Posisi Guru Sebagai Pendidik Menurut Ajaran Islam

dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi”. 49 Menurut Al-abrasy yang dikutip oleh Ramayulis, Pendidikan Islam adalah “Mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya akhlaknya, teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan atau tulisan”. 50 Sedangkan Menurut Chalidjah Hasan Pendidikan Islam adalah: Proses dan aktivitas yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan yang dikehendaki dalam diri seseorang. Ia juga merupakan proses menjaga dan memelihara sifat-sifat semula dari keadaan serta memupuk bakat dan kebolehan yang ada pada diri mereka dengan dorongan secara berangsur- angsur agar kemampuan itu dapat berkembang dengan baik serta sesuai dengan tahap-tahap kematangan yang dilaluinya. 51 Dari uraian-uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan secara garis besar, bahwa Pendidikan Islam ialah sebuah proses yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak dan sempurna budi pekertinya, baik dalam bimbingan jasmani dan rohani yang sesuai dengan ajaran Agama Islam dan aspek kehidupan, agar menjadi manusia yang senantiasa bertaqwa kepada Allah SWT dan menjadi penganut-penganut Islam yang sejati yang berpedomankan hukum dan ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan terjabarkan dalam sunnah Rasul dan bermula sejak Nabi Muhammad SAW menyampaikan ajaran tersebut kepada umatnya.

b. Dasar-dasar Pendidikan Islam

Dasar atau pundamen dari suatu bangunan adalah bahagian dari bangunan yang menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya bangunan itu. Pada suatu pohon dasar atau pundamennya adalah akarnya. Fungsinya yaitu mengkokohkan berdirinya pohon itu. 49 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, cet. Ke-2, h. 13 50 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, cet. Ke 3, h. 3 51 Chalidjah Hasan, Kajian Pendidikan…, h. 190 Menurut zuhairini dkk, yang dimaksud dengan dasar pendidikan Islam adalah “Dasar-dasar yang bersumber dari ajaran Islam yang tertera dalam Al- Qur’an dan hadits. Menurut ajaran Agama Islam, bahwa pelaksanaan pendidikan Agama Islam merupakan perintah dari Allah dan merupakan Ibadah kepadanya”. 52 Sama halnya dengan pendapat Ahmad D. Marimba secara singkat dan tegas beliau mengatakan bahwa: Dasar pendidikan Islam adalah Firman Tuhan dan Sunnah Rasullullah SAW. Al-Qur’an adalah sumber kebenaran dalam Islam. Kebenarannya tidak dapat diragukan lagi. Sedangkan Sunnah Rasullullah adalah prilaku, ajaran-ajaran dan perkenan-perkenan Rasullullah sebagai pelaksaan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an. Inipun tidak dapat diragukan lagi. 53 Begitu juga menurut pendapat Ramayulis, bahwa, dasar ideal pendidikan Islam adalah “identik dengan dasar ajaran Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu, Al-Qur’an dn Hadits. Kemudian dari dasar keduanya dikembangakan dalam pemahaman Ulama”. 54 Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 2 yaitu;           Kitab Al Quran Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa QS.Al-Baqarah 2: 2 55 Dan Nabi besar Muhammad SAW pernah bersabda: “saya meninggalkan kepadamu sekalian dua barang yang berharga; selama umat- umatku berpedoman kepadanya umat-umatku tidak akan tersesat, yaitu pertama Kitab Allah dan kedua Sunnahku” Untuk memperkuat kedudukan hadits sebagai sumber inspirasi ilmu pengetahuan, dapat dilihat dari firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 80, yaitu: 52 Zuhairini, Metodik Khusus Islam., Surabaya: Usaha Nasional, 1983, Cet. Ke 8, h. 23 53 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan…., h. 41 54 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 54 55 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 8        Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia Telah mentaati Allah.Q.S. An-Nisa: 80 56 Dari Ayat di atas, dapat dilihat dengan jelas, bahwa kedudukan hadits Nabi merupakan dasar utama yang dapat dipergunakan sebagai acuan bagi pelaksanaan pendidikan Islam. Lewat contoh dan peraturan-peraturan yang diberikan Nabi, merupakan suatu bentuk pelaksanaan pendidikan Islam yang dapat ditiru dan dijadikan referensi teoritis maupun praktis. 