Hubungan Teori Freud Id, Ego, Super Ego Dengan Sastra.

psikoanalisis dianggap dapat disesuaikan dengan hal yang akan digali dari mantra pintu dominan biasanya yang menjadi tumpuan dalam mantra.

C. Hubungan Teori Freud Id, Ego, Super Ego Dengan Sastra.

Psikologi sastra yang digunakan dalam penelitian ini adalah psikologi yang difokuskan kepada mantra . Psikologi sastra mempelajari tentang aspek kejiwaan yang terkandung dalam mantra pintu. Melalui pendekatan objektif, penulis akan memakai teori psikoanalisis Freud. Dalam memahami teori psikoanalisis yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan antara satu sama lain. Freud menciptakan tiga system konflik dasar tersebut yaitu: id, ego,dan Super ego. Id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan, mencari pemuasan segera impuls biologis; ego mematuhi prinsip realita menunda pemuasan sampai bisa dicapai dengan cara yang bisa diterima masyarakat dan super ego hati nurani, suara hati memiliki standar moral pada individu Sobur, 2003 : 305 Id merupakan prinsip dasar pemikiran manusia ketika akan melakukan suatu kegiatan atau efektivitas. Di sini Id berperan degan menggunakan prinsip kesenangan tanpa memikirkan akibat yang terjadi jika melakukan perbuatan tersebut. Ego adalah sebagai penyeimbang antara Id dengan Super Ego. Menurut Fudyartanta 2005 : 84, ego diibaratkan sebagai bola sepak, yang disepak bolak-balik oleh pemainnya, baik teman maupun lawan. Demikian pula dengan ego diterpa oleh tuntutan-tuntutan luar dan masyarakat di suatu pihak dan pihak lain. Oleh tuntutan-tuntutan batin dari ketidaksadaran kolektif. Di sini ego bisa dikatakan sebagai penunda sebelum melakukan suatu aktivitas atau kegiatan sampai perbuatan itu bisa diterima oleh masyarakat. Sedangkan Super Ego merupakan kegiatan yang baik atau positf dan dapat diterima oleh masyarakat. Dalam analisis ini akan dilihat apakah kejiwaan yang terkandung dalam mantra pintu memiliki peran yang berkaitan id, ego, dan super ego. Universitas Sumatera Utara Disadari atau tidak dunia penelitian psikologi sastra awal adalah teori Freud Id,Ego, dan Super Ego. Tetapi dia tidak seharusnya dikatakan sebagai pencetus teori. Hal ini dibuktikan adanya teori lain dalam penelitian psikologi sastra. Misalnya, teori Getstalt dengan besastra model Trial and Error, teori Skinner dengan Psikologi behaviour teori Colridge dengan teori Psikologi Sastra dan Organisme. Dalam teori Gestalt, ia mengembangkan ilusi dan peragaan untuk menunjukkan bahwa persepsi manusia bersifat subjektif dan cenderung holistik. Gestalt mencatat bahwa sinar-sinar berkekuatan tinggi kerangka, kontras, dan teknik ilustrasi lain, dapat digunakan untuk membuat rangsangan kejiwaannya. sedangkan dalam teori skinner mengemukakan dalam pendekatan Behavioural berpijak pada anggapan bahwa kepribadian manusia adalah hasil bentukan dari lingkungan tempat ia berada. Hal ini dikarenakan adanya Respond an stimulus. Dalam teori Coleridge dijelaskan bahwa jiwa manusia organism dan sastra, berhubungan sangat dekat. Ada hubungan Asosiatif yang memancarkan keindahan tertentu. Melalui asumsi bahwa sastra juga hidup seperti organisme, jiwa pun demikian. Jiwa dalam sastra tentu saja tak jauh berbeda dengan kehidupan organism, Secara natural, organism butuh hidup, butuh ruang, butuh iklim, butuh berkembang dan sastra pun begitu. Dalam menggunakan teori Freud dalam konteks analisis sastra khususnya dalam mengkaji mantra pintu pada masyarakat Melayu Batu Bara, penulis pertama sekali membaca dengan cermat teks mantra pintu dan kemudian melakukan penafsiran terhadap mantra yang mengenai aspek kejiwaan. Analisis psikologis yang memiliki hubungan dengan ilmu lain sangat diperlukan pada saat tingkat peradaban mencapai kemajuan, yaitu ketika manusia kehilangan pengendalian psikologis. Sebagian dari kemajuan teknologi mengandung aspek-aspek negatif, hal ini dibuktikan dengan keseluruhan harapan ditumpukan kepada kecanggihan teknologi pada mesin dengan berbagai mekanismenya. Menurut Ratna 2004 : 342, di samping teknologi dengan berbagai akibat sampingannya, lingkungan Universitas Sumatera Utara hidup merupakan salah satu sebab utama terjadinya gangguan psikologi. Oleh sebab itu, psikologi khususnya psikologi analisis, diharapkan mampu untuk menemukan aspek-aspek ketaksadaran yang diduga merupakan sumber-sumber penyimpangan psikologis dan mencari solusinya. Menurut Siswantoro Endraswara, 2008 : 180, “Secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi sebab sebagaimana sudah kita pahami sastra berhubungan dengan dunia fiksi, drama, puisi, essay, yang diklasifikasikan ke dalam seni art, sedangkan psikologi merajuk kepada studi ilmiah tentang perilaku manusia. Pemahaman ini memberikan pemahaman luas bahwa penelitian sastra membutuhkan cara pandang psikologi sastra. Setiap manusia pada umumnya memiliki ketidakmampuan dalam menghadapi masalah. Sehingga permasalahan inilah yang menimbulkan perasaan ketakutan, histeris, traumatik. Manusia yang tidak dapat mendidik dirinya sendiri dalam menghadapi realitas, kesendirian, dan ketidakbedaanya akan menghadapi tekanan mental, stress, frustasi, takut, curiga, was-was dan sebagainya. Dengan kata lain, ,manusia yang terganggu fungsi kehidupannya sehari-hari karena mengalami penderitaan, seperti pikiran-pikiran obsesi, paranoid, histeria, kegilaan atau neurosis. Kondisi demikianlah yang kemudian melahirkan psikoanalisis. Psikologi sebagai ilmu yang menerima atau mempelajari keadaan manusia, sudah barang tentu mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu lain yang sama-sama mempelajari tentang keadaan manusia, termasuk hubungannya dengan sastra. Hubungan antara psikologi dan sastra merupakan hubungan yang sangat erat sekali. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat para tokoh sastra maupun psikologi. Menurut Semi 1989 : 48, “Pemanfaatan teori ini dalam sastra dilakukan oleh kebanyakan pengarang, dengan mengambil pertimbangan dalam pengkajian sifat dan pribadi seseorang”. Sastra sebagai “Gejala kejiwaan”, di Universitas Sumatera Utara dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang dampak lewat prilaku Endraswara, 2008 : 87. Sedangkan Ratna 2004 : 7 mengatakan “Masalah yang perlu dipertimbangkan adalah adanya teori utama sebagai payung yang kemudian dibantu oleh teori-teori lain yang relevan. Lebih-lebih dalam penelitian multi disiplin, seperti sosiologi sastra, dan antropologi sastra, khususnya gabungan beberapa disiplin yang berbeda, menggunakan beberapa teori justru sangat diperlukan”. Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan sastra dengan psikologi sangatlah dekat, meskipun disiplin ilmunya berbeda tetapi saling mendukung dan saling melengkapi. Melalui imajinasi pengarangnya, karya sastra yang diciptakan dapat membangkitkan perasaan tertentu bagi pembacanya. Dengan adanya kaitan yang erat antara aspek psikologis dengan unsur mantra, maka karya sastra yang relevan untuk dianalisis secara psikologis adalah karya-karya yang memberikan intensitas pada aspek kejiwaan. Salah satu karya yang tepat untuk di analisis psikologinya adalah mantra pintu pada masyarakat Melayu Batu Bara. Jika dikaitkan dengan aspek analisis teks sastra, beberapa kategori yang dapat dipakai sebagai landasan pendekatan psikoanalisis sebagaimana dikemukakan Norman H. Holland Fananie, 2001 : 181 adalah sebagai berikut : a. Histeri, manic,dan schizophrenic b. Freud dan pengikutnya menambah dengan tipe perilaku biram, seperti anal, phallic,oral,genital dan uretera. c. Ego-psikologi. Yaitu cara-cara yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan internal dan eksternal yang bisa sama dan juga berbeda untuk tiap-tiap individu. d. Defence,Epectation,fantasy, transformation DEFT. Universitas Sumatera Utara Maksud dari kategori tersebut dalam konteks sastra adalah apakah karakter pelaku dan permasalahan-permasalahan yang mendasari mantra melibatkan unsur-unsur di atas. Darisinilah dapat diketahui fenomena apa yang melatarbelakangi munculnya faktor-faktor kejiwaan dalam diri manusia. Aminuddin Endraswara, 2008 : 17 menjelaskan bahwa, “Fenomenologi adalah pengertian dan penjelasan dari realitas harus dibuahkan dari gejala realitas itu sendiri”. Fenomena manusia dalam sastra pun demikian halnya. Manusia yang ada dalam kenyataan dan manusa imajinatif tetap memiliki kedudukan sama penting. Keduanya tergantung realitas yang membangun makna. Oleh karena itu jiwa manusiapun memiliki realitas tersendiri dalam sastra. Banyak faktor yang menentukan proses berfikir dan sikap yang diambil seseorang dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Faktor inilah yang akan jadi penentu apakah manusia akan mengarungi hidupnya dengan mulus atau sebaliknya. Oleh karena itu, Erich From Fananie, 2001 : 180 berpendapat bahwa “Psikoanalisis mengkaji apakah system berfikir bersifat ekspresif bagi perasaan yang ia tampilkan atau hanya merupakan sebuah rasionalisasi yang tersembunyi di balik sikap-sikapnya”. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

