Konsep Zikir Menurut Dr.Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah

(1)

KONSEP ZIKIR MENURUT Dr. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH

OLEH : AHMAD EPENDI NIM. 102052025629

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

KONSEP ZIKIR MENURUT Dr. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sosial Islam ( Sos. I )

OLEH : AHMAD EPENDI NIM. 102052025629

Dibawah Bimbingan

Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum NIP. 150 244 766

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “Konsep Zikir Menurut Dr. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah” telah diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 15 Desember 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I.) pada Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, 15 Desember 2008

Panitia Sidang Munaqosah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. H. Mahmud Jalal, MA Nasichah, MA

NIP. 150 202 342 NIP. 150 276 298

Anggota,

Penguji I Penguji II

Drs. H. Mahmud Jalal, MA Drs. M. Luthfi, MA

NIP. 150 202 342 NIP. 150 268 782

Pembimbing,

Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum NIP. 150 244 766


(4)

KONSEP ZIKIR

MENURUT Dr. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana (S.Sos.I)

OLEH : AHMAD EPENDI NIM : 102052025629

Di bawah Bimbingan,

Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum NIP. 150 244 766

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYTULLAH JAKARTA


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 01 Desember 2008


(6)

ABSTRAK Ahmad Ependi

Konsep Zikir Menurut Dr. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah

MENGINGATI Allah atau zikrullah adalah amalan yang paling mulia melalui pergerakan lidah, kesedaran akal budi dan keinsafan hati dan jiwa. Dengan mengingati Allah manusia akan berasa ketenangan jiwa kerana dia menyedari bahwa berada di samping Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Penyayang kepada hamba-Nya.

Apabila dia kembali kepada-Nya, maka sebenarnya dia kembali berpaut kepada asas yang kukuh. Manusia kadang-kadang gelisah menghadapi masa depan belum pasti keadaannya atau kadang-kadang berasa lemah berhadapan dengan pelbagai cabaran dan halangan yang mendepaninya.

Dalam hal ini, sekiranya orang yang beriman kepada Allah, mereka akan ingat bahawa sesungguhnya Allah Maha Berkuasa di atas segala sesuatu, Allah Maha Melihat segala-galanya, Allah mampu mengatasi semua hal di dunia ini.Dengan demikian akan tenanglah jiwanya. Firman Allah bermaksud: “Iaitu orang yang beriman dan tenteram hati mereka dengan zikrullah. Ketahuilah! dengan zikrullah itu, tenang tenteramlah hati manusia.” (Surah al-Ra’d, ayat 28)

Perasaan tenang itu wujud kerana jiwanya berhubungan langsung dengan Allah dan rasa selamat di bawah jagaan-Nya. Ketenangan hati orang yang beriman hasil daripada zikrullah itu adalah hakikat dalaman yang hanya boleh dirasakan oleh orang yang hatinya diliputi oleh kemanisan iman. Ia tidak boleh diungkapkan melalui kata-kata kepada orang yang tidak menghayatinya. Bahkan, ia sesuatu yang meresap ke dalam hati sehingga ia berasa tenang dan sejahtera dengannya.


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Konsep Zikir Menurut Dr.Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah” dengan baik.

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kehariban junjungan serta tauladan umat yakni baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Selanjutnya, alhamdulillah dalam menyelesaikan skripsi ini penulis walaupun banyak menghadapi halangan dan rintangan akan tetapi itu semua penulis jadikan pengalaman dan pelajaran yang berharga. Kemudian atas peran serta dan motivasi baik moril maupun materil dari berbagai pihak dalam turut membantu menyelesaikan pembuatan skripsi. Dengan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Komarudin Hidayat, MA., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Murodi M.Ag., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. M. Lutfi, M.Ag., dan Ibu Nashehah, M.A., selaku ketua dan sekertaris jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(8)

4. Ibu Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum., selaku dosen pembimbing skipsi, yang tak pernah putus-putus memberikan bimbingan dan motivasinya hingga berhasilnya skripsi ini.

5. Segenap dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Segenap karyawan dan TU Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam hal administrasi.

7. Ayahanda tercinta Bapak Acang Nurhasan dan Ibunda tercinta Rt. Eti Murniati, yang merupakan kedua orang tua penulis yang telah memberikan segalanya hingga penulis berhasil dalam menyelesaikan studi, semoga Allah SWT mengampuni dosanya dan menyayanginya di dunia dan akhirat.

8. Nenek tercinta Hj. Hapsah yang telah banyak mendoakan cucu tercinta dan memberikan support-nya kepada penulis sehingga ada dalam kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan studi, semoga Allah SWT mengampuni dosanya dan menyayanginya di dunia dan akhirat.

9. Kakak dan adik penulis yang telah banyak pula memberikan dukungan baik moril maupun materil hingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi.

10.Segenap teman-teman “éRSOUS”, yang selalu setia dalam setiap hal, yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatunya, semoga tidak mengurangi keakraban dalam persahabatan dan persaudaraan

11.Segenap sahabat-sahabati pengurus komisariat dan kader-kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Ciputat Fakultas Dakwah dan


(9)

Komunikasi, yang selalu setia berbagi dalam susah dan senang dan menberikan pengalaman yang positif kepada penulis.

12.Teman sepergaulanku yang terdekat Reni Febriani, M. Iqbaluddin, Zakia AR, dan teman-teman terdekat lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, yang setia dan tulus mendampingi penulis hingga berhasilnya pembuatan skripsi ini, semoga amal kebaikannya di balas oleh Allah SWT.

13.Sahabat Tb. Asep Subhi, S.Sos.I, yang rela dan tulus memberikan waktu dan pengalamannya kepada penulis dalam keberhasilan menyelesaikan skripsi ini, semoga amal kebaikannya dibalas oleh Allah SWT.

14.Teman-teman Angkatan penulis “BPI 2002” yang sama-sama merasakan susah-senang dan indahnya menempuh Strata 1 (S 1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan semua pihak yang turut memberikan dukungan kepada penulis hingga berhasilnya pembuatan skripsi.

Jakarta, Juni 2008


(10)

DAFTAR ISI

Hal

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ……….. ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ………... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………. 4

C. Tujuan dan Manfa’at Penelitian………. 5

D. Metodologi Penelitian……… 6

E. Sistematika Penulisan………. 9

BAB II KERANGKA TEORI TENTANG ZIKIR A. Pengertian Konsep dan Zikir………..11

B. Konsep Zikir dalam al-Qur’an dan Tafsir Al-Misbah………15

C. Media dan Waktu Berzikir ……… 22

BAB III PROFIL Dr. QURAISH SHIHAB DAN TAFSIR AL-MISBAH A. Sejarah Hidup dan Kepribadian ………... 30

B. Karya-karyanya Yang Berkaitan Dengan Zikir…………... 33


(11)

BAB IV KONSEP ZIKIR MENURUT Dr. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH

A.Bacaan-bacaan Zikir Yang Dianjurkan Dalam al-Qur’an dan Tafsir Al-Misbah………... 42

B.Isi Kandungan Bacaan-bacaan Zikir Dalam Tafsir Al-Misbah.. 48 C.Dampak Zikir Bagi Kehidupan……….. 60

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan……… 69

B.Saran…….………. 70

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

Nomor : Istimewa Lamp : 1 (satu) berkas

Hal : Pengajuan Proposal Skripsi Kepada yang terhormat,

Ketua Dewan Pertimbangan Skripsi Di-

Tempat

Salam sejahtera saya sampaikan, semoga Bapak/Ibu senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT, serta selalu sukses dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Amin.

Nama : Ahmad Ependi Nim : 102052025629

Jurusan : Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) Semester : XII (Dua belas)

Bermaksud mengajukan proposal skripsi dengan judul: “KONSEP ZIKIR MENURUT Dr. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH”.

Proposal skripsi ini selanjutnya diharapkan bisa diteruskan sebagai skripsi yang dapat dijadikan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) dalam jenjang Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan ini saya lampirkan: 1. Outline Skripsi

2. Proposal Skripsi

3. Daftar Pustaka Sementara

Demikian surat pengajuan judul skripsi ini saya ajukan, semoga dapat menjadi bahan pertimbangan oleh Bapak/Ibu dan sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih.

Dosen Pembimbing Akademik Pemohon

Drs. M. Lutfi, M.Ag Ahmad Ependi

Nip: 150268782 Nim: 102052025629


(13)

MENURUT Dr. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH

Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Dakwah Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Oleh:

AHMAD EPENDI NIM : 102052025629

Di bawah Bimbingan

Dra. Hj. ASRIATI JAMIL , M.Hum NIP.

JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1429 H./2008 M.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tidak dapat disangkal bahwa era dewasa ini adalah era kegelisahan. Problem hidup terlihat dan dirasakan di mana-mana, bukan saja karena kebutuhan meningkat , tetapi juga karena ulah sementara pihak mengusik kedamaian dengan berbagai dalih atau menawarkan aneka ide yang saling bertentangan dan membingungkan. Dengan zikir, optimalisasi lahir, dan itulah yang dapat mengusik kegelisahan. Dan saat ini adalah saat yang paling tepat untuk kembali memohon kepada Tuhan, karena meningkatkan kekerasan, perpecahan, dan kerusakan, juga karena berpaling dari Tuhan.

Kesadaran tentang adanya Tuhan yang telah terbangun sejak dalam kandungan, sedikit demi sedikit bisa terkikis. Akan tetapi kesadaran tersebut bisa juga bertambah dan terus bertambah. Realitas tersebut menunjukan sifat kesadaran ilahiah (keimanan) seseorang yang labil. Ia bisa berkurang (yanqush) dan bisa pula bertambah (yazid). Agar keimanan seseorang bisa stabil dan terus bertambah, maka diperlukan sebuah media untuk selalu mengingat-Nya. Itulah yang disebut dengan dzikrullah. Karena zikir merupakan salah satu proses stabilisasi keimanan.

