Teori Psikologi Sastra Teori yang digunakan

dikemukakan penyair. Pokok pikiran itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. B. Nada Nada merupakan salah satu unsur pembangun puisi. Nada ini juga menempati unsur yang penting dalam penulisan sebuah puisi sebab nada menyangkut masalah sikap penyair kepada pembaca. Nada yang ditampilkan dalam puisi biasanya dapat kita tangkap secara tersirat. C. Amanat Dalam puisi adalah gagasan yang mendasari lahirnya sebuah karya atau dapat juga berarti pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Setiap orang yang mengerjakan sesuatu selalu mempunyai tujuan, walaupun tujuan itu kadang tidak disadari, tetapi jelas bahwa tujuan itu tetap ada. Sadar atau tidak, pasti tujuan itu ada walaupun ruang lingkup lingkungannya kecil atau sebaliknya. Amanat ini juga selalu tergantung pada pandangan dan keyakinan yang dianut oleh penyair serta berupa falsafah hidup, ideologi, hakekat hidup, sikap, dan lain-lain dari seorang penyair.

2. Teori Psikologi Sastra

Kata Psikologi berasal dari bahasa Yunani yakni Psyche dan logos. Psyche artinya jiwa dan logos artinya ilmu pengetahuan. Menurut Kartono 1996 : 13 “Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dan kehidupan psikisjiwa manusia”. Secara etimologi menurut arti kata psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya, dengan singkat disebut ilmu jiwa Ahmadi,1998:1. Sedangkan menurut Gleitman dalam Syah, 1995:8, “Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha Universitas Sumatera Utara memahami perilaku manusia, alasan dan cara mereka melakukan sesuatu, dan juga memahami bagaimana mahluk tersebut berpikir dan berperasaan”. Menurut Endraswara 2008:93, psikologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang objek studinya adalah manusia karena psyche atau psycho mengandung pengertian jiwa. Dengan demikian, psikologi mengandung makna “Ilmu pengetahuan tentang jiwa” Walgito 1985:7. Dimensi jiwa hanya ada dalam diri manusia. Ini berarti bahwa segala aktivitas dalam diri manusia berpusat dari dimensi jiwa tersebut. Masalahnya adalah dimensi jiwa yang bagaimana dalam diri manusia tersebut? Apakah jiwa dalam konteks motif, inteligensi, perasaan, fantasia atau jiwa dalm konteks kekuatan atau energi yang terdapat dalam diri manusia sehingga manusia mempunyai kekuatan untuk mempertahankan hidup, berpikir, berperasaan, dan berkehendak. Berdasarkan beberapa defenisi tentang psikologi maka dapat ditarik kesimpulan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejiwaan dan tingkah laku seseorang sehingga member pengaruh yang baik dan buruk terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam analisis psikologis terhadap mantra pintu penulis menggunakan teori psikoanalisis Freud yaitu membedakan psikologi manusia menjadi tiga macam yaitu : Id, Ego dan Super Ego. Ketiga ranah psikologi ini menjadi dasar pijakan penelitian psikologi sastra. Teori Freud tidak terbatas untuk membahas asal-usul kreatif yang menunjukkan hubungan antara ilmu kedokteran dan sastra. Misalnya, dalam menghadapi seorang pasien untuk mengobati penyakitnya, seorang psikolog melakukan dengan cara berdialog sehingga terungkap depresi mentalnya, yaitu melalui pernyataan-pernyataan ketaksadaran bahasanya. Bahasa inilah dianalisis sehingga menghasilkan kesimpulan dalam pengobatannya, Hal yang sama juga dilakukan terhadap karya sastra. Universitas Sumatera Utara Bahasa dalam sastra terdapat bingkisan makna psikis yang dalam. Maka, dalam