57 Bila penjelasan di atas dicermati lebih lanjut, maka akan dapat terlihat dengan jelas, bahwa eksistensi sumber dasar pendidikan Islam, baik Al-Qur’an maupun Hadits Rasulullah, merupakan mata rantai yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya secara integral. Dengan dua dasar pedoman pendidikan Islam ini maka, keteguhan berdirinya pendidikan Islam tidak dapat digoyahkan dengan apapun juga. Sedangkan menurut H. Abuddin Nata, dasar pendidikan Islam adalah “Berdasarkan konsepsi ajaran tauhid. Dengan dasar ini maka orientasi pendidikan Islam diarahkan pada upaya mensucikan diri dan memberi penerangan jiwa, sehingga tiap diri manusia mampu meningkatkan dirinya dari tingkatan iman ketingkat ikhlas yang melandasi seluruh bentuk kerja kemanusiaannya amal shaleh”. 58 Pendidikan merupakan bagaian dari upaya untuk membantu manusia memperoleh kehidupan yang bermakna hingga diperoleh suatu kebahagian hidup. Dengan demikian, pendidikan dilaksanakan secara teratur dan tertuju secara sadar, dengan suatu dasar yang kokoh dan kuat, yaitu berpedoman kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. 56 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…h. 132 57 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam., Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, h. 98 58 Abuddin Nata, Kapita Selekta …, h. 229

c. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam

1 Tujuan Pendidikan Islam Setiap kegiatan yang dilakukan pasti mempunyai tujuan. Apakah kegiatan tersebut dalam proyek besar maupun kecil. Tujuan harus dirancangkan agar sebuah rencana atau kegiatan dapat berjalan secara terarah dan menghasilkan sesuatu. Tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam, terlihat sangat besar dalam membangun peradaban manusia. Artinya, peradaban dan kebudayaan manusia tumbuh dan berkembang melalui pendidikan. Agar peradaban bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam konsep pendidikan harus didasari oleh nilai-nilai, cita- cita, dan falsafah yang berlaku disuatu masyarakat atau bangsa. Secara umum tujuan pendidikan ialah kematangan dan integritas pribadi, yaitu selalu mampu beradaptasi terhadap segala perubahan- perubahan kondisi lingkungan hidupnya. 59 Pada dasarnya tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan Islam tidak terlepas dari eksistensi manusia hidup di dunia ini, yaitu dalam rangka beribadah kepada Allah selaku Pencipta sekalian makhluknya. Dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzariyaat ayat 56 Allah berfirman:       Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi menyembah kepada-Ku. QS. Adz-Dzariyaat 51: 56 60 Menurut Omar Al-Toumy Al-syaibani yang dikutip oleh H. Jalaluddin, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah: Untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga tercapai tingkat akhlak al-karimah. Tujuan ini sama dan sebangun dengan 59 Mohammad Noor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila., Surabaya: Usaha Nasional, 1986, h. 144 60 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 862 tujuan yang akan dicapai oleh misi kerasulan, yaitu “ membimbing manusia agar berakhlak mulia” kemudian akhlak mulia dimaksud, diharapkan tercermin dari sikap dan tingkah laku individu dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama makhluk Allah, serta lingkungannya. 61 Dalam versi yang lain, Ibn Khaldun yang dikutip oleh Samsul Nizar menyebutkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah: Berupaya bagi pembentukan aqidahkeimanan yang mendalam. Menumbuhkan dasar-dasar akhlak karimah melalui jalan agamis yang diturunkan untuk mendidik jiwa manusia serta menegakkan akhlak yang akan membangkitkan kepada perbuatan yang terpuji. Upaya ini sebagai perwujudan penyerahan diri kepada Allah pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya. 62 Tujuan akhir pendidikan Islam itu adalah dengan perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia. 63 Sedangkan menurut Syed. Mohammad Al-Naquib, tujuan pendidikan Agama Islam ialah “menanamkan kebaikan dalam diri manusia sebagai manusia dan sebagai diri individual. Tujuan akhirnya adalah menghasilkan manusia yang baik dan bukan seperti dalam peradaban Barat”. 