Bagi umat Islam ajakan ini bukanlah sesuatu yang baru. Ajakan berzikir merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam yang dipraktikan sepanjang saat dan dalam seluruh kondisi dan situasi oleh Nabi Muhammad Saw. serta para sahabat beliau. Dalam kitab suci al-Qur’an bertebaran ayat-ayat yang mengajarkan zikir untuk berbagai situasi dan kondisi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Seperti halnya di bawah ini:


(15)

Zikir sebagai proses stabilitasi keimanan, terlihat jelas dalam firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 41-43 yang berbunyi:

! "

#! $%"

' )*+,-.

/ !012

3%4 5 6

7

8

9:;<=>

?@ 1 4'A B

C+D)1F

'A

2 1-G:!I 4 J

KL M

N -O

APQJ

9'R*S

T VJ

W

X YZ

[

)O J

*2

$O\ + T

-!

"

“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”. (QS. al-Ahzab: 41-43).1

Ini semakin memperjelas bahwa segala ibadah yang dilakukan sebagai hamba adalah untuk diri sendiri, sekaligus sebagai tanda cinta dan kasih sayang Allah kepada seluruh makhluk-Nya.

Memang sebagian orang lengah dengan tuntunan al-Qur’an; sebagian umat juga tidak memahami apa yang dimaksud dengan zikir; sebagian hanya memahami zikir

1

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), vol. II, h. 287-289.


(16)

dalam bentuk kalimat yang diulang-ulang membacanya tanpa pemahaman atau penghayatan.

Sedangkan arti zikir secara harfiah berarti “mengingat”. Kegiatan “mengingat” memiliki dampak yang luar biasa dalam kehidupan. Ketika ingat sesuatu, maka ia akan mengingatkan pula pada rangkaian-rangkaian yang terkait dengannya. Ingatan bisa muncul karena kita punya keinginan, kepentingan, harapan, dan kerinduan terhadap apa yang kita ingat. Kegiatan “mengingat” juga bisa memicu lahirnya ide-ide dan kreativitas baru. Kalau hanya dengan mengingat sesuatu yang ada di alam ini bisa memicu munculnya bentuk kreativitas, bagaimana dengan mengingat Allah yang Maha kreatif dan kekuasaan-Nya tak terbatas? Secara logika tentu akan memberikan dampak positif luar biasa bagi kehidupan. Hanya persoalannya, tidak semua orang mudah mengingat-Nya, walaupun potensi untuk itu ada pada setiap kita. Disinilah potensi “mengingat” Allah perlu digali dengan cara selalu menyebut-nyebut nama-Nya. Dan untuk menggali potensi mengingat Allah (berzikir) tersebut tentunya harus dengan kekhusuan yang tinggi, karena dengan kekhusuan ini maka ingatan tersebut akan terserap oleh hati dan akan membuahkan tindakan-tindakan yang positif.

Dan hal ini hanya dapat dirasakan oleh seringnya berzikir mengingat kebesaran dan keagungan Allah swt karena dengan seringnya berzikir maka hati akan senantiasa terjaga dari perbuatan maksiat dan akan tetap suci sebagaimana ketika manusia dilahirkan kedunia (pada usia bayi).

Berkaitan dengan statemen di atas, bahwasannya manfa’at zikir banyak dijelaskan oleh Dr. Quraish Shihab, dalam beberapa karyanya, salah satunya buku yang berjudul


(17)

“Wawasan Al-Qur’an Tentang Zikir dan Do’a” (Jakarta: Lentera Hati, 2006) yang di dalamnya menyinggung mengenai masalah zikir dan berbagai tata caranya.

Dan kalau dilihat biografinya, baik itu pendidikannya maupun hasil karyanya, jelaslah bahwasannya beliau selain seorang yang berdedikasi tinggi dalam hal ilmu pengetahuan Islam tetapi juga beliau seorang ahli tafsir yang kompenten. Hal ini dibuktikan dapat kita ketahui dari biografi singkatnya dibawah ini.

Mengingat ketertarikan penulis mengenai uraian di atas, dan melihat belum adanya yang membahas mengenai konsep zikir dalam Tafsir Al-Misbah secara komprehensif dari pemikiran Dr. Quraish Shihab, maka oleh karena itu penulis akan mengangkat sebuah judul dalam karya ilmiah ini tentang “KONSEP ZIKIR MENURUT Dr. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Sekalipun dalam Indonesia modern, banyak tafsir berbahasa Indonesia bermunculan seperti Tafsir Al-Azhar karya M HAMKA, Tafsir An-Nur karya Hasbi ash-Shiddeqy, Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab dan lain-lain, namun yang akan peneliti teliti adalah Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab. Dari Tafsir Al-Misbah ini, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Zikir. Pembatasan tersebut, di samping karena terlalu banyak pembahasan-pembahasan lainnya yang terdapat dalam Tafsir Al-Misbah tersebut.

Dari fokus zikir ini, yang dibahas dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan dalam dua masalah yaitu:


(18)

b. Hasil dari berzikir menurut Dr. Quraish Shihab.

Dengan demikian judul skripsi ini dapat dirumuskan menjadi Konsep Zikir Menurut Dr. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah.

2. Rumusan Masalah

Selanjutnya, permasalahan yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

b. Bagaimana konsep zikir yang telah dijelaskan oleh Dr. Quraish Shihab dalam karyanya Tafsir Al-Misbah?

c. Bagaimana hasil yang akan dicapai oleh para pezikir dari kekhusuannya menurut Dr. Quraish Shihab?

C. Tujuan dan Manfa’at Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang konsep zikir menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah.

Secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

a. Untuk dapat diketahui bagaimana konsep zikir menurut Dr. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah?

b. Untuk dapat diketahui bagaimana mengimplementasikan hasil dari berzikir dalam kehidupan sehari-hari?

2. Manfa’at Penelitian a. Segi Akademis


(19)

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan dan keilmuan Islam tentang studi dakwah, terutama mengenai konsep zikir secara spesifik.

b. Segi Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada umat Islam mengenai pentingnya mengetahui konsep zikir dalam Tafsir Al-Misbah.

D. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kepustakaan murni. Yakni, data dikumpulkan dan diolah dari sumber-sumber kepustakaan yang ditelaah secara komprehensif.

2. Data

Ada tiga jenis data yang akan dijaring dalam penelitian ini, yaitu:

a. Pandangan Dr. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah terhadap ayat-ayat yang menyangkut persoalan zikir.

b. Pandangan para ilmuan Islam klasik terhadap ayat-ayat yang menyangkut persoalan zikir dalam al-Qur’an dan al-Hadits, khususnya tentang konsep, tata cara, kalimat-kalimat zikir, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan zikir. c. Latar belakang kehidupan Dr. Quraish Shihab dan Tafsir Al-Misbah.

3. Sumber Data

Sumber-sumber yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data-data yang tersebut di atas dipilah menjadi tiga kategori, yaitu:


(20)

a. Sumber data primer, yakni sumber data yang digunakan sebagai obyek utama dalam penelitian ini. Yakni, Tafsir Al-Mishbah;

b. Sumber data sekunder, yakni sumber data yang digunakan untuk membantu menelaah data-data yang dihimpun dan sebagai pembanding sumber data primer. Yakni kitab-kitab tafsir lain dan buku-buku tentang zikir;

c. Catatan-catatan biografi Quraish Shihab dan Tafsir Al-Misbah;

d. Sumber data pembantu, yakni sumber data yang digunakan untuk membantu penelitian ini. Yakni buku-buku hadis, artikel-artikel, dan kamus-kamus yang diperlukan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Sebagaimana yang telah dinyatakan sebelumnya, ada tiga jenis data yang hendak dijaring dalam penelitian ini.

Penggalian data a dan b dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Menentukan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan zikir di dalam Tafsir Al-Mishbah.

b. Melacak pendapat para ilmuan Islam klasik atau modern dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut.

c. Mendokumentasikan dan melakukan kategorisasi temuan-temuan tersebut. Sedangkan penggalian data c dilakukan dengan cara membaca buku-buku kepustakaan, mendokumentasikan dan menyusun temuan-temuan tersebut dalam kerangka yang sistematis.

Setelah data-data dihimpun akan dilakukan pengolahan data tersebut dengan tahapan sebagai berikut:


(21)

a. Editing yaitu memeriksa kembali semua data yang telah diperoleh.

b. Menyimpulkan pendapat para ilmuan Islam klasik atau modern, khususnya pendapat Quraish Shihab secara utuh terhadap pembahasan tersebut untuk selanjutnya dilakukan perbandingan.

c. Membandingkan pendapat Quraish Shihab dengan para ilmuan Islam klasik dan pemikir kontemporer guna mendapatkan identitas dan spesifikasi pola pikirnya.

d. Mengkaji sejauh mana pengaruh latar belakang kehidupan Quraish Shihab terhadap penafsirannya.

5. Metode Analisis

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode induktif dan komparatif. Metode induktif digunakan dalam rangka memperoleh gambaran utuh tentang pemikiran Quraish Shihab yang berkaitan dengan zikir. Adapun metode komparatif dipakai untuk membandingkan antara pemikiran Quraish Shihab dan para ilmuan Islam dan juga dengan pemikiran-pemikiran lain yang dinilai relevan. Adapun dalam teknik penulisannya merujuk pada buku “pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi), terbitan CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini mengikuti sistematika penulisan karya ilmiah seperti biasanya, diantaranya:


(22)

BAB I: Merupakan Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II: Membahas Kerangka Teori Tentang Zikir. Didalamnya dibahas Pengertian Konsep dan Zikir, Konsep Zikir Dalam Al-Qur’an dan Tafsir Al-Misbah, Media dan Waktu Berzikir.

BAB III: Membahas tentang Profil Dr. Quraish Shihab dan Tafsir Al-Misbah. Didalamnya dibahas Sejarah Hidup dan Kepribadian, Karya-karyanya Yang Berkaitan Dengan Zikir, Biografi Tafsir Al-Misbah. BAB IV: Membahas tentang Konsep Zikir Menurut Dr. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah. Yang didalamnya akan dibahas tentang Bacaan-bacaan Zikir Yang Dianjurkan Dalam Qur’an dan Tafsir Misbah, Isi Kandungan Bacaan-bacaan Zikir Dalam Tafsir Al-Misbah, Dampak Zikir Bagi Kehidupan.