Di dalam penelitian ini digunakan suatu metode yang bertujuan agar penelitian yang dilakukan tersusun secara sistematis. Metode adalah cara berpikir menurut aturan tertentu dan sistem tertentu Sudarto, 1966:41. Dalam metode ini digunakan metode deskriptif.

A. Metode Dasar

Metode dasar adalah metode yang digunakan dalam hal proses pengumpulan data, sampai tahap analisa dengan mengaflikasikan pada pokok permasalahan untuk mendapatkan sesuatu hasil yang baik, sesuai dengan apa yang diharapkan Simanjuntak, 2007 : 10. Metode dasar yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah pemecahan masalah yang akan diteliti dengan menggambarkan atau menuliskan keadaan subjek atau dapat diartikan sebagai objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya Nanawi, 1987:63. Dalam metode deskriptif dilakukan pengamatan data pada waktu tertentu, selanjutnya memilih data yang akan diambil menjadi bahan dan menguraikan datanya, setelah itu menarik kesimpulan. Secara harfiah, penulisan deskripttif adalah penelitian yang dimaksud untuk membuat pengambaran deskripsi mengenai situasi atau kejadian yang ada. Pada penelitian ini, penulis mendeskripsikan nilai-nilai psikologi yang terkandung dalam mantra pintu pada masyarakat Melayu Batu Bara. Universitas Sumatera Utara