64 Dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah perubahan yang diingini yang diusahakan oleh proses pendidikan, baik tingkah laku individu maupun kehidupan masyarakat. Jelaslah bahwa sesungguhnya tujuan pendidikan Islam identik dengan tujuan hidup seseorang muslim, yaitu manusia yang selalu beribadah setiap gerak hidupnya. Selain itu tujuan pendidikan Islam adalah menghasilkan 61 Jalaluddin, Teologi Pendidikan., Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2002, h. 92 62 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar..., h. 106 63 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar ..., h. 106 64 Syed Mohammad Al-Naquid Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam., terj. Haidar Bagir, Bandung: Mizan, 1996, h. 54 manusia muslim yang mempunyai kepribadian sempurna dengan pola taqwa yang berarti bahwa pendidikan Islam diharapkan menghasilkan manusia yang berguna baik untuk dirinya maupun untuk masyarakat, serta senang dan gemar mengamalkan ajaran agama Islam dalam hubungan dengan pencipta, manusia sesamanya dengan lingkungan dan dengan dirinya sendiri agar tercapai kebahagiaan dan keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. 2 Fungsi Pendidikan Islam Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 BAB II Pasal 3 disebutkan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 65 Untuk mencapai konsep diatas, maka kesemuannya itu merupakan tanggungjawab yang dibebankan dalam pendidikan yang ada. Maka dalam konteks ini, fungsi pendidikan Islam dapat dilihat dari dua demensi, yaitu: a Dimensi mikro Internal, yaitu manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan. Pada deminsi ini, pendidikan yang dilakukan berfungsi memelihara dan mengembangkan fitrah potensi insani yang ada dalam diri anak didik seoptimal mungkin sesuai dengan norma agama. Dengan upaya ini diharapkan pendidikan Islam mampu membentuk insani yang berkualitas dan mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, baik sebagai pribadi maupun kepada masyarakat. b Dimensi makro eksternal, yaitu perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia sebagai hasil akumulasi dengan lingkungan. Pada deminsi ini, pendidikan yang dilakukan berfungsi sebagai sarana 65 Undang-undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya 2000-2004, h. 7 pewarisan budaya dan identitas suatu komunitas yang di dalamnya manusia melakukan berbagai bentuk interaksi dan saling mempengaruhi antara dengan yang lainnya. Tanpa proses pewarisan tersebut, budaya suatu bangsa akan mati. Oleh karena itu pendidikan Islam Harus mampu mengalihkan dan menginternalisasikan identitas masyarakat pada peserta didiknya, sekaligus mampu mewarnai perkembangan nilai masyarakat yang berkembang dengan warna dan nilai Islami. 66 Apabila kesemua fungsi tersebut mampu tertanam dan dihayati oleh peserta didik, maka sekaligus akan mampu menjadi alat kontrol bagi manusia dalam melaksanakan setiap kegiatannya di muka bumi. Seluruh aktivitasnya akan senantiasa bernuansa ibadah kepada sang Khaliq dan kepentingan seluruh umat manusia di muka bumi. Dengan kata lain, fungsi pendidikan Islam adalah sebagai upaya menuju terbentuknya kepribadian insan muslim seutuhnya.

B. Pembinaan Akhlak Siswa 1.

Pengertian dan Tujuan Pembinaan Akhlak Secara etimologi perkataan ”Akhlak” berasal dari bahasa Arab, jama’ dari ”Khuluqun” yang menurut lughat diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. 67 Dalam kamus bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. 68 Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin dalam bukunya ”Al-Akhlaq” yang dikutip oleh Hamzah Ya’kub, akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus ditinjau oleh manusia dalam 66 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 121-122 67 Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, Bandung: CV Diponegoro, 1983, Cet. Ke-2, h. 11 68 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: P.N. Balai Pustaka, 1991, h. 8 perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat. 69 Selanjutnya sebagaimana dikutip oleh Zakiah Daradjat Imam Ghozali menyatakan bahwa akhlak itu ialah suatu istilah tentang bentuk bathin yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong ia berbuat bertingkah laku, bukan karena suatu pemikiran dan bukan karena suatu pertimbangan. 