(23)

BAB II

KERANGKA TEORI TENTANG ZIKIR D. Pengertian Konsep dan Zikir

a. Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia selain berarti rancangan, konsep juga bermakna ide atau pengertian yang di abtraksikan dari peristiwa-peristiwa konkrit atau gambaran mental dan obyek proses ataupun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi memahami hal-hal lain.2 Sedangkan menurut Ibrahim Madkur, kata konsep (Inggris concept) dipadankan dengan istilah makna kulli (Arab), yang artinya pikiran (gagasan) yang bersifat umum, yang dapat menenima generalisasi).11 Sedangkan dengan makna-makna tersebut, maka konsep yang dimaksudkan dalam pengertian ini, ialah sejumlah gagasan, ide-ide, pemikiran, pandangan ataupun teori-teori yang dalam konteks ini dimaksudkan ialah ide-ide, gagasan, pemikiran tentang zikir.

b. Zikir

Kata zikir diambil dari bahasa arab yang berarti “ingat atau mengingat.” Sedangkan menurut istilah zikir adalah suatu perbuatan atau pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengingat Tuhan yang telah menciptakannya.

Kata zikir dalam berbagai bentuknya ditemukan dalam al-Qur’an tidak kurang dari 280 kali. Kata tersebut pada mulanya digunakan oleh pengguna bahasa Arab dalam arti sinonim “lupa.” Ada juga sebagian pakar yang berpendapat bahwa kata itu pada mulanya berarti “mengucapkan dengan lidah/menyebut sesuatu.” Makna ini kemudian berkembang menjadi “mengingat”, karena mengingat sesuatu seringkali mengantar lidah

2


(24)

menyebutnya. Demikian juga, menyebut dengan lidah dapat mengantar hati untuk mengingat lebih banyak lagi apa yang disebut-sebut itu.3

Kalau kata “menyebut” dikaitkan dengan sesuatu, maka apa yang disebut itu adalah namanya. Pada sisi lain, bila nama sesuatu telah terucapkan, maka pemilik nama itu diingat atau disebut sifat, atau peristiwa yang berkaitan dengannya. Dari sini kata zikrullah dapat mencakup penyebutan nama Allah atau ingatan menyangkut sifat-sifat atau perbuatan-perbuatan Allah, surga atau neraka-Nya, rahmat atau siksa-Nya, perintah atau larangan-Nya dan juga wahyu-wahyu-Nya, bahkan segala yang dikaitkan dengan-Nya.4

Mengingat adalah suatu nikmat yang sangat besar, sebagaimana lupa pun merupakan nikmat yang tidak kurang besarnya. Ini tergantung dari objek yang diingat. Sungguh besar nikmat lupa bila yang dilupakan adalah kesalahan orang lain, atau kesedihan atau luputnya nikmat. Dan sungguh besar pula keistimewaan mengingat jika ingatan tertuju kepada hal-hal yang diperintahkan Allah untuk diingat.

Dari sini zikir dapat dipersamakan dengan “menghafal”, hanya saja yang ini tekanannya lebih pada upaya memperoleh pengetahuan dan menyimpannya dalam benak, sedang zikir adalah menghadirkan kembali apa yang tadinya telah berada dalam benak. Atas dasar ini, maka zikir dapat terjadi dengan hati atau dengan lisan, baik karena sesuatu telah dilupakan maupun karena ingin memantapkannya dalam benak.

Sedangkan zikir menurut pendapat yang lain diistilahkan dengan kata meditasi, yang tujuannya semata-mata untuk memudahkan pemahaman awal dan membandingkan zikir dengan bentuk meditasi lainnya.

3

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tentang Zikir dan Doa, (Jakarta: Lentera Hati, 2006) cet. ke-2, h. 10.

4


(25)

Dengan menyebut zikir sebagai Meditasi Dasar, maka dapat memberi gambaran bahwa:

1. Zikir dengan menyeru nama-nama Dzat Allah (zikir ismu Dzat) sebagai zikir dasar yang akan menjadi pondasi zikir lanjutannya.

2. Adapun zikir lanjutan antara lain tasbih, doa, tadabbur qur’an, tadabbur alam, tafakur, dan yang lebih sempurna dan yang paling luar biasa adalah shalat. Zikir disebut dasar karena sederhana, terbuka, dan telah diajarkan sejak Nabi Adam sampai Rasulullah saw, dan terus tumbuh dan berkembang dalam berbagai bentuk meditasi untuk berbagai tujuan.5

Kemudian ada juga yang berpendapat bahwa zikir adalah mengulang-ulang nama Allah dalam hati maupun lewat lisan. Ini bisa dilakukan dengan mengingat lafal jalalah (Allah), sifat-Nya, hukum-Nya, perbuatan-Nya, atau suatu tindakan yang serupa.6

Dari tiga pengertian zikir di atas, dapat di artikan bahwa zikir tidak hanya bermakna pada pengucapan melalui lisan mengenai kalimat-kalimat tauhid (Allah) saja, akan tetapi lebih mencakup pada tataran penghayatan yang dilakukan oleh hati.

Kemudian pemahaman yang sama juga diungkapkan oleh Prof. Dr. H.M. Quraish Shihab, seperti ia tulis dalam bukunya “Wawasan Al-Qur’an tentang Zikir dan Doa”. “Zikir dalam pengertian luas adalah keadaan tentang kehadiran Allah dimana dan kapan saja serta kesadaran akan kebersamaan-Nya dengan makhluk. Sedang zikir dalam pengertian sempit adalah yang dilakukan dengan lidah saja. Zikir dengan lidah ini adalah

5

HM Munadi bin Zubaidi, The Power of Dzikir: Terapi Dzikir Untuk Kesembuhan dan Ketenangan, (Klaten: Image Press, 2007), cet. ke-1, h. xi.

6

Ibn ‘Atha’illah, Zikir: Penentram Hati, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006), cet. ke-2, h. 29.


(26)

menyebut-nyebut Allah atau apa yang berkaitan dengan-Nya, seperti mengucapkan tasbih (subhanallah wa bihamdih, mengucapkan tahmid (alhamdulillah, takbir (Allahu Akbar dan hauqalah (Laa haula walaa quwwata illa billah).7

Sedangkan pelaksanaannya sama sekali tak ada batasan baik dalam metode, jumlah, atau waktu berzikir. Pembatasan terhadap metode yang berkaitan dengan beberapa amal wajib tertentu tidak dibahas di sini, misalnya salat. Syariat cukup jelas dan setiap orang mengetahui kewajiban ini. Bahkan, Nabi saw bersabda bahwa para penghuni surga hanya menyesali satu hal, yakni tidak cukup banyak mengingat Allah selama di dunia.8

E. Konsep Zikir dalam Al-Qur’an dan Tafsir Al-Misbah

Tentu saja sebagian orang tidak keliru jika berkata dalam konteks zikir yang diajarkan dan dianjurkan agama bahwa yang harus diingat dan disebut adalah Allah, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. Namun, kalau merujuk kepada al-Qur’an, maka akan ditemukan dari ayat-ayat yang menggunakan redaksi perintah berzikir, cukup banyak yang disebut-Nya sebagai objek zikir, antara lain:9

1. Allah

Dalam arti sifat-sifat, perbuatan, dan kebesaran Allah, bukan dzat-Nya. Inilah yang pertama dan utama, serta dari dan kepada-Nyalah berpangkal dan berpusat semua zikir. Dalam QS. al-Ahzab [33]: 41, Allah berfirman:

7

Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tentang Zikir dan Doa, h. 14.

8

Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Energi Zikir dan Salawat, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 10.

9


(27)

! "

#! $%"

#

"

“Hai orang-orang yang beriman, berzikir (sebut-sebut nama Allah dan renungkanlah kebesaran-Nya) dengan zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. al-Ahzab: 41)

Kemudian dalam surat lain Allah berfirman:

]9*^

! "

)_

?@ "?! "

6

!Q`a

9R

Yb

cX

!Qd01)<

$ %&

'(

"

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. al-Baqarah: 152)

Maksudnya: Karena itu (yakni karena aneka nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada kamu), maka, berzikir/ingatlah kepada-Ku (dengan lidah, pikiran, hati, dan anggota badan. Lidah menyucikan dan memuji-Ku, pikiran dan hati dengan memperhatikan tanda-tanda kebesaran-Ku, dan anggota badan dengan jalan melaksanakan perintah-perintah-Ku, jika itu kamu lakukan) niscaya Aku ingat (juga) kepada kamu, (sehingga Aku akan selalu bersama kamu saat suka dan dukamu) dan bersyukurlah kepada-Ku (dengan hati, lidah, dan perbuatan kamu pula, niscaya Ku-tambah nikmat-nikmat-Ku) dan janganlah kamu mengingkari (keesaan dan nikmat)-Ku (agar siksa-Ku tidak menipu kamu).10

10

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), vol.1, h. 339.