memahami bahasa estetis menggunakan psikoanalisis. Teori Freud biasa dimanfaatkan untuk mengungkapkan kekhasan bahasa yang digunakan oleh pengarang. Pada kenyataannya yang sangat dominan untuk diteliti adalah mantra, tetapi perlu disadari bahwa keseluruhan unsur disajikan melalui bahasa. Bagaimana mantra, gaya bahasa , dan unsur-unsur lain yang muncul secara berulang-ulang, jelas menunjukkan ketak -sadaran bahasa dan memiliki arti secara khas. Pandangan Freud, asas psikologis adalah alam bawah sadar, yang disadari secara samar-samar oleh individu yang bersangkutan. Menurutnya, ketaksadaran justru merupakan bagian yang paling besar dan paling aktif dalam diri setiap orang. Tujuan dari psikologi sastra adalah untuk memahami karya sastra yang memahami aspek-aspek kejiwaan di dalamnya. Pemahaman terhada karya sastra tidaklah secara langsung diberikan kepada pembaca tetapi melalui pemahaman terhadap mantra yang ada dalam suatu karya sastra, pembaca dapat memahami perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan, penyimpangan lain yang terjadi dalam mantra tersebut, khususnya dalam kaitannya dengan masalah kejiwaan. Menurut Ratna 2004:343, “ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra, yaitu: a. Memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, b. Memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra, c. Memahami unsur -unsur kejiwaan pembaca. Menurut Jung Ratna, 2004: 347 dalam tesisnya berpendapat bahwa, manusia terdiri atas dua lapisan ketaksadaran, Yaitu ; Universitas Sumatera Utara a. Ketaksadaran Personal dan, b. Ketakasadaran Kolektif. Isi ketaksadaran personal diterima melalui pengalaman kehidupan seseorang, sebagai material ontogenesis, sedangkan ketaksadaran kolektif diterima secara universal dan essential melalui species, sebagai pola-pola behavioral yang dikondisikan secara rasial sebagai materi filogenesis. Bentuk ketaksadaran kolektif juga disebut arketipe, yang pada umumnya disamakan dengan primordial. Hal ini berbeda dengan klasifikasi penelitian psikosastra yang dikemukakan oleh Wellek dan Warren Ratna, 2004, : 348, membedakannya menjadi : a. Psikologi sastra melalui analisis dunia kepengarangan b. Psikologi sastra analisis tokoh-tokoh dan penokohan c. Psikologi sastra dalam kaitannya dengan citra arketipe. Cara yang pertama disebut sebagai kritik ekspresif sebab melukiskan pengarang sebagai subjek individual. Cara yang kedua, disebut sebagai kritik objektif dengan memusatkan perhatian kepada mantra, sebagai perwujudan karakterologi dan karakterisasi. Cara yang ketiga, disebut sebagai kritik arketipe sebab analisis dipusatkan kepada eksistensi ketaksadaran kolektif. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya psikologi sastra memberi perhatian pada cara yang kedua yaitu pembicaraan dalam kaitannya dengan unsur-unsur kejiwaan mantra fiksional yang terkandung dalam karya sastra atau disebut juga sebagai kritik objektif. Sebagai dunia dalam kata karya sastra memasukkan berbagai aspek kehidupan ke dalamnya, khususnya manusia. Dalam hal ini Ratna 2004, : 343 berpendapat bahwa, “Pada umumnya aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra karena dalam diri manusia, sebagai Universitas Sumatera Utara pengarang, aspek kemanusiaan di cangkokkan dan diinvestasikan”. Dalam analis, pada umumnya yang menjadi tujuan adalah psikologi dari mantra, yang salah satunya adalah mantra pintu. Secara defenitif psikologi sastra adalah studi mengenai karya sastra dengan relevansinya