70 Sejalan dengan pengertian akhlak menurut Imam Ghazali pengertian akhlak dalam Ensiklopedi Islam akhlak juga diartikan sebagai suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan, atau penelitian. 71 Dalam pengertian sehari-hari, kata-kata akhlak biasa diartikan dengan perbuatan yang baik. Akhlak disamakan dengan adab, sopan santun, moral, dan budi pekerti. Tetapi penamaan suatu sebagai akhlak yang baik dalam Islam, harus mengandung dua unsur. Pertama, pada perbuatan itu sendiri, yaitu harus adanya aspek memperhalus, memperindah, memperbagus, atau menampilkan sesuatu dalam bentuk yang lebih baik dari tindakan asal jadi. Kedua, harus ada aspek motivasi atau niat yang baik. Maka suatu perbuatan yang tampaknya baik, seperti menyumbang dalam jumlah besar untuk kepentingan sosial, tidak dinamakan akhlak yang baik kalau dilakukan dengan motivasi untuk popularitas pribadi yang bersangkutan. Sebaliknya, sesuatu perbuatan yang dilakukan dengan niat baik tetapi dengan cara yang tidak baik, juga tidak dinamakan akhlak yang baik, seperti memberikan saran kepada orang tua dengan suara keras dan kata-kata tajam. 72 Dari uraian di atas dikatakan bahwa akhlak yang baik mengandung dua unsur yaitu harus ada perbuatannya yang halus dan harus ada aspek motivasi atau niat yang baik. 69 Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah,…h. 12 70 Zakiah Daradjat dkk, Methodik Kusus Pengajaran Agama, Bumi Aksara, 2001, Cet. Ke-2, h. 68 71 Ensiklopedi Islam, Jakarta: P.T Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1999, Cet. Ke-6, h. 102 72 Agus Bustanuddin, Al-Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993, Cet. Ke-1, h.153-154 Imam Ghazali seperti yang dikutip oleh Mahyuddin, mengatakan ”Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan lebih lama. Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk. 73 Ibn Maskawih seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata, mengatakan akhlak adalah sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik, sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna. 74 Definisi-definisi yang telah dikemukakan diatas memperlihatkan bahwa akhlak adalah suatu keadaan yang tertanam dalam jiwa berupa keinginan kuat yang melahirkan perbuatan secara langsung tanpa memerlukan pemikiran- pemikiran. Keadaan jiwa itu adakalanya merupakan sifat alami thabi’i yang didorong oleh fitrah manusia untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukakannya seperti rasa takut dan sebagainya. Selain itu suasana jiwa adakalanya juga disebabkan oleh adat istiadat seperti yang membiasakan berkata benar secara terus menerus, maka jadilah suatu bentuk akhlak yang tertanam dalam jiwa. Masih berbicara mengenai pengertian akhlak, sebagaimana yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia, sering pula kata akhlak diganti dengan kata moral atau etika hal ini dapat ditafsirkan agar lebih terkesan modern atau mendunia. Menurut penulis hal tersebut sah-sah saja dilakukan, asalkan kita dapat memahami betul dan mengetahui perbedaan kata-kata yang dimaksud. Adapun pengertian masing-masing mengenai moral dan etika. Perkataan moral secara etimologi berasal dari bahasa Latin more, jama’ kata mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut diatas, moral berarti ajaran tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan 73 Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta: Kalam mulia, 2003, cet.ke-5, h. 4 74 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grapindo persada, 2001, h. 11 sikap, kewajiban budi pekerti, akhlak. Moral adalah istilah yang di figurkan untuk menentukan batas-batas suatu sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik, buruk. Dimasukannya penilaian benar atau salah ke dalam moral, jelas menunjukan salah satu perbedaan moral dengan akhlak, sebab salah benar dipandang dari sudut hukum yang dalam agama Islam tidak dapat dipisahkan dengan akhlak, seperti yang telah disinggung diatas. Dalam Ensiklopedi Pendidikan 1976 Sugarda Poerbakawatja menyebutkan, sesuai dengan makna aslinya dalam bahasa latin mos, adat istiadat menjadi dasar untuk menentukan apakah perbuatan seseorang baik atau buruk. 