(28)

2. Hari-Hari Allah

Dalam QS. Ibrahim [14]: 5, Allah berfirman memerintahkan Nabi Musa as.

e 6f

h:!K 6

-,

? )

i

N -O

APQJ

9'R*S

T VJ

@

7?!jkZ)

@Jm

*2

n

W

)

'

"

"Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah.” (QS. Ibrahim: 5)

Maksudnya: Keluarkanlah kaummu (yakni sampaikanlah tuntunan Allah dan bimbinglah mereka agar dapat keluar) dari (aneka) gelap gulita (seperti kesesatan kaidah, kebodohan, khurafat, kebejatan, akhlak, dan lain-lain) menuju cahaya (Ilahi dan tuntunan-tuntunan-Nya yang) terang benderang; dan ingatkanlah mereka tentang hari-hari Allah (yakni peristiwa-peristiwa yang dialami oleh umat-umat yang lalu, baik yang positif maupun yang negatif). Sesungguhnya pada yang demikian itu (yakni di dalam wadah peringatan tentang hari-hari itu yang mencakup banyak hal, suka dan duka, demikian juga dalam upaya mengeluarkan manusia dari aneka kegelapan menuju terang benderang) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap (orang yang) penyabar dan banyak bersyukur.11

Hari-hari Allah yang dimaksud adalah hari-hari di mana terjadi peristiwa-peristiwa penting yang dialami baik yang positif/nikmat maupun yang negatif/siksa. Itulah sebabnya mengapa Allah Swt. mengingatkan umat Nabi Muhammad Saw. agar berzikir, yakni merenung dan mengingat tentang keadaan dan situasi yang pernah mereka alami. Antara lain dengan firman-Nya:

11


(29)

d

!QZ

*S

opq 6

rs4*A)

X Qd-

at Duv

9*

wx?Tpy

e

_

)

X 6

@ 1%d z-I D

{

{ J

?@ 1|

n)_

@ "- m

6

}'*#w

*2

~ h) -P T

KL M

N

`•4 zJ

?@Q` A-

)J

X

! 1a€)<

* +,#

(-"

“Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, Maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu Kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur.” (QS. al-Anfaal: 26)

Maksudnya: Dan ingatlah (wahai seluruh kaum Muslim, lebih-lebih para Muhajirin/pendatang dari Makkah) ketika kamu (masih berjumlah) sedikit, lagi tertindas (oleh aneka faktor) di (muka) bumi, yakni di Makkah, atau di mana saja di persada bumi ini). Kamu (semua walau dalam keadaan menyatu apalagi sendirian) merasa takut, (jangan sampai) orang-orang (yang menguasai kota Makkah atau di mana saja) menculik kamu (satu persatu) lalu (dengan anugrah-Nya) Allah memberi kamu tempat menetap (yakni di Madinah atau di mana saja yang ditetapkan Allah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki (yang bermacam-macam dan) yang baik-baik agar kamu bersyukur.12

Di tempat lain Allah memerintahkan mereka mengingat nikmat Allah dalam peristiwa yang dilukiskan oleh firman-Nya:

12


(30)

V

! "

=N-O

q

n

?@Q` 4'A B

*S

‚@-7

ƒ„? )

X 6

]

z…u?`

?@ 1 \)J*S

o†

6

)1)_

o†

6

?@Q`

QS{<

W

9'<

n

cs "

D \_A)_

e

V

)O J

$./

"

“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), Maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. dan bertakwalah kepada Allah, dan Hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakkal.” (QS. al-Maidah: 11)

Maksudnya: Hai orang-orang yang beriman (kepada Allah dan rasul-Nya), ingatlah nikmat Allah (yang dianugrahkan-Nya) kepada kamu, sewaktu suatu kaum (yang mempunyai kekuatan dan kemampuan yang melebihi kekuatan dan kemampuanmu) bermaksud (dengan sungguh-sungguh) hendak menggerakan tangan-tangan mereka kepada kamu (yakni untuk berbuat jahat, membunuh atau memerangi kamu), maka Allah menahan tangan-tangan mereka dari kamu, (sehingga mereka gagal mencapai maksud mereka. Tanpa nikmat Allah itu niscaya kamu akan mengalami kesulitan, karena itu maka bersyukur dan) bertawakallah kepada Allah (setiap waktu dan tempat serta kondisi) dan hanya kepada Allah sajalah, (tidak kepada selain-Nya) orang-orang mukmin harus bertawakkal (yakni, berserah diri sambil berusaha sekuat kemampuan).13

13


(31)

Dengan demikian, mengingat-ingat nikmat Allah yang berupa keselamatan dari bencana atau perolehan anugerah yang pernah dialami pada salah satu saat dalam perjalanan hidup manusia, merupakan salah satu objek zikir. Dengan kata lain, sejarah merupakan salah satu objek zikir, guna menjadi pelajaran, yakni guna ditelusuri sebab-sebabnya lalu diteladani bila dampaknya baik dan dihindari bila buruk.

3. Diri Manusia

Cukup banyak ayat al-Qur’an yang yang menyebut manusia sebagai objek zikir. Salah satu dari sekian banyak yang ditekankan al-Qur’an untuk diingat dan direnungkan menyangkut manusia adalah bahwa satu ketika dia pernah tidak hadir di pentas bumi. Allah berfirman:

Yb

6

!QZ04

L =uqNˆ

q 6

+ /V S'A-K

L

s?`)

o)J

Q,

‰n 4%

ی ﻡ

-2

"

“Tidakkah manusia mengingat (berfikir) bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia (sebelum diciptakan itu, dahulu) tidak ada sama sekali (dalam wujud ini)?” (QS. Maryam: 67)

Di tempat lain Allah berfirman:

?s-7

W9 Š 6

9'<

wL =u‹Nˆ

r [ +

KL M

:!7Œ

?@)J

L 1

‰n 4%

T

"04{

3 ,#

"

“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa (yang berkepanjangan ini), sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (yakni belum tercipta/lahir).” (QS. al-Insan: 1)

Ayat-ayat di atas dan semacamnya merupakan perintah kepada manusia untuk merenungkan asal kejadiannya serta perjalanan hidupnya. Bertebaran ayat-ayat serupa


(32)

yang menjadi objek zikir. Di sisi lain Allah Swt. mengecam orang-orang yang melupakan dirinya. Sebagaimana firman-Nya:

X

Ž_ )< 6

ˆ{

{VJ

*•#•J J

*2

X? =uV)<

?@ 1=uQdq 6

?@pq 6

X

AD)<

=A

Dj1 J

W

Y%)_ 6

X

A•S

)<

$ %&

"

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. al-Baqarah: 44)

Dan ditegaskan-Nya bahwa semakin lupa seseorang akan kehadiran Allah, semakin besar pula kelengahannya terhadap dirinya, Allah mengingatkan bahwa:

Yb

q

1)<

%"

…u'‹

?@†J=u‹

)_

?@

=‘Qdq 6

W

’F

)J

“6

@

7

e QSju %d J

45

6

"

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Hasyr: 19)

Siapa yang melupakan kebesaran Allah dan sifat-sifat-Nya yang agung, sebagaimana tercermin dalam al-Asma’ al-Husna, yang sebagian darinya dikemukakan pada lanjutan ayat-ayat QS. al-Hasyr di atas, pastilah akan melupakan diri-Nya. Sifat-sifat Allah yang agung itu, tidak dapat dijangkau oleh manusia, dan dalam saat yang sama mempunyai dampak pada semua makhluk.

Allah Yang Maha Kuasa itu, tidak membutuhkan sesuatu, tetapi semua makhluk membutuhkan-Nya. Bukan saja dalam mewujudkan makhluk itu, tetapi juga dalam kelangsungan wujudnya. Seseorang yang melupakan ini, akan merasa mampu berdiri sendiri dan ketika itu dia akan berlaku sewenang-wenang, dan lupa bahwa dia sebenarnya


(33)

lemah, miskin, dan tidak berdaya. Sebaliknya seseorang yang menyadari hakikat dirinya sebagai makhluk yang tidak berdaya, dan yang tidak mungkin menciptakan dirinya sendiri, pastilah akan sadar bahwa di balik wujudnya, wujud Pencipta Yang Maha Agung lagi Maha Mengetahui dan hanya kepada-Nya tertuju segala harapan. Dari sini kemudian dia akan selalu mengingat-Nya dengan hati dan pikiran serta dengan lisan dan amal-amal perbuatan. Dari sini pula dapat dikatakan bahwa ayat di atas merupakan perintah untuk berzikir kepada Allah dalam pengertiannya yang luas. Itu sebabnya sehingga sarana untuk berzikir sangat luas, bahkan mencakup seluruh alam raya dan fenomenanya.

Dari statemen di atas dapat disimpulkan dan diperkuat, antara lain, dengan memperhatikan penggunaan kata zikir dengan berbagai bentuknya dalam al-Qur’an.

F. Media dan Waktu Berzikir a. Media Zikir

Seluruh jagat raya dari yang terkecil sampai dengan yang terbesar dijadikan Allah Sw. sebagai sarana untuk berzikir mengingat kepada-Nya. Alam raya dinamai-Nya ayat, yakni tanda yang menunjuk kehadiran-Nya. Alam raya juga dinamai ‘alam seakar dengan kata alamat karena ia berfungsi menjadi alamat yang jelas menunjuk wujud dan kuasa-Nya dan karena itu maka memandang kepada alam raya seharusnya dapat menjadi jangkar bagi kalbu dan nalar untuk mengingat dan “sampai” kepada-Nya.

Dalam konteks ini terbaca dari ayat-ayat al-Qur’an. Bahwa sekian banyak hal yang dapat menjadi sarana atau media yang mengantar manusia mengingat dan berzikir, antara lain:


(34)

1. Fenomena Alam

Ayat-ayat yang berbicara tentang penyembelihan binatang yang dilakukan demi karena Allah dan dalam konteks ibadah dijadikan-Nya juga sebagai salah satu sarana zikir, sesuai firman-Nya:

cksQ` J

, { “6

/V_A-

-G

1=uV

! "04 4 ;J

K@.

n

W9'<

@†) -P T

"L M

-O4*† 2

•o -

qpy

1

75

!

"

“Dan bagi tiap-tiap umat Telah kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang Telah direzkikan Allah kepada mereka …” (QS. al-Hajj: 34)

Melalui binatang, manusia dapat merenung dan mengingat Allah bukan saja karena potensi yang dianugrahkan Allah untuk menundukannya, seperti menunggangi dan memakan dagingnya, tetapi juga merenungkan tentang keistimewaan binatang baik bentuk fisik, kecerdasan, atau susunya; bukan saja pada manfa’at yang dapat diraih manusia tetapi juga di mana susu itu ditempatkan Allah. Dalam QS. an-Nahl [16]: 66, Allah berfirman:

{X*S

?2 1)J

9*

•o -

qpy

/ #?J

)J

2 14•Su”‹

•d–k

9*

} + q

z2

"L

c [ 2

,˜?!)_

™š-\

V , J

^> J )y

›

-.