kejiwaan manusia. Dengan melihat kajian penelitiannya, psikologisastra dibagi menjadi tiga macam yaitu: a. Psikologi Pengarang b. Psikologi pembaca c. Psikologi penokohan. Kualitas suatu karya sastra dapat dilihat dari pengarangnya, bagaimana kejiwaan pengarang tersebut ketika menciptakan mantra dalam karyanya sehingga mantra lebih menarik dan mudah dicermati pembaca. Menurut Wright Endraswara, 2008 :141, “Yang perlu dikaji dalam kaitannya tentang pengarang adalah mencermati sastra sebagai analog fantasi percobaan simtom penulis tertentu dan selanjutnya dapat memahami seberapa jauh fantasi bergulir dalam sastra”. Menurut Endraswara2008 :145 ”Sastrawan dapat dibagi dalam dua tipe psikologis yaitu: a. Sastrawan yang “Kesurupan”possesed yang penuh emosi,menulis dengan spontan dan yang meramal masa depan, dan b. Sastrawan “Pengrajin” maker, yang penuh ketrampilan, terlatih, dan bekerja dengan serius dan penuh tanggungjawab. Biasanya sastrawan yang memiliki tipologi “kesurupan” membuat suatu karya sastra yang sangat menarik karena pengarangnya memprioritaskan kualitas daripada kuantitasnya. Misalnya, karya Habiburrahman dalam novelnya ayat-ayat cinta. Meski tergolong sebagai sastrawan baru dan karyanya hanya sekali-kali keluar tetapi penjualannya dikategorikan sebagai Best seller hingga ke manca negara. Universitas Sumatera Utara Begitu pula sastrawan “pengrajin”, tampaknya sekedar mementingkan produktivitasnya, bukan kualitasnya. Misalnya, pengarang yang mengikuti arah pengrajin menurut Endraswara yaitu A.Y. Suharyono. Kira-kira pada tahun 2000-an, banyak bertaburan karyanya di media massa, seakan kualitas dinomor duakan. Selain dalam konteks pembaca akan berpengaruh cepat dan lambat. Pengaruh cepat merupakan daya keras yang secara spontan sehingga pembaca berubah sikap dan wataknya. Mungkin pula pembaca akan meniru tiba-tiba pembaca secara drastis harus mengubah sikap dan wataknya hingga orang di sekitarnya terperajat. Penerimaan sastra oleh pembaca bisa berbeda-beda tafsirnya. Dalam sastra ada beberapa gejala psikologis yang bisa memunculkan persepsi lain. Perbedaan inilah yang menuntut kebebasan tafsir yang beragam dan akan memperkaya pesan. Pembaca memang bebas sebagai penafsir, namun menurut Iser Endraswara, 2008 : 161, yang paling esensial adalah bukan hanya mampu meneliti teks sastra sebagai refleksi kesadaran saja, melainkan sampai ketaksadaran”. Dalam hal ini perbedaan persepsi terhadap wacana sastra justru akan memperkaya nilai sastra karena semakin menyebar nilai keragaman makna, sastra tersebut dipandang lebih bagus. Mantra dalam suatu karya sastra adalah ungkapan yang dikenai dan sekaligus mengenai tindakan psikologis. Penelitian terhadap mantra merupakan bagian dari aspek intrinsik struktur sastra. Namun penelitian mantra yang bernuansa psikis akan berpijak pada psikologi sastra yang dipelajari dalam psikologi mantra adalah bagaimana kejiwaan yang ada dalam mantra sehingga terjadi suatu penyimpangan atau konflik antar masyarakatnya. Dalam analisis pada umumnya yang menjadi tujuan adalah pembuat mantra. Hal ini seperti pernyataan Wright Endraswara, 2008 : 184 bahwa, “Untuk mengungkap unsur- unsur psikologis dalam karya sastra, diperlukan bantuan teori-teori psikologi”. Untuk itu teori Universitas Sumatera Utara psikoanalisis dianggap dapat disesuaikan dengan hal yang akan digali dari mantra pintu dominan biasanya yang menjadi tumpuan dalam mantra.

C. Hubungan Teori Freud Id, Ego, Super Ego Dengan Sastra.