75 Pengarang Abu A’la Maududi mengemukakan adanya moral Islam dalam bukunya: Eptical Viewpoint Of Islam dan memberikan garis tegas antara moral sekuler dan moral Islam. Moral sekuler bersumber dari pikiran dan prasangka manusia yang beraneka ragam. Sedangkan moral Islam bersandar pada bimbingan petunjuk.76 Sedangkan “etika” lazim dipergunakan untuk istilah “akhlaq”. Perkataan ini berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat kebiasaan. Dalam pelajaran filsafat, etika merupakan bagian dari padanya. Sebagai cabang dari filsafat, maka etika bertitik tolak dari akal pikiran tidak dari agama. Disinilah letak perbedaannya dengan akhlaq dalam pandangan Islam. Dalam pandangan Islam, ilmu akhlaq ialah suatu ilmu pengetahuan yang mengajarkan mana yang baik dan mana yang buruk berdasarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ajaran etika Islam sesuai dengan fitrah dan akal pikiran yang lurus. 77 Jika Prof. Muhamad Daud Ali mengaitkan kebijakan maupun kebaikan dengan akhlak, maka Prof. Dr. H. Jalaludin mengaitkan akhlak dengan kepribadian Muslim. Menurutnya kepribadian dalam konteks ini dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah laku sebagai muslim, baik yang ditampilkan dalam tingkah laku lahiriah 75 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, cet. Ke-5, h. 353 76 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah Suatu Pengantar,….h. 14 77 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah Suatu Pengantar, …h. 12-13 maupun batiniah. Tingkah laku lahiriah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan, minum, berhadapan dengan teman, orang tua, teman sejawat, sanak family dan lain-lainnya. Sedangkan sikap batin seperti sabar, tekun, disiplin, jujur, amanat, ikhlas, toleran, dan berbagai sikap terpuji lainnya sebagai cermin dari akhlaqul al- karimah. Semua sikap dan sifat itu timbul dari dorongan batin. Kemudian ciri khas dari tingkah laku tersebut sudah menjadi jati dirinya, sehingga tidak mungkin dapat dipengaruhi sikap batin dan tingkah laku orang lain yang bertentangan dengan apa yang ia miliki. 78 Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau tindakan yang berproses. Dikarenakan pandidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang berproses melalui tahapan-tahapan, maka tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya. Kalau kita melihat kembali mengenai pengertian pendidikan akhlak, maka akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah seseorang mengalami pendidikan akhlak. Hal ini dipahami, karena pada usia ini pendidikan sangat berpengaruh dalam dirinya. Jika pendidikan akhlak sudah ditanamkan pada usia pra-baligh, misalnya ia seorang anak yang penuh sopan santun maka anak tersebut akan memilih etika yang luhur. Jika sejak masih kecil anak-anak tumbuh dan berkembang dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu taqwa, ingat, pasrah, meminta pertolongan dan berserah diri dalam menerima setiap keutamaan dan kemuliaan, disamping akan terbiasa dengan akhlak yang baik. Tujuan pendidikan akhlak dalam islam adalah untuk membentuk orang- orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. 79 78 Jalaludin, Teologi Pendidikan,… h. 194-195 79 Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj dari Attarbiyatul Islamiyah oleh Bustami A. Gani dan Djohar Bahry, Jakarta: Bulan Bintang, 1970, cet 1, h.109 Tujuan akhlak adalah hendak menciptakan manusia sebagai mahluk yang tinggi dan sempurna dan membedakannya dari mahluk-mahluk lainnya. Akhlak hendak menjadikan orang berakhlak baik bertindak-tanduk yang baik terhadap manusia, terhadap sesama makhluk dan terhadap Tuhan. Sedangkan yang hendak dikendalikan oleh akhlak adalah tindakan lahir. 80 Menanggapi uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah untuk menanamkan rasa taqwa kepada Allah Swt dan pengembang rasa kemanusiaan kepada sesama serta membawa anak didik kepada pembinaan mental yang sehat, moral yang tinggi dan pengembangan bakat, sehingga anak itu dapat merasa lega dan tenang dalam pertumbuhan jiwanya tidak goncang. Karena kegoncangan jiwa dapat menyebabkan mudah terpengaruh oleh tingkah laku yang kurang baik. 1.Beberapa Teori tentang Pembinaan Akhlak Berbicara menganai pembentukan akhlak, Abuddin Nata mengatakan pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh- sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan, pembinaa yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sunguh-sungguh dan konsisten. Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan bukan terjadi dengan sendirinya. 81 Mengenai pembentukan akhlak maka erat hubungannya dengan kepribadian muslim. Kepribadian muslim dalam konteks ini sebagaimana yang diterangkan oleh Jalaludin dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah laku secara lahiriah maupun sikap batinnya. 82 Oleh sebab itu sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang memiliki akhlak yang mulia. Diriwayatkan dalam sebuah hadis, Rasululullah Saw bersabda: 80 Anwar Masy’ari, Akhlak qur’an, Surabaya: Bina ilmu offset, 1990, cet.ke-1, h. 4 81 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo, cet.ke-1, h. 4 82 Jalaludin, Teologi Pendidikan,………….h. 194 ﻋ ﻦ ﹶﺍﹺﺑ ﻫ ﻰ ﺮﻳ ﺮﹶﺓ ﺭ ﺿ ﻲ ُﷲﺍ ﻋﻨ ﻪ ﹶﻗﺎ ﹶﻝ : ﹶﻗﺎ ﹶﻝ َ ﺳﺭ ﻮ ﹸﻝ ِﷲﺍ ﺹ ﻡ ﹰﺎﻧﺎﳝﺇ ﲔﹺﻨﻣﺆﹸﳌﺍ ﹸﻞﻤﹾﻛﺃ ﹰﺎﻘﹸﻠﺧ ﻢﻬﻨﺴﺣﺃ ﺍ ﻩﺍﻭﺭ ﺩﻭﺍﺩ ﰊﺍ Dari Abu hurairah r.a berkata: Rasulullah Saw bersabda Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya. HR. Abu Daud 83 Pembinaan akhlak mulia bukanlah hal yang ringan di tengah- tengah perkembangan masyarakat yang semakin dinamis ini. perubahan sosial dan cepatnya arus informasi produk ilmu pengetahuan dan teknologi dan berkembangnya masyarakat industri modern, tidak lain selalu sesuai dengan nilai qurani. Bahkan tidak jarang mempunyai dampak negatif terhadap kualitas akhlak manusia. Krisis akhlak yang semula hanya menerpa sebagian kecil elite politik, kini telah menjalar kepada masyarakat luas termasuk kalangan pelajar. Krisis akhlak yang menimpa kalangan pelajar terlihat dari banyaknya keluhan orang tua, ahli pendidikan, dan orang tua yang berkecimpung dalam bidang agama dan sosial berkenaan dengan ulah sebagian siswa yang sukar dikendalikan, nakal, mabuk, keras kepala, sering membuat ke onaran, tawuran antar pelajar dan bahkan tawuran antara perguruan tinggi serta prilaku kriminal lainnya. Dalam pembinaan akhlak juga perlu dilakukan upaya-upaya dari luar. Salah satu diantaranya adalah melalui proses pendidikan diri sendiri yang dibebankan pada setiap pribadi muslim. Upaya-upaya tersebut bahkan sudah dapat dimulai sebelum terjadinya konsepsi reproduksi, hingga tahap-tahap berikutnya. Beberapa upaya yang dianjurkan tersebut adalah 84 a. Kiat pendidikan pribadi pra-nikah, yaitu memilih jodoh yang sejalan dengan tuntutan ajaran agama Islam. Karena keluarga merupakan 83 Imam Jalaludin Abd. Rahman bin Abu Bakar As-suyuti, Al-Jami As-Shagir, Beirut: Dar al-Fikr, t.t, juzI, h. 89 84 Jalaludin, Teologi Pendidikan,…..h. 202 lingkungan awal yang dikenal oleh setiap bayi, maka pembentukannya pun harus memenuhi persyaratan yang sejalan dengan tuntutan ajaran itu. b. Kemudian pada tahap selanjutnya, sejalan dengan tahap perkembangan usianya, pedoman mengenai pendidikan anak juga telah digariskan oleh filsafat pendidikan Islam. Kalimat tauhid diperdengarkan ketelinga bayi yang baru lahir dengan mengumandangkan suara adzan dan iqamat yang bertujuan agar fungsi telinga pendengaran yang ia rasakan pertama kali adalah memperdengarkan kalimat tauhid sebagai awal kehidupannya di dunia. c. Selanjutnya usia tujuh tahun anak-anak dibiasakan mengerjakan shalat dan diperintah itu mulai diintensifkan menjelang usia sepuluh tahun hadis. Pendidikan akhlak dalam hal-hal baik dan terpuji sudah mulai sejak usia dini. Pendidikan pada usia dini akan lebih melekat tertanam pada diri anak. Dengan demikian, pembinaan akhlak mulia merupakan keharusan mutlak, dan tuntunan yang tidak bisa ditawar lagi. Keharusan mutlak ini harus menjadi kepedulian semua pihak. Sebab akhlak mulia menjadi pilar tumbuh dan berkembangnya peradaban suatu bangsa. Kemampuan suatu bangsa untuk terus hidup dan berkembang ditentukan oleh kualitas akhlaknya. Dalam pertumbuhan dan pembinaan moral sebenarnya yang didahulukan adalah tindak moral sejak kecil anak-anak telah dibina untuk mengarah kepada moral yang baik. Moral itu bertumbuh melalui pengalaman langsung dalam lingkungan dimana ia hidup, kemudian berkembang menjadi kebiasaan yang baik dimengerti ataupun tidak, kelakuan adalah hasil dari pembinaan yang terjadi secara langsung dan tidak langsung 85 . 