[*2:! Œ€A ;J

859

--"

“Dan sesungguhnya bagi kamu pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami menyuguhi kamu minum sebagian dari apa yang berada dalam perutnya antara sisa-sisa makanan dan darah, yaitu susu murni. yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” (QS. an-Nahl: 66)


(35)

Maksudnya: “Dan sesungguhnya bagi kamu pada binatang ternak itu (yakni unta, sapi, kambing, dan domba) benar-benar terdapat pelajaran (yang sangat berharga yang dapat mengantar kamu menyadari kebesaran dan kekuasaan Allah). Kami menyuguhi kamu minum sebagian dari apa yang berada dalam perutnya (yakni perut betina-betina binatang itu Kami tempatkan di) antara sisa-sisa makanan dan darah, yaitu susu murni. (Ia tidak bercampur dengan darah walau hanya warnanya, tidak juga dengan sisa makanan walau hanya baunya) mudah ditelan bagi yang meminumnya.”14

Guntur yang tedengar pun seharusnya dijadikan media atau sarana untuk mengingat Allah. Al-Qur’an menyatakan bahwa:

%*+,=uœ

 a ‚!J

}'

aO

•Z

)1F

'A-O J

aL

} + D%d4jK

.

!

"

“Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, dan (demikian pula) para malaikat Karena takut kepada-Nya …” (QS. ar-Ra’du: 13)

Ayat ini, antara lain, bertujuan mengajar manusia agar bertasbih mengingat Allah sebagaimana guruh dan para malaikat itu.

Jadi, dari beberapa ayat di atas, dapat diasumsikan bahwasannya fenomena alam yang terkecil sekalipun seperti rumput yang subur menghijau atau yang telah layu dan mengering, demikian juga sehelai daun yang jatuh dari pohon, kesemuanya dijadikan Allah sebagai sarana berzikir dan mengingat kepada-Nya.

2. Shalat

Al-Qur’an menyebut shalat sebagai media atau sarana dan cara berzikir kepada Allah, sebagaimana firman-Nya:

14


(36)

žG q*S

q 6

Ÿ

b

+ )J*S

¡b*S

o

q 6

9*^a `a

)_

•o

6

'/W 'A¢>J

[8:!£Z

*

:

"

“Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk berzikir mengingat-Ku.” (QS. Thaha: 14)

Maksudnya:“Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah, dan Pencipta serta Pengendali seluruh wujud) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk berzikir mengingat-Ku.

Perlu digarisbawahi bahwa untuk mencapai tujuan yang disebut ayat di atas, maka siapa pun yang melaksanakan shalat, bukan saja dituntut untuk memahami substansi shalat, yang dalam hal ini tidak sekadar seperti yang didefinisikan oleh pakar-pakar hukum Islam, yakni: “Ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam,” tetapi substansi yang ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur’an, yakni pengagungan kepada Allah dan kesadaran tentang perlunya membantu siapa pun yang butuh.

Seandainya substansi yang dimaksud hanya sekadar seperti rumusan ulama fiqih (pakar-pakar hukum Islam) sebagaimana yang telah menyebutkan arti shalat secara istilah di atas, maka tentu Allah tidak menegaskan bahwa shalat dapat mencegah manusia terjerumus dalam kemunkaran. Allah berfirman:

s <

Kžw

“6

-, 4)J*S

i

•A

Dj1 J

•o

6

'/W 'A¢>J

¤e*S

'/W 'A¢>J

WT)‹ )<

wi


(37)

:!)1 O J

1

! "

)

n

# J£Z 6

1

Ÿ

¥o'A

X

/V>)<

;<& ,#

'

"

“Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Ankabut: 45)

Maksudnya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al- Kitab (yakni al-Quran) dan laksanakan shalat (secara bersinambungan dan khusyu’ sesuai dengan rukun, syarat, dan sunnah-sunnahnya). Sesungguhnya shalat (yang dilaksanakan sesuai tuntunan Allah dan rasul-Nya senantiasa) melarang (atau mencegah pelaku yang melakukannya secara bersinambungan dan baik dari keterjerumusan dalam) kekejian dan kemunkaran. (Hal ini disebabkan karena substansi shalat adalah mengingat kebesaran Allah dan mengagungkan-Nya. Siapa yang mengingat Allah dia terpelihara dari kedurhakaan, dosa, dan ketidakwajaran) dan Sesungguhnya mengingat Allah, (yakni shalat) adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadah-ibadah yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu (sekalian senantiasa) kerjakan (baik maupun buruk).”15

Dengan penjelas firman-firman Allah di atas, bisa dikatakan bahwa shalat berfungsi sebagai media atau sarana zikir sekaligus zikir itu sendiri. Ini tentu saja baru berlaku jika shalat tersebut dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulullah Saw. hal ini dapat terbaca, antara lain, dalam firman-Nya yang mengidentikan shalat Jum’at dengan zikir. Allah berfirman:

15


(38)

]

) *S

¦ \ q

/W 'A¢>A J

L

š?

-

OQ§ J

? -

.

)_

W9'R*S

:! "

n

T)

-¨ 4 , J

= >

6

"

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, Maka bersegeralah menuju zikrullah atau mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (QS. al-Jumu’ah: 9)

Maksudnya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru (yakni dikumandangkan adzan oleh siapa pun) untuk menunaikan shalat pada (Zhuhur) hari Jum'at, Maka bersegeralah (kuatkan tekad dan langkah, jangan bermalas-malasan apalagi mengabaikannya untuk) menuju zikrullah atau mengingat Allah (yakni menghadiri shalat dan khutbah Jum’at) dan tinggalkanlah jual beli (yakni segala macam interaksi dalam bentuk dan kepentingan apa pun, bahkan semua yang dapat mengurangi perhatian terhadap upacara Jum’at).16

b. Waktu Berzikir

Di atas telah disinggung bahwa fenomena alam, kejadian yang berada dalam kontrol dan di luar kontrol manusia, hendaknya dapat dijadikan sarana berzikir. Ini berarti berzikir dapat dilakukan kapan dan di mana saja. Dari sini kitab suci al-Qur’an memerintahkan manusia agar banyak berzikir, yakni mengingat dan merenung kapan saja dan dalam keadaan apa pun. Sekian banyak ayat al-Qur’an yang mengandung perintah

16


(39)

berzikir dan bertasbih dengan menyebut kalimat yang secara harfiah berarti pagi dan petang atau siang dan malam, seperti firman-Nya:

' )*+,-.

/ !012

3%4 5 6

#

(

"

“Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (QS. al-Ahzab: 42). atau firman Allah yang liannya:

a%*+,-.

f

aO

•Z

-,*'2 T

ežjF-

J

*2

:! %`?2Nˆ

?ﻡ@

''

"

“… dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.” (QS. al-Mu’min: 55)

Kata pagi dan petang pada ayat-ayat ini, ada yang membatasinya pada kedua waktu itu saja, bahkan membatasi perintah itu dalam arti shalat Shubuh, Zhuhur, dan Ashar, tetapi pemahaman yang lebih sesuai adalah perintah untuk berzikir menyucikan Allah sepanjang hari dan malam. Makna ini sejalan dengan firman-Nya dalam QS. Ali Imran [3]: 191 yang memuji Ulul Albab dengan melukiskan mereka sebagai:

X

! "04

$O

\

V\

W9'<

?@*†*2

G

3

*

6

"

“… Berzikir mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring ….” (QS. ali Imran: 191)

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa tidak ada waktu dan kondisi tertentu di mana zikir tidak dapat dilakukan. Memang ada ibadah-ibadah lain yang memiliki waktu dan cara pelaksanaannya tersendiri, katakanlah seperti shalat yang tidak diperkenankan, misalnya setelah shalat Shubuh sebelum naiknya matahari sepenggalahan, atau haji yang


(40)

mempunyai tatacara dan waktu tertentu. Nah, karena zikir tidak mengenal waktu, tempat, dan tata cara yang mengikat, maka seperti sabda Nabi Saw:

ABC4A Cﻡ BC4Cﻡ A?CﻡC D$E C E C?Eﻡ E ACC AFC, C G#EH E AEI C J J AKCیC# D.C=A%Cﻡ C.C=CL A?Cﻡ

D$E C E C?Eﻡ E ACC AFC, C G#EH E AEI C J J AKCیC#

M M < N

"

“Siapa yang duduk pada satu tempat duduk sedang dia tidak berzikir kepada Allah, maka dia tidak memperoleh sesuatu kecuali penyesalan, dan siapa yang berjalan di satu jalan sedang dia tidak berzikir kepada Allah, maka dia tidak memperoleh sesuatu kecuali penyesalan” (HR. Abu Daud melalui Abu Hurairah ra.)

Oleh karena itu, setiap saat dan dalam situasi apa pun seseorang diminta untuk berzikir. Teks-teks al-Qur’an dan Sunnah yang di kutip di atas cukup mendukung pernyataan ini, apalagi zikir, sebagaimana dikemukakan sebelum ini, mencakup banyak cara dan diundang oleh fenomena alam yang disaksikan serta kondisi apa pun yang dialami.


