-Jami As-Shagir, Beirut: Dar al-fikr,t.t, Juz I

Bustanudin, Agus, Al-Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, Cet.1, 1993 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, Cet.11, 1998 Daradjat, Zakiah, dkk, Methodik Khusus Pengajaran Agama, Jakarta: Bumi

Aksara, Cet.2, 2002

______, Membina Nilai-nilai moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang,Cet 4, 1977

Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta, 2000

Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT.Ikhtiar Baru Van Hoeve, Cet.6, 1999

Furqan, Arif, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1982

Husain, Syed Sajjad dan Syed Ali Ashraf, Krisis dalam Pendidikan Islam,Jakarta Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, Cet.7, 2005 Ibnu Hiban, Al-Mustadrak ‘Ala Al-Shahihain Bairut: Dar Al-Kutub al-Ilmiyah,

Juz 2,1990

Jalaludin, Teologi Pendidikan,Jakarta: Raja Grafindo persada, Cet.2, 2002 Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, Cet.5, 2003 Masy’ari, Anwar, Akhlak Quran, Surabaya: Bina Ilmu Offset, Cet.1, 1990


(6)

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996

Nata, Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001

______, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT.Raja Grafindo persada, Cet.5, 2003

______, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru dengan Murid: Study Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet.1 Ngalim Puwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, Cet.13, 2000

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet.2, 1998 Poerwardaminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: P.N Balai

Pustaka, 1991

Ruhani, Ahmad dan A.Abu Ahmad, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 1996

Sabri, Alisuf, Ilmu Pendidikan, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, Cet.1, 1999 Sudarsono, Etika Islam tentang Kenakalan Remaja, Jakarta: Bina Aksara, 2001 Sudjana, Nana, Peneliti dan Penilaian Pendidikan, Bandung: PT. Sinar Baru, Cet.

1, 1989

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Rosdakarya, Cet.2, 1994

______, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet 10, 2008

Ya’kub, Hamzah, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, Bandung: CV. Diponegoro, Cet.2, 1983

Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama, Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1981