85 Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, cet 4, h. 119 Pembinaan akhlak ini harus ditanamkan sejak dini karena jika seseorang sudah mendapatkan pendidikan akhlak sejak kecil maka akan terbiasa melakukan hal-hal yang baik sebaliknya jika seseorang tidak mendapatkan pendidikan akhlak sejak masa kecilnya maka akan sukar untuk meluruskannya. Maka pembinaan akhlak yang pertama adalah orang tua. Apa yang dilakukan orang tua melalui perlakuan dan pelayanannya kepada si anak telah merupakan pembinaan akhlak terhadap anak itu. Misalnya si ibu atau si bapak yang terbiasa memperlakukan anak dengan kasar, keras atau acuh tak acuh, maka pada jiwa si anak akan tumbuhlah rasa tidak senang, bahkan rasa tidak disayangi, maka yang terjadi sesudah itu adalah sikap kasar, keras dan acuh tak acuh pula pada si anak terhadap siapa saja dalam lingkungannya

2. Materi dan Metode Pembinaan Akhlak

Pembinaan akhlak merupakan penuntun bagi umat manusia untuk memiliki sikap mental kepribadian sebaik yang ditunjukan oleh al-quran dan hadis Nabi Muhammad Saw, pembinaan pendidikan dan penanaman nilai-nilai akhlakul karimah sangat tepat bagi siswa agar didalam perkembangan mentalnya tidak mengalami hambatan dan penyimpangan kearah negatif. 86 Agar pembinaan akhlak memperoleh hasil yang memuaskan, diperlukan cara atau metode. Metode yang dapat ditempuh untuk pembinaan akhlak ini adalah pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangung secara kontinyu. Dalam pembinaan akhlak kebiasaaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, hal ini dikarenakan ia dapat menghemat banyak sekali kekuatan manusia. Islam mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik pendidikan, yang mengubah seluruh sifat-sifat manusia menjadi kebiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat, jika 86 Sudarsono, Etika Islam tentang kenakalan remaja, Jakarta: Bina aksara, 2001, h. 151 seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah maka ia harus dibiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati dan murah tangan itu menjadi tabi’atnya yang mendarah daging. 87 Dalam tahap-tahap tertentu pembinaan akhlak khususnya akhlak lahiriah dapat pula dilakukan dengan cara paksaan yang lama-kelamaan tidak lagi terasa dipaksa. Seseorang yang ingin menulis dan mengatakan kata-kata yang bagus misalnya, pada mulanya ia harus memaksakan tangan dan mulutnya menuliskan atau mengatakan kata-kata yang bagus misalnya, pada mulanya ia harus memaksakan tangan dan mulutnya menuliskan atau mengatakan kata-kata dan huruf yang bagus. Apabila pembinaan ini sudah berlangsung lama, maka paksaan tersebut sudah tidak terasa lagi sebagai paksaan. 88 Metode lain dalam pembinaan akhlak ini adalah melalui keteladanan. Pendidikan melalui keteladanan adalah merupakan salah satu teknik pendidikan yang efektif dan sukses. Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, intruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang lestari. Pendidikan itu tidak akan sukses melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Selain itu pembinaan akhlak dapat pula ditempuh dengan cara senantiasa menganggap diri ini sebagai orang yang paling banyak mempunyai kekurangannya dari pada kelebihannya. Dalam hubungan ini Ibn Sina mengatakan jika seseorang menghendaki dirinya berakhlak utama, hendaknya ia lebih dahulu mengetahui kekurangan dan cacat yang ada dalam dirinya, dan membatasi sejauh mungkin untuk tidak dapat berbuat kesalahan, sehingga kecacatannya itu tidak terwujud dalam kenyataan. 87 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo, h. 32 88 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf,….164 Pembinaan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Dari penjelasan diatas jelas bahwa pembinaan akhlak bisa dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya dengan adanya pembiasaan yang sudah dibawa sejak kecil, keteladanan harus di tanamkan pada dirinya, dan selalu menganggap diri ini masih banyak kekurangannya di banding dengan kelebihannya. Sehingga dengan mengetahui kekurangannya pasti nantinya akan terus berusaha menutupi kekurangan yang ada.