(41)

BAB III

PROFIL Dr. QURAISH SHIHAB

A. Sejarah Hidup dan Kepribadian Dr. Quraish Shihab

Muhammad Quraish Shihab lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, pada tanggal 16 Februari 1994. telah memberikan perubahan besar bagi dunia khususnya di bidang Ilmu Tafsir. Sebagaimana nama Shihab, adalah keturunan Arab. Dari seorang ayah yang bernama Abdurrahman Shihab (1905-1986) beliau telah sangat berhasil mendidik putra-putrinya. Ayahanda Quraish Shihab merupakan guru besar Tafsir, juga seorang wiraswastawan, dan juga beliau menjadi mubaligh yang sedari muda gemar berdakwah dan mengajar ilmu-ilmu keagamaan.17

Sebagaimana telah dibuktikan dengan pernyataan Quraish Shihab mengomentari kepribadian ayahanda Abdurrahman Shihab sebagai berikut, bahwa beliau seringkali mengajak anak-anaknya bersama. Pada saat-saat yang seperti inilah beliau menyampaikan petuah-petuah keagamaannya. Banyak dari petuah itu yang kemudian saya ketahui sebagai ayat-ayat Qur’an atau petuah Nabi, sahabat, atau pakar-pakar al-Qur’an yang kemudian sampai detik ini masih terngiang di telinga saya. Dari sanalah benih kecintaan detik kepada studi al-Qur’an mulai tersemai di jiwa saya.18

Quraish mendapatkan motivasi awal dan benih kecintaan terhadap bidang studi tafsir karena ayahnya yang sering mengajak anaknya duduk bersama. Pada saat seperti inilah sang ayah menyampaikan nasihat yang kebanyakan berupa ayat Al-Qur’an.

17

M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2003), h. vii.

18

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2003), h. vii


(42)

Adapun mengenai perjalanan pendidikannya, beliau memulai pendidikan formalnya dari sekolah dasar di Makassar. Setelah itu ia melanjutkan studi disekolah lanjutan tinggi pertama di kota Malang sambil “nyantri” di Pondok Pesantren Darul Hadis al- falaqiyah di kota yang sama. Untuk lebih mendalami studi keislamannya, Quraish dikirim oleh ayahnya ke al-Azhar, Cairo, pada tahun 1958 dan diterima dikelas dua tsanawiyah.

Kemudian ia melanjutkan studi ke Universitas al-azhar pada fakultas Ushuluddin jurusan tafsir dan hadis. Pada tahun 1967 ia meraih gelar Lc (setingkat sarjana S-1). Dua tahun kemudian (1969) Quraish berhasil meraih gelar M.A. pada jurusan yang sama dengan tesis berjudul al-Ijaz at-Tasyi’I li al-qur’an al- karim (kemukjizatan Al- qur’an al-karim dari segi Hukum).

Pada tahun 1973 ia dipanggil pulang ke Makassar oleh ayahnya yang ketika itu menjabat rektor untuk membantu mengelola pendidikan IAIN Alauddin. Ia menjadi wakil rektor bidang akademis dan kemahasiswaan sampai 1980.

Disamping menduduki jambatan resmi itu, ia juga sering mewakili ayahnya yang uzur dalam menjalankan tugas pokok tertentu. Berturut-turut setelah itu, Quraish diserahi berbagai jabatan, seperti koordinator perguruan tinggi Swasta Wilayah VII Indonesia Bagian Timur. Dan pembantu pimpinan kepolisian Indonesia Timur dibidang pembinaan mental. Di celah-celah kesibukannya ia merampungkan beberapa tugas penelitian, antara lain penelitian dengan tema “Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur” (1975) dan masalah Wakaf Sulawisi selatan”(1978).

Untuk mewujutkan cita-citanya mandalami studi tafsir, pada 1980 Quraish kembali menuntut ilmu ke almameternya, al-Azhar mengambil spesialisasi dalam studi


(43)

tafsir al-qur’an. Ia hanya melakukan waktu 2 tahun untuk meraih gelar doktor dalam bidang ini. Disertasinya yang berjudul Nazm ad-Durar li al-biqa’i Tahqiq wa dirasah ( kajian kitab Nazm ad-Durar (Rangkaian Mutiara) karya al-Biqa’i berhasil dipertahankan dengan pridikat summa cum laude dan memperoleh penghargaan mumtaz ma’a martabah asy-syaraf al-ula (sarjana teladan dengan prestasi istimewa).

Setelah pulang ketanah air, Quraish kembali mengabdi di tempat tugasnya semula, IAIN Alauddin Makassar. Namun, 2 tahun kemudian (1984) ia ditarik ke Jakarta sebagai dosen pada fakultas Ushuluddin dan program pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah.

Karena keahliannya dalam bidang kajian Al-Qur’an Quraish tidak memerlukan waktu lama untuk dikenal di kalangan masyarakat intelektual Indonesia. Dalam waktu singkat ia segera dilibatkan dalam berbagi forum nasional antara lain menjadi ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI: 1984), anggota Lajnah pentashih Mushaf al-Qur’an Departemen Agama (1989), dan anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN: 1989). Selain itu juga aktif berbagai organisasi, seperti organisasi penghimpunan ilmu-ilmu syariat, konsorsium ilmu-ilmu agama Depdibud, dan Ikatan Cendekiawan Muslim se-indonesia (ICMI).

Disamping itu ia tetap memberikan ceramah keagamaan dalam berbagai forum dan menghindari berbagai kegiatan ilmiah, baik didalam maupun di luar negeri. Pada tahun 1993 pemerintah mempercayakan untuk mengemban tugas sebagi rektor IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selain itu ia juga menjadi direktur Pendidikan Kader Ulama (PKU), yang merupakan salah satu usaha MUI untuk membina kader ulama di tanah air. Quraish juga pernah memangku jabatan menteri Agama RI pada Kabinet Pembangunan


(44)

VII (1997-1998). Ia kemudian diangkat pemerintah RI menjadi duta besar RI untuk Mesir (1999-2003). Selanjutnya ia kembali UIN Jakarta sebagai guru besar.19

B. Karya-karya Dr. Quraish Shihab Yang Berkaitan Dengan Zikir.

Disela-sela kesibukannya itu, dia juga terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah di dalam maupun luar negeri. Yang tidak kalah pentingnya, Quraish Shihab juga aktif dalam kegiatan tulis-menulis. Beliau merupakan seorang penulis yang produktif yang menulis berbagai karya ilmiah yang berupa artikel dan majalah maupun buku-buku yang diterbitkan. Quraish Shihab menulis berbagai tulisan dan di berbagai wilayah kemudian dipaparkan segala permasalahan kehidupan dalam konteks kemasyarakatan Indonesia kontemporer.

Di bidang intelektual, kontribusinya terbukti dari beberapa karya tulisnya. Karyanya berupa artikel singkat muncul secara rutin pada rubric “Pelita Hati” dalam surat kabar Pelita, dan pada rubric “Hikmah” dalam surat kabar Republika, adapun yang berupa urutan tafsir muncul pada rubrik “tafsir al-Amanah” dalam majalah Amanah, yang kemudian dikompilasikan dan diterbitkan menjadi buku dengan judul Tafsir al-Amanah Jilid I. sejumlah makalah dan ceramah tertulisnya sejak 1975 dikumpulkan dan diterbitkan dalam bentuk dua buah buku dengan judul “Membumikan Al-Quran” (Mizan, 1992) dan Lentera Hati (Mizan, 1994). Karya lainya ialah:

1. Membumikan Al-Qur’an; fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat (1992).

19

Hati, Lentera, Biografi Quraish Shihab, artikel diakses pada 1 Februari 2009 dari


(45)

2. Tafsir Al-Amanah (1992).

3. Studi Kritis Tafsir Al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang: IAIN Alaudin, 1984).

4. Sejarah Ulum Al-Qur’an (1994).

5. Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat (1996). 6. Mahkota Tuntunan Illahi (Tafsir Surat Al-Fatihah, 1996 Jakarta: Utagma, 1988). 7. Lentera Hati Kisah dan Hikmah Kehidupan (1996).

8. Haji Mabrur bersama Quraish Shihab (1997).

9. Mu’jizat al-Qur’an Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib (1998).

10. Hidangan Ilahi; Ayat-ayat Tahlil (1997). 11. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim (1997).

12. Menyikap Ta’bir Ilahi Asma’ul Husna Dalam Perspektif Al-Qur’an (1998). 13. Fatwa-fatwa Seputar Ibadah dan Mu’amalah (1999).

14. Fatwa-fatwa Seputar Al-qur’an dan Hadits (1999). 15. Fatwa-fatwa Seputar Wawasan Agama (1999).

16. Yang Tersembunyi, Jin, Iblis, Setan dan Malaikat Dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah (1999).

17. Fatwa-Fatwa Seputar Tafsir Al-qur’an (2000).

18. Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987). 19. Secercah Cahaya Ilahi (2000).


(46)

21. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2000).

yang merupakan karya terbesarnya, dan yang penulis jadikan sumber primer dalam sekripsi ini.

Karya Quraish Shihab yang berhasil dipaparkan pada bagian ini tentunya belum dapat mewakili karya-karyanya yang belum disebutkan, baik berupa makalah, rubrik, artikel dalam berbagai surat kabar maupun majalah.

C. Biografi Tafsir Al-Misbah

1. Tafsir al-Misbah. Oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab dan diterbitkan oleh Lentera Hati.

Tafsir al-Misbah adalah sebuah tafsir al-Quran lengkap 30 Juz pertama dalam kurun waktu 30 tahun terakhir yang ditulis oleh tafsir terkemuka Indonesia. Warna keindonesiaan penulis memberi warna yang menarik dan khas serta sangat relevan untuk memperkaya khasanah pemahaman dan penghayatan umat Islam terhadap rahasia makna ayat Allah SWT.

Tafsir al-Misbah terdiri dari 15 Jilid, yaitu jilid 1 terdiri dari surah al-Fatihah sampai dengan al-Baqarah, Jilid 2 surah Ali Imran sampai dengan an-Nisa, jilid 3 surah al-Maidah, jilid 4 surah al-An’am, jilid 5 surah al-A’raf sampai dengan at-Taubah, jilid 6 surah Yunus sampai dengan ar-Raa’d, jilid 7 surah Ibrahim sampai dengan al-Isra, jilid 8 surah al-Kahf sampai dengan al-Anbiya, jilid 9 surah al-Hajj sampai dengan al-Furqan, jilid 10 surah asy-Syu’ara sampai dengan al-‘Ankabut, jilid 11 surah ar-Rum sampai


(47)

dengan Yasin, jilid 12 surah as-Saffat sampai dengan az-Zukhruf, jilid 13 surah ad-Dukhan sampai dengan al-Waqi’ah, jilid 14 surah al-Hadad sampai dengan al-Mursalat, dan jilid 15 surah Juz A’mma.20

2. Isi ringkas kata pengantar

M.Quraish Shihab memulai dengan menjelaskan tentang maksud-maksud firman Allah swt. sesuai kemampuan manusia dalam menafsirkan sesuai dengan keberadaan seseorang pada lingkungan budaya dan kondisisosial dan perkambangan ilmu dalam menangkap pesan-pesan al-Quran. Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecendrungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu.

Karena sebagai seorang mufassir di tuntut untuk menjelaskan nilai-nilai itu sejalan dengan perkembangan masyarakatnya, sehingga al-Quran dapat benar-benar berfungsi sebagai petunjuk, pemisah antara yang haq dan bathil serta jalan keluar bagi setiap problem kehidupan yang dihadapi, Mufassir dituntut pula untuk menghapus kesalah pahaman terhadap al-Qur’an atau kandungan ayat-ayat.

M. Qurish Shihab juga memasukkan tentang kaum Orientalis mengkiritik tajam sistematika urutan ayat dan surah-surah al-Quran, sambil melemparkan kesalahan kepada para penulis wahyu. Kaum orientalis berpendapat bahwa ada bagian-bagian al-Quran yang ditulis pada masa awal karir Nabi Muhammad saw.21 Contoh bukti yang dikemukakannya antara lain adalah: QS. Al-Ghasiah. Di sana gambaran mengenai hari kiamat dan nasib orang durhaka, kemudian dilanjutkan dengan gambaran orang-orang yang taat.

20

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Lentera Hati: Jakarta, 2002), jilid 1, h. xxi

21

Tim Cendikiawan Muslim, Ensiklopedi Islam, (PT. Ichtiar Baru Van Hoeve: Jakarta) Jilid 7, h. 12.


(48)

Kemudian beliau mengambil tokoh-tokoh para ulama tafsir, tokoh-tokohnya seperti: Fakhruddin ar-Razi (606 H/1210 M). Abu Ishaq asy-Syathibi (w. 790 H/1388 M), Ibrahim Ibn Umar al-Biqa’I (809-885 H/1406-1480 M), Badruddin Muhammad ibn Abdullah Az-Zarkasyi (w 794 H) dan lain-lain yang menekuni ilmu Munasabat al-Quran/keserasian hubungan bagian-bagian al-Quran, mengemukakan bahkan membuktikan keserasian di maksud, paling tidak dalam 6 hal:

a. Keserasian kata demi kata dalam satu surah.

b. Keserasian kandungan ayat dengan fashilat yakni penutup ayat. c. Keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya.

d. Keserasian uraian awal satu surah dengan penutupnya. e. Keserasian penutup surah dengan uraian surah sesudahnya. f. Keserasian tema surah dengan nama surah.

3. Sekilas Tentang Isi Tafsir

A. Metodologi yang digunakan oleh M. Quraish Shihab.

M. Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya menggunakan metode tafsir maudhui (tematik) yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat al-Quran yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat tersebut, dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan.22

22

Dr. Nashruddin Baidan, Metodelogi Penafsiran Al-Quran, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998), h. 23


(49)

Menurutnya, dengan metode ini pendapat al-Quran tentang berbagai masalah kehidupan dapat diungkap sekaligus dapat di jadikan bukti bahwa ayat al-Quran sejalan dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyrakat.

Metode maudu’i ini memiliki beberapa keistimewaan antara lain:

a. Menghindari problem atau kelemahan metode lain yang di gambarkan.

b. Menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadits nabi satu cara terbaik dalam menafsirkan al-Quran.

c. Dapat membuktikan bahwa persoalan yang disentuh al-Quran bukan bersifat teoritis semata-mata. Ia dapat memperjelas kembali fungsi al-Quran sebagai kitab suci.

d. Metode ini memungkinkan seseorang untuk menolak anggapan adanya ayat-ayat yang bertentangan dalam al-Quran. Ia sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat-ayat al-Quran sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.23

B. Beberapa pendekatan penafsiran dalam kitab tafsir al-Misbah a. Ayat dengan ayat

Tafsir surah al-Baqarah ayat 63

*S

q04)y 6

?@ 1)S )$4

)_ T

@ 1) ? )_

T 9zJ

4

y

@ 1 /V©)<

ª/‚ QS*2

! "

+\ _

?@ 1ŸA-

)J

X QSmD)<

$ %&

-!

"

23


(50)

“Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari kamu dan kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada didalamnya, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 63)

Ayat ini berbicara tentang peristiwa yang mereka alami ketika menolak melaksanakan kandungan kitab suci taurat. Ketika itu, Allah memerintahkan malaikat mengangkat gunung Thunsina ke atas kepala mereka.

Tafsir surah al-Baqarah ayat 93

*S

q04)y 6

?@ 1)S )$4

)_ T

@Q`) ? )_

T 9zJ

4 K

@Q`

©)<

ª/‚ QS*2

-O.

J

)

d%

\=>

2:!a “6

9*

@*†*2

A

Ysa§

J

?@ 7:! dQ`*2

W

?s

-O=u Œ*2

@QZ !

_

d} +*2

?@ 1 V -O *S

X*S

oDV "

•[

)v

&

$ %

6!

"

“Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari kamu dan kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!" mereka menjawab: "Kami mendengar tetapi tidak mentaati". dan Telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: "Amat jahat perbuatan yang Telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat).” (QS. Al-Baqarah: 93).24

b. Munasabah akhir surah dengan awal surah

24

Hati, Lentera, Biografi Quraish Shihab, artikel diakses pada 1 Februari 2009 dari


(51)

Surah an-Naba ayat 40

q*S

?@ 1

q?T%4q 6

‰2

%4

V` :!)

š?

!…Q

?!-O J

aN

‡ )

'

-Š QS

! _ )1 J

žG p 4'A

QN

"

q2 !

<

O&9

P

"

“Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata:"Alangkah baiknya sekiranya dahulu adalah tanah.” (QS. An-Naba: 40).

Akhir surat an-Naba ini menguraikan tentang keinginan orang-orang kafir untuk tidak wujud sebagai manusia tetapi sebagai tanah atau tidak dibangkitkan dari kubur dan tetap berada di sana menyatu dengan tanah.

Surah an-Naziat 1

N

:8 {VJ

- ?!%ƒ

;Q 9

"

“Demi (Malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras”. (QS. an-Naziat: 1)

Awal surah an-Naziat ini menguraikan tentang Malaikat-malaikat yang mencabut nyawa manusia baik yang mukmin atau yang kafir.25

25


(52)

BAB IV

KONSEP ZIKIR MENURUT Dr. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH

B. Bacaan-bacaan Zikir yang Dianjurkan Dalam al-Qur’an dan Tafsir Al-Misbah Banyak sekali bacaan-bacaan zikir yang dianjurkan dalam al-Qur’an, diantaranya seperti:

i. QS. al-Baqarah (ayat 255) atau sering disebut juga dengan ayat Kursi.

Ÿ

b

+ )J*S

¤b*S

7

ž-® J

„ v4)S J

W

Yb

C' 4

y_ )<

r

j.

Yb

r„?

q

W

C+ J

9*

@

-OuuJ

9*

wx?Tpy

1

L

)

8

¨%da€/œ

dC'- V

¤b*S

} + q

*¯*2

W

@'A

•[ 2

o*†

6

?@†%d_A-K

Yb

X

z\j)

6 ž-F*2

aL M

d} + O_A

¤b*S

-O*2

%

W

-¨j.

+v4j.?! "

@

-OuuJ

x?Tpy

Yb

C'\

n

°†…Q d +

W

7

9<-

J

¥o\ Q-

J

$ %&

(''

"

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di


(53)

belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. al-Baqarah: 255)

Ayat di atas memaparkan sekian sifat-sifat Allah. Tetapi itu dipaparkan sedemikian rupa, sehingga menampik setiap bisikan negatif yang dapat menghasilkan keraguan tentang pemeliharaan dan perlindungan-Nya.

Adapun mengenai sifat-sifat Allah yang dimaksud adalah:

Allah (1) tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia (2) Yang Maha Hidup (3) Maha Kekal (4) yang terus-menerus mengurus makhluk-Nya (5) Dia (6) Tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya. (7) Apa yang ada di langit dan di bumi, tiada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya (8) tanpa seizin-Nya (9) Dia (Allah) (10) mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka dan mereka tidak mengetahui sesuatu dari ilmu-Nya (11) melainkan apa yang dikehendaki-Nya (12) Kursi (ilmu/kekuasaan) Nya (13) meliputi langit dan bumi. Dia (15) Maha Tinggi (16) Lagi Maha Besar (17). Dia tidak merasa berat memelihara keduanya.26

ii. Akhir QS. al-Baqarah (ayat 285-286)

KL

Š .‚!J

-O*2

Š:8q“6

+ 4)J*S

L

} +*'2‚T

X

)O J

W

Rs "

KL

n

*2

} + p)1F

'A

} +*,p "

} 6*

. T

Yb

±:•!%dq

•[ 2

, -+ 6

L M

} 6*

.vT

W

26

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), vol.1, h. 483-484.


(54)

J

)

O-.

/V

) 6

-, q

! d ƒ

/Vm2 T

’ 4)J*S

#!j>-O J

Yb

A)1

Ÿ

³u d q

¤b*S

-†-

.

W

-†)J

aN `=u%"

?#'A

aN `=u p "

1

/Vm2 T

Yb

q04 y

%)

<

X*S

\ju•‹

6

q_ )zK 6

W

/Vm2 T

Yb

?s O))<

\'A

‰!a5*S

-O%"

C+ p_A-O-+

9'<

L

*A?`)

W

m2 T

Yb

/V_A 7O-)

<

Yb

) )

)

/V)J

} +*2

a

{V

?! d ƒ

/V)J

aO-+?T

W

=Nq 6

J)J?

q?!…>q

)_

9'<

š? )S J

• ! d %` J

$ %&

(R'

-

(R-"

“Rasul Telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhan-nya. Orang-orang mukmin pun semuanyatelah beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pundari rasul-rasul-Nya, dan mereka telah mendengardan patuh. “Kami mohon ampunan-Mu wahai Tuhan kami dan hanya kepada-Mu tempat kembali.”