5. Macam-macam Akhlak

Sebagaimana telah disebutkan bahwa akhlak itu merupakan sikap spontanitas yang muncul dari jiwa seseorang tanpa dipikirkan terlebih dahulu dan tanpa adanya dorongan dari pihak lain, mak sikap yang muncul secara spontanitas itu bisa baik dan juga bisa buruk. Akhlak mulia amat banyak jumlahnya, namun dapat dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia. Akhlak mulia ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: pertama akhlak kepada Allah Swt, kedua akhlak kepada diri sendiri, dan ketiga akhlak kepada sesama manusia. 89 a. Akhlak terhadap Allah Swt Titik tolak akhlak terhadap Allah Swt adalah adanya pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain-Nya. Dia adalah pemilik sifat- sifat yang mulia dan pemilik nama-nama indah. Ada banyak alasan mengapa manusia harus berakhlak baik kepada Allah Swt. Alasan tersebut diantaranya adalah: 1 Karena Allah Swt telah menciptakan manusia dengan segala keistimewaan dan kesempurnaanya. Sebagai yang diciptakan sudah sepantasnya manusia berterima kasih kepada yang menciptakannya. Untuk itu manusia patut berakhlak kepada Allah Swt. 89 Moh. Ardani, Nilai-nilai AkhlakBudi Pekerti dalam Ibadat, Jakarta:CV Karya Mulia, 2001, Cet. Ke-1, h. 43 2 Karena Allah Swt telah memberikan perlengkapan panca indra hati nurani dan naluri kepada manusia 3 Karena Allah Swt menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan yang terdapat di bumi, seperti tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang, dan lain sebagainya. 90 Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau prbuatan yang seharusnya dilakukan manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah yang sesungguhnya akan membentuk pendidikan keagamaan. Diantara nilai-nilai ketuhanan yang sangat mendasar ialah: 91 1. Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan. 2. Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau bersama manusia dimanapun berada. 3. Takwa, yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi manusia. 4. Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata karena mengharap ridha Allah Swt. 5. Tawakal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan dengan penuh harapan kepada-Nya. 6. Syukur, yaitu sikap penuh rasa terimakasih dan penghargaan. 7. Sabar, yaitu sikap tabah dalam menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir dan bathin, fisiologis maupun psikologis. Contoh-contoh akhlak kepada Allah adalah: 1. Mentawhidkan-Nya 2. Mencintai-Nya diatas segalanya dengan menaati perintah, menjauhi larangan dan mendahulukanmengutamakan-Nya. 3. Bertaqwa 90 Moh.Ardani, Nilai-nilai Akhlak,…h. 43-47 91 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. Cet-1, h. 152-154 4. Selalu mengingat-Nya zikrullah baik dalam pikiran, perasaan, perbuatan dan ucapan. 5. Berdoa; hanya berharap dan meminta kepada-Nya. 6. Bertawakkal atau berserah diri kepada-Nya, dan lain-lain. 92 b. Akhlak Terhadap Sesama Manusia Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain. Untuk itu ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain. Oleh karenanya pula ia perlu menciptakan suasana yang baik , satu dan lainnya saling berakhlakul karimah, diantaranya mengiringi jenazah, mengabulkan undangan dan mengunjungi orang sakit. 93 Akhlakul karimah kepada manusia terbagi menjadi tiga, yaitu adab kepada diri sendiri, adab kepada keluarga, dan adab kepada masyarakat. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1. Adab kepada diri sendiri Berakhlak baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri dengan sebaik- baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah Swt yang harus dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya. Untuk menjalankan perintah Allah dan bimbingan Nabi Muhammad Saw maka setiap umat manusia harus berakhlak dan bersikap sebagai berikut: 1 hindarkan minuman beracunkeras, 2 hindarkan perbuatan yang tidak baik, 3 memelihara kesucian jiwa, 4 pemaaf dan pemohon maaf, 5 sikap sederhana dan jujur, 6 hindari perbuatan tercela 94 2. Adab kepada keluarga: 1. Berbakti kepada ibu-bapak 2. Adil terhadap saudara 92 Supriadi, dkk, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV. Grafika Karya Utama,2001, h. 209. 93 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2005, Cet. Ke-7, h. 208 94 Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak,…, h. 49-50