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat pahala yang diusahakannya dan ia mendapat siksa yang dikerjakannya. Tuhan Kami! Janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami keliru. Tuhan kami! Janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Tuhan kami! Janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Ma'afkanlah kami; Lindungilah kami dan rahmatilah kami. Engkau adalah pelindung kami, menangkan kami menghadapi orang-orang kafir.” (QS. al-Baqarah: 285-286)


(55)

Maksudnya: Rasul Telah beriman kepada apa (yakni al-Quran dan wahyu-wahyu lainnya) yang diturunkan kepadanya dari Tuhan (Pemelihara dan Pembimbing)-nya. (Keimanan itu sedemikian mantap setelah beliau mengalami sendiri kehadiran Malaikat Jibril membawa wahyu Ilahi, dan setelah sebelumnya beliau diberi tanda-tanda oleh Allah Swt.). Orang-orang mukmin pun (demikian). Semuanya, (yakni Nabi Muhammad Saw. dan orang-orang mukmin), telah beriman kepada Allah, (yakni percaya bahwa Dia wujud dan Maha Esa, Maha Kuasa. Tidak ada sekutu bagi-Nya; Dia menyandang segala sifat sempurna dan Maha Suci dari segala kekurangan; mereka juga percaya tentang adanya) malaikat-malaikat-Nya, (yang merupakan hamba-hamba Allah yang taat melaksanakan segala apa yang diperintahkan kepada mereka dan menjauhi seluruh larangan-Nya, demikian juga mereka percaya dengan) kitab-kitab-Nya (yang diturunkan-Nya kepada para rasul, seperti Zabur, Taurat, Injil, dan al-Qur’an), dan (juga percaya kepada) rasul-rasul-Nya, (sebagai hamba-hamba Allah yang diutus membimbing manusia ke jalan yang lurus dan diridhai-Nya. Rasul Saw. bersama orang-orang mukmin berkata dengan sepenuh hati dan keyakinan yang dibuktikan oleh kenyataan amal mereka bahwa):

"Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", (dalam hal kepercayaan kami terhadap mereka sebagai utusan-utusan Allah), dan mereka (juga mengatakan: “Kami dengan apa yang Engkau perintahkan, ya Allah, baik melalui wahyu yang terdapat dalam al-Qur’an maupun yang disampaikan melalui ucapan Nabi-Mu) telah mendengar (yakni memahami) dan patuh (melaksanakan perintah-perintah-Mu dan menjauhi larang-larangan-Mu.” Dan dengan rendah hati mereka berkata juga kendati telah melaksanakan tuntunan-Nya), “Kami mohon


(1)

BAB V PENUTUP

Tuhan telah menciptakan dunia beserta isinya dan manusia diciptakan dari tanah yang kemudian disempurnakan dan ditiupkan roh atau nyawa oleh Tuhan, maka hiduplah manusia. Jadi, yang sebenarnya hidup itu bukan badan, akan tetapi roh atau nyawa yang dihembuskan ke dalam tubuh manusia oleh Tuhan Maha Pencipta. Semua makhluk yang digolongkan hidup, adalah bilamana mereka bernafas, kalau tidak bernapas berarti mati, karena semua organ dan sel-sel tubuh tidak berfungsi lagi.

Oleh karena itu, janganlah manusia itu mengira bahwa ia dilepaskan begitu saja hidup di dunia dengan sia-sia, dibiarkan tidak beraturan, semaunya saja, tidak merasa diawasi atau dikontrol, bagaikan hewan bintang saja, yang tidak punya peraturan tata tertib dan kesopanan. Tentunya tidak, karena manusia itu diciptakan sebagai makhluk yang berakal pikiran, tetapi dijadikan Tuhan dengan mempunyai tujuan hidup, tugas hidup dan diawasi dengan teliti dan cermat sekali dan nanti pada suatu waktu di tempat yang tertentu, pasti ia kelak mempertanggungjawabkan segala tindak-tanduk amal perbuatannya dihadapan Tuhan yang telah memberikan hidup dan kehidupan serta syarat hidup kepadanya.

Akan tetapi kalau akal pikiran itu digunakan oleh manusia dengan sebaik-baiknya, tentunya sekalipun manusia itu sudah terjerumus ke dalam kemaksiatan yang membuat Allah murka, maka kemaksiatan itu akan terhentikan dan kemurkaan Allah pun akan terhapuskan, dengan cara bertobat dan senantiasa berzikir kepada Allah dalam setiap saat. Karena zikir adalah merupakan sarana untuk mengembalikan kesucian hati.


(2)

Dan kalau itu sudah dilakukan, maka secara otomatis manusia pun akan kembali kesucian atau fitrah asalnya. Hal ini bisa terwujud, karena Allah memiliki sifat Maha Pengampun bagi setiap hamba-Nya yang mau kembali kejalan-Nya.

A. KESIMPULAN

Zikir itu sudah berabad-abad dilakukan oleh umat manusia yang beriman kepada Allah Swt, yang maksudnya untuk selalu ingat kepada-Nya dan mohon ridho-Nya. Istilah zikir dalam agama lain atau ilmu pengetahuan disebut antara lain seperti meditasi, semadi, konsentrasi dan lain-lainnya. Yang pada hakikatnya tidak lain adalah bermohon kepada Yang Maha Kuasa agar mereka selalu diberikan petunjuk dan perlindungan-Nya.

Mendekatkan diri kepada Yang Maha Agung melalui zikir bagaikan seseorang yang mendekati suatu sinar terang, yang makin dekat makin terang dan mampu berbuat banyak dibanding dengan di tempat yang kurang mendapatkan cahaya atau gelap.

Orang yang dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa selalu mampu berbuat lebih baik prestasinya dari pada orang yang biasa saja. Dengan selalu berzikir itu alam akal pikirnya terang dan jernih karena dekat dengan Yang Maha Sumber Nur Ilahi, yang bersifat Maha Sempurna, Maha intelek, Maha Tahu. Sebenarnya orang berpikir itu mengikutkan seluruh organ tubuhnya, sehingga kebenaran-kebenaran yang terpancar dari Nur Ilahi tadi tersalur dalam sebuah tubuhnya, yang menyebabkan segala sepak terjang dan hasil karyanya akan bermutu tinggi, mulia dan luhur.

Tiap orang beriman akan selalu mendekatkan diri dengan cara biasa seperti iman, taqwa, tawakkal serta zikir sesuai dengan kemampuannya, sehingga tingkat-tingkat alam pikirnya itu berbeda-beda dan bervariasi menurut pola rencananya. Makin dalam tingkat


(3)

zikirnya akan mempunyai kemungkinan yang makin besar dan prestasinya seperti kesempurnaan budi, keluhuran, keindahan dan lain sebagainya yang baik. Tidak ada kerugian bagi seseorang yang mendekatkan diri kepada Allah Swt, melainkan keuntungan yang akan banyak diperoleh.

B. SARAN

Sebagaimana manusia ketika dilahirkan ke dunia dalam keadaan suci atau bersih hatinya dari kotoron kemaksiatan dan dosa, begitupun dengan Islam yang senantiasa membimbing manusia kejalan kebenaran yang dapat mewujudkan atau mengembalikan kesucian hati tersebut. Untuk itu, penulis mencoba memberikan saran baik kepada Fakultas Islam khususnya dan masyarakat Fakultas umum lainnya. Antara lain sebagai berikut:

1. Dalam urusan pendidikan terhadap masyarakat umum dan masyarakat kampus, hendaknya Fakultas Dakwah menjadi wadah terhadap perkembangan kejiwaan dengan sebenar-benarnya yang mewujudkan prilaku sakinah dalam tataran aplikasi, baik dikalangan akademik maupun sekitar kampus.

2. Dalam hal ini Fakultas Dakwah juga berperan sebagai pelopor dan penunjang sarana dakwah bagi mahasiswa yang mencoba untuk komitmen terhadap permasalahan dan pelayanan bagi umat.

3. Adapun dakwah yang dimaksud adalah dakwah Islam. Karena Islam adalah agama yang universal dan dapat dijadikan sebagai sumber acuan dan sumber hukum di tengah masyarakat yang global ini.


(4)

4. Untuk keefektivan hendaknya mahasiswa dakwah senantiasa mengingatkan diri dan masyarakat terdekatnya untuk senantiasa berzikir (ingat terhadap kewajiban yang diberikan oleh Allah), dan bertafakur (berfikr terhadap kebesaran dan keagungan Allah) dalam setiap waktu.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

‘Atha’illah, Ibn, Zikir: Penentram Hati, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006). Azzan, Ahmad, Metodologi Ilmu Tafsir, Tafakur, (Bandung, 2007).

Baidan, Nashruddin, Metodelogi Penafsiran Al-Quran, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998).

Bukhari, Imam, Shahih al-Bukhari, (Semarang: Thaha Putra).

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993). Ghazali, Abu Hamid, Ihya Ulum al-Din, (Beirut: Dar al-Qalam).

Hati, Lentera, Biografi Quraish Shihab, artikel diakses pada 1 Februari 2009 dari http://www.lenterahati.com.

Kabbani, Syekh Muhammad Hisyam, Energi Zikir dan Salawat, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007).

Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2003).

---, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2000).

---, Wawasan Al-Qur’an Tentang Zikir dan Doa, (Jakarta: Lentera Hati, 2006).

Tim Cendikiawan Muslim, Ensiklopedi Islam, (PT. Ichtiar Baru Van Hoeve: Jakarta). Zubaidin, HM Munadi, The Power of Dzikir: Terapi Dzikir Untuk Kesembuhan dan


(6)